Anda di halaman 1dari 69

RESUME BLOK 15

SKENARIO 3 & 4
Oleh :
Kelompok F

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

Soal
Vignette impetigo
1. Seorang laki-laki 26 tahun, datang ke klinik dengan keluhan muncul bercak-bercak pada
wajah. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan krusta tebal berwarna hijau di sekitar
mulut pasien. Kelainan kulit tersebut menyerang kulit pada bagian
A. Dermis
B. Epidermis
C. Hipodermis
D. Epidermis dan dermis
E. Epidermis, dermis dan hypodermis
2. Bakteri penyebab pada kasus di atas yaitu
A. Streptococcus Beta Hemolyticus
B. Staphylococcus aureus
C. Pseudomonas sp
D. Staphylococcus epidermidis
E. E coli
Vignette Luka bakar
Laki-laki 40 tahun dibawa ke UGD rumah sakit terdekat setelah mengalami kebakaran di
rumahnya. Perjalanan dari rumah ke UGD memakan waktu 4 jam, karena rumah korban
yang terletak di desa terpencil. Korban mengalami luka bakar di seluruh kepala, dada,
perut, punggung, dan tangan kanannya. Bagaimanakah penatalaksanaan terhadap pasien
tersebut?

HISTOLOGI KULIT
Lapisan Lapisan Kulit :
Epidermis
Berasal dari ectoderm, epitel berlapis pipih tanpa tanduk
Terdiri dari 5 lapisan : Stratum Corneum, Stratum Lucidum, Stratum Granulosum,
Stratum Sinosum, Stratum Basale

Dermis
Berasal dari mesoderm, terdiri jaringan ikat dan vascular
Lapisannya pars papillary dan pars reticular
Subkutis / Hipodermis
Terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel - sel lemak di dalamnya

Adneksa Kulit
Glandula sudorifera
Glandula sebasea
Kuku dan Rambut
FISIOLOGI KULIT
Fungsi Proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap :
Gangguan fisis atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan.

Gangguan kimiawi, zat zat kimia terutama yang bersifat iritan, contohnya lisol,
karbol, asam, alkali kuat lainnya.
Gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar UV.
Gangguan infeksi luar terutama bakteri atau jamur.
Hal di atas dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit, dan
serabut serabut jaringan penunjang yang berperan sebagai pelindung terhadap gangguan
fisis.
Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit terhadap sinar matahari dengan
mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum
korneum yang impermeable terhadap berbagai zat kimia dan air, di samping itu terdapat
lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat zat kimia dengan kulit. Lapisan
keasaman kulit ini mungkin terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum. Keasaman
kulit menyebabkan pH kulit berkisar 5- 6,5 sehingga merupakan perlindungan kimiawi
terhadap infeksi bakteri maupun jamur. Proses keratinisasi juga berperan sebagai barrier
mekanis karena sel sel mati melepaskan diri secara teratur.
Fungsi Absorpsi
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan,
metabolism, dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel,
menembus sel epidermis, atau melalui muara saluran kelenjar.
Fungsi Ekskresi
Kelenjar kelenjar kulit mengeluarkan zat zat yang tidak berguna atau sisa metabolism
dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan ammonia. Produk kelenjar lemak dan
keringat di kulit menyebabkan keasaman kulit pH 5 6,5.
Fungsi Persepsipan
Kulit mengandung ujung ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Corpusculum Vater Paccini: getaran, tekanan.
Corpusculum Meissner, Merkel: rasa, raba.
Corpusculum Crausse: dingin.
Corpusculum Ruffini: panas.
Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (Termoregulasi)
Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan kontraksi otot
pembuluh darah kulit.
Fungsi Pembentukan Pigmen
Sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak di lapisan basaldan sel ini berasal dari rigi
saraf. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes)
menentukan warna kulit ras maupun individu.

Fungsi Keratinisasi
Lapisan epidermis mempunyai 3 jenis sel utama, yaitu keratinosit, sel Langerhans, dan
melanosit.
Fungsi Pembentukan Vitamin D
Mengubah 7 dihidroksi kolesteroldengan bantuan sinar matahari
EFLORESENSI KULIT
Efloresensi Primer

Efloresensi Sekunder

INFEKSI VIRUS

HERPES ZOOSTER
Definisi
Merupakan penyakit disebabkan oleh virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan
mukosa. Merupakan reaktivasi dari infeksi primer.
Epidemiologi
Penyebarannya samadengan varisela. Pada pasien ex infeksi varisela.
Patogenesis
Berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis. Lesi setingkat
persyarafan ganglion tersebut. Kadang-kadang menyerang ganglion antrior sehingga terdapat
gangguan motorik.
Gejala Klinis
Daerah yang paling sering terkena adalah daerah torakal. Sering penyakit ini terkena oleh
pada orang dewasa.
Gejala prodromal sistemik demam pusing, malese
Gejala prodromal lokal nyeri otot tulang, gatal, pegal
Kemudian timbul eritema vesikel jernih vesikel keruh menjadi pustula dan krusta
Herpes zoster hemoragik lesi vesikel mengandung darah
Dapat imbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkuis dengan penyembuhan
berupa siktriks.
Masa tunas dari virus ini 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi yang timbul
seminggu. Sedangkan masa resolusi selama 1-2 minggu. Dapat ditemukan pembesaran limfe
regional. Lokalisasi penyakit ini unilateral dan bersifat dermatomal sesuai tempat persyarafan.
Dapat timbul gangguan motorik jika mengenai SSP.
+ hiperestesi merupakan gejala yang khas pada lesi.
Pada muka sering disebabakan oleh infeksi pada nervus trigeminus, nervus faasialis dan
otikus.

