Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KULIAH

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

TRANSISI MENUJU AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL


DI INDONESIA

KELOMPOK VII:
1. ARY SUHARYANTO (F1314098)
2. SATRIO WIBOWO (F1314119)
3. KURNIAWAN
(F1314100)

TRANSISI MENUJU AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL


1

DI INDONESIA
I. Pengertian Accrual Accounting
Accrual Accounting adalah sebuah metodologi akuntansi dimana transaksi diakui pada saat kajadian
ekonomi terjadi, bukan pada saat kas diterima atau dibayarkan. Maka pendapatan diakui pada saat
income dimiliki, dan beban diakui pada saat kewajiban sudah diakui, bukan pada saat diterima atau
dibayarkan cash-nya
II.

Mengapa Harus Accrual Accounting


Pada tataran keuangan makro, pentingnya Accrual Accounting muncul dari fakta bahwa pengukuran
aset dan kewajiban yang relevan pada keseluruhan. Akuntansi akrual menyediakan ukuran lebih
luas dari beban komitmen keuangan pemerintah daripada akuntansi kas. Informasi tentang
implikasi penuh sumber daya, dan bukan hanya pengeluaran kas

III.

Isu-isu yang terkait dengan transisi ke Accrual.


1. Formulating acccounting policies.
Cash Accounting lebih fokus pada pencatatan saat penerimaan dan pembayaran kas, sangat
mudah dilaksanakan. Tapi gagal dalam utk menyediakan informasi penting tentang transaksi non
cash, dan stocks of asset and liabilities. Sedangkan accrual accounting lebih komprehensif yang
mencatat laju dari stocks dalam framework yang terintegrasi. Isu penting sebagai pertimbangan
untuk pindah dari Cash ke Accrual adalah penentuan kebijakan akuntansi yang tepat dan
konsisten dengan standar akuntansi yang relevan.
Pemerintah Indonesia telah menyusun kebijakan akuntansi dalam rangka implementasi Accrual
Accounting. Yang pertama PP Nomor 24 Tahun 2005 dan aturan pendukungnya (Buletin Teknis,
Permenkeu, Permendagri, dsb) dimana diatur bahwa dalam rangka penyiapan implementasi
Accrual Accounting, untuk sementara menggunakan Cash Towards Accrual (CTA) atau juga
disebut Modified Accrual Basis. Kemudian dengan terbitnya PP 71 tahun 2010 dan aturan
pendukungnya (Buletin Teknis, Permenkeu, Permendagri, dsb) maka Pemerintah Indonesia telah
menetapkan kebijakan untuk menerapkan Accrual Accounting.
Maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang diambil dalam rangka implementasi Accrual
Accounting telah memadai.
2. Gaps in current International Accounting Standards.
Pada Internasional Publik Sector Accounting Standard yang dikeluarkan oleh IPSASB terdapat
beberapa Gabs dalam hal pengakuan dan pengukuran basis akrual, yaitu:
1) Non exchange revenue recognition (contoh Pajak dan Transfer)
2) Accounting for social policies of government sudah ada PSAP dan peraturan terkait
mengenadi Bansos dan Hibah
3) Herritage assets di Indonesia sudah ada PSAP yang menetapkan bahwa hanya dijelaskan
di CALK tidak disajikan di Neraca
2

4) Private public partnership (PPP) -> misalnya kerjasama Bangun Guna Serah (BGS) BOT, dll
sudah diatur di PSAP
Dimana nomor 1,2 dan 3 sudah diterbitkan consultative document sedangkan nomor 4 masih
proses penyusunan
Accounting for social policies of government adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan
tanggung jawab sosial, misalnya belanja bantuan sosial dan belanja hibah. Dalam hal ini
pemerintah sudah mengatur bagaimana recognition dan measurenment-nya dalam PSAP baik saat
masih menggunakan PP 24/2005 maupun dalam PP 71/2010 beserta peraturan terkait.
Herritage assets adalah aset-aset berupa benda bersejarah atau mempunyai nilai budaya yang
tinggi, misalnya candi, peninggalan sejarah, dll. Dalam hal ini pemerintah

