Anda di halaman 1dari 20

PENULISAN PUTUSAN MENURUT EYD

Oleh: H. Ruslan HR.1


A. PENDAHULUAN
Ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD) pada
dasarnya

merupakan

ejaan

bahasa

Indonesia

hasil

dari

penyempurnaan terakhir atas ejaan-ejaan yang pernah berlaku di


Indonesia. Sebelum EYD diberlakukan di Indonesia pernah berlaku
ejaan Ch. A. Van Ophuysen, ejaan Republik (ejaan Soewandi) dan
ejaan Malindo.
Adapun

yang

disempurnakan

itu

bukan

bahasa

Indonesianya,

melainkan ejannya yakni tata cara penulisan yang baku.


Selama

ini

belum

semua

orang

mematuhi

kaidah

yang

tercantum dalam EYD, baik karena belum tahu, enggan mematuhi


atau karena ada pedoman yang mereka pegang selama ini yang
mereka anggap pedoman itu sudah tepat. Tindakan seperti ini jelas
dapat

mengacaukan

perkembangan

bahasa

Indonesia.

Padahal

dengan diberlakukannya EYD, seharusnya setiap warga negara


Indonesia, termasuk warga pengadilan sebagai pemakai bahasa
Indonesia

wajib

mengikuti

dan

mematuhi

kaidah-kaidah

yang

tercantum di dalamnya; --Khusus kaitannya dengan teknik penulisan putusan nampaknya


referensinya masih belum memadai, sehingga hakim cenderung
membuat putusan seperti apa adanya tanpa menghiraukan etika
penulisan

yang

baik

dan

benar

sesuai

EYD

(Ejaan

Yang

Disempurnakan).
Dalam rangka menyebarluaskan dan memasyarakatkan EYD
itulah dalam kaitan dengan teknik penulisan putusan, tulisan ini
terbit. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan manfaat dan
petunjuk praktis bagi para hakim di semua lingkungan pengadilan
1

Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

2
dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tentu
saja tulisan ini tidak luput dari kekurangan dan diperlukan sumbangan
pemikiran dari para pembaca.
B. MATERI PEMBAHASAN
Penulis

akan

membahas

secara

berturut-turut

tehnik

penulisan/pengetikan yang terdiri dari :


I.

Judul dan Nomor Perkara


Judul putusan ditulis dengan huruf kapital semua.
Contoh : P U T U S A N
Tidak perlu menggunakan titik dua (:) setelah kata Nomor
Contoh : Nomor : 02/Pdt.G/2011/PA JS.
Catatan :
-

Kaidah EYD hanya membolehkan menggunakan titik dua (:)


enam hal, yaitu;2

dalam
1.

Pada

akhir

suatu

pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian.


Contoh : Kita sekarang memerlukan alat-alat kantor

Laptop, buku-buku perpustakaan dan lemari


Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan
pemerian
Contoh :
- Ketua Majelis : Drs.H.Mukti Arto, S.H.M.H.
- Hakim
Anggota
:
Dra.Hj.Durrah
Baraja,S.H.,M.H.
- Hakim Anggota : Drs. H. Ruslan HR,S.H.,M.H.
3.

Dalam
teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku
dalam percakapan
Contoh :

Dikbud, EYD Pedoman Ejaan Yang Disempurnakan, Jogjakarta, Pustaka Widyatama, 2007, hal 43.