Herpes zoster oftalmikus disebabkan infeksi cabang pertama nervus trigeminus


sehingga menimbulkan kelainan pada mata. Selain juga cabang lainnya menimbulkan lesi kulit
pada daerah persyarafannya.
Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan otikus, sehingga
menimbulkan pasralisis muka (Bells palsy), lesi kulit sesuai persarafan, tinitus, vertigo,
gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea.
Herpes zoster abortif berlangsung dalam waktu yang singkat dan kelainan kulit hanya
berupa vesikel dan eritem.
Herpes zoster generalisata kelainan kulit unilateral dan segmental ditambah vesikel
menyebar soliter dan generalisata.
Neuralga pasca herpetik rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan
lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa
bulan. Dijumpai pada pasien herpes zoster usia diatas 40 tahun.
Komplikasi
Neuralgia pasca herpetik timbul pada usia 40 tahun
Pada herpes zoster oftalmik terjadi komplikasi : ptosis paralitik, keratitis, skleritis,
uveitis, korioreinitis, neuritis optik.
Infesi juga dapat menjalar ke alat dalam, misalnya pari-paru, hepar dan otak.
Pemeriksaan penunjang
Pemerikasaan Tzanck ditemukan giant cel berinti banyak.
Diagnosis Banding
1. Herpes simpleks
2. Penyakit reumatik dan angina pektoris

Terapi
Sistemik

simtomatik analgetik dan antibiotik (jika infesi sekunder)

Antiviral

indikasi pada herpes zoster oftalmikus dan pasien defisiensi imunitas

Ex: asiklovir dosis 5x800 mg sehari selama 7 hari.


Pada neuralgia pasca herpetik gabapentin 1500 -2400 mg
Ramsay Hunt sindrome prednison 3x20 mg setelah seminggu di tappering off
Topikal dapat diberikan bedak salisilat untuk tujuan protektif mencegah vesikel pecah.
Boila erosif digunakan kompres. Jika terdapat ulkus diberikan antibiotik.
HERPES SIMPLEKS
DEFINISI
Penyakit kulit/selaput lendir
Disebabkan virus Herpes simpleks
Ditularkan melalui udara, kontak kulit langsung
ETIOLOGI
Virus herpes simleks tipe I HSV I
Virus herpes simpleks tipe II HSV II
PATOGENESIS
Virus melalui bibir, mulut, kulit,kantong konyungtiva,genitalia Menetap di susunan
saraf tepi kulit Multiplikasi kelenjar limfe regionaldarah kulit,selaput lendir / visera
Infeksi primer radiks dorsalis lesi primer sembuh periode laten reaktivasi
kulit kambuh rekuren
GAMBARAN KLINIK
Vesikel menggerombol, diatas dasar kulit yg eritematus, timbul mendadak, self limited
Lesi soliter/ multipel
Sering pada perbatasan mukokutan
Didahului rasa gatal, seperti terbakar yg terlokalisasi & kemerahan
HSV 1 : di bibir, rongga mulut, tenggorikan, jari tangan (Herpes labialis)
HSV 2 : sekitar alat genitalia (Herpes genitalis)
Infeksi primer :
penderita belum pernah kontak
tidak mempunyai imunitas

sakit, vesikel, erosi , berlangsung 2 -6 minggu


Infeksi kambuhan rekuren
lesi lebih kecil, sedikit, tidak sakit, 5-7 hari
Penyebab kekambuhan :keletihan fisik, stres psikis,
minum alkohol, makanan yang merangsang,
menstruasi, trauma waktu koitus
Infeksi sekunder
MANIFESTASI KLINIK
Gejala prodromal terjadi sensasi seperti terbakar
Timbul sekelompok vesikel yg akan cepat pecah terbentuk ulkus dangkal
Infeksi primer : gejala konstitusi demam.,lesu, anoreksia berlangsung sampai 3 minggu
Rekurensi : gejala lebih ringan, tanpa gejala konstitusi, menghilang dalam waktu 7 hari.
Sensasi terbakar selama beberapa hari.
Faktor pemicu : pajanan matahari, trauma (gigitan pada bibir / hubungan seksual)
HIV: infeksi lebih parah, rekurensi sering
Herpes genitalis dapat menjadi kronik, menetap beberapa bulan, menyebabkan nyeri hebat
VERUKA
Definisi
Hiperplasi epidermis disebabkan oleh Human papiloma virus tipe tertentu.
Epidemiologi
Menular melalui kontak langsung dapat terjadi pada anak maupun dewasa.
Etiologi
Virus papiloma (grup papova) virus DNA dengan replikasi intranuklear
Klasifikasi
1.
2.
3.
4.

Veruka vulgaris
Veruka plana juvenilis
Veruka plantaris
Veruka akuminatum (kondiloma akuminatum)

Gejala klinis
1. Veruka Vulgaris

terdapat banyak pada anak-anak, tempat predileksinya terutama di ekstremitas


bagian ekstensor, namun dapat menyebar ke tubuh bagian lain.

Bentuknya bulat berwarna abu-abu, besarnya lentikuler atau kalau berkonfluensi


berbentuk plakat, permukaan kasar (verukosa), dengan goresan dapat timbul
autoinokulasi sepanjang goresan (fenomena kobner).

Variannya yang terdapat di daerah muka dan kulit kepala tampak sebagai
penonjolan yang tegak lurus pada permukaan kulit dan permukaannya verukosa
(veruka filiformis).

2. Veruka Plana Juvenilis


-

besarnya miliar atau lentikuler, permukaan licin dan rata, berwarna sama dengan
warna kulit atau agak kecokelatan.

Penyebarannya terutama di daerah muka dan leher, dorsum manus dan pedis,
pergelangan tangan serta lutut.

3. Veruka Plantaris
-

terdapat di telapak kaki, terutama di daerh yang mendapat tekanan.

Bentuknya berupa cincin yang keras dengan di tengahnya agak lunak dan
berwarna kekuning-kuningan.

Permukaannya lici karena geseka dan menimbulkan nyeri waktu berjalan,


disebabkan oleh penekanan massa yang terdapat di daerah tengah cincin.

Kalau beberapa veruka bersatu dapat timbul gambaran seperti mozaik.

Terapi:
Macam-macam terapi topikal:
a. bahan kaustik lar. Ag NO3 25%, as. Trikloroasetat 50%, fenol likuifaktum
b. bedah beku CO2, N2 dan N2O

c. bedah skapel
d. bedah listrik
e. bedah laser
Prognosis:
Penyakit ini sering residif, walaupun diberikan pengobatan yang adekuat.

