Anda di halaman 1dari 21

BATUAN SEDIMEN

Pengertian
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pemadatan endapan yang berupa
bahan lepas. Hutton (1875; dalam Sanders, 1981) menyatakan Sedimentary rocks are rocks
which are formed by the turning to stone of sediments and that sediments, in turn, are formed
by the breakdown of yet-older rocks. ODunn & Sill (1986) menyebutkan sedimentary rocks are
formed by the consolidation of sediment : loose materials delivered to depositional sites by
water, wind, glaciers, and landslides. They may also be created by the precipitation of CaCO3,
silica, salts, and other materials from solution (Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk
oleh konsolidasi sedimen, sebagai material lepas, yang terangkut ke lokasi pengendapan oleh air,
angin, es dan longsoran gravitasi, gerakan tanah atau tanah longsor. Batuan sedimen juga dapat
terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat, silika, garam dan material lain. Menurut
Tucker (1991), 70 % batuan di permukaan bumi berupa batuan sedimen. Tetapi batuan itu hanya
2 % dari volume seluruh kerak bumi. Ini berarti batuan sedimen tersebar sangat luas di
permukaan bumi, tetapi ketebalannya relatif tipis.
Klasifikasi Umum
Pettijohn (1975), ODunn & Sill (1986) membagi batuan sedimen berdasar teksturnya menjadi
dua kelompok besar, yaitu batuan sedimen klastika dan batuan sedimen non-klastika.
Batuan sedimen klastika (detritus, mekanik, eksogenik) adalah batuan sedimen yang terbentuk
sebagai hasil pengerjaan kembali (reworking) terhadap batuan yang sudah ada. Proses
pengerjaan kembali itu meliputi pelapukan, erosi, transportasi dan kemudian redeposisi
(pengendapan kembali). Sebagai media proses tersebut adalah air, angin, es atau efek gravitasi
(beratnya sendiri). Media yang terakhir itu sebagai akibat longsoran batuan yang telah ada.
Kelompok batuan ini bersifat fragmental, atau terdiri dari butiran/pecahan batuan (klastika)
sehingga bertekstur klastika.
Batuan sedimen non-klastika adalah batuan sedimen yang terbentuk sebagai hasil penguapan
suatu larutan, atau pengendapan material di tempat itu juga (insitu). Proses pembentukan batuan
sedimen kelompok ini dapat secara kimiawi, biologi /organik, dan kombinasi di antara keduanya
(biokimia). Secara kimia, endapan terbentuk sebagai hasil reaksi kimia, misalnya CaO + CO2
CaCO3. Secara organik adalah pembentukan sedimen oleh aktivitas binatang atau tumbuhtumbuhan, sebagai contoh pembentukan rumah binatang laut (karang), terkumpulnya cangkang
binatang (fosil), atau terkuburnya kayu-kayuan sebagai akibat penurunan daratan menjadi laut.
Sanders (1981) dan Tucker (1991), membagi batuan sedimen menjadi :
1. Batuan sedimen detritus (klastika)
2. Batuan sedimen kimia