Ibu : jangan lupa. Letakkan baik-baik


kopor ini (duduk di kursi besar)

4.
Di antara jilid atau nomor dan halaman
Contoh :
Tempo, 1 (1971), 34 : 7
- Di antara bab dan ayat dalam kitab suci
Contoh :
Surah Yasin : 9
5. Di antara judul dan anak judul suatu karangan
Contoh :
Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup

Sebuah studi, sudah terbit


6. Nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan
Contoh :
Durrah Baraja, Inner Beauty, Jakarta, Balqis Queen
: 1968
Nomor perkara tidak perlu diawali dengan angka 0
Contoh : Nomor 02/Pdt.G/2011/PA JS.
Catatan :
Kaidah EYD mengenal kata bilangan dalam 2 (dua)
bentuk;
1. Kata bilangan takrif yang terdiri dari ;
a. Kata bilangan penuh
Kata bilangan yang menyatakan jumlah tertentu
dan berdiri sendiri secara penuh (tanpa angka nol)
Contoh : 1, 2, 3, 4, 10, 100, 1000 dan seterusnya
b. Kata bilangan pecahan
Kata bilangan yang terdiri atas pembilang dan
penyebut yang dibubuhi partikel per

4
Contoh :
1/2 = satu perdua (boleh dibaca setengah)
2/3 = (dua pertiga)
1/6

satu

perenam

(boleh

dibaca

satu

perempat

(boleh

dibaca

perdelapan

(boleh

dibaca

seperenam)
1/4
seperempat)
1/8

satu

seperdelapan)
c. Kata bilangan tingkat
Kata bilangan yang melambangkan urutan dalam
jumlah. Struktur kata bilangan tingkat adalah ke +
kata bilangan.
Contoh : kesatu, kedua, ketiga, keseratus
2.

Kata bilangan tidak takrif


Kata bilangan tidak takrif ialah kata bilangan yang
menyatakan jumlah tidak tentu
Contoh

banyak.

beberapa,

berbagai,

sebagian,

seluruh,

Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian


Menolak selebihnya

Mengabulkan
sebahagian

gugatan

Penggugat

untuk

(kurang tepat)

Menolak selain dan selebihnya (kurang


tepat)

Mengabulkan

gugatan

Penggugat

seluruhnya
Setelah angka Nomor perkara ditulis

dengan garis miring, setelah jenis perkara G atau P ditulis


3

Ibid, halaman 21

5
dengan garis miring dan setelah tahun takwin ditulis dengan
garis miring
Catatan :
Kaidah EYD menggunakan garis miring dalam 5 (lima)
bentuk ;
1. Dipakai di dalam nomor surat ( nomor perkara )
Contoh : Nomor 2/Pdt.G/2011/PA JS.
2. Dipakai di dalam alamat
Contoh : Jalan Raden Intan II/3, Duren Sawit, Jakarta
Timur
3.

Dipakai di dalam masa satu tahun


yang terbagi dalam dua tahun takwin
Contoh

DIPA,

PTA

Jakarta

tahun

anggaran

2008/2009
4. Dipakai sebagai pengganti kata atau
Contoh : dikirim lewat darat/laut
5. Dipakai sebagai pengganti kata tiap
Contoh : harganya Rp. 100/lembar
Setelah singkatan kata Pdt ( Perdata ) ditulis titik
Contoh : Pdt. G/2011
Catatan :
Kaidah E Y D menggunakan tanda titik dalam

bentuk,

antara lain ;
1. Dipakai pada singkatan kata atau uangkapan yang
sudah sangat umum dan pada singkatan yang terdiri
atas tiga huruf atau lebih
Contoh :
Pdt . G = Perdata Gugatan
Tgl.
dkk.

= Tanggal

= dan kawan kawan

6
dsb.

= dan sebagainya

2. Di pakai pada akhir singkatan nama orang


Contoh : R.A Kartini
Muh. Bisri
A . R. Hartono
3. Di pakai untuk memisahkan angka jenis, menit, dan
detik untuk menunjukkan waktu
Contoh :

Pukul 07.34.15 (pukul 7 lewat 34 menit 15

detik)
>Setelah

tahun

perkara

ditulis

Pengadilan

Agama

dengan

menggunakan singkatan
Contoh : Nomor 2/Pdt.G/2011/PA JT
Penulisan singkatan PA JT, tidak perlu memakai tanda titik antara PA dan JT
PA JT. (tepat)
PA.JT. (salah)
Catatan :
Kaidah EYD tanda titik tidak dipakai dalam singkatan
yang terdiri dari huruf-huruf awal kata atau suku kata
atau gabungan keduanya atau yang terdapat di dalam
akronim yang sudah diterima oleh masyarakat
Contoh :
1.