sudah mengatur

bagaimana recognition dan measurenment-nya dalam PSAP baik saat masih menggunakan PP
24/2005 maupun dalam PP 71/2010 beserta peraturan terkait. Untuk herritage asset ini sesuai
PSAP bahwa hanya dijelaskan di CALK tidak disajikan di Neraca.
Private public partnership (PPP) ini misalnya kerjasama Bangun Guna Serah (BGS) BOT, dll.
Dalam hal ini pemerintah sudah mengatur bagaimana recognition dan measurenment-nya dalam
PSAP baik saat masih menggunakan PP 24/2005 maupun dalam PP 71/2010 beserta peraturan
terkait
3. Cash information in an accrual framework.
Penerapan basis akuntansi akrual bukan berarti mengabaikan basis kas, tetapi pengelolaan kas
merupakan bagian integral dari kerangka manajemen berbasis akrual. Basis akrual yang modern
mempunyai fungsi-fungsi untuk mendukung basis akuntansi dan pelaporan secara kas.
PP 24/2005 diterapkan TWA, yang berarti bahwa masih terdapat penerapan basis akuntansi dan
pelaporan secara kas. Hal ini dapat ditunjukkan dalam LRA yang menggunakan basis kas.
4. Alignment of accrual accounting and budgeting.
Sinkronisasi antara akuntansi akrual dengan anggaran sering diargumentasikan bahwa konsep
akuntansi dan anggaran haruslah disamakan agar terdapat basis yang jelas dan transparan dalam
pembandingan antara apa yang direncanakan pemerintah dan hasil keuangan yang aktual. Namun
demikian, pertanyaannya adalah apa perbedaan basis akuntansi akrual dengan basis akrual dalam
penganggaran. Akuntansi berkaitan dengan pelaporan transaksi ex-post, sementara anggaran
merupakan perencanaan ex-ante dalam basis akrual. Secara teknik, pemerintah dapat menerapkan
basis akuntansi akrual tanpa membuat kerangka pengganggaran yang berbasis kas dan dengan
demikian dalam pelaporan akuntansi berbasis akrual pertanggungjawaban angaran berbasis kas
akan tetap disusun.
Pelaksanaan di Indonesia, anggaran masih berbasis kas, sedangkan pelaporan sudah diatur
menggunakan basis akrual sesuai PP 71/2010.
3

Jadi sesuai dengan isu yang disampaikan IMF tersebut yang dilakukan di Indonesia sudah
memadai.
5. Budget classification and the charts of accounts.
Apabila pemerintah menerapkan basis akrual pada akuntansi dan anggaran secara simultan, akun
standar dan klasifikasi anggaran sebaiknya disamakan, akan tetapi jika pemerintah menerapkan
basis akrual hanya pada akuntansi dengan masih menerapkan basis kas pada anggarannya, akan
ada perbedaan antara akun standar dengan klasifikasi anggaran. Namun demikian, akun standar
akan tetap mencakup laporan-laporan yang berbasis akrual maupun kas.
Dalam PP 71/2010 anggaran masih menggunakan basis kas, sedangkan untuk akuntansi dan
pelaporannya menggunakan basis akrual. Maka akan ada penambahan/penyesuaian kodefikasi
akun tertentu, misalnya pendapatan-LRA dengan pendapatan-LO yang masing-masing masuk
dalam laporan yang berbeda.
6. Opening Balance Sheet
Identifikasi dan penilaian

aset

dan

kewajiban

adalah

langkah

penting

pada

saat

pengimplementasian accrual accounting. Neraca awal harus didukung dengan informasi dan
penjelasan yang cukup untuk audit.
Dengan terbitnya PP 24 tahun 2005, maka sebenarnya sampai saat ini seluruh instansi baik pusat
maupun daerah telah memiliki neraca, kecuali untuk daerah baru. Ketentuan dalam PP 24 tersebut
bahwa neraca sudah menggunakan basis akrual, jadi sebagian besar data dan informasi
didalamnya dapat digunakan untuk implementasi basis akrual.
Secara umum, terdapat beberapa perbedaan antara PP 24 dengan PP 71, sebagai berikut:
PP 24/2005 : CTA
Unsur Laporan Keuangan

