JUNI 2015
TATALAKSANA BRONKOPNEUMONIA
Nama
No. Stambuk
: N 111 14 048
Pembimbing
PENDAHULUAN
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
klinis dengan didukung oleh pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang medis
lainnya. 1
Pemberian antibiotik berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis.
Pemiihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak dilakukan secara empirik sesuai
dengan pola bakteri tersering yaitu Streptococcus pneumonia dan Haemophillus influenza. 3
II.
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. M R
Alamat
: Jln. Tondo
Umur
: 11 bulan
Tanggal masuk
: 25 Juni 2015
Jeniskelamin
: Laki-laki
Alamat
: Jln. Tondo
ANAMNESIS
Keluhan utama : Sesak napas
Riwayat penyakit sekarang
Keluhan sesak napas yangdialami sejak 4 hari sebelum masuk RS. Saat sesak pasien
tidak mengalami kebiruan pada bibir dan ujung jari. Selain sesak dirasakan juga batuk
berlendir disertai dengan flu sejak 4 hari yang lalu.
Pasien juga mengalami demam sejak 4 hari sebelum masuk RS. Demam naik turun,
sudah diberikan obat penurun panas namun demam hanya turun sebentar dan naik lagi.
Pasien tidak kejang, tidak ada menggigil namun pasien rewel. Pasien tidak mengeluh mual
dan muntah.Buang air besar biasa. Buang air kecil lancar.
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien tidak pernah mengalami hal yang sama sebelumnya
Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada keluarga yang mengalami batuk.
Riwayat asma di keluarga (-)
Riwayat sosial-ekonomi :
Tergolong ekonomi menengah.
Riwayat kebiasaan dan lingkungan :
Pasien tinggal bersama kedua orangtua, rumah dihuni oleh 4 orang. Rumah pasien
berada di pinggir jalan raya. Ayah pasien memiliki kebiasaan merokok di rumah.
Riwayat Kehamilan dan persalinan :
Pasien anak ke 2 dari 2 bersaudara, lahir secara normal di puskesdes, cukup bulan,
lahir langsung menangis. Berat badan lahir 3200 gr, panjang badan lahir 49 cm
2
: Sakit Sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
Berat badan
: 10 kg
Tinggi badan
: 76,5 cm
Status Gizi
Tanda vital
Nadi
= 112 x/menit
Respirasi
= 63 x/menit
Suhu badan
= 36,8 0C
Kulit
Kepala
: Normocephal
Mata
Mulut
Faring
: hiperemis (+)
Tonsil
: T1/T1
Telinga
Hidung
: rhinorrhea (+)
Leher
Kelenjar tiroid
Thorax
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Sonor +/+
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: Kesan cembung
Auskultasi
Perkusi
: Timpani
Palpasi
: Nyeri tekan (-), tidak ada teraba hepar, lien, atau massa
Punggung
Genitalia
EkstremitasAtas
Ekstermitas Bawah : Akral hangat +/+, Edema -/Hasil pemeriksaan darah rutin
-
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Platelet
Leukosit
: 4,58 x106/mm3
: 11,8 g/dL
: 35,6 %
: 200 x103/mm3
: 13,6 x103/mm3
Resume
Pasien anak laki-laki berusia 11 bulan dengan berat badan 10 kg dan panjang badan
76,5 cm (status gizi: gizi baik) mengalami keluhan sesak napas sejak 4 hari sebelum
masuk RS. Selain sesak dirasakan juga batuk berlendir disertai dengan flu sejak 4 hari
yang lalu.
Pasien juga mengalami demam sejak hari sebelum masuk RS. Demam naik turun,
sudah diberikan obat penurun panas namun demam hanya turun sebentar dan naik lagi.
Buang air besar biasa. Buang air kecil lancar.
Pasien tinggal bersama kedua orangtua, rumah dihuni oleh 4 orang. Rumah pasien
berada di pinggir jalan raya. Ayah pasien memiliki kebiasaan merokok di rumah.
Pasien tidak mendapatkan ASI sejak lahir. Susu formula diberikan dari lahir sampai
usia sekarang. Bubur saring diberikan saat pasien berusia 6 bulan-9 bulan. Nasi diberikan
saat berusia 9 bulan sekarang.
