Resume Sken 3&4
Resume Sken 3&4
SKENARIO 3 & 4
Oleh :
Kelompok F
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
Soal
Vignette impetigo
1. Seorang laki-laki 26 tahun, datang ke klinik dengan keluhan muncul bercak-bercak pada
wajah. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan krusta tebal berwarna hijau di sekitar
mulut pasien. Kelainan kulit tersebut menyerang kulit pada bagian
A. Dermis
B. Epidermis
C. Hipodermis
D. Epidermis dan dermis
E. Epidermis, dermis dan hypodermis
2. Bakteri penyebab pada kasus di atas yaitu
A. Streptococcus Beta Hemolyticus
B. Staphylococcus aureus
C. Pseudomonas sp
D. Staphylococcus epidermidis
E. E coli
Vignette Luka bakar
Laki-laki 40 tahun dibawa ke UGD rumah sakit terdekat setelah mengalami kebakaran di
rumahnya. Perjalanan dari rumah ke UGD memakan waktu 4 jam, karena rumah korban
yang terletak di desa terpencil. Korban mengalami luka bakar di seluruh kepala, dada,
perut, punggung, dan tangan kanannya. Bagaimanakah penatalaksanaan terhadap pasien
tersebut?
HISTOLOGI KULIT
Lapisan Lapisan Kulit :
Epidermis
Berasal dari ectoderm, epitel berlapis pipih tanpa tanduk
Terdiri dari 5 lapisan : Stratum Corneum, Stratum Lucidum, Stratum Granulosum,
Stratum Sinosum, Stratum Basale
Dermis
Berasal dari mesoderm, terdiri jaringan ikat dan vascular
Lapisannya pars papillary dan pars reticular
Subkutis / Hipodermis
Terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel - sel lemak di dalamnya
Adneksa Kulit
Glandula sudorifera
Glandula sebasea
Kuku dan Rambut
FISIOLOGI KULIT
Fungsi Proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap :
Gangguan fisis atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan.
Gangguan kimiawi, zat zat kimia terutama yang bersifat iritan, contohnya lisol,
karbol, asam, alkali kuat lainnya.
Gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar UV.
Gangguan infeksi luar terutama bakteri atau jamur.
Hal di atas dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit, dan
serabut serabut jaringan penunjang yang berperan sebagai pelindung terhadap gangguan
fisis.
Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit terhadap sinar matahari dengan
mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum
korneum yang impermeable terhadap berbagai zat kimia dan air, di samping itu terdapat
lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat zat kimia dengan kulit. Lapisan
keasaman kulit ini mungkin terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum. Keasaman
kulit menyebabkan pH kulit berkisar 5- 6,5 sehingga merupakan perlindungan kimiawi
terhadap infeksi bakteri maupun jamur. Proses keratinisasi juga berperan sebagai barrier
mekanis karena sel sel mati melepaskan diri secara teratur.
Fungsi Absorpsi
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan,
metabolism, dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel,
menembus sel epidermis, atau melalui muara saluran kelenjar.
Fungsi Ekskresi
Kelenjar kelenjar kulit mengeluarkan zat zat yang tidak berguna atau sisa metabolism
dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan ammonia. Produk kelenjar lemak dan
keringat di kulit menyebabkan keasaman kulit pH 5 6,5.
Fungsi Persepsipan
Kulit mengandung ujung ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Corpusculum Vater Paccini: getaran, tekanan.
Corpusculum Meissner, Merkel: rasa, raba.
Corpusculum Crausse: dingin.
Corpusculum Ruffini: panas.
Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (Termoregulasi)
Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan kontraksi otot
pembuluh darah kulit.
Fungsi Pembentukan Pigmen
Sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak di lapisan basaldan sel ini berasal dari rigi
saraf. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes)
menentukan warna kulit ras maupun individu.
Fungsi Keratinisasi
Lapisan epidermis mempunyai 3 jenis sel utama, yaitu keratinosit, sel Langerhans, dan
melanosit.
Fungsi Pembentukan Vitamin D
Mengubah 7 dihidroksi kolesteroldengan bantuan sinar matahari
EFLORESENSI KULIT
Efloresensi Primer
Efloresensi Sekunder
INFEKSI VIRUS
HERPES ZOOSTER
Definisi
Merupakan penyakit disebabkan oleh virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan
mukosa. Merupakan reaktivasi dari infeksi primer.
Epidemiologi
Penyebarannya samadengan varisela. Pada pasien ex infeksi varisela.
Patogenesis
Berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis. Lesi setingkat
persyarafan ganglion tersebut. Kadang-kadang menyerang ganglion antrior sehingga terdapat
gangguan motorik.
Gejala Klinis
Daerah yang paling sering terkena adalah daerah torakal. Sering penyakit ini terkena oleh
pada orang dewasa.
Gejala prodromal sistemik demam pusing, malese
Gejala prodromal lokal nyeri otot tulang, gatal, pegal
Kemudian timbul eritema vesikel jernih vesikel keruh menjadi pustula dan krusta
Herpes zoster hemoragik lesi vesikel mengandung darah
Dapat imbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkuis dengan penyembuhan
berupa siktriks.
Masa tunas dari virus ini 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi yang timbul
seminggu. Sedangkan masa resolusi selama 1-2 minggu. Dapat ditemukan pembesaran limfe
regional. Lokalisasi penyakit ini unilateral dan bersifat dermatomal sesuai tempat persyarafan.
Dapat timbul gangguan motorik jika mengenai SSP.
+ hiperestesi merupakan gejala yang khas pada lesi.
Pada muka sering disebabakan oleh infeksi pada nervus trigeminus, nervus faasialis dan
otikus.
Terapi
Sistemik
Antiviral
Veruka vulgaris
Veruka plana juvenilis
Veruka plantaris
Veruka akuminatum (kondiloma akuminatum)
Gejala klinis
1. Veruka Vulgaris
Variannya yang terdapat di daerah muka dan kulit kepala tampak sebagai
penonjolan yang tegak lurus pada permukaan kulit dan permukaannya verukosa
(veruka filiformis).
besarnya miliar atau lentikuler, permukaan licin dan rata, berwarna sama dengan
warna kulit atau agak kecokelatan.
Penyebarannya terutama di daerah muka dan leher, dorsum manus dan pedis,
pergelangan tangan serta lutut.
3. Veruka Plantaris
-
Bentuknya berupa cincin yang keras dengan di tengahnya agak lunak dan
berwarna kekuning-kuningan.
Terapi:
Macam-macam terapi topikal:
a. bahan kaustik lar. Ag NO3 25%, as. Trikloroasetat 50%, fenol likuifaktum
b. bedah beku CO2, N2 dan N2O
c. bedah skapel
d. bedah listrik
e. bedah laser
Prognosis:
Penyakit ini sering residif, walaupun diberikan pengobatan yang adekuat.
MOLUSKUM KONTAGIOSUM
DEFINISI
Penyakit virus yg berbentuk papula milier sampai lentikuler bulat berwarna putih seperti
lilin dan mempunyai dele
ETIOLOGI
virus pox Moluscum contagiosum virus
EPIDEMIOLOGI
Sering menyerang anak, pria > wanita
Dewasa digolongkan PMS
Penularan : kontak langsung & autoinokulasi
GAMBARAN KLINIK
a. Papul kecil berbentuk kubah,diameter 3-6 mm
b. Lokasi muka, leher, lengan, badan, genitalia
c. Menggerombol, tersebar, berwarna putih seperti lilin / merah muda, dome shaped ,
d. dele pada bagian centralnya, diatas kulit eritematus
e. Papula berisi benda putih seperti nasi, badan moluskum
f. Tempat predileksi daerah muka, badan ekstremitas
g. Dewasa di daerah pubis & genital eksterna
h. Bersifat swasirna
PENGOBATAN
a. Self limited disease
b. Bertahan berbulan-bulan,bertahun tahun, bertambah banyak
c. Mengeluarkan masa yg mengandung badan moluskum dengan ekstraktor komedo, jarum
suntik, kuret dan pinset
d. Bedah beku CO2 atau N2
e. Elektrokauterisasi
f. Dewasa periksa pasangan seksualnya
PROGNOSIS
Jarang residif
VARISELA
DEFINISI
Infeksi akut primer oleh virus varisela zoster virus yang menyerang kulit dan mukosa,
klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral
tubuh.
EPIDEMIOLOGI
Tersebar kosmopolit, menyerang terutama anak-anak, tetapi juga menyerang oranhg
dewasa. Transmisi penyakit ini secara aerogen. Masa penularannya lebih kurang 7 hari dihitung
dari timbulnya gejala kulit.