MA = Mahkamah Agung

2.

PTA = Pengadilan Tinggi Agama

3.

PA JT = Pengadilan Agama Jakarta Timur

4.

RT = Rukun Tetangga

5.

RW = Rukun Warga

II. Kepala Putusan


Kepala putusan khusus Pengadilan Agama diawali dengan kata

7
Basmalah dilanjutkan dengan kalimat Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa
Cara penulisannya :

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM (benar)
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM (salah)
HURUF ARAB

(tidak tepat)

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA


Dasar hukumnya : Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989.4
III. Identitas Para Pihak
Identitas para pihak baik penggugat/pemohon, tergugat/termohon,
turut tergugat hanya meliputi : nama, umur, dan tempat kediaman.
Pasal

67

huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, tidak

menyebutkan pekerjaan dan pendidikan.


Penulisan

nama

para

pihak

menurut

kaidah

EYD

tidak

perlu

menggunakan huruf kapital semua, tetapi cukup pada awal nama


seseorang,

untuk

memperjelas

nama

orang

cukup

ditebalkan

ketikannya.
Catatan :
Penulisan huruf kapital pada awal kalimat hanya dipakai dalam
15 hal, antara lain;
1. Pada huruf pertama kata awal kalimat
Contoh : Pengadilan Tinggi Agama Jakarta yang memeriksa dan
mengadili

perkara

dalam

tingkat

banding

dan

seterusnya,..
2. Pada petikan langsung
Contoh :

Hakim memberi nasihat, Upayakan perdamaian


melalui proses mediasi

H. Zainal Abidin, S.H., Peraturan Perundang-undangan dalam lingkungan Peradilan Agama, Jakarta,
Yayasan Al-Hikmah, 1992, hal 261.

8
3. Dalam ungkapan yang berhubungan nama Tuhan dan kitab suci,
termasuk kata ganti untuk Tuhan
Contoh :

Allah, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Pengasih.

Alkitab, Al Quran, Islam, Kristen, Weda

Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri


rahmat
4. Nama gelar kehormatan, keturunan dan keagamaan yang diikuti
nama orang.
Contoh :

Maha putra Yamin

Sultan Hasanuddin

Haji Sidqi Gazali

Imam Syafii

Nabi Ibrahim
Catatan :

Bila tidak diikuti nama orang, nama gelar tidak perlu huruf
kapital
Contoh :

Dia baru saja diangkat menjadi sultan

Tahun ini ia pergi haji


5. Nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang, nama instansi atau
nama tempat
Contoh :
1. Wakil Presiden Budiono
2. Ketua Pengadilan Tinggi Agama
3. Gubernur DKI Jakarta
6. Nama orang
Contoh :

Haripin Tuppa (menopang)

Abd. Kadir Mappong (menyatu)

Ahmad Kamil (menyempurnakan)

Rum Nessa (memperjelas)


7. Nama bangsa
Contoh :

bangsa Indonesia

suku Jawa

bahasa Inggris
8. Nama tahun, bulan, hari, hari raya dan peristiwa sejarah
Contoh :

tahun Hijrah

10

bulan Agustus

hari Jumat

hari Lebaran, hari Natal

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


9. Nama geografi
Contoh

Asia

Tenggara,

Cirebon,

Danau

Toba,

Jalan

Dipenogoro, Selat Sunda, Kali Malang


Catatan : Huruf kapital tidak dipakai untuk sesuatu jenis benda
(barang)
Contoh : garam inggris, gula jawa, kue bugis, kacang bogor,
pisang ambon.
10.

Nama negara, lembaga pemerintah, ketatanegaraan dan

dokumen resmi
Contoh :

Republik Indonesia

Pengadilan Tinggi Agama

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 57, Tahun


1972 atau Kepres R.I No. 57 Tahun 1972

Berita Acara Sidang


11.