3. Batuan sedimen organik, dan


4. Batuan sedimen klastika gunungapi.
Batuan sedimen jenis ke empat itu adalah batuan sedimen bertekstur klastika dengan bahan
penyusun utamanya berasal dari hasil kegiatan gunungapi.
Graha (1987) membagi batuan sedimen menjadi 4 kelompok juga, yaitu :
1. Batuan sedimen detritus (klastika/mekanis)
2. Batuan sedimen batubara (organik/tumbuh-tumbuhan)
3. Batuan sedimen silika, dan
4. Batuan sedimen karbonat
Batuan sedimen jenis kedua pada umumnya bertekstur non-klastika. Tetapi batuan sedimen jenis
ketiga dan keempat dapat merupakan batuan sedimen klastika ataupun batuan sedimen nonklastika.
Berdasar komposisi penyusun utamanya, batuan sedimen klastika (bertekstur klastika) dapat
dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
1. Batuan sedimen silisiklastika, adalah batuan sedimen klastika dengan mineral penyusun
utamanya adalah kuarsa dan felspar.
2. Batuan sedimen klastika gunungapi adalah batuan sedimen dengan material penyusun
utamanya berasal dari hasil kegiatan gunungapi (kaca, kristal dan atau litik), dan
3. Batuan sedimen klastika karbonat, atau batugamping klastika adalah batuan sedimen klastika
dengan mineral penyusun utamanya adalah material karbonat (kalsit).
Warna Batuan Sedimen
Pada umumnya, batuan sedimen berwarna terang atau cerah, putih, kuning atau abu-abu terang.
Namun demikian, ada pula yang berwarna gelap, abu-abu gelap sampai hitam, serta merah dan
coklat. Dengan demikian warna batuan sedimen sangat bervariasi, terutama sangat tergantung
pada komposisi bahan penyusunnya.
Kekompakan
Proses pemadatan dan pengompakan, dari bahan lepas (endapan) hingga menjadi batuan sedimen
disebut diagenesa. Proses diagenesa itu dapat terjadi pada suhu dan tekanan atmosferik sampai
dengan suhu 300 oC dan tekanan 1 2 kilobar, berlangsung mulai sedimen mengalami

penguburan, hingga terangkat dan tersingkap kembali di permukaan. Berdasarkan hal tersebut,
ada 3 macam diagenesa, yaitu :
1. Diagenesa eogenik, yaitu diagenesa awal pada sedimen di bawah muka air.
2. Diagenesa mesogenik, yaitu diagenesa pada waktu sedimen mengalami penguburan semakin
dalam.
3. Diagenesa telogenik, yaitu diagenesis pada saat batuan sedimen tersingkap kembali di
permukaan oleh karena pengangkatan dan erosi.
Dengan adanya berbagai macam diagenesa maka derajat kekompakan batuan sedimen juga
sangat bervariasi, yakni :
1. Bahan lepas (loose materials, masih berupa endapan atau sedimen)
2. Padu (indurated), pada tingkat ini konsolidasi material terjadi pada kondisi kering, tetapi akan
terurai bila dimasukkan ke dalam air.
3. Agak kompak (padat), pada tingkat ini masih ada butiran/fragmen yang dapat dilepas dengan
tangan atau kuku.
4. Kompak (keras), butiran tidak dapat dilepas dengan tangan/kuku.
5. Sangat kompak (sangat keras, biasanya sudah mengalami rekristalisasi).
Tekstur
Seperti diuraikan di atas, maka batuan sedimen dapat bertekstur klastika atau non klastika.
Namun demikian apabila batuannya sudah sangat kompak dan telah terjadi rekristalisasi
(pengkristalan kembali), maka batuan sedimen itu bertekstur kristalin. Batuan sedimen kristalin
umum terjadi pada batugamping dan batuan sedimen kaya silika yang sangat kompak dan keras.
Bentuk Butir
Berdasar perbandingan diameter panjang (long) (l), menengah (intermediate) (i) dan pendek
(short) (s) maka terdapat empat bentuk butir di dalam batuan sedimen, yaitu (Gambar 3.2):
1. Oblate, bila l = i tetapi tidak sama dengan s.
2. Equant, bila l = i = s.
3. Bladed, bila l tidak sama dengan i tidak sama dengan s.
4. Prolate, bila i = s, tetapi tidak sama dengan l.

Apabila bentuk-bentuk teratur tersebut tidak dapat diamati, maka cukup disebutkan bentuknya
tidak teratur. Pada kenyataannya, bentuk butir yang dapat diamati secara megaskopik adalah
yang berukuran paling kecil granule (kerikil, f 2 mm). Bentuk butir itu dapat disebutkan seperti
halnya pemerian kebundaran di bawah ini.