ETIOLOGI
Virus varisela zoster. Penamaan virus ini member I pengertian bahwa infeksi primer virus
ini menyebabkan penyakit varisela, sedangkan reaktovasi menyebabkan penyakit herpes zoster.
GEJALA KLINIS
Masa inkunasi penyakit ini 14-21 hari. Gejala klinis dimulai dengan gejala prodormal,
yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malese, dan nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya
erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.
Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun. Vesikel akan berubah menjadi pustule dan
kemudian berubah menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi vesikel-vesikel
yang baru sehingga menimbulkan gambaran polimorfi.
Penyebarannya terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentifugal ke
muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut dan saluran nafas
bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional.
Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal.
PEMBANTU DIAGNOSIS
Dapat dilakukan dengan percobaan tzanck dengan cara membuat sediaan hapus yang
diwarnai dengan giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan didapati sel datia
berinti banyak.
DIAGNOSIS BANDING
Harus dibedakan dengan variola, penyakit ini lebih berat, member gambaran monomorf
dan penyebarannya dimulai dari bagian akral tubuh, yakni telapak tangan dan telapak kaki.
PENGOBATAN
Pengobatan bersifat simptomatik dengan antipiretik dan analgetik, untuk menghilangkan
rasa gatal dapat digunakan sedative. Local dsiberikan bedak yang ditambah dengan zat anti gatal
(mentoil,kanmfora) untuyk mencegah pecahnya vesikel secara dini serta mebghilanhkan rasa
gatal. Dapat pula diberikan obat antivirus seperti asiklovir.
INFEKSI JAMUR
T. KAPITIS
T. FASIALIS
T. KORPORIS
T. MANUS
Dermatofita :
microsporum dan
trichopyton
T. mentagrophytes
T. rubrum
M. gypseum
T. BARBE
Dermatofita : microsporum
dan trichopyton
Keluhan :
Binatang
1. Gatal dan perih
peliharaan (kucing
2. Bintik-bintik
dan anjing)
kemerahan kadang
anak
bernanah
Keluhan :
1. Bercak pada
kepala
2. Gatal
3. Rontok rambut di
lesi
Keluhan :
rasa gatal dan terbakar,
fotosensitivitas.
Keluhan :
Keluhan :
Subyektif : gatal, terutama Gatal dan nyeri
jika berkeringat
Obyektif : makula
hiperpigmentasi dengan tepi
yang aktif
efloresensi, 3 bentuk :
1. Gray patch ring worm :
papula-papula miliar
sekitar muara rambut,
rambut mudah putus,
meninggalkan aplesia
berwarna coklat
Microsporum
2. Kerion : tampak bisulbisul kecil dg skuamasi
akibat radang lokal,
rambut putus, dan
mudah dicabut
zoofilik dan geofilik
3. Black dot ring worm :
rambut putus tepat
perm kulit,
meninggalkan makulamakula coklat berbintik
hitam, warna rambut
suram Trichopython
Diagnosis :
1. Gambaran klinis
2. Sinar wood :
fluoresensi
hijau
3. kerokan kulit
dengan KOH
hifa
efloresensi :
Rambut terkena rapuh
tidak mengkilat, ada reaksi
radang
Diagnosis :
1. Gambaran klinis
2. Sinar wood :
fluoresensi hijau
3. kerokan kulit
dengan KOH hifa
efloresensi :
bercak, makula sampai
dengan plak, sirkular, batas
yang meninggi, dan regresi
sentral ring-like
appearance
Efloresensi :
lesi berbentuk makula/plak
merah/ hiperpigmentasi
Efloresensi :
Makula eritematosa dg tepi
aktif, batas tegas, terdapat
vesikel/skuama di atasnya
Tatalaksana
1. Sistemik :
Griseofulvin
10-25 mg/kg
BB; dewasa
500 mg/hari :
7-14 hari
2. Topikal : cuci
dengan
shampo
disinfektan
antimikotik,
krim
Tatalaksana :
Tatalaksana :
1. Rambut jenggot
1. Sistemik :
dicukur
Griseofulvin,
2. Griseofulvin 500
flukonazol 4-6
mg-1 gr/hari 2-4
minggu
minggu
2. Topikal
3. Kompres solium
asam asetat
Tatalaksana :
Tatalaksana :
1. Umum
Antifungal 4-6 minggu
kebersihan
2. Khusus sistemik
griseofulvin.
Ketokonazol 3-4
minggu
T. UNGUIUM
T. KRURIS
T.PEDIS
T. VESIKOLOR
T. rubrum, T. mentagrophytes, E.
floccosum
microsporum, trichopyton,
epidermophyton, C.albicans
Malassezia furfur
Keluhan :
kerusakan kuku, kuku menjadi
suram, lapuk, dan rapuh
Keluhan :
rasa gatal hebat daerah kruris,
lipat perineum, bokong dan
dapat ke genitalia
eritomatosa dan bersisik
1. tipe papulo-skuamosa
Keluhan : gatal
hiperkeratotik kronik :
eritema dan plak
hiperkeratotik --> tumit, tepi
kaki
2. tipe intertriginosa kronik :
fisura jari --> sela jari ke 4
dan 5, basah, bau tidak enak
3. Tipe sub akut : lesi
intertriginosa berupa
vesikel /pustula
4. Tipe akut : eritem, edem,
berbau
efloresensi :makula
eritomatosa, berbatas tegas,
tepi lebih aktif
efloresensi :
Efloresensi : makula
hipopigmentasi, kecoklatan,
fisura pada sisi kaki
dalam berbagai ukuran, skuama
sisik halus putih
halus
kecoklatan
vesikula miliar dan
dalam
hiperkeratotik --> telapak
kaki
Diagnosis :
kerokan skuama di bawah/di
atas kuku: koloni jamur
Diagnosis :
kerokan kulit dengan KOH
elemen jamur seperti hifa,
spora
Diagnosis :
Sinar wood : fluoresensi +
kerokan kulit dengan KOH
hifa
Biakan SA : koloni jamur
Tatalaksana :
1. Itrakonazol 2x100
mg/hari 3-6 bulan -->
hasil memuaskan
2. Salep Whitefield I,II
Tatalaksana :
Tatalaksana :
1. Griseofulvin 500 /hari 3-4 Antifungal 4-6 minggu
minggu
Diagnosis :
Sinar wood : fluoresensi kuning
keemasa
kerokan kulit dengan KOH
hifa
Tatalaksana :
1. Itrakonazol 1-- mg/hari
--> 2 minggu
2. Salep Whitefield
3. menjaga higiene
perorangan
KANDIDOSIS MUKOKUTAN
Kandidosis mukokuta :
1. Kandidosis oral
2. Perleche
3. Kandidosis vaginalis dan balanitis
KANDIDOSIS ORAL
PERLECHE
KANDIDOSIS VAGINALIS
BALANITIS
Terapi
hindari predisposisi
kandidosis oral : oral gel yang mengandung nistatin, amfoterisin b. 2-3x sehari, 5-7
kandidosis vaginalis : preparat khusus intravaginal mengandung imidazol 1-5 hari. ketokonazol 5 hari
FURUNKEL
Definisi : radang folikel rambut dan sekitarnya, jika lebih dari satu disebut furunkulosis
Etiologi : Staphylococcus aureus
Gejala klinis : nyeri, nodus eritematosus bentuk kerucut, di tengahnya terdapat pustule,
kemudian melunak menjadi abses yg berisi pus dan jaringan nekrotik dan pecah
membentuk fistel
Tempat predileksi : aksila dan bokong
Komplikasi : bakterimia dan rekurensi
Pengobatan :
-Salep basitrasin atau neomicin 2% 2x/hari
- Antibiotik: Penicilin G prokain 30-50 mg/kgBB/hari (3x/hari selama 5-7 hari)
ERISIPELAS
DERMATITIS SEBOROIK
PATOFISIOLOGI
GEJALA KLINIS
KELUHAN
LOKASI
TERAPI
PATOFISIOLOGI
GEJALA KLINIS
PEMERIKSAAN
DIAGNOSIS
TATALAKSANA
Definisi angioedema: urtikaria yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam dari pada
dermis sub mukosa, sub kutis, dapat juga mengenai saluran nafas, saluran cerna dll
Klasifikasi
-
Urtikaria akut: < 6 minggu atau selama 4 minggu dan berlangsung setiap hari.
Urtikaria kronik: > 6 minggu.