PP 71/2010 : ACCRUAL
Unsur Laporan Keuangan

Neraca

Laporan Finansial : Neraca

- Aset

- Aset

- Kewajiban

- Kewajiban

- Ekuitas Dana

- Ekuitas

(Paragraf 59 Kerangka Konseptual)

(Paragraf 64 Kerangka Konseptual)

- Ekuitas Dana yang terbagi;

Ekuitas Dana Lancar: selisih antara aset

pemerintah

lancar dan kewajiban jangka pendek,

antara aset dan kewajiban pemerintah

termasuk

pada tanggal laporan.

sisa

lebih

pembiayaan

Ekuitas,

yaitu
yang

kekayaan

bersih

merupakan

selisih

anggaran/ saldo anggaran lebih


Ekuitas Dana Investasi: mencerminkan
kekayaan

pemerintah

yang

(Paragraf 77 PSAP Nomor 01)

tertanam

dalam investasi jangka panjang, aset


tetap, dan aset lainnya, dikurangi dengan
kewajiban jangka panjang
Ekuitas Dana Cadangan: mencerminkan
kekayaan pemerintah yang dicadangkan
untuk tujuan tertentu sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(Paragraf 78-81 PSAP Nomor 01)
Jadi dengan sudah adanya neraca awal menggunakan basis TWA sesuai PP 24/2005 hanya perlu
sedikit mapping/modifikasi sehingga menjadi bentu acrual penuh sesuai PP 71/2010.
7. Central versus Decentralized Financial Process
Pertanyaan penting dalam memutuskan kebijakan implementasi akuntansi adalah Pertama,
apakah proses akuntansi yang detail dan pelaporannya dilaksanakan secara terpusat oleh
Kementrian Keuangan atau Kementrian masing-masing. Dalam hal ini pemerintah harus
mempertimbangkan besar dan kompleksitas transaksi.
Yang kedua adalah jika tanggungjawab tersebut didesentralisasikan, haruskah kementrian harus
menyusun sistem keuangan sendiri atau harus secara online sistem yang terpusat di Kementrian
Keuangan. Dalam hal ini pemerintah harus mempertimbangkan pengembangan dan pemeliharaan
satu sistem yang terintegrasi yang didistribusikan prosesnya ke kementrian-kementrian.
Praktek yang telah dilaksanakan di Indonesia pelaksanaan detail proses akuntansi dan
pelaporannya dilaksanakan secara desentralisasi atau dilaksanakan oleh masing-masing instansi,
baru kemudian pada akhir periode dilakukan rekonsiliasi dan konsilidasi laporan keuangan, untuk
pusat dilaksanakan oleh Kementrian Keuangan sedangkan daerah oleh masing-masing daerah
melalui bagian yang menjadi fungsi PPKD. Hal ini lebih cocok diterapkan di Indonesia
mengingat kondisi geografis dan demogrfis serta ketersediaan sarana dan prasarana yang belum
5

cukup memadai untuk dilakukan secara terpusat. Selain itu juga untuk mengimplementasikan
salah satu fungsi pemerintah yaitu partispasi.
Selanjutnya dalam hal penggunaan sistem (IT) pengembangan yang dilakukan pemerintah dibagi
menjadi dua:
- Keuangan negara.
Kementrian Keuangan menyusun sistem dan dilaksanakan oleh masing-masing instansi pusat
untuk kemudian dilakukan rekonsiliasi dan konsolidasi pada akhir periode. Sistem yang
-