Gambar 3.2 Empat kelas bentuk butir berdasarkan perbandingan diameter panjang (l), menengah
(i) dan pendek (s) menurut T. Zingg. Kelas A = oblate (tabular atau bentuk disk); B = equant
(kubus atau bulat); C = bladed dan D = prolate (bentuk rod). Masing-masing kelas bentuknya
digambarkan seperti terlihat pada gambar 3.3.
Kebundaran

Berdasarkan kebundaran atau keruncingan butir sedimen maka Pettijohn, dkk., (1987) membagi
kategori kebundaran menjadi enam tingkatan ditunjukkan dengan pembulatan rendah dan tinggi
(Gambar 3.3). Keenam kategori kebundaran tersebut yaitu:
1. Sangat meruncing (sangat menyudut) (very angular)
2. Meruncing (menyudut) (angular)
3. Meruncing (menyudut) tanggung (subangular)
4. Membundar (membulat) tanggung (subrounded)
5. Membundar (membulat (rounded), dan
6. Sangat membundar (membulat) (well-rounded).

Gambar 3.3 kategori kebundaran dan keruncingan butiran sedimen (Pettijohn, dkk., 1987).
Tekstur Permukaan
1. Kasar, bila pada permukaan butir terlihat meruncing dan terasa tajam. Tekstur permukaan
kasar biasanya dijumpai pada butir dengan tingkat kebundaran sangat meruncing-meruncing.
2. Sedang, jika permukaan butirnya agak meruncing sampai agak rata. Tekstur ini terdapat pada
butir dengan tingkat kebundaran meruncing tanggung hingga membulat tanggung.
3. Halus, bila pada permukaan butir sudah halus dan rata. Hal ini mencerminkan proses abrasi
permukaan butir yang sudah lanjut pada saat mengalami transportasi. Dengan demikian butiran
sedimen yang mempunyai tekstur permukaan halus terjadi pada kebundaran membulat sampai
sangat membulat.

Gambar 3.3, sekalipun hal itu dinyatakan sebagai katagori kebundaran, tingkatan ini nampaknya
lebih didasarkan pada tekstur permukaan daripada butir.
Ukuran Butir
Ukuran butir batuan sedimen klastika umumnya mengikuti Skala Wentworth (1922, dalam
Boggs, 1992) seperti tersebut pada Tabel 3.7.
Butir lanau dan lempung tidak dapat diamati dan diukur secara megaskopik. Ukuran butir lanau
dapat diketahui jika material itu diraba dengan tangan masih terasa ada butir seperti pasir tetapi
sangat halus. Ukuran butir lempung akan terasa sangat halus dan lembut di tangan, tidak terasa
ada gesekan butiran seperti pada lanau, dan bila diberi air akan terasa sangat licin.
Tabel 3.7 Skala ukuran butir sedimen (disederhanakan).

Ukuran butir (mm)

Nama Butiran

Nama batuan

> 256

Boulder / block (bongkah)

Breksi

64 256

Cobble (kerakal)

(bentuk / kebundaran butiran


meruncing)

4 64

Pebble

Konglomerat

24

Granule (kerikil)

(bentuk / kebundaran butiran


membulat)

1/16 2

Sand (pasir)

Batupasir

1/16 1/256

Silt (lanau)

Batulanau

< 1/256

Clay (lempung)

Batulempung

Kemas atau Fabrik

1. Kemas tertutup, bila butiran fragmen di dalam batuan sedimen saling bersentuhan atau
bersinggungan atau berhimpitan, satu sama lain (grain/clast supported). Apabila ukuran butir
fragmen ada dua macam (besar dan kecil), maka disebut bimodal clast supported. Tetapi bila
ukuran butir fragmen ada tiga macam atau lebih maka disebut polymodal clast supported.
2. Kemas terbuka, bila butiran fragmen tidak saling bersentuhan, karena di antaranya terdapat
material yang lebih halus yang disebut matrik (matrix supported).
Gambar 3.4 memperlihatkan kemas di dalam batuan sedimen, meliputi bentuk pengepakan
(packing), hubungan antar butir/fragmen (contacts), orientasi butir atau arah-arah memanjang
(penjajaran) butir, dan hubungan antara butir fragmen dan matriks.