Gejala klinis: keluhan subyektif gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Klinis: eritema,
edema, batas tegas, kadang tengah pucat
Pembantu diagnosis: pemeriksaan darah, urin dan feses rutin; pemeriksaan kadar IgE,
eosinofil, komlemen; tes eliminasi makanan.
Tatalaksana
1. Obati penyebab
2. Antihistamin klasik, cth: difenhidramin,fenotiazin dll
3. Antihistamin non klasik, cth: terfenadin, loratadin
4. Beta adrenergik efektif untuk urtikaria kronik
5. Prognosis
6. Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya mudah diketahui,
urtikaria kronik lebih sulit karena penyebabnya sulit di cari
Gambar : Urtikaria
Angioedema:
Sindrom Steven-Johnson
Definisi: Sindrom pada kulit, selaput lendir orifisium, mata.
Etiologi: alergi obat (antipiretik 45%, karbamazepin 20%, jamu 13,3%), infeksi,
vaksinasi, neoplasma, radiasi
Patogenesis: Alergi obat aktivitas sel T meningkat (CD4 dan CD8) IL5 meningkat
dan leukin yang lain CD4 di dermis, CD8 di epidermisdestruksi keratinosit
Gx: jarang pada Batita, dapat di awali demam, batuk, pilek, nyeri kepala, nyeri
tenggorok. Kelainan kulit, selaput lendir di orifisium, mata
Dx: trias:
1. Kelainan kulit: eritema, vesikel, bula. Vesikel dan bula pecah erosi yang meluas
2. Kelainan selaput lendir di orifisium: pada mukosa mulut, lubang alat genital, lubang anus
dan hidung. Vesikel dan bula mudah pecah terjadi erosi,eksoriasi, krusta kehitaman
3. Kelainan mata: konjungitvitis kataralis, perdarahan, iritis dll
Pemeriksaan Lab: tidak khas. Tapi jika di temui leukositosis infeksi bakterial. Jika ada
eosinofilia alergi
Histopatologi: infiltrat sel MN di sekitar pembuluh darah dermis superfisial, edema dan
ekstravasasi sel darah merah di dermis papilar,spongiosis dan edema intrasel di
epidermis.
Tatalaksana:
1. Prinsip: obat penyebab di hentikan segera penggunaannya
2. Lesi tidak menyeluruh Prednison 30-40 mg sehari
3. Lesi menyeluruh dan buruk MRS, deksametason IV atau metil prednisolon dengan
dosis awal 4-6 x 5 mg. jika sudah ada perbaikan (lesi involusi) diturunkan 5 mg
perhari
4. AB siprofloksasin 2x400 mg IV
Pioderma
1. Folikulitis
Folikulitis
adalah
infeksi
folikel
rambut.
Biasanya
disebabkan
oleh
bakteri
2. Folikulitis profunda
Gejala klinis
Akan merusak seluruh folikel rambut sampai subkutan sehingga akan teraba infiltrate di
subkutan dan dapat menimbulkan gejala yang lebih berat sangat sakit, adanya pus yang
akhirnya dapat meninggalkan jaringan ikat apabila telah sembuh.Kadang folikulitis dapat
sembuh sendiri setelah 2-3 hari, tapi beberapa kasus yang persisten dan rekuren perlu
penanganan lebih lanjut
Tx antibiotic sistemik dan topical seperti salep mupirosin, atau klindamisisn serta penggunaan
antiseptic
Dd :
-
Erisipelas
DEFINISI
Penyakit infeksi akut biasanya disebabkan oleh streptococcus, gejala utamanya adalah eritema
berwarna merah dan berbatas tegas serta disertai gejala konstitusi.
ETIOLOGI
Streptokokus betahemolitikus grup A.
GAMBARAN KLINIS
1) Menjaga kebersihan tubuh dengan mandi teratur dan menggunakan sabun atau shampo yang
mengandung antiseptik, agar kuman patogen secepatnya hilang dan kulit.
2) Mengatasi faktor predisposisi.
3) Mengusahakan tidak terjadinya kerusakan kulit atau bila telah terjadi kerusakan kulit berupa
luka kecil maka segera dirawat/diobati.
4.
Vaskulitis
Vaskulitis adalah sebuah istilah yang terkait dengan kelompok penyakit heterogen
yangmengakibatkan peradangan pembuluh darah. Pembuluh darah yang dimaksud adalah
sistemvaskular yang terdiri dari arteri yang membawa darah penuh oksigen ke jaringan tubuh
dan enayang membawa kembali darah kurang oksigen dari jaringan ke paru-paru. Vaskulitis
dapatmengenai vena, arteri maupun kapiler. Peradangan pada arteri disebut arteritis
sedangkanperadangan pada vena disebut phlebitis.
Etiologi
Terjadinya vaskulitis masih belum diketahui. Tetapi telah diketahui bahwa sistemimun
mempunyai peranan yang besar pada kerusakan jaringan akibat vaskulitis. Sistem imunyang
normalnya melindungi organ tubuh pada vaskulitis menjadi hiperaktif karena dirangsangoleh
stimulus
yang
belum
diketahui
mengakibatkan
terjadinya
inflamasi.
Patogenesis: Ketika inflamasi ini terjadi, hal ini menyebabkan perubahan pada dinding
pembuluhdarah seperti penebalan dan penyempitan yang pada akhirnya dapat menyebabkan
sumbatanpembuluh darah. Sumbatan pembuluh darah yang berat akan berefek pada jaringan
yangdiperdarahi oleh pembuluh darah tersebut, menimbulkan gangguan perfusi dan distribusi
nutrisike jaringan, terjadi iskemi, kerusakan bahkan kematian jaringan.
5.
Ektima
PATOFISIOLOGI
Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama dari infeksi kulit dan sistemik. Seperti
halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp. Juga terkenal sebagai bakteri patogen untuk
kulit. Streptococcus Grup A, B, C, D, dan G merupakan bakteri patogen yang paling sering
ditemukan pada manusia. Kandungan M-protein pada bakteri ini menyebabkan bakteri ini
resisten terhadap fagositosis.
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus pyogenes menghasilkan beberapa toksin yang
dapat menyebabkan kerusakan lokal atau gejala sistemik. Gejala sistemik dan lokal dimediasi
oleh superantigens (SA). Antigen ini bekerja dengan cara berikatan langsung padamolekul
HLA-DR (Mayor Histocompability Complex II (MHC II)) pada antigen-presentingcell tanpa
adanya proses antigen. Walaupun biasanya antigen konvensional memerlukan interaksi dengan
kelima elemen dari kompleks reseptor sel T, superantigen hanya memerlukan interaksi dengan
variabel dari pita B. Aktivasi non spesifik dari sel T menyebabkan pelepasanmasif Tumor
Necrosis Factor- (TNF-), Interleukin-1 (IL-1), dan Interleukin-6 (IL-6) darimakrofag.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Pasien biasanya datang dengan keluhan luka pada anggota gerak bawah. Pasien biasanya
menderita diabetes dan orang tua yang tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
Anamnesis ektima, antara lain:
1. Keluhan utama. Pasien datang dengan keluhan berupa luka.
2.Durasi. Ektima terjadi dalam waktu yang lama akibat trauma berulang, seperti gigitan
serangga.
3. Lokasi. Ektima terjadi pada lokasi yang relatif sering trauma berulang, seperti tungkai bawah.
4. Perkembangan lesi. Awalnya lesi berupa pustul kemudian pecah membentuk ulkus yang
tertutupi krusta
5.
Gambar
D
:
Krusta
(diambil dari kepustakaan 2)
coklat
berlapis
lapis
pada
ektima
Gambar E : Pada Lesi ektima yang diangkat krustanya akan terlihat ulkus yang dangkal
(diambil dari kepustakaan 2)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaaan penunjang yang dapat dilakukan. yaitu biopsi kulit dengan jaringan dalam
untuk pewarnaan Gram dan kultur. Selain itu, juda dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi.
Gambaran histopatologi didapatkan peradangan dalam yang diinfeksi kokus, dengan
infiltrasi PMN dan pembentukan abses mulai dari folikel pilosebasea. Pada dermis, ujung
pembuluh darah melebar dan terdapat sebukan sel PMN. Infiltrasi granulomatous perivaskuler
yang dalam dan superficial terjadi dengan edema endotel. Krusta yang berat menutupi
permukaan dari ulkus pada ektima.
Gambar F: Pioderma
Neutrofil tersebar pada dasar ulserasi
(Seperti yang ditunjukkan oleh tanda panah)
(diambil dari kepustakaan 12)
VII. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding ektima, antara lain:
1.