Nama badan, dokumen resmi, peraturan perundang-

undangan
Contoh :

11

Perserikatan Bangsa-Bangsa

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006


12.

Nama buku, majalah, surat kabar dan judul karangan

Contoh :

Hukum Acara Perdata

Baca majalah Tempo

Baca surat kabar Kompas


13.

Singkatan nama gelar, sapaan dan pangkat.

Contoh :

S.H., M.H., M.B.A.

Sdr.

Ny

Tn
14.

Hubungan kekerabatan

Contoh :

Besok Ayah datang


5

Opcit, halaman 15

12

Silahkan duduk, Dik

Para ibu mengunjungi Ibu Mukti Arto


15.

Kata ganti Anda

Contoh :

Sudahkah Anda tahu?

Apakah Saudara lihat?

Apakah Saudara pernah mendengar?


Catatan :
Kata ganti ketiga (dia)
Contoh : penggugat atau tergugat tidak diatur dalam
EYD dalam menggunakan huruf kapital tetapi
dalam kaidah bahasa arab dikenal dengan istilah
marifah dan nakirah.
> Penulisan kata melawan tidak ditulis dengan huruf kapital, karena
melawan bukan
dengan

kalimat

merupakan sub judul tetapi satu rangkaian kata


sebelumnya,

yaitu

yang

selanjutnya

disebut

Penggugat.
Kata lawan lebih bermakna ke arah, ada benturan pisik,
sedangkan kata melawan tidak ada benturan pisik, akan tetapi
hanya dalam makna berhadapan dalam sengketa
Contoh kata lawan, PSM lawan PSP, Moh. Ali lawan Joes Freizer
IV. Duduk Perkara
Penulisan duduk perkara dalam putusan ada 3 (tiga) model,
yaitu;
1. TENTANG DUDUK PERKARA

13
2. TENTANG DUDUKNYA PERKARA
3. TENTANG DUDUK PERKARANYA
Kata NYA bukan dimaksudkan kedudukan para pihak, tetapi yang
dimaksudkan adalah perkaranya sehingga yang tepat penulisannya
adalah :
TENTANG DUDUK PERKARANYA
atau tidak menggunakan NYA, cukup ditulis ;
TENTANG DUDUK PERKARA
Penulisan TENTANG DUDUK PERKARA ditulis semua dengan huruf
kapital, karena merupakan sub judul.
V. Pertimbangan Hukum
Penulisan pertimbangan hukum dalam putusan ada 3 (tiga) model,
yaitu;
1. TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM
2. TENTANG PERTIMBANGAN HUKUMNYA
3. TENTANG HUKUMNYA
Kata NYA, yang dimaksudkan adalah hukumnya perkara yang
disidangkan. Sehingga penulisan yang tepat apabila menggunakan
kata ganti NYA adalah poin 2 dan 3. Akan tetapi jika tidak
menggunakan kata ganti NYA, maka cukup ditulis seperti pada poin
1.
Penulisan TENTANG HUKUMNYA ditulis dengan huruf kapital,
karena merupakan sub judul.
VI. Amar Putusan
Amar putusan diawali dengan kata M E N G A D I L I ditulis dengan
huruf kapital tanpa garis bawah, karena kata M E N G A D I L I adalah
merupakan sub judul.
Di bawah kata M E N G A D I L I ditulis secara berturut-turut isi
amar putusan yang diawali dengan kalimat;