dimaksud adalah SAI, SIMAK BMN, aplikasi Persediaan, aplikasi SPM, dll.
Keuangan Daerah
Untuk keuangan daerah ini seharusnya dilakukan oleh Kementrian Dalam Negeri sehingga
dapat mengimplementasikan satu sistem yang seragam. Namun dalam prakteknya
Kementrian Dalam Negeri belum dapat menyusun suatu sistem terintegrasi yang digunakan
oleh seluruh pemerintah daerah. Pemda-pemda di Indonesai sebagian besar sudah
menggunakan sistem pengelolaan akuntansi, namun berbeda-beda tergantung bekerja sama

dengan siapa.
Kedepan seharusnya pemerintah menyusun suatu sistem yang seragam baik untuk keuangan
negara dan keuangan daerah. Tidak boleh lagi ada pembedaan antara keduanya, karena yang
dikelola adalah uang rakyat, uang negara yang satu, Indonesia. Dengan adanya sistem yang
seragam, maka akan dapat disusun suatu Laporan Keuangan Negara Republik Indonesia yang
merupakan gabungan laporan keuangan pusat dan daerah

8. Consolidation Issues.
Apapun sistem pemerintahan yang dianut, baik sentralisasi maupun desentralisasi merupakan hal
yang penting bagi pemerintah untuk menggabungkan semua laporan keuangan pemerintah secara
umum. Namun, adanya kemungkinan bahwa tidak semua entitas akuntansi atau tidak semua jenis
transaksi akan menggunakan basis akrual maka akan memunculkan isu yang berkaitan dengan
konsolidasi laporan keuangan
Dengan PP 24/2005 maka seluruh entitas akuntansi sudah menyusun laporan konsolidasian terdiri
dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan, kemudian dengan terbitnya PP 71/2010 laporan konsolidasian yang dibuat terdiri
Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan SAL, Neraca, Laporan Operasional
(sebelumnya LRA), Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan (dicetak tebal merupakan laporan baru)
Yang masih menjadi pekerjaan berat adalah mapping dari basis kas ke basis akrual untuk seluruh
laporan tersebut.
9. Controlled and administered items.
6

Manfaat dari penggunaan basis akrual adalah untuk dapat menyajikan biaya penuh atas
barang/jasa yang disediakan pemerintah. Namun untuk mencapai tujuan itu perlu dipisahkan
antara kewenangan pemerintah yang bersifat mengatur atau kewenangan yang hanya sebatas
administrasi.
Permasalahan utama adalah bagaimana mengukur value for money bagi pemerintah untuk yang
administered, karena kalau yang controlled relatif bisa langsung dinilai oleh masyarakat.
Praktek yang terjadi di Indonesia selama ini memang belum ada pengukuran secara memadai
mengenai value for money dari administered yang telah dilakukan pemerintah. Misalnya
dengan bergitu banyak bantuan dan hibah oleh pemerintah kepada organisasi atau kelompok
masyarakat, tapi belum ada pengukuran yang memadai mengenai value for money yang telah
dihasilkan.
Kedepan perlu di kembangkan suatu sistem untuk dapat menghitung value for money dari
administered yang telah dilakukan pemerintah sehingga dapat digabungkan dengan pengukuran
controlled.
IV.

Prekondisi untuk pindah ke Accrual Accounting.


Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan kesulitan dari peralihan akuntansi berbasis kas ke
akuntansi berbasis akrual. Kondisi-kondisi berikut ini mutlak diperlukan apabila suatu pemerintah
ingin sukses dalam menerapkan akuntansi berbasis akrual:
1. Sistem akuntansi yang sudah baik (An Acceptable Accounting Based System)
Pemerintah yang tidak mempunyai sistem akuntansi yang andal harus terlebih dahulu
memfokuskan dirinya pada perbaikan sistem yang ada, sebelum memutuskan beralih ke
akuntansi akrual.
Kriteria sistem akuntansi dikatakan tidak andal:
1) Klasifikasi anggaran yang kurang memadai
2) Tidak ada model penggunaan Chart of Account dan pencatatan secara double-entry
3) Laporan pajak yang tidak lengkap
4) Kemungkinan masih seringnya timbul perbedaan antara pendapatan dan belanja dengan
data keuangan pendukung.
Indonesia sudah menggunakan sistem pencatatan double-entry sejak diterbitkanya PP 24 Tahun
2005 jadi dapat dikatakan sudah cukum memadai, namun apabila dilihat dengan ketiga kriteria
yang lain kondisi di Indonesia saat ini masih menghadapi permasalahan tersebut. Dengan kata
lain, Indonesia termasuk negara yang belum mempunyai sistem akuntansi yang baik dan
terintegrasi yang tercermin dari:
1) Masih banyak permasalahan dalam penganggaran (budgeting). Salah contohnya adalah
adanya dana pembangunan infrastruktur daerah (DPPID), yang akhirnya bermasalah,
sementara sudah ada Dana Alokasi Khusus (DAK).
2) Laporan fiskal yang tidak lengkap, bahkan belum ada.
7