Folikulitis, didiagnosis banding dengan ektima sebab predileksi biasanya di tungkai bawah
dengan kelainan berupa papul atau pustul yang eritematosa. Perbedaannya, pada folikulitis, di
tengah papul atau pustul terdapat rambut dan biasanya multipel.
PROGNOSIS
Ektima sembuh secara perlahan, tetapi biasanya meninggalkan jaringan parut (skar).
XI.
PENCEGAHAN
Pada daerah tropis, perhatikan kebersihan dan gunakan lotion antiserangga untuk
mencegah gigitan serangga.
6. SELULITIS
Impetigo neonatorum
Merupakan varian dari impetigo bulosa yang terdapat pada neonatus, kelainan kulit
sama seperti impetigo bulosa hanya lokasinya menyeluruh dan disertai demam
Pengobatan : Bedak salisil 2%
Eritroskuamos
1. Parapsoriasis
Parapsoriasis adalah suatu kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema danskuama, pada
umumnya tanpa keluhan dan berkembang secara perlahan-lahan dankronik. Tahun 1902, Brocq
pertama kali menggambarkan 3 tanda utamyaituPityriasis lichenoides (akut dan kronik),
Parapsoriasis plak yang kecil dan Parapsoriasis plak yang luas (parapsoriasis dan plak).
Pada umumnya parapsoriasis dibagi menjadi 3 bagian yaitu
- Parapsoriasis gutata
- Parapsoriasis likenoid
- Parapsoriasis en plaques
Parapsoriasis menggambarkan kelompok penyakit yang sulit dipahami dan dibedakan gambaran
klinisnya.
Ada 2 bentuk umum: tipe plak kecil, yang biasanya bersifat ringan dan tipe plak besar yang
merupakan precursor dari cutaneous T-cell lymphoma (CTCL). Beberapa pasien dengan
parapsoriasis tipe plak kecil akhirnya berkembang menjadi CTCL. Pengobatan parapsoriasis tipe
plak kecil tidak perlu dilakukan tetapi pengobatannya dapat meliputi emollient (penghilang rasa
sakit), preparat tar topical atau kortikosteroid dan fototerapi.
Epidemiologi
Tidak ada data statistic tentang insidens dan frekuensi parapsoriasis. Pasien dengan parapsoriasis
plak besar bisa tidak diketahui bila terjadiya secara asimptomatik. Insiden parapsoriasis bisa
lebih besar dari insiden MF yang dilaporkan, yang mana kasusnya paling banyak 3 kasus per juta
populasi per tahun. Kematian telah dilaporkan pada parapsoriasis. Morbiditas dibatasi dengan
gejala yang masih minimal, untuk parasporiasis plak besar, mortalitas bisa dihubungkan dengan
progresifitas CTCL. Tahap patch MF bisa di dapat pada tahap awal CTCL, dan harapan hidup
selama 5 tahun lebih 90 %. Harapan hidup jangka panjang tidak berbeda dari populasi yang
terkontrol. Gambaran penyakit ini jarang terjadi pada orang kulit hitam. Distribusi geografi
berbeda. Hal ini umum terjadi dapa bagian selatan daripada bagian utara Inggris dan jarang
ditemukan di Amerika. Psoriasis plak kecil banyak terdapat pada laki-laki. Rasio laki-laki dengan
perempuan 3:1. Untuk kedua parapsoriasis, kebanyakan terjadi pada umur pertengahan, insiden
puncaknya pada decade kelima kehidupan.
Etiopatogenesis
Parapsoriasis merupakan penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, pada umumnya
tanpa keluhan(kadang-kadang gatal ringan), perjalanannya perlahan-lahan dan menahun. Namun,
penyakit ini mempunyai tahap yang berbeda pada gangguan lymphoproliferative yang berlanjut
dari kronik dermatitis ke cutaneous T-cell lymphoma (CTCL).
Parapsoriasis plak kecil merupakan proses reaktif dari sebagian besar sel T CD4+. Pola genotip
diobservasi pada parapsoriasis plak kecil sama dengan yang diobservasi pada dermatitis kronik
dan pola klonalitas sel T sama dengan respon sel T subset spesifik yang telah distimulasi oleh
antigen. Klone multiple dominant dapat dideteksi oleh reaksi rantai polymerase (PCR) dari
penggunaan gen reseptor sel-T, yang mendukung proses reaktif. Lymfosit tidak menunjukkan
gambaran khas histologis untuk memperkirakan perubahan terjadinya keganasan. Beberapa ahli
percaya bahwa parapsoriasis plak kecil merupakan lymphoma sel-T yang hancur; bagaimanapun,
sampai saat ini belum ada bukti yang jelas, seperti perubahan genetic (contohnya, mutasi TP53)
yang diobservasi pada keganasan yang lain yang terdapat untuk mendukung hal ini. Namun,
pencarian untuk memverifikasi hipotesis ini adalah identifikasi terbaru dari peningkatan aktivitas
telomerase pada sel T dari CTCL stadium awal, lymphoma stadium lanjut dan pada
parapsoriasis, yang mana aktivitasnya tidak terdapat pada sel-T normal.
Parapsoriasis plak besar merupakan gangguan inflamasi kronik, dan patofisiologinya telah
dispekulasi menjadi stimulasi antigen jangka panjang. Gangguan ini dihubungkan dengan
penggandaan sel-T dominant, salah satunya bisa terdapat diatas 50 % dari infiltrasi sel-T. Jika
gambaran histologisnya benigna tanpa atypical lymfosit, klasifikasi dari parapsoriasis plak besar
dibuat. Jika terdapat atypical lymfosit, maka pasien bisa diklasifikasikan sebagai CTCL tahap
patch.
Gambaran Klinis
Parapsoriasis Gutata
Lesi dari parapsoriasis gutata adalah makulopapul yang mirip dengan psoriasis gutata, dengan
skuama berwarna keabu-abuan. Tidak seperti psoriasis, parapsoriasis gutata tidak berespon
terhadap terapi antipsoriatik. Lesi muncul terutama pada badan, terjadi pada umur berapa saja
dan kedua jenis kelamin, dan bersifat kronik (bertahan sampai bulan hingga tahun). Pruritus
jarang terjadi pada psoriasis.
Parapsoriasis Likenoid
Parapsoriasis likenoid digambarkan dengan eritem, skuama, papul likenoid, terutama pada
badan, yang cenderung bergabung dan membentuk retiform appearance. Erupsi lebih
menyeluruh dibanding pada parapsoriasis gutata dan menyerang leher, badan, dan lengan.
Biasanya tidak terdapat pruritus, dan tidak mempengaruhi kesehatan
pasien secara umum.
Parapsoriasis en Plaque
Lesi dari parapsoriasis en plaque biasanya lebih besar dari parapsoriasis gutata atau parapsoriasis
likenoid. Lesinya rata dibandingkan psoriasis dan mungkin berhubungan dengan poikiloderma
pada tempat lain. Plak mencakup warna merah kekuningan sampai kecoklatan dengan skuama
yang berbatas tegas, dan terjadi biasanya terutama pada badan, gluteus, dan paha.
Pemeriksaan Penunjang
Histopatologis parapsoriasis plak kecil menunjukkan infiltrat limfosit perivascular superficial
ringan dengan infiltrat inflamasi nonspesifik sel-T CD4+ dan CD8+. Bagaimanapun, sebagian
besar sel merupakan CD4+. Pada epidermis bisa menunjukkan spongiosis ringan, hiperkeratosis
fokal, krusta, parakeratosis dan eksositosis. Selalunya polanya tidak terdiagnosis dan tidak
spesifik. Limfositnya kecil dan tidak menunjukkan gambaran atypical.
Parapsoriasis plak besar, infiltrat inflamasi dermal superficial sebagian besar adalah limfosit.
Beberpa limfosit junction epidermal dermal dan limfosit tunggal dapat diobservasi pada
epidermis. Limfosit biasanya kecil dan tidak menunjukkan nuclei yang atipikal. Pembuluh darah
melebar, dan terdapat melanophages. Epidermis menunjukkan pendataran rete ridges ketika
terjadi atropi epidermal yang menonjol pada uji klinis. Terdapat achantosis dari epidermis dan
hiperkeratosis irregular dari lapisan cornified. Pada parapsoriasis plak kecil tidak terdapat
spongiosis.