MOLUSKUM KONTAGIOSUM
DEFINISI
Penyakit virus yg berbentuk papula milier sampai lentikuler bulat berwarna putih seperti
lilin dan mempunyai dele
ETIOLOGI
virus pox Moluscum contagiosum virus
EPIDEMIOLOGI
Sering menyerang anak, pria > wanita
Dewasa digolongkan PMS
Penularan : kontak langsung & autoinokulasi
GAMBARAN KLINIK
a. Papul kecil berbentuk kubah,diameter 3-6 mm
b. Lokasi muka, leher, lengan, badan, genitalia
c. Menggerombol, tersebar, berwarna putih seperti lilin / merah muda, dome shaped ,
d. dele pada bagian centralnya, diatas kulit eritematus
e. Papula berisi benda putih seperti nasi, badan moluskum
f. Tempat predileksi daerah muka, badan ekstremitas
g. Dewasa di daerah pubis & genital eksterna
h. Bersifat swasirna
PENGOBATAN
a. Self limited disease
b. Bertahan berbulan-bulan,bertahun tahun, bertambah banyak
c. Mengeluarkan masa yg mengandung badan moluskum dengan ekstraktor komedo, jarum
suntik, kuret dan pinset
d. Bedah beku CO2 atau N2

e. Elektrokauterisasi
f. Dewasa periksa pasangan seksualnya
PROGNOSIS
Jarang residif
VARISELA
DEFINISI
Infeksi akut primer oleh virus varisela zoster virus yang menyerang kulit dan mukosa,
klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral
tubuh.
EPIDEMIOLOGI
Tersebar kosmopolit, menyerang terutama anak-anak, tetapi juga menyerang oranhg
dewasa. Transmisi penyakit ini secara aerogen. Masa penularannya lebih kurang 7 hari dihitung
dari timbulnya gejala kulit.
ETIOLOGI
Virus varisela zoster. Penamaan virus ini member I pengertian bahwa infeksi primer virus
ini menyebabkan penyakit varisela, sedangkan reaktovasi menyebabkan penyakit herpes zoster.
GEJALA KLINIS
Masa inkunasi penyakit ini 14-21 hari. Gejala klinis dimulai dengan gejala prodormal,
yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malese, dan nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya
erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.
Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun. Vesikel akan berubah menjadi pustule dan
kemudian berubah menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi vesikel-vesikel
yang baru sehingga menimbulkan gambaran polimorfi.
Penyebarannya terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentifugal ke
muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut dan saluran nafas
bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional.
Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal.
PEMBANTU DIAGNOSIS

Dapat dilakukan dengan percobaan tzanck dengan cara membuat sediaan hapus yang
diwarnai dengan giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan didapati sel datia
berinti banyak.
DIAGNOSIS BANDING
Harus dibedakan dengan variola, penyakit ini lebih berat, member gambaran monomorf
dan penyebarannya dimulai dari bagian akral tubuh, yakni telapak tangan dan telapak kaki.
PENGOBATAN
Pengobatan bersifat simptomatik dengan antipiretik dan analgetik, untuk menghilangkan
rasa gatal dapat digunakan sedative. Local dsiberikan bedak yang ditambah dengan zat anti gatal
(mentoil,kanmfora) untuyk mencegah pecahnya vesikel secara dini serta mebghilanhkan rasa
gatal. Dapat pula diberikan obat antivirus seperti asiklovir.

INFEKSI JAMUR
T. KAPITIS

T. FASIALIS

T. KORPORIS

T. MANUS

dermatofitosis pada kepala dermatofitosis pada


dagu/jenggot

dermatofitosis pada wajah

dermatofitosis pada wajah,


badan, lengan, tungkai

dermatofitosis pada tangan

Dermatofita :
microsporum dan
trichopyton
T. mentagrophytes
T. rubrum
M. gypseum

microsporum dan trichopyton microsporum dan trichopyton microsporum dan trichopyton

T. BARBE

Dermatofita : microsporum
dan trichopyton

Keluhan :
Binatang
1. Gatal dan perih
peliharaan (kucing
2. Bintik-bintik
dan anjing)
kemerahan kadang
anak
bernanah
Keluhan :
1. Bercak pada
kepala
2. Gatal
3. Rontok rambut di
lesi

Keluhan :
rasa gatal dan terbakar,
fotosensitivitas.

Keluhan :
Keluhan :
Subyektif : gatal, terutama Gatal dan nyeri
jika berkeringat
Obyektif : makula
hiperpigmentasi dengan tepi
yang aktif

efloresensi, 3 bentuk :
1. Gray patch ring worm :
papula-papula miliar
sekitar muara rambut,
rambut mudah putus,
meninggalkan aplesia
berwarna coklat
Microsporum
2. Kerion : tampak bisulbisul kecil dg skuamasi
akibat radang lokal,
rambut putus, dan
mudah dicabut
zoofilik dan geofilik
3. Black dot ring worm :
rambut putus tepat
perm kulit,
meninggalkan makulamakula coklat berbintik
hitam, warna rambut
suram Trichopython

Diagnosis :
1. Gambaran klinis
2. Sinar wood :
fluoresensi
hijau
3. kerokan kulit
dengan KOH
hifa

efloresensi :
Rambut terkena rapuh
tidak mengkilat, ada reaksi
radang

Diagnosis :
1. Gambaran klinis
2. Sinar wood :
fluoresensi hijau
3. kerokan kulit
dengan KOH hifa

efloresensi :
bercak, makula sampai
dengan plak, sirkular, batas
yang meninggi, dan regresi
sentral ring-like
appearance

Efloresensi :
lesi berbentuk makula/plak
merah/ hiperpigmentasi

Efloresensi :
Makula eritematosa dg tepi
aktif, batas tegas, terdapat
vesikel/skuama di atasnya

Diagnosis : kerokan kulit Diagnosis :


Diagnosis :
dengan KOH hifa
1. Kerokan kulit dg
1. Gambaran klinis
KOH : elemen
2. Sinar wood :
jamur
fluoresensi hijau
2. Sinar wood :
3. kerokan kulit
fluoresensi +
dengan KOH hifa
3. Biakan skuama :
pertumb koloni ragi

Tatalaksana
1. Sistemik :
Griseofulvin
10-25 mg/kg
BB; dewasa
500 mg/hari :
7-14 hari
2. Topikal : cuci
dengan
shampo
disinfektan
antimikotik,
krim

Tatalaksana :
Tatalaksana :
1. Rambut jenggot
1. Sistemik :
dicukur
Griseofulvin,
2. Griseofulvin 500
flukonazol 4-6
mg-1 gr/hari 2-4
minggu
minggu
2. Topikal
3. Kompres solium
asam asetat

Tatalaksana :
Tatalaksana :
1. Umum
Antifungal 4-6 minggu
kebersihan
2. Khusus sistemik
griseofulvin.
Ketokonazol 3-4
minggu