3) Sistem perpajakan di Indonesia belum mapan. Contoh paling sederhana adalah saat ini
belum seluruh warga negara indonesia mempunyai NPWP. Saat ini baru tahap
pengembangan misalnya dengan gencar melakukan sosialisasi perpajakan, pajak online,
dll..
4) Belum terpadunya perencanaan dalam anggaran (budget) terhadap pelaksanaannya.
5) Saat ini belum dapat dipastikan berapa sebenarnya pendapatan yang seharusnya kita
peroleh. Saat ini fokus pemeriksaan atau pengawasan keuangan negara yang dilaksanakan
adalah pada pengeluaran/belanja, sedangkan sisi pendapatan belum dilakukan. Padahal
diperkirakan kebocoran keuangan negara yang terbesar adalah pada pendapatan yang
seharusnya masuk tetapi tidak pernah terealisasi. Dengan pengawasan terhadap belanja
yang relatif sudah banyak dan berlapis pun masih banyak permasalahan yang ditemukan.
Misalnya korupsi proyek hambalang, Bank Century, dll
6) Sebagian besar hasil Opini BPK atas laporan keuangan belum WTP. Hal ini
mengindikasikan masih banyak permasalahan yang ditemukan baik di pusat maupun daerah
Dari permasalahan-permasalahan di atas, dapat disimpulkan bahwa saat ini Indonesia belum
cukup siap untuk mengimplementasikan Accrual Accounting.
2. Didukung oleh kebijakan politik (Political Ownership)
Rencana peralihan ke akuntansi berbasis akrual harus didukung oleh pimpinan (eksekutif)
secara kuat dan jelas. Dukungan dari lembaga legislatif (parlemen) juga sangat penting.
Reformasi keuangan negara dengan terbitnya tiga paket Undang-Undang Keuangan Negara
(Nomor 17/2003, Nomor 1/2004 dan Nomor 15/2006) menunjukkan adanya keinginan kuat dari
eksekutif dan legislatif untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan, khususnya
akuntansi karena disana diatur penerapan akuntansi berbasis akrual di dalam sistem akuntansi
pemerintahan di Indonesia. Ketentuan Pasal 36 ayat (1) UU No. 17 tahun 2003 dan Pasal 70
ayat (2) UU No. 1 tahun 2004, yang menetapkan bahwa pelaksanaan sistem akuntansi
pemerintahan berbasis akrual paling lambat dilaksanakan 5 tahun sejak UU No. 17 tahun 2003
ditetapkan atau pada tahun 2008.Tetapi ketentuan tersebut tidak dapat dijalankan jika belum ada
Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) yang berbasis akrual. Standar Akuntansi
Pemerintahan (PSAP) berbasis akrual yang dapat digunakan dalam sistem akuntansi
pemerintahan baru ditetapkan dengan PP Nomor 71 tahun 2010. Namun sayangnya, peraturanperaturan tersebut masih banyak kelemahan dalam pengimplementasian, yang terlihat dari
adanya permasalahan-permasalahan implementasi akuntansi yang sudah lama diketahui
penyebabnya namun tidak diselesaikan dengan pembuatan kebijakan yang mendukung,
misalnya:
- Adanya sistem akuntansi keuangan negara yang disusun oleh Kemenkeu dan sistem
akuntansi keuangan daerah yang disusun Kemendagri.