Penatalaksanaan
Penyinaran dengan lampu ultraviolet merupakan terapi yang paling sering mendatangkan banyak
manfaat dan dapat membersihkan sementara ataupun menetap, atau bahkan hanya meninggalkan
scar yang minimal. Penyakit ini juga dapat membaik dengan pemberian kortikosteroid topikal
seperti yang digunakan pada pengobatan psoriasis. Meskipun demikian hasilnya bersifat
sementara dan sering kambuh. Obat yang digunakan diantaranya : kalsiferol, preparat ter, obat
antimalaria, derivat sulfon, obat sitostatik, dan vitamin E.Adapun pengobatan parapsoriasis
gutata akut dengan eritromisin (40 mg/kg berat badan) dengan hasil baik juga dengan tetrasiklin.
Keduanya mempunyai efek menghambat kemotaksis neutrofil.
Komplikasi
Perkembangan dari dermatitis kontak berhubungan dengan penggunaan agen kemoterapi.
Mortalitas belum pernah dilaporkan pada small plaque parapsoriasis. morbiditas terbatas pada
gejala, yang hanya berefek minimal. Untuk large plaque parapsoriasis, mortalitas mungkin
berubungan dengan progresi ke MF (CTCL). Pada tingkatan tertentu dari MF menunjukkan stage
awal dari CTCL, dan tingkat survive lebih dari 90 %.
Prognosis
Parapsoriasis secara khusus memiliki perjalanan penyakit yang kronik dan lama,kecuali
parapsoriasis en plaque yang berpotensi untuk menjadi mycosis fungoides, yang berpotensi lebih
fatal.
2. Eritroderma
Definisi
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema di seluruh tubuh atau
hamper seluruh tubuh, biasanya disertai skuama.Eritroderma adalah kemerahan yang abnormal
pada kulit yang menyebar luas ke daerah-daerah tubuh (kamus saku kedokteran, Dorland).
Etiologi
Penyebab yang umum adalah faktor-faktor genetik, akibat pengobatan dengan medikamentosa
tertentu dan infeksi. Penyakit ini bisa juga merupakan akibat lanjut (sekunder) dari psoriasis,
eksema, dermatitis seboroik, dermatitis kontak, dermatitis atopik, pitiriasis rubra pilaris, dan
limfoma maligna. (FK UGM, Yogyakarta).Eritroderma bisa muncul akibat berbagai penyebab,
yang paling sering lanjutan dari tahap dini suatu gangguan kulit. Eritroderma juga bisa
disebabkan oleh suatu efek samping dari reaksi obat-obatan. Walau bagaimanapun, sebanyak
30% dari semua kasus eritroderma yang dilaporkan, tidak ada penyebab yang jelas ditemukan.
Ini yang dinamakan eritroderma idiopatik.penyebab-penyebab yang paling sering ditemukan
pada tahap awal suatu gangguan kulit yang menyebabkan eritroderma ialah :
Dermatitis terutama dermatitis atopik, dermatitis kontak (alergi atau iritan) dan dermatitis stasis
(gravitational eczema) dan pada bayi, dermatitis seborrhoiec. Psoriasis ,Pityriasis rubra pilaris,
Penyakit-penyakit blister termasuk pemphigug dan pemphigoid bullosa, Limfoma sel-T
kutaneus (Sezary syndrome)Eritroderma juga bisa merupakan simtom atau gejala dari penyakit
sistemik seperti : Keganasan interna seperti karsinoma rectum, paru-paru, tuba fallopi, dan
kolon. Keganasan hematology seperti limfomabdan leukaemia
Patofisiologi
1. Gambaran histologisBerdasarkan penyebabnya eritroderma dibagi menjadi 4 bagian :
a. Eritroderma akibat alergi obat secara sistemikBanyak obat yang bisa menyebabkan alergi,
tetapi yang sering ialah : penisilin dan derivatnya (ampisilin, amoxilin, kloksasilin),
sulfonamid, golongan analgesic antipiretik (misalnya asam salisilat, metamisol, parasetamol,
fenibutason, piramidon) dan tetrasiklin, termasuk jamu.Alergi obat-obatan bias memaparkan
eosinofil diantara infiltrate eosinofil, Mikosis fungoides/sezary syndrome bisa membentuk
gambaran infiltrate seperti monotonous band yang terdiri dari sel mononuclear-cerebriform
yang besar, sepanjang dermoepidermal junction atau sekitar pembuluh darah di dalam dermis
papillary, epidermitropism tanpa spongiosis dan mikroabses pautrier tanpa epidermis
b. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulitPenyakit kulit yang bisa meluas menjadi
eritroderma misalnya psoriasis, pemfigus follasius, dermatitis atopik, pitiriasis rubra pilaris,
liken planus, dermatitis seboroik pada bayi.
c. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan Berbagai penyakit atau kelainan
alat dalam termasuk keganasan dan infeksi fokal alat dalamd. IdiopatikSpecimen histologik
tidak spesifik walau bagaimanapun, ulangan biopsy bisa menunjukan bukti dari mikosis
fungiodes .
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi, yaitu : Infeksi sekunder oleh bakteri Septikemia Diare
Pneumoni Gangguan metabolic melibatkan suatu resiko hipotemia, dekompensasi kordis,
kegagalan sirkulasi perifer, dan tromboplebitis. Bila pengobatan kurang baik akan terjadi
degenerasi
visceral
yang
menyebabkan
kematian.(FK
UGM,
Yogyakarta)
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit
dan mencegah infeksi tetapi bersifat individual serta suportif dan harus segera dimulai begitu
diagnosisnya ditegakan.Pasien harus dirawat di rumah sakit dan harus tirah baring. Semua obat
yang terlibat harus dihantikan pemakaiannya, suhu kamar yang nyaman harus dipertahankan
karena pasien tidak memiliki kontrol termolegulasi yang normal sebagai akibat dari fluktuasi
suhu karena vasodilatasi dan kehilangan cairan lewat evaporasi. Keseimbangan cairan dan
elektrolit harus dipertahankan karena terjadinya kehilangan air dan protein yang cukup besar
dari permukaan kulit. Preparat expander mungkin diperlukan. (Brunner & suddart)
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan eusinofilia pada dermatitis exfoliativa oleh karena
dermatitis atopik. Gambaran lainnya adalah sedimen yang meningkat, turunnya albumin serum
dan globulin serum yang relatif meningkat, serta tanda disfungsi kegagalan jantung dan
intestinal (tidak spesifik).(Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992)TerapiPerawatan di rumah
sakit sangat dianjurkan untuk memperoleh perawatan medis dan pemeriksaan laboratorium
yang baik. Pengobatan topikal pelembut (untuk mandi berupa emulsi dan mungkin juga bentukbentuk lain) sangat membentu. Kortikosteroid (prednisone 40 mg setiap hari dalam dosis
pemeliharaan) juga diberikan. Obat-obat tersebut mengurangi kekakuan dari gejala yang ada.
Antibiotik diperlukan juga bila diduga ada infeksi sekunder.Perawatan di rumah sakit tidak
diperlukan bila pasien dianggap kooperatif dengan dokter yang merawat, para pasien/penderita
dermatitis exfoliativa menunjukan adanya perbaikan , hanya dengan sistem rawat jalan saja.
(FK
UGM,
Yogyakarta)
Pengobatan Sistemik Diet tinggi protein pada eritroderma yang sudah lama Kortikosteroid
oral : prednisonGolongan
1 : dosis prednison 3 x 10 mg 4 x 10 mg/hari Obat yang dicurigai sebagai penyebab
dihentikanGolongan
2 : dosis permulaan 4 x 10 mg Jika tak tampak perbaiakan dalam beberapa hari dosis dinaikan.
Bila tampak perbaikan dosis diturunkan perlahan. Kalau akibat penyakit linear, dosis prednison
3 x (1-2) mg/hari. Kalau akibat terapi lokal pada psoriasis maka dihentikanGolongan
3 : syndrome sezary : selain kortikosteroid, juga sistostatika (klorambusil 2-6 mg sehari)
Lokal : Diolesi emoliea, misalnya salep lanolin 10
Prognosis
Dermatitis exfoliativa memiliki prognosis yang kurang baik sementara banyak penulis lain
yang mengatakan bahwa prognosis dermatitis exfoliativa pada umumnya baik; tentu saja tidak
terlepas dari faktor penyakit yang mendasari dan kondisi penderita itu sendiri.