Gambar 3.4 Batuan sedimen berkemas butir: paking, kontak dan orientasi butir serta hubungan
antara butir matrik.
Pemilahan

Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran besar butir penyusun batuan sedimen, artinya bila
semakin seragam ukurannya dan besar butirnya maka pemilahan semakin baik.
1. Pemilahan baik, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen tersebut seragam. Hal ini
biasanya terjadi pada batuan sedimen dengan kemas tertutup.
2. Pemilahan sedang, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen terdapat yang seragam maupun
yang tidak seragam.
3. Pemilahan buruk, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen sangat beragam, dari halus
hingga kasar. Hal ini biasanya terdapat pada batuan sedimen dengan kemas terbuka.

Gambar 3.5 Pemilahan ukuran butir di dalam batuan sedimen.


Porositas (Kesarangan)
Porositas adalah tingkatan banyaknya lubang (porous) rongga atau pori-pori di dalam batuan.
Batuan dikatakan mempunyai porositas tinggi apabila pada batuan itu banyak dijumpai lubang
(vesicles) atau pori-pori. Sebaliknya, batuan dikatakan mempunyai porositas rendah apabila
kenampakannya kompak, padat atau tersemen dengan baik sehingga sedikit sekali atau bahkan
tidak mempunyai pori-pori.

Permeabilitas (Kelulusan)
Permeabilitas adalah tingkatan kemampuan batuan meluluskan air (zat cair).
1. Permeable (lulus air), jika batuan tersebut dapat meluluskan air, yaitu :
a. Bahan lepas, atau terkompakkan lemah, biasanya berbutir pasir atau lebih kasar.
b. Batuan dengan porositas tinggi, lubang-lubangnya saling berhubungan.
c. Batuan mempunyai pemilahan baik, kemas tertutup, dan ukuran butir pasir atau lebih kasar.
d. Batuan yang pecah-pecah atau mempunyai banyak retakan / rekahan.
2. Impermeable (tidak lulus air), jika batuan itu tidak mampu meluluskan air, yaitu :
a. Batuan berporositas tinggi, tetapi lubang-lubangnya tidak saling berhubungan.
b. Batuan mempunyai pemilahan buruk, kemas terbuka, ukuran butir lanau lempung. Material
lanau dan lempung itu yang menutup pori-pori antar butir.
c. Batuan bertekstur non klastika atau kristalin, masif, kompak dan tidak ada rekahan.
Secara praktis megaskopis, suatu batuan mempunyai tingkat kelulusan tinggi apabila di
permukaannya diteteskan air maka air itu segera habis meresap ke dalam batuan. Sebaliknya,
batuan mempunyai kelulusan rendah atau bahkan tidak lulus air bila di permukaannya diteteskan
air maka air itu tidak segera meresap ke dalam batuan atau tetap di permukaan batuan.
Struktur Sedimen
1. Struktur di dalam batuan (features within strata) :
a. Struktur perlapisan (planar atau stratifikasi). Jika tebal perlapisan < 1 cm disebut struktur
laminasi.
b. Struktur perlapisan silang-siur (cross bedding / cross lamination).
c. Struktur perlapisan pilihan (graded bedding)
Normal, jika butiran besar di bawah dan ke atas semakin halus.
Terbalik (inverse), jika butiran halus di bawah dan ke atas semakin kasar.
2. Struktur permukaan (surface features) :
a. Ripples (gelembur gelombang atau current ripple marks)

b. Cetakan kaki binatang (footprints of various walking animals)


