Anda di halaman 1dari 1

Kebutuhan minyak dan gas bumi semakin meningkat dengan cadangan hidrokarbon yang semakin

menurun, membuat minyak dan gas semakin sulit untuk ditemukan. Dengan adanya penurunan tingkat
produksi hidrokarbon, membuat suatu perusahaan untuk mengebor jauh lebih dalam di dalam sumur
sebelumnya guna mendapatkan reservoir baru dengan cadangan hidrokarbon yang lebih besar. Pada
umumnya, perusahaan minyak dan gas akan berhenti mengebor jika telah sampai di basement, mereka
menganggap reservoir tersebut tidak memilki nilai ekonomis. Namun sekarang, Fractured Basement
Rersevoir telah banyak digunakan sebagai alternatif reservoir baru pada sumur lama yang dianggap telah
habis cadangan hidrokarbonnya. Dengan melihat data lapangan migas yang aktif memproduksi
hidrokarbon di basement reservoir pada beberapa dekade terakhir.

Konsep batuan dasar (basement rocks) pada cekungan minyak dan gas (Koesomadinata, 2008)
biasanya adalah batuan beku (plutonik) dan batuan metamorf. Fractured Basement Reservoir berbeda
dengan tipe reservoir rekahan alami lainnya dimana fractured basement reservoir secara alami terbentuk
dengan tidak memiliki porositas primer (Le Van Hung et al., 2009), dengan kriteria tersebut mereka
termasuk tipe I reservoir yang rekahannya secara esensial dapat membentuk porositas dan permeabilitas.
Model geologi ini banyak dijumpai pada area yang mengalami proses tektonik kompresional yang sangat
kuat, dimana batuan terlipatkan dan tersesarkan, terutama pada batuan yang bersifat rigid seperti pada
batuan dasar (basement rocks), dengan adanya proses tektonik tersebut mengakibatkan banyaknya
rekahan, sehingga membentuk suatu model reservoir yang potensial, khususnya pada model open
fracture. Analisis rekahan merupakan hal terpenting dalam pencarian batuan dasar (basement rocks).
Terdapatnya rekahan didalam batuan dasar, sehingga memungkinkan hidrokarbon untuk bermigrasi lalu
masuk ke dalam basement yang kemudian bertindak sebagai reservoir. Penemuan reservoir hidrokarbon
batuan dasar di Indonesia telah terjadi sejak tahun 1970-an (Yuwono, 2012).

Terdapat 5 (lima) lapangan minyak dan gas di Indonesia yang diketahui memproduksi hidrokarbon
dari basement reservoir (batuan beku dan limestone), yaitu lapangan Beruk, Suban, Sei Teras, Tanjung,
dan Oseil-Seram. Sebagai contoh, lapangan Tanjung yang terdapat di Cekungan Barito, Kalimatan Selatan
pada bagian Utara pegunungan Meratus terdapat batuan dasar dinamakan Ayuh Massive yang terdiri dari
granodiorit, diorit, gabro, dolerit, skis, gneiss, dan sedimen volkanoklastik. Rekahan dan kekar yang
terpisah membentuk pola distribusi biasa, sedimen terendapkan diatas, dan proses tektonik begitu juga
dengan pelepasan tekanan memiliki peran penting dalam peningkatan kualitas reservoir lapangan
Tanjung. Terdapatnya struktur sesar dan lipatan membuktikan aktifitas tektonik pada area ini cukup kuat.
Selain telah memproduksi minyak yang berasal dari batupasir dan konglomerat pada Eosen, lapangan
Tanjung juga telah memproduksi lebih dari 20 juta barel minyak yang berasal dari batuan dasar pra-tersier.

Anda mungkin juga menyukai