3. Eritrasma
Definisi
Suatu peradangan superficial ringan yang terlokalisasi pada kulit dan terjadi menahun
Etiologi
Cornybacterium minutissimum
Gejala Klinis
Tempat predileksi : lipatan paha, ketiak, daerah intergluteal, dan lipatan submammae
Tidak disertai gejala sistemik
Kelainan kulita berupa macula berbatas tegas dan bentuk tidak teratur
Mula mula berwarna merah lama lama menjadi kecoklatan
Lesi yang baru biasanya bersifat licin, dan lesi yang lama member gambaran kasar dan
berskuama
Lesi dapat meluas ke badan dan paha
Pemeriksaan
a. Lampu Wood meimbulkan pendaran warna coral-red yang disebabkan adanya
korproporfirin III pada lesi
b. Px Gram dan Giemsa Tampak gambaran batang halus
Terapi
- Obat antijamur golongan azol : klotrimazol, mikonazol efektif bila diaplikasikan secara
topical. Dilakukan selama 1-2 minggu.
- Fusidin topical dan tetrasiklin
melalui
hubungan
kelamin
dan
bisa
juga
dengan
autoinokulasi
Gambaran klinik :
Vegetasi bertangkai, permukaan tidak rata, berjonjot-jonjot
Predileksi daerah lipatan yang lembab, genitalia eksterna
Pria : preposium, sulkus koronarius, pangkal penis, muara uretra eksterna
Wanita : vulva, introitus vagina, porsio uteri
Infeksi sekunder : keabu-abuan/kehitaman, erosive, berbau busuk
Faktor pencetus : hygiene yang jelek, tidak sirkumsisi, timbunan smegma,
kehamilan, kelembaban, lekore pada wanita
Giant Condyloma Vegetasi yang besar sekali tumor Buschke-Lowenstein
sering mengalami keganasan
Pengobatan
1. Kemoterapi
a. Pengobatan umum : menjaga daerah lesi supaya kering dan bersih
b. Pengobatan khusus : dioleskan tincture podophilin 25% pada lesi obat ini
bersifat iritasi dimana kulit disekitarnya ditutup dengan vaselin.
c. Asam trikloasetat : larutan dengan konsentrasi 50% dioleskan setiap
minggu. Pemberianya harus hati-hati karena dapat menimbulkan ulkus yang
dalam. Bisa digunkan untuk wabita hamil
d. 5-flourourasil : konsentrasinya 1-5% dalam krim, dipakai terutama pada
lesi di meatus uretra. Pemberianya setiap hari sampai lesi hilang. Sebaiknya
tidak miksi selama 2 jam setelah pengobatan
2. Bedah listrik
3. Bedah beku
4. Bedah skapel
5. Laser karbondioksida : luka lebih cepat sembuh dan meninggalkan sedikit
jaringan parut
6. Interferon : dapat diberikan melalui suntikan dan topical. Interferon-alfa
diberikan dosis 4-6mU i.m. 3x seminggu selama 6 minggu atau dengan dosis
2x106 unit i.m selama 10 hari berturut-turut.
7. Imunoterapi
Prognosis
Walaupun sering mengalami residif prognosis baik.
Parasit
1. Scabies
DEFINISI
Scabies adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
sarcoptes scabiei dan produknya di kulit.
EPIDEMIOLOGI
Banyak factor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain : social ekonomi
yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan
diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam
PHS.
Cara penularan penyakit ini adalah :
1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kuli), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan
hubungan seksual
2. Kontak tak Langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal dan lainlain.
Penularannya biasanya oleh sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadangkadang dalam bentuk larva.
PATOGENESIS
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau scabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan.Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta
dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi.Pada saat itu
kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dll.Dengan
garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.
GEJALA KLINIS
Ada 4 tanda cardinal :
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau
ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga
biasanya seluruh anggota terkena infeksi. Begitu pula dalam suatu perkampungan yang
padat penduduknya sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang tungau
tersebut. Dikenal keadaan hiposensitasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena.
Walaupun mengalami infestasi tungau tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini
bersifat sebagai pembawa (carier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau
keabu-abuan berbentuk garis lurus atau berkelok ratarata panjangnya 1 cm, pada ujung
itu ditemukan papul atau vesikel.
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan satu atau
lebih stadium hidup tungau ini.
PEMBANTU DIAGNOSIS
Cara menemukan tungau :
1. dicari terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau vesikel dicongkel
dengan jarum dan diletakkan di atas
PEDIKULOSIS KAPITIS
DEFINISI
Infeksi kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh pedikulus capitis
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini terutama menyerang anak-anak usia muda dan cepat meluas dalam
lingkungan hidup yang padat, misalnya di panti asuhan dan asrama. Serta dalam kondisi hygiene
yang tidak baik, misalnya jarang membersihkan rambut atau rambut yang relative susah
dibersihkan. Cara penularannya biasanya melalui perantara, misalnya sisir, bantal, kasur, topi.
ETIOLOGI
Etiologinya adalah pedikulus capitis. Kutu ini mempunyai 2 mata dan 3 pasang kaki,
berwarna abu-abu dan kemerahan. Terdapat dua jenis kelamin, yaitu jantan dan betina, yang
betina dengan ukuran panjang 1,2-3,2 mm dan lebar lebih kurang panjangnya, jantan lebih
kecil dan jumlahnya sedikit.
Siklus hidupnya melalui stadium larva, nimfa, dan dewasa. Telur diletakkan di sepanjang
rambut dan mengikuti tumbuhnya rambut, yang berarti makin ke ujung terdapat telur yang lebuh
matang.
PATOGENESIS
Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan untuk menghilangkan rasa gatal.
Gatal tersebut timbul karena pengaruh liur dan ekskreta dari kutu yang dimasukkan ke dalam
kulit waktu menghisap darah.
GEJALA KLINIS
Gejala mula yang dominan hanya rasa gatal, terutama pada daerah oksiput dan temporal
serta dapat meluas ke seluruh kepala. Kemudian karena garukan, terjadi erosi, ekskoriasi, dan
infeksi sekunder berat, rambut akan bergumpal disebabkan oleh banyaknya pus dan krusta
(plikapelonika) dan disertai pembesaran kelenjat getah bening regional (oksiput dan
retroaurikular). Pada keadaan tersebut kepala memberikan bau yang busuk.
PEMBANTU DIAGNOSIS
Cara yang paling diagnostic adalah menemukan kutu atau telur, terutama dicari di daerah
oksiput dan temporal. Telur berwarna abu-abu dan berkilat.
DIAGNOSIS BANDING
1. Tinea kapitis
2. Pioderma (impetigo krustosa)
3. Dermatitis seboroika
PENGOBATAN
Pengobatan bertujuan memusnahkan semua kutu dan telur
sekunder. Pengobatan terbaik adalah topical dengan malathion 0,5% atau 1% dalam bentuk lotio
atau spray. Caranya : malam sebelum tidur rambut dicuci dengan sabun kemudian dipakai lotio
malathion, lalu kepala ditutup dengan kain. Keesokan harinya rambut dicuci lagi dengan sabun
lalu disisir dengan sisir yang halus dan rapat (serit). Pengobatan ini dapat diulang lagi seminggu
kemudian, jika masih terdapat kutu atau telur.
Selain itu, bisa menggunakan gemexanne 1%. Cara pemakaiannya : setelah dioleskan,
lalu diamkan 12 jam. Kemudian dicuci dan disisir dengan serit agar semua kutu dan telur
terlepas. Jika masih terdapat telur, seminggu kemudian diulangi dengan cara yang sama. Obat
yang lain adalah emulsi benzyl benzoate 25%, dipakai dengan cara yang sama.
Pada keadaan infeksi sekunder yang berat, sebaiknya rambut dicukur, infeksi sekunder
diobati dulu dengan antibiotika sistemik dan topical lalu disusul dengan obat tadi dalam bentuk
shampoo. Hygiene merupakan syarat agar tidak terjadi residif.
3. creeting eruption
Definisi
Keradangan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok kelok, menimbul
dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing
Etiopatogenesis
Larva cacing tambang Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum, bisa juga
Echinococcus, Strongyloides sterconalis, Dermatobia maxiales, Lucilia caesar. Selain itu dapat
pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat misalnya Castrophilus dan cattle fly.
Gejala klinis
Masuknya larva ke kulit disertai rasa gatal dan panas. Mula mula akan timbul papul, kemudian
diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok kelok dengan diameter 2
3 mm dan berwarna kemerahan.