c. Cetakan jejak binatang melata (tracks and trails of crowling animals)
d. Rekahan lumpur (mud cracks, polygonal cracks)
e. Gumuk pasir (dunes, antidunes)
3. Struktur erosi (erosional sedimentary structures)
a. Alur/galur (flute marks, groove marks,linear ridges)
b. Impact marks (bekas tertimpa butiran fragmen batuan atau fosil)
c. Saluran dan cekungan gerusan (channels and scours)
d. Cekungan gerusan dan pengisian (scours & fills)
Pettijohn (1975) membagi struktur sedimen menjadi 2 kelompok besar, yaitu struktur inorganik
(anorganik) (Gambar 3.6) dan struktur organik (Gambar 3.7). Struktur anorganik di bagi lagi
menjadi struktur primer (mekanis) dan struktur sekunder (kimiawi) (Tabel 3.8).
Kompaksi
Batuan sedimen klastika berbutir kasar (rudites, f > 2 mm) biasanya terdiri dari fragmen dan
matriks. Fragmen adalah klastika butiran lebih besar yang tertanam di dalam butiran yang lebih
kecil atau matriks. Matriks mungkin berbutir lempung sampai dengan pasir, atau bahkan granule.
Sedangkan fragmen berbutir pebble sampai boulder. Mineral utama penyusun batuan
silisiklastika adalah mineral silika (kuarsa, opal dan kalsedon), felspar serta mineral lempung.
Sebagai mineral tambahan adalah mineral berat (turmalin, zirkon), mineral karbonat, klorit, dan
mika. Untuk batuan klastika gunungapi biasanya ditemukan gelas atau kaca gunungapi. Selain
mineral, maka di dalam batuan sedimen juga dijumpai fragmen batuan, serta fosil binatang dan
fosil tumbuh-tumbuhan.
Batuan karbonat (klastika dan non klastika) tersusun oleh mineral kalsit, cangkang fosil dan
kadang-kadang dolomit. Batuan evaporit (non klastika hasil penguapan), utamanya tersusun oleh
mineral gipsum (CaSO4.2H2O), anhidrit (CaSO4) dan halit (NaCl). Batuan sedimen ironstone
tersusun oleh mineral oksida besi (hematit, magnetit, limonit, glaukonit dan pirit). Batuan
sedimen posfat tersusun oleh mineral apatit. Batubara tersusun oleh mineral carbon. Batuan
sedimen silika (chert atau opal)tersusun oleh kuarsa dan kalsedon.
Fragmen dan matriks di dalam batuan sedimen lebih menyatu karena adanya bahan semen.
Bahan penyemen butiran fragmen dan matriks tersebut adalah material karbonat, oksida besi, dan
silika. Semen karbonat dicirikan oleh bereaksinya dengan cairan HCl. Semen oksida besi, selain
tidak bereaksi dengan HCl secara khas berwarna coklat, Semen silika umumnya tidak berwarna,

tidak bereaksi dengan HCl dan batuan yang terbentuk sangat keras. Semen itu tidak selalu dapat
diamati secara megaskopik

.
A

.
C

E.

F
G

H
I

Gambar 3.6 Berbagai macam struktur sedimen. A. Current dan Graded; B. Daur Bouma; C.
Konvolut dan Dike Batupasir; D. Konkresi dan Nodule; E. Mudcracks; F. Striation dan Groove
casts; G dan K. Ripple bedding; H. Flute casts; I. Liniasi dan Furrow; J. Cone-in-cone dan
Kristal pasir.

Gambar 3.7 Beberapa perbedaan jejak fosil yang menunjukkan fasies sedimentasi.
Tabel 3.8 Klasifikasi struktur sedimen (Pettijohn, 1975).