T. UNGUIUM

T. KRURIS

T.PEDIS

T. VESIKOLOR

dermatofitosis pada kuku

dermatofitosis pada kruris dan


sekitarnya

infeksi jamur superfisial pada


pergelangan kaki, telapak, dan sela
jari-jari kaki

infeksi jamur superfisial --> makula


di kulit, skuama halus

microsporum dan trichopyton

T. rubrum, T. mentagrophytes, E.
floccosum

microsporum, trichopyton,
epidermophyton, C.albicans

Malassezia furfur

Keluhan :
kerusakan kuku, kuku menjadi
suram, lapuk, dan rapuh

Keluhan :
rasa gatal hebat daerah kruris,
lipat perineum, bokong dan
dapat ke genitalia
eritomatosa dan bersisik

1. tipe papulo-skuamosa
Keluhan : gatal
hiperkeratotik kronik :
eritema dan plak
hiperkeratotik --> tumit, tepi
kaki
2. tipe intertriginosa kronik :
fisura jari --> sela jari ke 4
dan 5, basah, bau tidak enak
3. Tipe sub akut : lesi
intertriginosa berupa
vesikel /pustula
4. Tipe akut : eritem, edem,
berbau

Efloresensi : kuku rusak,


rapuh, warna suram,
permukaan menebal

efloresensi :makula
eritomatosa, berbatas tegas,
tepi lebih aktif

efloresensi :
Efloresensi : makula
hipopigmentasi, kecoklatan,
fisura pada sisi kaki
dalam berbagai ukuran, skuama
sisik halus putih
halus
kecoklatan
vesikula miliar dan
dalam
hiperkeratotik --> telapak
kaki

Diagnosis :
kerokan skuama di bawah/di
atas kuku: koloni jamur

Diagnosis :
kerokan kulit dengan KOH
elemen jamur seperti hifa,
spora

Diagnosis :
Sinar wood : fluoresensi +
kerokan kulit dengan KOH
hifa
Biakan SA : koloni jamur

Tatalaksana :
1. Itrakonazol 2x100
mg/hari 3-6 bulan -->
hasil memuaskan
2. Salep Whitefield I,II

Tatalaksana :
Tatalaksana :
1. Griseofulvin 500 /hari 3-4 Antifungal 4-6 minggu
minggu

Diagnosis :
Sinar wood : fluoresensi kuning
keemasa
kerokan kulit dengan KOH
hifa
Tatalaksana :
1. Itrakonazol 1-- mg/hari
--> 2 minggu
2. Salep Whitefield
3. menjaga higiene
perorangan

KANDIDOSIS MUKOKUTAN

penyakit kulit akut/sub akut candida albicans

Kandidosis mukokuta :
1. Kandidosis oral
2. Perleche
3. Kandidosis vaginalis dan balanitis
KANDIDOSIS ORAL

sering pada bayi


bercak putih seperti
membran pada mukosa
mulut/lidah

PERLECHE

retakan kulit pada sudut


mulut
pedih, nyeri bila tersentuh
makanan atau air

KANDIDOSIS VAGINALIS

bercak putih di atas


mukosa yang eritematosa
erosif (seviks-introitus
vagina)
fluor albus putih
kekuningan
keluhan : gatal dan
dispareuni

BALANITIS

pada laki-laki yang tidak


disunat --> glans penis
tertutup preputium
Keluhan : bercak putih
glans penis, eritem, erosif.
berat : nyeri, gatal, mudah
berdarah.

Terapi
hindari predisposisi
kandidosis oral : oral gel yang mengandung nistatin, amfoterisin b. 2-3x sehari, 5-7
kandidosis vaginalis : preparat khusus intravaginal mengandung imidazol 1-5 hari. ketokonazol 5 hari

FURUNKEL

Definisi : radang folikel rambut dan sekitarnya, jika lebih dari satu disebut furunkulosis
Etiologi : Staphylococcus aureus
Gejala klinis : nyeri, nodus eritematosus bentuk kerucut, di tengahnya terdapat pustule,
kemudian melunak menjadi abses yg berisi pus dan jaringan nekrotik dan pecah

membentuk fistel
Tempat predileksi : aksila dan bokong
Komplikasi : bakterimia dan rekurensi
Pengobatan :
-Salep basitrasin atau neomicin 2% 2x/hari
- Antibiotik: Penicilin G prokain 30-50 mg/kgBB/hari (3x/hari selama 5-7 hari)

ERISIPELAS

Definisi : Infeksi akut pada kulit epidermis dan dermis


Etiologi : Streptococcus B hemolyticus
Gejala klinis : eritema berwarna merah cerah, berbatas tegas, pinggirnya meninggi
dengan tanda-tanda radang akut, dan gejala konstitusi (demam dan malaise)
Tempat predileksi : tungkai bawah dan wajah
Komplikasi : bakterimia
Pengobatan :
- Istirahat dan elevasi
- Antibiotik: Penicilin G prokain 3x 500mg (5-7 hari)

DERMATITIS SEBOROIK

Penyulit : Kerontokan rambut, infeksi sekunder, eritroderma


PITYRIASIS ROSEA
BATASAN

Keradangan kulit dengan etilogi blm jelas, self limited


dalam 10-12mg

PATOFISIOLOGI

Diduga karena virus (sering dewasa muda, musiman,


sembuh dalam waktu tertentu, jarang kambuh) namun
tidak pernah ditemukan virus dan tidak menular.

GEJALA KLINIS

Sebagian kecil didahului demam dan malaise


Efloresensi pertama makula yg besar 3-10 cm
(herald patch/mother plaque/initial plaque)
diikuti efluoresensi yang lebih kecil: makula bulat
lonjong, sumbu panjang searah pelipatan kulit, tepi
meninggi, ditengah ada skuama diatas dasar kulit
yang kekuningan melekat ditepi.

KELUHAN

Gatal ringan/tidak gatal, didahului memakai baju baru yg


belum dicuci/ baju lama yang disimpan terlalu lama, sering
berenang

LOKASI

Khas pada bagian tubuh yang tertutup pakaian, leher-dagu,


muka sangat jarang, pada punggung tampak seperti pohon
cemara, sebagian kasus hanya pada ekstrimitas atas dan
paha.