Dengan penggunaan sistem akuntansi yang berbeda antara keuangan negara dengan
keuangan daerah, maka sangat sulit untuk dilakukan konsolidasi laporan keuangan pusat
-

dan daerah sehingga menghasilkan Laporan Keuangan Republik Indonesia


Adanya kekurangan tenaga Akuntan di seluruh Instansi baik pusat maupun daerah, namun
belum ada kebijakan signifikan yang diambil, misalnya penerimaan CPNS akuntansi yang
besar untuk memenuhi kebutuhan.
Implementasi accrual accounting tentu sangat membutuhkan dukungan SDM yang
memadai baik dari kuantitas maupun kualitas. Namun sampai saat ini permasalahan
kekurangan SDM tersebut masih terjadi dihampir seluruh instansi baik pusat maupun

daerah.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam hal political ownership, Indonesia belum cukup siap
untuk mengimplementasikan Accrual Accounting.

3. Kapasitas Teknis (Technical Capacity)


Pengalaman menunjukkan tidak adanya pelatihan teknis yang memadai dapat menjadi
penyebab utama susahnya implementaasi akuntansi akrual ini. Sangat penting dalam
implementasi Accrual Accounting ini, Pemerintah harus mempunyai SDM pendukung yang
memadai.
Kondisinya sekarang adalah hampir di seluruh Instansi baik pusat maupun daerah belum
didukung dengan kapasitas teknis yang memadai, antara lain:
1) Pihak-pihak yang bertanggung jawab langsung terhadap akuntansi sebagian besar tidak
berlatar belakang akuntansi atau belum pernah mendapat pelatihan teknis yang memadai.
2) Kekurangan tenaga akuntan
3) Kekurangan tenaga ahli IT dalam mengembangkan sistem akuntansinya
Maka dapat disimpulkan bahwa dalam hal kapasitas teknis Indonesia masih belum siap untuk
implementasi Accrual Accounting.
4. Sistem (System)
Secara teori, pencatatan akuntansi dapat diimplementasikan dengan cara manual maupun secara
elektronik. Namun, secara praktik akan menjadi sesuatu yang tidak mungkin bagi suatu
organisasi/entitas dewasa ini untuk mencatat semua transaksi secara manual. Organisasi
tersebut, termasuk organisasi pemerintah, perlu didukung oleh sistem keuangan yang modern
(Information and Technology/IT)
Harus diakui, pengembangan IT khususnya dalam hal pemerataannya masih sangat timpang.
Belum seluruh daerah, terlebih melihat kondisi geografis dan demografis, dapat menikmati
sarana, prasarana dan akses yang sama. Misalnya, jaringan listrik yang sangat dibutuhkan oleh
9

sistem justru belum menjangkau ke beberapa daerah di Indonesia. Maka merupakan hal yang
sangat sulit untuk mengembangkan IT apabila kebutuhan dasar seperti listrik saja belum
merata. Hal lainnya adalah internet yang juga belum mendukung.
Kemudian dapat juga kita lihat dari pengembangan sistem yang sudah dilaksanakan sejak
beberapa tahun belakangan. Pemerintah telah mengembangkan beberapa sistem implementasi
akuntansi, misalnya:
- Pada keuangan negara telah dikembangkan sistem SIA, SIMAK, Aplikasi SPM, Aplikasi
SP2D, dll yang memang sudah membantu dalam impelementasi sistem akuntansi secara
computerized pada Satker-Satker pelaksana anggaran. Namun sayangnya semuanya belum
terintegrasi, artinya masing-masing berjalan sendiri, baru kemudian di akhir periode
-

direkonsiliasi dan dikonsolidasikan oleh Kemenkeu.