INORGANIC STRUCTURE

ORGANIC STRUCTURE

MECHANICAL (PRIMARY)

CHEMICAL (SECONDARY)

A. Beddding : geometry

A. Solution structures

1. Laminations

1. Stylolites

2. Wavy bedding

2. Corrosion zone

A. Petrifactions

3. Vugs, oolicasts etc.

B. Bedding internal structures

B. Accretionary
structures

1. Cross-bedding

B. Bedding (weedia
and other
stromatolites)

1. Nodules
2. Ripple-bedding
2. Concretions
3. Graded bedding
4. Growth bedding

3. Crystal aggregates
(sperulites & osettes)
4. Veinlets
5. Color banding

C. Bedding-plane marking (on surface)

C. Composite structures C. Miscellaneous

1. Scour or current marks (flutes)

1. Geodes

1. Borings

2. Tool marks (grooves etc.)

2. Septaria

2. Tracks and trails

3. Cone-in-cone

3. Casts and molds


4. Fecal pellets and
coprolites

D. Bedding-plane marking (on surface)

1. Wave and swash marks


2. Pits and prints (rain etc.)
3. Parting lineation

E. Deformed bedding
1. Load and founder structures
2. Synsedimentary folds and breccias
3. Sandstone dikes and sills

Penamaan Batuan
Penaman batuan sedimen secara deskriptif, tergantung pada data pemerian (data deskriptif) yang
meliputi warna, tekstur, struktur dan komposisi. Pembagian batuan sedimen silisiklastika
umumnya berdasar ukuran butir, ditambah dengan bentuk butir, struktur dan komposisi (Tabel
3.9), yaitu :
1. Rudit (f > 2 mm), termasuk breksi (fragmen meruncing), konglomerat (fragmen membulat).
Apabila komposisi fragmen batuan secara megaskopik dapat diamati, maka penamaaan
tambahan dapat diberikan berdasarkan komposisi utama fragmen batuan tersebut. Misalnya
breksi andesit, breksi batuapung, konglomerat kuarsa.
2. Arenit, adalah batuan sedimen berbutir pasir (batupasir). Penamaan batupasir ini dapat
ditambahkan berdasar kenampakan struktur sedimen (contoh batupasir berlapis, batupasir
silangsiur), atau komposisi penyusun utamanya, misal batupasir kuarsa.
3. Lutit, terdiri dari batulempung, batulanau, dan serpih. Batulempung berbutir lempung,
batulanau tersusun oleh mineral/fragmen batuan berbutir lanau. Serpih adalah batulempung atau
batulanau berstruktur laminasi.
Tabel 3.9 Penamaan batuan sedimen klastika secara megaskopis (Huang, 1965).

Tekstur/Struktur

Komposisi
mineral/fragmen

Rudit

Komposisi sejenis atau Konglomerat

Nama batuan

Ciri-ciri khas

Fragmen umumnya

(2 256 mm)

campuran, terutama
dengan rijang, kuarsa,
granit, kuarsit,
batugamping dll.

Breksi

Fragmen umumnya
runcing, dan menyudut

Fanglomerat

Kipas aluvial yang


mengalami pembatuan

Pecahan batuan
Tillit
bercapur dengan semen

Arenit
(1/16 2 mm)

bulat atau agak


membulat

Umumnya tidak
terpisah. Fragmen
batuan terdapat bekas
goresan

Terutama kuarsa 25%, Arenit atau


felspar kalium atau
plagioklas 10-25%.
batupasir kuarsa

Pemilahan baik dan


bersih

Pecahan batuan: basal,


riolit, batusabak dll.
Mineral mika, serisit,
klorit, bijih besi.

Arkose

Pemilahan jelek, warna


abu-abu kemerahan

Batupasir felspatik

Lebih dewasa dari


arkose antara
graywacke dan arenit

Graywacke
subgraywacke

Lutit

Umumnya mineral

Batulanau

Antara batupasir dan

(1/16 1/256 mm)

lempung, kuarsa, opal,


kalsedon, klorit dan
bijih besi.