14

Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya


Atau

Mengabulkan gugatan penggugat sebagian

Menolak selebihnya atau

Tidak menerima selebihnya


VII. Penutup Putusan
Demikian putusan ini dijatuhkan pada hari .tanggal

Kalimat

ini

tidak

tepat,

karena

kata

dijatuhkan

bermakna

diputuskan. Kalau digabung dengan kata sebelumnya putusan ini,


berarti putusan diputuskan.
Demikian diputuskan dalam permusyawaratan majelis hakim
Pengadilan Tinggi Agama di Jakarta pada hari .. tanggal ..
2009 M., bertepatan dengan tanggal 1430 H.,

oleh

Drs. Mukti Arto, S.H., M. Hum., sebagai ketua majelis, Drs.Syarif


Mappiasse, S.H.,M.H., dan Drs. Ruslan Harunar Rasyid, S.H.,
M.H., masing-masing sebagai hakim anggota, pada hari itu juga
putusan mana diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh
ketua sidang dengan dihadiri oleh hakim-hakim anggota tersebut dan
dengan dibantu oleh Fahruddin, S.H., selaku panitera pengganti
dengan tanpa dihadiri oleh para pihak yang berperkara.
VIII. Teknis Pengetikan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengetikan putusan
sebagai berikut ;
1. Pengetikan putusan, sedapat mungkin menggunakan huruf
arial dangan angka 12

15
2. Ukuran kertas Custom Size
3. Ketikan putusan maksimal 30 bait
4. Ketikan dimulai dari margin kiri dengan jarak ukuran 5 cm
5. Ketikan sampai ke margin kanan dengan jarak ukuran 2 cm
6. Ketikan dimulai dari atas dengan jarak ukuran 3 cm
7. Ketikan akhir dari bawah dengan jarak ukuran 3 cm.
IX. Susunan majelis
Hakim Anggota,

Ketua Majelis,

Drs. H.A. Mukti Arto, S.H.,

Drs. Syarif Mappiasse, S.H.,

M.Hum.

M.H.
Hakim Anggota,

Panitera Pengganti,

Drs.. Ruslan Harunar Rasyid,

Fakhruddin, S.H.

S.H., M.H.

X. Glosarium kata baku6


Baku
Akidah
Akta
Aktivitas
Aliah
Amin
Assalamualaikum
Autentik
Advokat
Batil
Berahi
Baliq
Cenderamata
Cengkerama
Daripada
Eks
Fikhi
6

Tidak baku
Aqidah
Akte
Aktifitas
Aliyah
Amien
Assalamualaikum
Otentik
Adpokat
bathil
birahi
baligh
cinderamata
cengkrama
dari pada
ex
fiqhi

Perpustakaan Nasional, EYD Plus, Jakarta, Limas 2007

16
Fardu
Februari
Finansial
Fondasi
Formal
Fotokopi
Fukaha
Hadis
Hafiz
Hakikat
Halalbihalal
Harfiah
Hipotek
Idah
Ideal
Ihwal
Ijmak
Ijtihad
Insaf
Istikamah
Istri
Iuran
Jurisdiksi
jurisprudensi
Jamaah
Juri
Kaidah
Kalaupun
Kalbu
Kamariah
Karier
Karunia
Kiai
Kias
Konklusi
Kualitas
Kualitatif
Lahiriah
Maaf
Magrib
Majelis
Maskawin
Meterei
Napas

fardhu
Pebruari
finansiil
pondasi
formil
foto copy / photo copy
fuqaha
hadist
hafidz
hakekat
Halal bi halal
Harfiyah
hipotik
iddah
idial
ikhwal
ijma
ijetihad
insyaf
istiqamah
isteri
iyuran
yurisdiksi
yurisprudensi
jemaah
yuri
kaedah
kalau pun
qalbu
qamariah
karir
kurnia
kyai
qiyas
kongklusi
kwalitas
kwalitatif
lahiriyah
maaf
maghrib
majlis
mas kawin
materei
nafas