Pada keuangan daerah, Kemendagri telah mengembangkan SIPKD, namun pada
pelaksanaannya

belum

semua

atau

bahkan

sedikit

sekali

pemda

yang

mengimplementasikan sistem tersebut. Di lain pihak, ada banyak Instansi lain dan swasta
yang juga mengembangkan sistem akuntansi keuangan daerah yang lain misalnya: SIMDA
(BPKP) atau dari konsultan swasta tentu saja tidak akan dapat terintegrasi karena
dikembangkan masing-masing.
Hal tersebut di atas mengindikasikan bahwa secara sistem kondisi saat ini di Indonesia belum
siap untuk mendukung implementasi Accrual Accounting.
V.

Langkah-langkah lanjutan untuk beralih ke Accrual Accounting


Bagian ini memberikan panduan yang luas mengenai urutan yang tepat untuk implementasi penuh
akuntansi akrual termasuk pelaporan keuangan berkala dari entitas dan di seluruh tingkat
pemerintahan sesuai dengan standar akuntansi yang relevan
1. Jangka waktu dan urutan pelaksanaan
Jangka waktu peralihan dari akuntansi berbasis kas menuju penerapan akuntansi berbasis akrual
berbeda-beda tergantung pada prekondisi suatu pemerintah seperti yang telah dijelaskan pada
bagian sebelumnya. Nnegara maju atau negara transisi dengan akses yang baik ke sumber daya
dapat menargetkan jangka waktu keseluruhan 3-5 tahun untuk implementasi penuh akuntansi
akrual. Negara berkembang dengan keterbatasan sumber daya dapat menargetkan jangka waktu
keseluruhan 10 tahun untuk mencapai implementasi penuh.
Jangka waktu tersebut merupakan sesuatu yang relatif bergantung pada kondisi yang ada.
Namun, sebenarnya yang harus ditekankan disini adalah pemerintah harus menerapkan
pendekatan tahap demi tahap dalam rangka mengarah ke tujuan implementasi.
2. Tahap Implementasi berdasarkan bisnis area
Proses implementasi akuntansi berbasis akrual dapat dibagi-bagi dalam berbagai tahapan
dengan memilih area bisnis dengan jangka waktu implementasi yang lebih pendek dari pada
keseluruhan jadwal untuk implementasi akrual secara penuh.
10

3. Tahap implementasi berdasarkan sector atau size, dan percontohan


Implementasi berdaarkan sector atau size adalah dengan memfokuskan upaya implementasi
pada entitas yang lebih besar. Dimana kapasitas rendah, mungkin masuk akal untuk melakukan
studi percontohan di lembaga perwakilan kunci, untuk membangun pengalaman untuk
implementasi yang lebih luas
Pada negara berkembang seperti Indonesia, berikut adalah tahapan-tahapan yang bisa dilakukan
dalam rangka implementasi akuntansi berbasis akrual:
a. Tahap I implementasi (1-3 tahun):
Pemerintah memfokuskan perhatiannya pada general ledger, purchasing, payment dan
accounts payable, revenue, receipts and accounts payable, banking manajemen, cash
management, fund management, data collection and consolidation, financial reporting, dll.
b. Tahap II implementasi (3-4 tahun):
Setelah tahapan pertama dapat diselesaisaikan, pemerintah dapat memusatkan perhatian
pada masalah manajemen investasi dan utang.
c. Tahap III implementasi (3-10 tahun):
Ini adalah tahap terakhir dan membutuhkan waktu paling lama. Pada tahapan ini
pemerintah memfokuskan dirinya pada perbaikan manajemen aset tetap dan manajemen
persediaan.
Sejak terbitnya PP 24/2005 dan sampai sekarang terbit PP 71/2010 tahapan-tahapan tersebut
sudah dilaksanakan di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari tren temuan BPK ataas
pemeriksaan laporan keuangan dimana pada awal-awal implementasi PP tersebut banyak
temuan mengenai masalah manajemen kas, manajemen bank, pembayaran dan utang. Misalnya
temuan mengenai manajemen kas, pemerintah telah membuat kebijakan untuk memperbaiki
manajemen kas antara lain dengan diterbitkannya PP 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang
Negara dan Daerah (tahun ke-2 setelah terbitnya PP24/2005). Selanjutnya pada tahun-tahun
terakhir ini temuan BPK atas pemeriksaan laporan keuangan lebih banyak kepada manajemen
aset tetap.
Selanjutnya peraturan-peraturan dan kebijakan yang lain juga diambil pemerintah untuk terusmenerus malakukan perbaikan implementasi akuntansi, misalnya peraturan mengenai bolehnya
pemda untuk menerbitkan obligasi, tetapi dengan syarat sudah WTP.
VI.