TERAPI

Tidak ada obat spesifik, Antihistamin apabila terasa


gatal
Lokal:talkum acidum salicylum 1-2%
KS lokal bila ada gatal-dermatitis sekunder
KS oral u/ hilangkan gatal dan perlambat
perjalanan peny bila lbh/sm dgn 1 bln (prednisone
30-60mg)

Penyulit: Belum ada


PSORIASIS VULGARIS
BATASAN

Penyakit kulit kronis residif ditandai makula


eritematus bulat lonjong tertutup skuama
tebal,transparan/putih keabuan

PATOFISIOLOGI

Genetik (autosomal dominan), Presipitasi ( trauma,


infeksi, stress, iklim), Perubahan struktur biokimia
(pemendekan turn over epidermis normal 28-30
hari mjd 3-4 hari)

GEJALA KLINIS

Sedikit gatal dan panas, Lesi pada tempat yang sering


trauma berupa makula eritematus batas jelas,
skuama tebal dan trasnparan yang lepas pada
bagian tepi dan lekat pada bagian tengah, skuama
menebal,konstan dan perlekatan kendor apabila
eksaserbasi dapat berubah bentuk, dapat
menyerang kuku (mjd keruh kekuningan,
cekungan/pitting dan terangkat dari dasarnya),
pustulosa apabila mengandung pustula steril,
arthropatika apabila disertai artritis kronik pada
sendi kecil tangan dan kaki

PEMERIKSAAN

Karsvlek phenomena: bila skuama dikerok-> wrna


keruli spt kerokan lilin
Auspitz sign: bila diteruskan->titik2 perdarahan
krn papil dermis mepjg
Koebner phenomena:bila kulit msh normal>digaruk->lesi baru yg sama

DIAGNOSIS

Tanda klinis, Histopatologi (pemanjangan&perbesaran


papil dermis, penipisan stratum granulosum,
peningkatan mitosis stratum basalis,udema dermis
krn infiltrasi limfosit dan monosit)

TATALAKSANA

Perhatikan : luas & lokasi lesi, umur penderita,


ada/tdk KI Obat.
Pengobatan u/ faktor pencetus dan menghilangkan
lesi yg ada:
1. Topikal: salep/cream steroid/tar (LCD 5%)
2. Sistemik:
- lesi terbatas : folic acid tab 3x1
- lesi luas: methotrexate (MTX) dosis:
- (1): 2x1 slma 7 hari -> ist 1mg ->observasi
lab->baik
->tuppering off sampai dosis
maintenance

-(2): 2 tab diberikan 2-3x selang 12jam->ist


1mg->kurangi
1tab/mg->tdk minum lg -> asam foilic
acid tab 3x1
*selama minum MTX tidak boleh berikan asam folic
acid
3. Kombinasi
a. Psoralen sistemik deng penyinasan UV pada
lesi kulit dalam bbrp hal sbg pengobatan
alternatif
b. Kombinasi topikal dan sistemik
Penyulit: Eritrodemi
URTIKARIA DAN ANGEOEDEMA
Definisi urtikaria: Reaksi Vascular di kulit akibat berbagai sebab. Di tandai edema cepat
tapi menghilang perlahan

Definisi angioedema: urtikaria yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam dari pada
dermis sub mukosa, sub kutis, dapat juga mengenai saluran nafas, saluran cerna dll

Etologi dan patogenensis:

Klasifikasi
-

Urtikaria akut: < 6 minggu atau selama 4 minggu dan berlangsung setiap hari.
Urtikaria kronik: > 6 minggu.

Gejala klinis: keluhan subyektif gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Klinis: eritema,
edema, batas tegas, kadang tengah pucat

Pembantu diagnosis: pemeriksaan darah, urin dan feses rutin; pemeriksaan kadar IgE,
eosinofil, komlemen; tes eliminasi makanan.

DD: purpura anafilaktoid, pitriasis rosea bentuk papular,

Tatalaksana

1. Obati penyebab
2. Antihistamin klasik, cth: difenhidramin,fenotiazin dll
3. Antihistamin non klasik, cth: terfenadin, loratadin
4. Beta adrenergik efektif untuk urtikaria kronik
5. Prognosis
6. Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya mudah diketahui,
urtikaria kronik lebih sulit karena penyebabnya sulit di cari

Gambar : Urtikaria

Angioedema:

Sindrom Steven-Johnson
Definisi: Sindrom pada kulit, selaput lendir orifisium, mata.

Etiologi: alergi obat (antipiretik 45%, karbamazepin 20%, jamu 13,3%), infeksi,
vaksinasi, neoplasma, radiasi

Patogenesis: Alergi obat aktivitas sel T meningkat (CD4 dan CD8) IL5 meningkat
dan leukin yang lain CD4 di dermis, CD8 di epidermisdestruksi keratinosit

Gx: jarang pada Batita, dapat di awali demam, batuk, pilek, nyeri kepala, nyeri
tenggorok. Kelainan kulit, selaput lendir di orifisium, mata

Dx: trias:

1. Kelainan kulit: eritema, vesikel, bula. Vesikel dan bula pecah erosi yang meluas
2. Kelainan selaput lendir di orifisium: pada mukosa mulut, lubang alat genital, lubang anus
dan hidung. Vesikel dan bula mudah pecah terjadi erosi,eksoriasi, krusta kehitaman
3. Kelainan mata: konjungitvitis kataralis, perdarahan, iritis dll

Komplikasi: Bronkopneumonia, gangguan lakrimasi

Pemeriksaan Lab: tidak khas. Tapi jika di temui leukositosis infeksi bakterial. Jika ada
eosinofilia alergi

Histopatologi: infiltrat sel MN di sekitar pembuluh darah dermis superfisial, edema dan
ekstravasasi sel darah merah di dermis papilar,spongiosis dan edema intrasel di
epidermis.

DD: NET(Nekrolisis Epidermal Toksik) di tandai epidermolisis

Tatalaksana:
1. Prinsip: obat penyebab di hentikan segera penggunaannya
2. Lesi tidak menyeluruh Prednison 30-40 mg sehari
3. Lesi menyeluruh dan buruk MRS, deksametason IV atau metil prednisolon dengan
dosis awal 4-6 x 5 mg. jika sudah ada perbaikan (lesi involusi) diturunkan 5 mg
perhari
4. AB siprofloksasin 2x400 mg IV

Prognosis: jika tindakan tepat dan cepat prognosis cukup memuaskan

Jika terdapat purpura yang luas dan leukopenia prognosis buruk


Ganbar:

Pioderma
1. Folikulitis
Folikulitis

adalah

infeksi

folikel

rambut.