Pada pemeriksaan didapatkan status gizi baik (Z score: (0) - (1) SD), tanda vital: Nadi
= 112 x/menit, Respirasi = 63 x/menit, Suhu badan = 36,8C. Pemeriksaan paru
didapatkan retraksi subkosta(+/+), Fokal fremitus meningkat (+/+), perkusi paru
pekak(+/+), Rhonki basah halus (+/+)
Diagnosis
Bronkopneumonia Berat
Terapi
- O2 2 Liter/menit
- IVFD Dekstrosa 5% 8 tetes/menit
- Sanmol drip 4 x 0,8 ml
- Injeksi Ceftriaxone 2 x 250 mg/IV
- Puyer batuk 3 x 1 pulveres (salbutamol 1 mg + ambroxol 15 mg)
Anjuran
- Apusan Faring
- Foto rontgen dada
FOLLOW UP
26 Juni 2015
S : Panas (+), sesak (+), batuk berlendir ( + )
O : TD : -/- mmHg
suhu
: 37,9C
Nadi : 132 x/ menit
pernafasan
: 64 x/menit
Paru: retraksi subkosta (+), Ronki basah halus +/+
A : Bronkopneumonia
P : - O2 2 Liter/menit
- IVFD Dekstrosa 5% 8 tetes/menit
- Sanmol drip 4 x 0,8 ml
5
III.
DISKUSI
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksik, distress
7
pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi
dan terutama pertimbangan usia pasien.
Patogenesis
a. Stadium I/Hiperemia (4-12 jam pertama);
Terjadi respon peradangan awalnya terjadi pada bagian paru yang terinfeksi.
Ditandai dengan perningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler ditempat
yang terinfeksi.
Hyperemia terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel mast,
mediator-mediator tersebut adalah (Histamin dan prostaglandin). Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen
b. Stadium II/Hepatisasi merah (48 jam berikutnya);
Disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh sel mast.
Sebagai bagian dari reaksi peradangan, lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan (leukosit, eritrosit, dan cairan) sehingga paru menjadi
merah.
Pada stadium ini udara di alveoli tidak ada/sangat minimal sehingga akan
bertambah sesak, stadium ini berlangsung singkat yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III/Hepatisasi kelabu (3-8 hari);
Hepatisasi kelabu terjadi sewaktu sel-sel darah putih
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan
asam-basa, elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan
analgetik/antipiretik.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia
yang disebabkan oleh bakteri.
A. Pneumonia rawat jalan
Pada pneumonia ringan , rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama
secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia rawat jalan,
dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai 90%.
Penelitian multicenter di Pakistan menemukan bahwa pada pneumonia rawat jalan,
pemberian amoksisilin dan kotrimoksazol dua kali sehari mempunyai efektifitas yang
sama. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25 mg/kg BB, sedangkan
kotrimoksazol adalah 4 mg/kg BB TMP 20 mg/kg BB sulfametoksazol.
B. Pneumonia rawat inap
8
Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan betalaktam atau kloramfenikol.
Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta-laktam dan kloramfenikol,
dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, dan sefalosporin. Sesuai
dengan petunjuk etiologi yang ditemukan. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10
hari pada pasien pneumonia tanpa komplikasi, meskipun tidak ada studi kontrol
mengenai lama terapi antibiotik yang optimal.
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah
antibiotik beta-laktam dengan atau tanpa klavulanat, pada kasus yang lebih berat
diberikan beta-laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena,
atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah
stabil, antibiotik diganti dengan oral dan berobat jalan.
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari
2 yaitu penatalaksanaan umum dan khusus:2,6
1. Penatalaksanaan Suportif
a. Pemberian oksigen 2-4 L/menit
b. Pemberian cairan intravena.
2. Penatalaksanaan Kausal
a. Mukolitik dan ekspektoran
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita demam
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab
dan
manifestasi klinis.
Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak dilakukan
secara empirik sesuai dengan pola bakteri tersering yaitu Streptococcus Pneumonia
dan Haemophilus Influenza. Untuk bayi di bawah 3 bulan diberikan golongan
penisilin seperti ampisillin 100 mg/ kgBB/ 24 jam IV dalam 4 dosis dan gentamisin 5
mg/kgBB/24 jam IV, dalam 2 dosis. Untuk usia > 3 bulan, amoxicillin dipadu dengan
kloramfenikol merupakan obat pilihan pertama. Jika kondisi pasien berat, antibiotik
pilihan adalah golongan sefalosporin. Antibiotik paranteral diberikan 48-72 jam,
dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7-10 hari. Jika diduga penyebab adalah
Stafilokokus, maka dapat diberikan kloksasilin.8
Pada pneumonia yang memerlukan rawat inap, rumah sakit di Indonesia
biasanya menggunakan antibiotik beta-laktam, ampisillin, atau amoksisilin
dikombinasikan
dengan
kloramfenikol.