Simpulan
Implementasi accrual accounting pada tataran keuangan makro, pengukuran atas aset dan
kewajiban dapat dilakukan secara relevan dan menyeluruh. Akuntansi akrual menyediakan ukuran
lebih luas dari beban komitmen keuangan pemerintah daripada akuntansi kas.
Apabila melihat dari isu-isu implementasi accrual accounting:
1) Formulating acccounting policies.
11

Secara umum sudah cukup memadai dengan telah adanya peraturan-peraturan yang terkait
2) Gaps in current International Accounting Standards.
Secara umum sudah cukup memadai karena keempat isu gaps utama sudah diatur dalam PSAP
3) Cash information in an accrual framework.
Dengan PP 24/2005 Masih terdapat penerapan basis akuntansi dan pelaporan secara kas. Hal
ini dapat ditunjukkan dalam LRA yang menggunakan basis kas
4) Alignment of accrual accounting and budgeting.
Pelaksanaan di Indonesia, anggaran masih berbasis kas, sedangkan pelaporan sudah diatur
menggunakan basis akrual sesuai PP 71/2010. Jadi sesuai dengan isu yang disampaikan IMF
tersebut yang dilakukan di Indonesia sudah memadai.
5) Budget classification and the charts of accounts.
Dalam PP 71/2010 anggaran masih menggunakan basis kas, sedangkan untuk akuntansi dan
pelaporannya menggunakan basis akrual
6) Opening balance sheet.
Adanya neraca awal menggunakan basis TWA sesuai PP 24/2005 hanya perlu sedikit
mapping/modifikasi sehingga menjadi bentu acrual penuh sesuai PP 71/2010
7) Central versus Decentralized Financial Process
Kedepan seharusnya pemerintah menyusun suatu sistem yang seragam baik untuk keuangan
negara dan keuangan daerah. Tidak boleh lagi ada pembedaan antara keduanya, karena yang
dikelola adalah uang rakyat, uang negara yang satu, Indonesia. Dengan adanya sistem yang
seragam, maka akan dapat disusun suatu Laporan Keuangan Negara Republik Indonesia yang
merupakan gabungan laporan keuangan pusat dan daerah
8) Consolidation Issues.
Yang masih menjadi pekerjaan berat adalah mapping dari basis kas ke basis akrual untuk
seluruh laporan tersebut
9)

Controlled and administered items.


Kedepan perlu di kembangkan suatu sistem untuk dapat menghitung value for money dari
administered yang telah dilakukan pemerintah sehingga dapat digabungkan dengan
pengukuran controlled.

Kemudian dilihat dari prekondisi


1) Sistem akuntansi yang sudah baik (An Acceptable Accounting Based System)
Indonesia sudah menggunakan sistem pencatatan double-entry sejak diterbitkanya PP 24
Tahun 2005 jadi dapat dikatakan sudah cukup memadai, namun apabila dilihat dengan ketiga
kriteria yang lain kondisi di Indonesia saat ini masih menghadapi permasalahan tersebut.
2) Didukung oleh kebijakan politik (Political Ownership)
Dalam hal political ownership, Indonesia belum cukup siap untuk mengimplementasikan
Accrual Accounting.
3) Kapasitas Teknis (Technical Capacity)

12

Dalam hal kapasitas teknis Indonesia masih belum siap untuk implementasi Accrual
Accounting.
4) Sistem (System)
Secara sistem kondisi saat ini di Indonesia belum siap untuk mendukung implementasi
Accrual Accounting.

13

Anda mungkin juga menyukai