Biasanya

disebabkan

oleh

bakteri

Staphylococcus aureus. Penyebab lainnya : klabsiella enterobacter, proteus, pseudomonas


aeruginosa. Faktor resiko meliputi trauma pada kulit dan hygiene buruk, obesitas, berkeringat,
maserasi, malnutrisi, luka yang terinfeksi, dan pedikulosis.
Patofisiologi
Mikroorganisme penyebab ini masuk tubuh dan biasanya lewat retakat sawar kulit serta tempat
luka. Kemudian mikroorganisme tersebut menyebabkan reaksi inflamasi dalam folikel rambut
Klasifikasi
1. Folikulitis superfisialis : terbatas di dalam epidermis
2. Folikulitis profunda : sampai ke subkutan

1. Folikulitis superfisialis = impetigo bockhart


Gejala klinis
Tempat predileksi di tungkai bawah
Kelainan berupa papul atau pustule yang eritematosa dan ditengahnya ada rambut yang
biasanya multiple
Bisa ada krusta disekitar daerah inflamasi
Infeksi terasa gatal dan agak sakit tapi biasanya tidak terlalu menyakitkan

2. Folikulitis profunda
Gejala klinis
Akan merusak seluruh folikel rambut sampai subkutan sehingga akan teraba infiltrate di
subkutan dan dapat menimbulkan gejala yang lebih berat sangat sakit, adanya pus yang
akhirnya dapat meninggalkan jaringan ikat apabila telah sembuh.Kadang folikulitis dapat
sembuh sendiri setelah 2-3 hari, tapi beberapa kasus yang persisten dan rekuren perlu
penanganan lebih lanjut
Tx antibiotic sistemik dan topical seperti salep mupirosin, atau klindamisisn serta penggunaan
antiseptic
Dd :
-

Tinea barbae lokasinya di mandibula atau submandibula, unilateral

2. Furunkel dan Karbunkel


Definisi
Furunkel ialah radang folikel rambut dan sekitarnya, jika lebih daripada sebuah furunkulosis
Etiologi
Biasanya staphylococcus aerus
Gejala klinis
Keluhan nyeri, kelainan berupa nodus eritematosa berbentuk kerucut, ditengahnya terdapat
pustule, kemudian melunak menjadi abses yang berisi pus dan jaringan nekrotit, lalu memecah
membentuk fistel.
Tempat predileksi biasanya pada tempat yang banyak friksi, missal aksila dan bokong
Pengobatan
Jika sedikit cukup dengan antibiotic topicalJika banyak digabung dengan antibiotic
sistemik.Kalau berulangulang dapat furunkulosis atau karbunkel, cari penyebabnya
3.

Erisipelas

DEFINISI
Penyakit infeksi akut biasanya disebabkan oleh streptococcus, gejala utamanya adalah eritema
berwarna merah dan berbatas tegas serta disertai gejala konstitusi.
ETIOLOGI
Streptokokus betahemolitikus grup A.
GAMBARAN KLINIS

Gejala konstitusi : demam dan malese


Lapisan kulit yang terserang adalah : epidermis dan dermis
Penyakit ini didahului trauma karen aitu biasanya predileksinya di tungkai bawah
Kelainan kulit yang uta ma adalah : eritema yang berwarna merah cerah, berbatas tegas
dan pinggirnya meninggi dengan tanda tanda radang akut. Disertai dengan edema,

vesikel, dan bula. Terdapat leukositosis.


Jika tidak diobatai akan menjalar ke sebelahnya terutama ke proksimal.
Jika sering residif di tempat yang sama dapat menyebabkan elephantiasis.

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis erisipelas ditegakkan berdasarkan pemeriksaan Minis dan laboratorium, dan
pemeriksaan penunjang lainnya Pada pemeriksaan klinis erisipelas, didapatkan adanya makula
eritematous yang agak meninggi, berbatas jelas, teraba panas dan terasa nyeri.Di atas
makulaeritematous dapat dijumpai vesikel.Penderita biasanya demam.
Pada pemeriksaan laboratonium danah tepi enisipelas didapatkan leukositosis (15.00020.000).
Erisipelas didiagnosis banding dengan : Dermatitis venenata, edema angioneurotik,
scarlet fever, lupus eritematosus discoidpada wajah dan lepra tuberkuloid akut pada wajah.
Perbedaan selulitis dan erisipelas adalah : Selulitis batas lesi tidak jelas, sedangkan pada
erisipelas jelas. Juga pada selulitis terdapat infiltrat dijaningan subkutan.Sering pada kasus
tertentu sukar dibedakan sehingga didiagnosis sebagai Erisipeloselulitis.
PENATALAKSANAAN

Penisilin merupakan obat pilihan untuk erisipelas. Biasanya digunakan Procaine


Penicilline G 6000002000000 IU selama 6 hari untuk penderita erisipelas dewasa yang sedang
sampai berat; pada kasus yang ringan digunakan Penicilline V 250500 mg
perhari peroral selama 1014 hari. Pada anak-anak, dosis penisilin G 50000100000 IU/kgbb/hari
IM. Perbaikan secara umum terjadi dalam 2448 jam tetapi penyembuhan lesi kulit memerlukan
beberapa hari. Pengobatan yang adekuat minimal selama 10 hari. Pada penderita yang alergi
terhadap penisilin diberikan eritromisin (dewasa 12 gram/hari; anak-anak: 3050 mg/kgbb/ hari)
selama 714 hari. Dapat juga digunakan klindamisin (dewasa 4 x 150300 mg/hari; anak-anak 4 x
812 mg/kgbb/hari.
Penderita dianjurkan istirahat (masuk rumah sakit). Bila lokasi lesi pada tungkai bawah
dan kaki maka bagian yang terserang ini ditinggikan. Secara lokal, dapat diberikan kompres
terbuka yaitu kompres dingin untuk mengurangi rasa sakit. Bila terdapat vesikula atau bulla
dapat dikompres dulu dengan rivanol 1%, setelah cairan mengering dilanjutkan dengan
pemberian topikal antibiotikaseperti kombinasi basitrasin dan polimiksin B atau framisetin
sulfat.
KOMPLIKASI
Bila tidak diobati atau diobati tetapi dosis tidak adekuat, maka kuman penyebab
erisipelas akan menyebar melalui aliran limfe sehingga terjadi abses subkutan, septikemi dan
infeksi ke organ lain (nefritis). Pengobatan dini dan adekuat dapat mencegah
terjadinya komplikasi supuratif dan non supuratif.
Pada bayi dan penderita usia lanjut yang lemah, serta penderita yang sementara mendapat
pengobatan dengan kortiko steroid, erisipelas dapat progresif bahkan bisa terjadi kematian
(mortalitas pada bayi bisa mencapai 50%).
Erisipelas cenderung rekuren pada lokasi yang sama, mungkin disebabkan oleh kelainan
imunologis, tetapi faktor predisposisi yang berperan pada serangan pertama harus
dipertimbangkan sebagai penyebab misalnya obstruksi limfatik akibat mastektomi radikal
(merupakan faktor predisposisi erisipelas rekuren)
PENCEGAHAN
Untuk mencegah terjadinya erisipelas maka hal-hal di bawah ini perlu dilakukan:

1) Menjaga kebersihan tubuh dengan mandi teratur dan menggunakan sabun atau shampo yang
mengandung antiseptik, agar kuman patogen secepatnya hilang dan kulit.
2) Mengatasi faktor predisposisi.
3) Mengusahakan tidak terjadinya kerusakan kulit atau bila telah terjadi kerusakan kulit berupa
luka kecil maka segera dirawat/diobati.

4.

Vaskulitis

Vaskulitis adalah sebuah istilah yang terkait dengan kelompok penyakit heterogen
yangmengakibatkan peradangan pembuluh darah. Pembuluh darah yang dimaksud adalah
sistemvaskular yang terdiri dari arteri yang membawa darah penuh oksigen ke jaringan tubuh
dan enayang membawa kembali darah kurang oksigen dari jaringan ke paru-paru. Vaskulitis
dapatmengenai vena, arteri maupun kapiler. Peradangan pada arteri disebut arteritis
sedangkanperadangan pada vena disebut phlebitis.
Etiologi
Terjadinya vaskulitis masih belum diketahui. Tetapi telah diketahui bahwa sistemimun
mempunyai peranan yang besar pada kerusakan jaringan akibat vaskulitis. Sistem imunyang
normalnya melindungi organ tubuh pada vaskulitis menjadi hiperaktif karena dirangsangoleh
stimulus

yang

belum

diketahui

mengakibatkan

terjadinya

inflamasi.

Patogenesis: Ketika inflamasi ini terjadi, hal ini menyebabkan perubahan pada dinding
pembuluhdarah seperti penebalan dan penyempitan yang pada akhirnya dapat menyebabkan
sumbatanpembuluh darah. Sumbatan pembuluh darah yang berat akan berefek pada jaringan
yangdiperdarahi oleh pembuluh darah tersebut, menimbulkan gangguan perfusi dan distribusi
nutrisike jaringan, terjadi iskemi, kerusakan bahkan kematian jaringan.
5.

Ektima

PATOFISIOLOGI
Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama dari infeksi kulit dan sistemik. Seperti
halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp. Juga terkenal sebagai bakteri patogen untuk
kulit. Streptococcus Grup A, B, C, D, dan G merupakan bakteri patogen yang paling sering

ditemukan pada manusia. Kandungan M-protein pada bakteri ini menyebabkan bakteri ini
resisten terhadap fagositosis.
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus pyogenes menghasilkan beberapa toksin yang
dapat menyebabkan kerusakan lokal atau gejala sistemik. Gejala sistemik dan lokal dimediasi
oleh superantigens (SA). Antigen ini bekerja dengan cara berikatan langsung padamolekul
HLA-DR (Mayor Histocompability Complex II (MHC II)) pada antigen-presentingcell tanpa
adanya proses antigen. Walaupun biasanya antigen konvensional memerlukan interaksi dengan
kelima elemen dari kompleks reseptor sel T, superantigen hanya memerlukan interaksi dengan
variabel dari pita B. Aktivasi non spesifik dari sel T menyebabkan pelepasanmasif Tumor
Necrosis Factor- (TNF-), Interleukin-1 (IL-1), dan Interleukin-6 (IL-6) darimakrofag.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Pasien biasanya datang dengan keluhan luka pada anggota gerak bawah. Pasien biasanya
menderita diabetes dan orang tua yang tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
Anamnesis ektima, antara lain:
1. Keluhan utama. Pasien datang dengan keluhan berupa luka.
2.Durasi. Ektima terjadi dalam waktu yang lama akibat trauma berulang, seperti gigitan
serangga.
3. Lokasi. Ektima terjadi pada lokasi yang relatif sering trauma berulang, seperti tungkai bawah.
4. Perkembangan lesi. Awalnya lesi berupa pustul kemudian pecah membentuk ulkus yang
tertutupi krusta
5.

Riwayat penyakit sebelumnya. Misalnya, Diabetes melitus dapat menyebabkan

penyembuhan luka yang lama.


Pemeriksaan fisis
Effloresensi ektima berupa awalnya berupa pustul kemudian pecah membentuk ulkus
yang tertutupi krusta.

Gambar
D
:
Krusta
(diambil dari kepustakaan 2)

coklat

berlapis

lapis

pada

ektima

Gambar E : Pada Lesi ektima yang diangkat krustanya akan terlihat ulkus yang dangkal
(diambil dari kepustakaan 2)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaaan penunjang yang dapat dilakukan. yaitu biopsi kulit dengan jaringan dalam
untuk pewarnaan Gram dan kultur. Selain itu, juda dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi.
Gambaran histopatologi didapatkan peradangan dalam yang diinfeksi kokus, dengan
infiltrasi PMN dan pembentukan abses mulai dari folikel pilosebasea. Pada dermis, ujung
pembuluh darah melebar dan terdapat sebukan sel PMN. Infiltrasi granulomatous perivaskuler
yang dalam dan superficial terjadi dengan edema endotel. Krusta yang berat menutupi
permukaan dari ulkus pada ektima.

Gambar F: Pioderma
Neutrofil tersebar pada dasar ulserasi
(Seperti yang ditunjukkan oleh tanda panah)
(diambil dari kepustakaan 12)
VII. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding ektima, antara lain:

1.
Folikulitis, didiagnosis banding dengan ektima sebab predileksi biasanya di tungkai bawah
dengan kelainan berupa papul atau pustul yang eritematosa. Perbedaannya, pada folikulitis, di
tengah papul atau pustul terdapat rambut dan biasanya multipel.