17
Narasumber
Nasihat
Nonpribumi
nonpemerintah
Primer
Pasfoto
Periode
Personal
pertanggungjawaban
Pikir
Prasyarat
Provinsi
Putra
Putri
Quran
Ramadan
Rasional
Referensi
Rekonvensi
Ruhani
Restoran
Sahdu
Salat
Safar
Sekunder
Setan
Silakan
Silaturahmi
Sistem
Subsider
Syahwat
Surga
Takabur
Takhyul
Talak
Tawakal
Temperamen
Tipe
tobat
Tradisional
Urine
Ustaz
Uzur
Verset

nara sumber
nasehat
non pribumi
non pemerintah
primair
pas foto
priode
personil
pertanggungan jawab
fikir
pra syarat
propinsi
putera
puteri
quran
Ramadhan
rasionil
refrensi
rekonpensi
rohani
restauran
syahdu
shalat
Shafar
sekundiair
syetan
Silahkan
silaturrahmi
Sistim
subsidiair
Sahwat
Syurga
Takabbur
Tahyul
Talaq
Tawakkal
tempramen
Type
Taubat
tradisionil
Urin
Ustadz
udzur
verzet

18
Wakaf
Zulkaidah
Zulhijah
jumadilawal
jumadilakhir
Rabiulawal
Rabiulakhir
Syakban
Konvensi

waqaf
Zulqaiddah
Zulhijjah
jumadil Awal
jumadil Akhir
Rabiul Awal
Rabiul Akhir
Syaban
konpensi

19

KESIMPULAN
Sudah

saatnya semua orang harus mematuhi kaidah yang

tercantum dalam EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) termasuk aparat


pengadilan, khususnya hakim dan panitera/panitera pengganti yang
mengikuti

proses

persidangan

di

pengadilan,

terutama

dalam

pembuatan berita acara persidangan dan pembuatan putusan hakim.


Pedoman yang ada selama ini yang menyimpang dari kaidah
EYD

harus

ditinggalkan

karena

pedoman

seperti

itu

hanya

mengacaukan, bahkan merusak perkembangan bahasa Indonesia di


tanah air. Pedoman ataupun petunjuk teknis dalam penulisan berita
acara persidangan ataupun pembuatan putusan dapat dipergunakan
sepanjang pedoman tersebut disepakati oleh berbagai pihak yang
tentu saja diharapkan melibatkan sebagian kalangan ahli bahasa
Indonesia dan yang tidak kalah penting bagi mereka yang memahami
bahasa hukum.
Menarik apa yang dilakukan selama ini oleh Ikatan Notaris
Indonesia dalam setiap menyusun format pembuatan Akta dengan
segala perkembangannya, mereka selalu duduk bersama dalam
kongres dan membuat kesepakatan-kesepakatan, terutama dalam
teknis penulisan dan penyusunan Akta-akta yang mereka buat
sebagai bagian dari tugas pokok mereka.
Apa salahnya Mahkamah Agung RI, sebagai puncak di semua
lingkungan pengadilan melakukan hal yang sama untuk dibicarakan
pada tingkat nasional. Apakah itu melalui Rakernas, Munas dan
semacamnya, agar pada saatnya akan tercipta bentuk dan format
yang sama dalam penyusunan/penulisan, baik relaas panggilan,
berita acara persidangan, maupun putusan-putusan pengadilan.

20
DAFTAR PUSTAKA
-

Anton M. Moeliono, Asas dan Kaidah Umum Bahasa Indonesia dan


Penulisan Bahasa Hukum dalam Symposium Bahasa dan
Hukum, di Medan/Prapat, BPHN, 1972.

Dikbud, EYD Pedoman Ejaan Yang Disempurnakan, Jogyakarta,


Pustaka Widyatama, 2007
BPHN, Symposium Bahasa dan Hukum, di Medan/Prapat, 1974.
Hadikusuma Hilman, Bahasa Hukum Indonesia, Bandung, Alumni,
1992
Perpustakaan Nasional, EYD plus, Jakarta, Limas, 2007.
Pusat bahasa Dep. Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2001
Soerjono Soekanto, Tata cara Penyusunan Karya Tulis Ilmiah
(Bidang Hukum), Ghalia Indonesia, 1982.
Zainal Abidin, S.H., Peraturan perundang-undangan Dalam
Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta, Yayasan AlHikmah, 1992

Anda mungkin juga menyukai