Serpih

Mudah membelah,
tidak plastis, bila
dipanasi menjadi plastis

Batulumpur

serpih

Batulempung

Untuk batuan karbonat bertekstur klastika :


1. Kalsirudit, adalah breksi atau konglomerat dengan fragmen batugamping.
2. Kalkarenit, adalah batupasir yang tersusun oleh mineral karbonat.
3. Kalsilutit, adalah batugamping klastis berbutir halus (lanau lempung).
Untuk batugamping bertekstur non klastika, cukup diberi nama batugamping non klastika.
Apabila di dalam batugamping banyak mengandung fosil maka dapat disebut batugamping
berfosil. Sedangkan batuan karbonat yang sudah tersusun oleh kristal kalsit atau dolomit disebut
batugamping kristalin. Napal adalah terminologi untuk batuan sedimen berbutir lanau dan
lempung, tersusun oleh bahan silisiklastika dan karbonat (Tabel 3.10 dan Tabel 3.11).
Untuk batuan klastika gunungapi, tata namanya mengikuti batuan piroklastika yang telah
dijelaskan pada acara analisis batuan beku, yaitu terdiri dari tuf (halus dan kasar), batulapili,
breksi gunungapi dan aglomerat (Gambar 3.8). Dalam beberapa hal, secara megaskopik,
warna yang sangat khas dapat ditambahkan untuk penamaan batuan, contoh tuf hijau, batupasir
merah, batulempung hitam dsb.
Tabel 3.10 Penamaan batuan sedimen non klastika secara megaskopis (Huang, 1965).

Tekstur/Struktur

Komposisi
mineral/fragmen

Rapat, afanitik, berbutir Terutama kalsit


kasar, kristalin, porus,
oolit dan mosaik

Nama batuan

Ciri-ciri khas

Batugamping

Breaksi dengan HCl,


mengandung organik,
bioklastika,

Terutama dolomit

Dolomit

Tidak segera bereaksi


dengan HCl, jarang
mengandung fosil,
berbutir sedang

Berbutir halus

Kristal halus dengan


mikroorganisme

Kapur

Karbonat dan lempung Napal

Abu-abu terang, rapuh,


pecahan konkoidal

Rapat dan berlapis

Campuran silika, opal


dan kalsedon dll.

Rijang

Terutama gips

Gips

Evaporit, tidak sendiri


melainkan berasosiasi
dengan mineral/batuan
lain.

Anhidrit

Putih abu-abu terang,


sangat rapuh,
mengandung fosil

Warna beragam, keras,


kilap non logam,
konkoidal

Terutama malit
Dijumpai kristal yang
mengelompok

Masif atau berlapis

Mineral fosfat dan


fragmen tulang

Fosforit

Diperlukan penentuan
kadar P2O3

Amorf, berlapis, tebal

Humus, tumbuhan

Batubara, lignit

Warna coklat, pecahan


prismatik

Genesis
Berdasar data pemerian batuan sedimen tersebut di atas, maka secara genesa dapat
diinterpretasikan mengenai :
1. Asal-usul atau sumber batuan sedimen (provenance)

2. Energi pengangkut (angin, air, es, longsoran, letusan gunungapi atau kombinasi di antaranya),
jaraknya dengan sumber dan proses transportasinya.
3. Lingkungan pengendapan, di darat kering, darat berair tawar (danau, sungai), di pantai atau di
laut (dangkal atau dalam).
4. Diagenesa dan lain-lain.
Tabel 3.11 Sifat sifat batuan sedimen yang harus dilakukan pemerian.

Nama Batuan Campuran/


semen/matrix

Fragmen/mineral
pembentuk x)

Warna Besar Pemilahan


butir

Bentuk
butir

Kemas

Mineral
sedikit

Breksi

Konglomerat

Tufa

Batupasir

Batulanau

Serpih
Lempung

Lempung

Napal

Gamping

Dolomit

Batubara

Rijang

Anhidrit

Fosfat, dll

X = Sifat yang dimiliki


- = Sifat yang tidak dimiliki
x) Termasuk jenis mineral lempung

Gambar 3.8 Berbagai macam bentuk tepra (piroklast).

Anda mungkin juga menyukai