Diagnosis
Bentuknya khas yaitu kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok kelok, menimbul, dan
terdapat papul atau vesikel diatasnya
Pengobatan
-
Albendazol, dosis sehari 400 mg sebagai dosis tunggal diberikan 3 hari berturut turut
Bisa juga dengan cryotherapy yaitu menggunakan CO2 snow (dry ice) dengan penekanan
selama 45 sampai
4. Insect bite
Insect Bite atau gigitan serangga adalah kelainan akibat gigitan atau
tusukan serangga yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau alergen yang
dikeluarkan artropoda penyerang. Kebanyakan gigitan dan sengatan
digunakan untuk pertahanan. Gigitan serangga biasanya untuk melindungi
sarang mereka. Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa (racun)
yang tersusun dari protein dan substansi lain yang mungkin memicu reaksi
alergi kepada penderita. Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan dan
bengkak
di
lokasi
yang
tersengat.
B. EPIDEMIOLOGI
Gigitan dan sengatan serangga mempunyai prevalensi yang sama di seluruh
dunia. Dapat terjadi pada iklim tertentu dan hal ini juga merupakan fenomena
musiman, meskipun tidak menutup kemungkinan kejadian ini dapat terjadi
disekitar kita. Prevalensinya sama antara pria dan wanita. Bayi dan anak-anak
labih rentan terkena gigitan serangga dibanding orang dewasa. Salah satu
faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini yaitu terjadi pada tempattempat yang banyak serangga, seperti di perkebunan, persawahan, dan lainlain.
C. ETIOLOGI
Secara sederhana gigitan dan sengatan lebah dibagi menjadi 2 grup yaitu
Venomous (beracun) dan Non Venomous (tidak beracun). Serangga yang
ini
biasanya
yang
menimbulkan
rasa
gatal.
Ada 30 lebih jenis serangga tapi hanya beberapa saja yang bisa menimbulkan
kelainan
kulit
yang
signifikan.
D. PATOGENESIS
Gigitan atau sengatan serangga akan menyebabkan kerusakan kecil pada kulit,
lewat gigitan atau sengatan antigen yang akan masuk langsung direspon oleh
sistem imun tubuh. Racun dari serangga mengandung zat-zat yang kompleks.
Reaksi terhadap antigen tersebut biasanya akan melepaskan histamin,
serotonin, asam formic atau kinin. Lesi yang timbul disebabkan oleh respon
imun tubuh terhadap antigen yang dihasilkan melalui gigitan atau sengatan
serangga. Reaksi yang timbul melibatkan mekanisme imun. Reaksi yang
timbul dapat dibagi dalam 2 kelompok : Reaksi immediate dan reaksi delayed.
Reaksi immediate merupakan reaksi yang sering terjadi dan ditandai dengan
reaksi lokal atau reaksi sistemik. Lesi juga timbul karena adanya toksin yang
dihasilkan oleh gigitan atau sengatan serangga. Nekrosis jaringan yang lebih
luas dapat disebabkan karena trauma endotel yang dimediasi oleh pelepasan
neutrofil. Spingomyelinase D adalah toksin yang berperan dalam timbulnya
reaksi neutrofilik. Enzim Hyaluronidase yang juga ada pada racun serangga
akan merusak lapisan dermis sehingga dapat mempercepat penyebaran dari
racun tersebut
E. MANIFESTASI KLINIS
Banyak jenis spesies serangga yang menggigit dan menyengat manusia, yang
memberikan respon yang berbeda pada masing-masing individu, reaksi yang
timbul dapat berupa lokal atau generalisata. Reaksi lokal yang biasanya
muncul dapat berupa papular urtikaria. Papular urtikaria dapat langsung hilang
atau juga akan menetap, biasa disertai dengan rasa gatal, dan lesi nampak
seperti berkelompok maupun menyebar pada kulit. Papular urtikaria dapat
muncul pada semua bagian tubuh atau hanya muncul terbatas disekitar area
gigitan. Pada awalnya, muncul perasaan yang sangat gatal disekitar area
gigitan dan kemudian muncul papul-papul. Papul yang mengalami ekskoriasi
dapat muncul dan akan menjadi prurigo nodularis. Vesikel dan bulla dapat
muncul yang dapat menyerupai pemphigoid bullosa, sebab manifestasi klinis
yang terjadi juga tergantung dari respon sistem imun penderita masingmasing. Infeksi sekunder adalah merupakan komplikasi tersering yang
bermanifestasi
sebagai
folikulitis,
selulitis
atau
limfangitis.
Pada beberapa orang yang sensitif dengan sengatan serangga dapat timbul
terjadinya suatu reaksi alergi yang dikenal dengan reaksi anafilaktik.
Anafilaktik syok biasanya disebabkan akibat sengatan serangga golongan
Hymenoptera, tapi tidak menutup kemungkinan terjadi pada sengatan
serangga lainnya. Reaksi ini akan mengakibatkan pembengkakan pada muka,
kesulitan bernapas, dan munculnya bercak-bercak yang terasa gatal (urtikaria)
pada hampir seluruh permukaan badan. Prevalensi terjadinya reaksi berat
akibat sengatan serangga adalah kira-kira 0,4%, ada 40 kematian setiap
tahunnya di Amerika Serikat. Reaksi ini biasanya mulai 2 sampai 60 menit
setelah sengatan. Dan reaksi yang lebih berat dapat menyebabkan terjadinya
syok dan kehilangan kesadaran dan bisa menyebakan kematian nantinya.
sehingga diperlukan penanganan yang cepat terhadap reaksi ini
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dari gambaran histopatologis pada fase akut didapatkan adanya edema antara
sel-sel
epidermis,
spongiosis,
parakeratosis
serta
sebukan
sel
sel
radang
akut.
dengan
larutan
kalium
permanganat.
Farmakologi
Absorpsi perkutan
Obat yang dioleskan secara topikal akan mengalami absorpsi atau penetrasi ke dalam
lapisan kulit di bawahnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi absorpsi perkutan ini,
yaitu:
1. Ketebalan kulit. Stratum korneum penahan yang terbesar dan merupakan lapisan
yang pertama kontak dengan obat topikal. Makin tebal stratum korneum makin kecil
absorpsi per kutan obat topikal.
2. Lokasi. Selain karena ketebalan stratum korneum, perbedaan lokasi juga
menyebabkan perbedaan folikel rambut dan kelenjar ekrin. Absorpsi perkutan pada
kulit kepala sebesar 3,5 kali dibanding lengan bawah, sedangkan dahi 6 kali, pipi 13
kali dan pada skrotum dapat sampai 42 kali. Hal ini terjadi akibat tipisnya kulit,
absorpsi lewat folikel rambut, luasnya area dan adanya oklusi.
3. Keadaan kulit. Kulit normal dan utuh pada umumnya merupakan penahan absorpsi
topikal. Adanya defek pada stratum korneum akan meningkatkan absorpsi, misalnya
kulit yang lecet atau ekzematosa. Oleh karena itu dalam pengobatan topikal ada suatu
pedoman yaitu bahwa agresivitas dalam
dengan derajat peradangan kulit. Makin akut peradangan kulit atau makin cepat onset
penyakit kulit konsentrasi obat harus semakin kecil, misalnya dengan kompres
penyejuk, rendam, losio atau emolien. Jika lesi sudah tenang atau menjadi kronik
dapat diberikan pengobatan yang lebih agresif dengan konsentrasi lebih tinggi.
Penyakit kulit dengan hiperkeratosis seperti psoriasis akan menurunkan absorpsi
perkutan.
4. Umur. Meskipun lapisan tanduk masih tipis dan belum berkembang sempurna,
ternyata kulit pada bayi atau neonatus telah memiliki fungsi absorpsi per kutan yang
hampir sama dengan orang dewasa jika dihitung per cm2 luas permukaan badan.
Yang membedakan dengan orang dewasa adalah rasio antara luas permukaan badan
(LPB) dengan berat badannya (BB). Pada bayi rasio ini lebih besar dibanding orang
dewasa, sehingga pada pemberian obat topikal bagi bayi dan anak selain hal-hal
tersebut di atas, rasio LPB/BB ini juga harus jadi pertimbangan. Sebagai contoh
pemberian kortikosteroid topikal pada bayi/anak harus sangat hati-hati mengingat
akibat absorpsi lewat kulit dapat berakibat efek samping sistemik berupa penekanan
aksis hipotalamus-hipofisisis-adrenal. Sebaliknya pada orang tua, meskipun folikel
rambut dan kelenjar keringat berkurang, stratum korneum menipis sehingga kulit
lebih permeabel tapi tak tahan terhadap kekeringan. Akibatnya absorpsi obat tetap,
tetapi kulit lebih mudah mengalami iritasi.
5. Kuantitas. Absorpsi per kutan berbanding langsung dengan luas kulit yang diobati,
lama kontak dengan bahan dan frekuensi aplikasi.