Feyzullah
dkk
melaporkan
hasil
Kotrimoksazol
Amoksisilin
Badan
Pneumonia
untuk Pneumonia
2 bulan-<4 bulan
Tab Anak
Sirup per 5 ml
Tablet ( 500
Sirup per
(20mg Tmp +
(40 mg Tmp+
mg)
5 ml
100 mg Smz)
200 mg Smz)
2,5 ml
1/4
(11/2 sendok
(4-<6kg)
4 bulan-<12
(125 mg)
5 ml
(1
takar)
sendok
5 ml
takar)
10 ml
1/2
bulan
(1 sendok
(6-<10kg)
takar)
sendok
7,5 ml
takar)
(21/2
12 bulan-<3tahun
1/2
(2
2/3
(10-<16kg)
(11/2 sendok
sendok
3 tahun-<5 tahun
takar)
10 ml
takar)
(3
(16-<19 kg)
3/4
(2 sendok
sendok
takar)
takar)
10
kemungkinan
penyebab
bronkopneumonia
adalah
bakteri.
Berikut
pengobatan yang dapat diberikan pada pasien dan dibandingkan dengan teori:
Kasus
IVFD : Dextrose 5 % 10 gtt/m
Teori
Suhu tubuh yang tinggi dapat diturunkan
dengan pemberian antipiretik (asetaminofen
batuk
bakteri.
pulveres
Diberikan
antibiotik
golongan
lain. [3]
Pada pasien terdapat batuk disertai lendir,
maka dari itu seharusnya diberikan
Selain medika mentosa, edukasi juga perlu dilakukan meliputi berbagai aspek
dari penyakit bronkopneumonia itu sendiri. Dari segi penyebab ada baiknya diberikan
penjelasan dan jelas mengenai bakteri penyebab, pola dan mekanisme penularan, dan
bagaimana cara mencegahnya dengan menghindari paparan asap rokok dan debu.
Edukasi juga perlu dilakukan mengenai pengobatan pasien baik yang berupa
kausatif dan simtomatis. Antibiotik yang diberikan oleh dokter harus diminum sesuai
dengan dosis dan waktu yang telah ditentukan (biasanya habis dalam 7-10 hari).
Kemungkinan terjadinya resistensi obat akibat penggunaan antbiotik yang tidak
teratur juga harus dijelaskan kepada pasien. Pengobatan yang simtomatis juga harus
dijelaskan cara pemakaiannya yaitu dapat dihentikan ketika gejala-gejala simtomatis
11
sudah hilang atau membaik. Efek samping dari obat yang diberikan juga harus
dijelaskan agar pasien dapat segera kontrol ke dokter apabila terjadi hal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2013. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi 1. Badan
Penerbit IDAI, Jakarta.
2. Behrman, R.E., Kliegman, R.M. 2010. Nelson Esensi Pediatri. Edisi 4. EGC, Jakarta.
3. Yani, FF. 2010. Faringitis Akut. Sub Bagian Respirologi Anak Bagian IKA RS M
Djamil- FK Universitas Andalas.
4. Sitompul, R. 2011. Kortikosteroid dalam Tatalaksana Uveitis: Mekanisme Kerja,
Aplikasi Klinis, dan Efek Samping. Volume 61. Nomor 6. Departemen Ilmu Kesehatan
Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
5. Cumming, C.W., Flent, P.W., Barker, L.A. 2005. Cummings Otolaryngology Head and
Neck Surgery. Edisi 4. Philadelphia: Elsevier.
12
6. FKUI. 1995. Ilmu Kesehatan Anak Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
7. IDAI, 2009. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I.Jakarta :Badan Penerbit
IDAI.
8. Permana, Adhy, dkk.2010.The Disease: Diagnosis & Terapi. Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
9. Alsagaff, Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Penyakit Paru dan
Saluran Nafas FK UNAIR. Surabaya.
10. FK UNHAS.2009. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK UNHAS. Makassar.
13