Anda di halaman 1dari 3

BAB IV

DISKUSI KASUS
Pada makalah ini melaporkan sebuah kasus dari seorang pasien usia 23
tahun yang masuk ke IGD RSU Dr. Pirngadi pada tanggal 11 Agustus 2015,
kiriman Sp.OG dengan diagnosa Primi Gravidarum Post term 42-43minggu +
Presentasi Kepala + Janin Hidup + Belum Inpartu. Berdasarkan anamnesa, HPHT
pasien ini adalah pada tanggal 19 Oktober 2014 dengan siklus haid teratur tiap 28
hari. Pasien juga menyatakan belum pernah mengunakan kontrasepsi sebelumnya.
Penentuan tanggal taksiran persalinan pasien ini berdasarkan rumus Neagle jatuh
pada tanggal 26 Juli 2015 ( usia kehamilan 40 minggu).
Pada perjalanan penyakitnya, sampai usia kehamilan telah mencapai 42
minggu lengkap pada tanggal 09 Agustus 2015, pasien ditangani secara
ekspektatif dengan pemantauan terhadap kesejateraan janin mengunakan
pemeriksaan USG. Pada tanggal 11 Agustus 2015 dilakukan pemeriksaan darah
rutin dan didapati pasien anemis dengan kadar Hb 4,10gr%. Dikarenakan Hb yang
rendah, rencana induksi ditunda sehingga Hb pasien mencapai lebih dari 8gr%.
Pasien direncanakan transfusi 3 bag PRC yang dianjurkan oleh dokter spesialis
penyakit dalam. Saat pasien selesai transfusi PRC pada tanggal 14 Agustus 2015,
pasien mengalami gejala mules-mules mau melahirkan sehingga pada kasus ini
tidak dilakukan induksi persalinan. Pasien partus secara spontan dan melahirkan
seorang bayi perempuan dengan berat badan 3100gr, panjang 49cm dan skor
APGAR 8/9.
Penulisan laporan ini berangkat dari permasalahan tentang penegakkan
diagnose dan penanganan kehamilan postterm serta komplikasi janin postterm.
Pada kasus ini, penegakkan diagnose kehamilan postterm didasarkan kepada
penghintungan usia kehamilan berdasarkan HPHT dan USG. Pada saat masuk
untuk dirawat pada tanggal 11 Agustus 2015, usia kehamilan pasien menurut
HPHT adalah 42-43 minggu. Usia tersebut sudah ke dalam definisi kehamilan
postterm yang merumuskan oleh American College of Obstetricians and

Gynaecologists(2004), yaitu kehamilan berlangsung lebih dari 42 minggu (294


hari) yang terhintung sejak hari pertama siklus haid terakhir/ HPHT. (Williams)
Penggunaan pemeriksaan USG untuk menentukan usia kehamilan telah
menggantikan metode HPHT dalam mempertajam diagnosa kehamilan postterm.
Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa penentuan usia
kehamilan melalui pemeriksaan USG memiliki tingkat keakuratan yang lebih
tinggi dibanding dengan metode HPHT. Pada pemeriksaan USG TAS dalam kasus
ini didapati usia kehamilan 42-43minggu.
Selain itu, terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan amnion. Jumlah
cairan amnion mencapai puncak pada usia kehamilan 38 minggu sekitar 1000 ml
dan menurun sekitar 800 ml pada 40 minggu. Penurunan jumlah cairan amnion
berlangsung terus menjadi sekitar 480 ml, 250 ml, 160 ml pada usia kehamilan 41,
42 dan 43 minggu. Penurunan tersebut berhubungan dengan produksi urin janin
yang berkurang. Dilaporkan bahwa aliran darah janin menurun pada kehamilan
postterm dan menyebabkan oligohidramnion.4 Pada laporan kasus in tidak
dijumpai kelainan pada kualitas dan kuantitas cairan amnion.
Untuk memperkirakan jumlah cairan amnion dapat diukur dengan
pemeriksaan ultrasonografi. Metode empat kuadran sangat populer. Dengan
mengukur diameter vertikal dari kantung paling besar pada setiap kuadran. Hasil
penjumlahan empat kuadran disebut Amniotic Fluid Index (AFI). Bila AFI kurang
dari 5 cm indikasi oligohidramnion. AFI 5-10 cm indikasi penurunan volume
cairan amnion. AFI 10-15 cm adalah normal. AFI 15-20 cm terjadi peningkatan
volume cairanamnion. AFI lebih dari 25 cm indikasi polihidramnion.

1,4,5,6

Pada

laporan kasus ini AFI cukup dalam batas normal.


Plasenta pada kehamilan postterm memperlihatkan pengurangan diameter
dan panjang villi chorialis. Perubahan ini secara bersamaan atau didahului dengan
titik-titik penumpukan kalsium dan membentuk infark putih. Secara histologi
plasenta pada kehamilan postterm meningkatkan infark plasenta, kalsifikasi,
trombosis intervilosus, deposit fibrin perivillosus, trombosis arteial dan

endarteritis arterial. Keadaan ini menurunkan fungsi plasenta sebagai suplai


makanan dan pertukaran gas. Hal ini dapat menyebabkan malnutrisi dan asfiksia.6
Dengan pemeriksaan ultrasonografi dapat diketahui tingkat kematangan
plasenta. Pada kehamilan postterm terjadi perubahan sebagai berikut:
Piring korion: lekukan garis batas piring korion mencapai daerah basal. Jaringan
plasenta: berbentuk sirkuler, bebas echo di tengah, berasal dari satu kotiledon (ada
daerah dengan densitas echo tinggi dari proses kalsifikasi, mungkin memberikan
bayangan akustik). lapisan basal: daerah basal dengan echo kuat dan memberikan
gambaran bayangan akustik. Keadaan plasenta ini dikategorikan tingkat tiga. 5
Pada kasus ini pemeriksaan USG menunjukkan plasenta korpus anterior dan
tampak kalsifikasi.
Pada bayi postmatur memperlihatkan penampilan unik dan karakteristik.
Tampilan meliputi kulit yang mengelupas, berkeriput, dan berbercak (patchy);
tubuh yang panjang, kurus mengindikasikan wasting; dan maturitas lanjut karena
bayi telah membuka mata, waspada yang tidak lazim, dan terlihat tua dan terkesan
cemas. Kulit berkeriput dan lebih nyata pada telapak tangan dan kaki. Kuku
secara khas cukup panjang. Kebanyakan bayi postmatur seperti ini tidak terhalang
pertumbuhannya karena berat badan mereka jarang jatuh dibawah persentil ke 10
untuk usia kehamilan. Perhambatan pertumbuhan yang berat, bagaimanapun juga,
dimana secara logika pasti telah mendahului penggenapan 42 minggu, dapat
terjadi.1 Pada laporan kasus ini, dijumpai beberapa gejala dari sindroma
postmaturitas seperti kulit yang mengelupas, berkeriput lebih nyata pada telapak
tangan dan kaki, berbercak (patchy) dan kuku secara khas cukup panjang.

Anda mungkin juga menyukai