6. Hidrasi. Meningkatnya hidrasi kulit akan menyebabkan peningkatan absorpsi per
kutan. Hidrasi dapat terjadi akibat oklusi alamiah atau akibat pengobatan. Oklusi kulit
secara alamiah terjadi pada daerah-daerah lipatan dan pemakaian pakaian yang rapat.
Pemakaian salep berlemak akan mencegah evaporasi dan meningkatkan hidrasi
stratum korneum hingga 4-5 kali.
7. Koefisien partisi. Ditentukan oleh kelarutan bahan aktif obat topikal. Bahan-bahan
yang larut dalam lemak akan lebih mudah penetrasi ke kulit daripada yang larut
dalam air, misal; kortikosteroid, asam salisilat, resorsinol.
8. Ukuran partikel. Makin kecil ukuran partikel bahan aktif semakin luas permukaan,
sehingga akan meningkatkan absorpsi. Obat-obat seperti sulfur, asam salisilat dan
seng oksida penetrasinya akan meningkat dalam bentuk mikronized.
2.
Vehikulum
Vehikulum atau basis obat luar adalah bahan dasar obat luar yang dipakai untuk
membawa bahan aktif pada kulit dan mampu meningkatkan penetrasi obat pada kulit.
Vehikulum yang ideal haruslah stabil baik fisis maupun khemis, non iritatif, non alergenik
baik secara kosmetis dan mudah digunakan dengan sesedikit mungkin efek samping. Oleh
karena itu pemilihan vehikulum merupakan hal yang sangat penting dalam pengobatan
topikal.
Secara garis besar dikenal 3 vehikulum dasar yaitu: bedak, salep dan cairan. Dari ketiga
vehikulum tersebut dapat dibuat kombinasi diantaranya yaitu bedak kocok, pasta dan krim.
1) Bedak adalah bahan dasar padat berupa serbuk yang dapat berasal dari amilum, seng
oksida, talkum venetum, kalamin dan titan dioksid. Pada bedak dapat ditambahkan
bahan aktif seperti asam salisilat, menthol, antibakteri atau antijamur. Bedak
digunakan untuk lesi-lesi akut non eksudatif untuk pendingin atau untuk lesi di
lipatan sebagai penyerap keringat atau pelicin. Tidak dianjurkan penggunaannya pada
lesi-lesi yang eksudatif karena dapat timbul krusta yang sangat tebal.
2) Salep adalah vehikulum semipadat yang terbuat dari lemak. Biasanya dipakai lemak
mineral yaitu vaselin (putih atau kuning) dan polietilen glikol. Bahan aktif pada salep
tidak boleh melebihi 15%. Salep bersifat oklusif sehingga dipakai untuk lesi-lesi
kronik yang memerlukan penetrasi lebih baik. Modifikasi salep adalah linimentum
yaitu jika lemak yang dipakai bersifat encer seperti : minyak kacang, minyak wijen
dsb.
3) Cairan (losio) adalah vehikulum dengan bahan dasar cair sebagai pelarut bahan aktif.
Biasanya dipakai air biasa, air suling atau alkohol. Jika bahan dasarnya air disebut
solusio, jika alkohol disebut tinctura. Contoh solusio adalah solusio kalium
permanganat, solusio Burowi.
4) Pasta merupakan kombinasi salep dengan serbuk, dengan kandungan serbuk lebih
dari 40%. Pasta ini dipakai pada lesi yang memerlukan proteksi. Jangan dipakai pada
daerah intertrigo karena dapat berakibat maserasi. Contoh: pasta Lassar.
5) Bedak kocok merupakan kombinasi antara serbuk dengan zat cair. Biasanya dipakai
untuk pendingin atau pengering lesi-lesi akut. Kejelekannya sama dengan bedak yaitu
membuat krusta yang tebal jika diberikan pada lesi eksudatif. Contoh : Caladin,
Calamed
6) Bedak dingin merupakan kombinasi antara bedak kocok dan lemak. Berefek untuk
mendinginkan dan melunakkan kelainan kulit yang akut.
7) Krim merupakan kombinasi antara lemak dan zat cair dengan suatu emulgator.
Tergantung dari macam dan konsentrasi lemak yang dipakai dapat terjadi suatu
bentuk krim minyak dalam air (M/A) atau oil in water (O/W) dan air dalam minyak
(A/M) atau water in oil (W/O). Krim M/A biasanya dipakai untuk lesi subakut atau
pada pemakaian siang hari karena lebih mudah dicuci, sedangkan bentuk A/M lebih
cocok untuk lesi subkronik atau pada malam hari karena lebih berlemak.
8) Secara umum dapat dipakai sebagai pedoman yaitu untuk lesi yang basah dipakai
bahan dasar basah seperti solosio atau krim M/A, sedangakan untuk lesi kering
dipakai bahan dasar kering atau padat seperti salep, pasta atau krim A/M.
1. Bahan aktif
Khasiat bahan aktif topikal dipengaruhi oleh keadaan fisiko-kimia
permukaan kulit, disamping komposisi formula zat yang dipakai.
Dalam resep harus ada bahan aktif dan vehikulum. Bahan aktif dapat
berinteraksi satu sama lain. Yang penting ialah, apakah bahanyang kita
campurkan dapat tercampur atau tidak, sebab ada zat yang sifatnya O.T.T
(obat yang tidak tercampurkan).
Penetrasi bahan aktif melalui kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor,
termasuk konsentrasi obat, kelarutan dalam vehikulum, besar partikel,
viskositas dan efek vehikulum terhadap kulit.
Bahan aktif yang digunakan antara lain:
1. Alumunium asetat
Contoh: larutan Burowi yang mengandung alumunium asetat 5%.
Efeknya ialah astringen dan antiseptik ringan. Digunakan sebagai
kompres dengan pengenceran 1:10.
2. Asam asetat
Dipakai sebagai larutan 5%
antiseptikuntuk infeksi pseudomonas.
untuk
kompres,
bersifat
3. Asam benzoat
Mempunyai sifat antiseptik terutama fungisidal. Digunakan dalam
salap.
4. Asam borat
Konsentrasi 3% tidak dianjurkan untuk dipakai sebagai bedak,
komres atau salap berhubungan dengan antiseptiknya yang sedikit
dan bersifat toksik, terutama pada kelainan yang luas dan erosif
terlebih pada bayi.
5. Asam salisilat
Efeknya ialah untuk
mengurangi
proliferasi
epitel
dan
(1-2%)
mempunyai
efek
keratoplastik,
yaitu
digunakan dalam
Potensi
Anti
inflamasi
Lemah
+-
II
Sedang
++
+
III
Kuat
+++
++
IV
Sangat
+++
+++
Sayangnya peningkatan potensi steroid ini hampir selalu diikuti
dengan peningkatan risiko efek samping
akan lebih cepat timbul pada bayi dan anak. Oleh karena itu
pertimbangan yang matang harus selalu dipikirkan sebelum
memilih jenis steroid topikal.
Efek samping kortikosteroid topikal
Sistemik
: - Supresi AHA
- Sindrom Cushing Iatrogenik
- Gangguan pertumbuhan
Lokal :
a.
Katabolik:
atrofi kulit
- akne steroid
telangiektasia
purpura/ ekimosis
hipertrikosis
- dermatitis perioral
striae
b.
- tinea inkognito
- rosasea
- hipopigmentasi
- glaukoma
c.
waktu
pendek dan segera diganti dengan potensi lemah bila efek yang
menambahkan
bahan
bersifat
antiseptik
seperti
2)
dalam air. Biasanya digunakan sebagai kompres luka atau lesi yang
eksudatif dalam larutan 0,5-1%.
3)
Alkohol.
Biasanya
dipakai
etilalkohol
atau
2)
oleoresin
dari
tumbuh-tumbuhan.
Penggunaannya
dengan
topikal
merupakan
bagian
terpenting
dalam
dalam
memberikan
menyebabkan timbulnya
kortikosteroid
topikal.
obat
topikal
justru
dapat
lesi
dan
stadium
penyakit
Sedangkan
Pseudomonas
biasanya
resisten.
Gentamisin.
Termasuk
golongan
aminoglikosida
seperti
Stafilokokus,
Streptokokus
dan
nitrat dengan sodium sulfadiazine. Obat ini efektif terhadap bakteribakteri Gram positif dan Gram negatif dan biasanya digunakan
sebagai profilaksi atau terapi pada luka bakar. Tersedia dalam
bentuk krim yang mengandung silver sulvadiazine 1%.
6)
Stafilokokus
dan
sebagian
Streptokokus.