Gambar G: Folikulitis superfisialis. Pustul multiple terlihat pada daerah jenggot.


(diambil dari kepustakaan 13)
2.
Impetigo krustosa, didiagnosa banding dengan ektima karena memberikan gambaran
Effloresensi yang hampir sama berupa lesi yang ditutupi krusta. Bedanya, pada impetigo
krustosa lesi biasanya lebih dangkal, krustanya lebih mudah diangkat, dan tempat predileksinya
biasanya pada wajah dan punggung serta terdapat pada anak-anak sedangkan pada ektima lesi
biasanya lebih dalam berupa ulkus, krustanya lebih sulit diangkat dan tempat predileksinya
biasanya pada tungkai bawah serta bisa terdapat pada usia dewasa muda.

Gambar H: Impetigo. Eritema dan krusta pada seluruh daerah centrofacial


(diambil dari kepustakaan 13)

Gambar I: Impetigo. Terlihat erosi, krusta, dan blister ruptur


(diambil dari kepustakaan 15)

PROGNOSIS
Ektima sembuh secara perlahan, tetapi biasanya meninggalkan jaringan parut (skar).
XI.

PENCEGAHAN
Pada daerah tropis, perhatikan kebersihan dan gunakan lotion antiserangga untuk
mencegah gigitan serangga.

6. SELULITIS

Definisi : Infeksi akut jaringan dermis dan subkutis


Etiologi : Streptococcus B hemolyticus
Gejala klinis : Infiltrat difus pd subkutan, batas tidak jelas

Tempat predileksi : tungkai bawah


Komplikasi : abses dan sepsis berat
Pengobatan :
- Kompres permanganas kalikus 1/5000
- Antibiotik:Penicilin G prokain 3x 500mg (5-7 hari)
7. IMPETIGO
Definisi : Pioderma superfisialis yang terbatas pada epidermis
Klasifikasi
Impetigo krustosa

Etiologi : Streptococcus B hemolyticus


Gejala klinis : Eritema dan vesikel yg cepat pecah, krusta tebal berwarna kuning seperti
madu
Tempat predileksi : Muka, sekitar lubang hidung dan mulut
Komplikasi : Glomerulonefritis
Pengobatan
- Kompres permanganas kalikus 1/5000
- Antibiotik: Penicilin G prokain 30-50 mg/kgBB/hari (3x/hari selama 5-7 hari)
- Salep basitrasin atau neomicin 2% 2x/hari
Impetigo bulosa

Etiologi : Staphylococcus aureus


Gejala klinis : Eritema, bula, bula hipopion
Tempat predileksi : Aksila, dada, dan punggung
Komplikasi : Selulitis, bakterimia
Pengobatan
- Kompres permanganas kalikus 1/5000
- Antibiotik: Diklosasiklin 25 mg/KgBB/hari (3x/hari selama 5-7 hari)
- Salep basitrasin atau neomicin 2% 2x/hari

Impetigo neonatorum
Merupakan varian dari impetigo bulosa yang terdapat pada neonatus, kelainan kulit
sama seperti impetigo bulosa hanya lokasinya menyeluruh dan disertai demam
Pengobatan : Bedak salisil 2%

Eritroskuamos
1. Parapsoriasis
Parapsoriasis adalah suatu kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema danskuama, pada
umumnya tanpa keluhan dan berkembang secara perlahan-lahan dankronik. Tahun 1902, Brocq
pertama kali menggambarkan 3 tanda utamyaituPityriasis lichenoides (akut dan kronik),
Parapsoriasis plak yang kecil dan Parapsoriasis plak yang luas (parapsoriasis dan plak).
Pada umumnya parapsoriasis dibagi menjadi 3 bagian yaitu
- Parapsoriasis gutata
- Parapsoriasis likenoid
- Parapsoriasis en plaques
Parapsoriasis menggambarkan kelompok penyakit yang sulit dipahami dan dibedakan gambaran
klinisnya.
Ada 2 bentuk umum: tipe plak kecil, yang biasanya bersifat ringan dan tipe plak besar yang
merupakan precursor dari cutaneous T-cell lymphoma (CTCL). Beberapa pasien dengan
parapsoriasis tipe plak kecil akhirnya berkembang menjadi CTCL. Pengobatan parapsoriasis tipe
plak kecil tidak perlu dilakukan tetapi pengobatannya dapat meliputi emollient (penghilang rasa
sakit), preparat tar topical atau kortikosteroid dan fototerapi.
Epidemiologi
Tidak ada data statistic tentang insidens dan frekuensi parapsoriasis. Pasien dengan parapsoriasis
plak besar bisa tidak diketahui bila terjadiya secara asimptomatik. Insiden parapsoriasis bisa
lebih besar dari insiden MF yang dilaporkan, yang mana kasusnya paling banyak 3 kasus per juta
populasi per tahun. Kematian telah dilaporkan pada parapsoriasis. Morbiditas dibatasi dengan

gejala yang masih minimal, untuk parasporiasis plak besar, mortalitas bisa dihubungkan dengan
progresifitas CTCL. Tahap patch MF bisa di dapat pada tahap awal CTCL, dan harapan hidup
selama 5 tahun lebih 90 %. Harapan hidup jangka panjang tidak berbeda dari populasi yang
terkontrol. Gambaran penyakit ini jarang terjadi pada orang kulit hitam. Distribusi geografi
berbeda. Hal ini umum terjadi dapa bagian selatan daripada bagian utara Inggris dan jarang
ditemukan di Amerika. Psoriasis plak kecil banyak terdapat pada laki-laki. Rasio laki-laki dengan
perempuan 3:1. Untuk kedua parapsoriasis, kebanyakan terjadi pada umur pertengahan, insiden
puncaknya pada decade kelima kehidupan.
Etiopatogenesis
Parapsoriasis merupakan penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, pada umumnya
tanpa keluhan(kadang-kadang gatal ringan), perjalanannya perlahan-lahan dan menahun. Namun,
penyakit ini mempunyai tahap yang berbeda pada gangguan lymphoproliferative yang berlanjut
dari kronik dermatitis ke cutaneous T-cell lymphoma (CTCL).
Parapsoriasis plak kecil merupakan proses reaktif dari sebagian besar sel T CD4+. Pola genotip
diobservasi pada parapsoriasis plak kecil sama dengan yang diobservasi pada dermatitis kronik
dan pola klonalitas sel T sama dengan respon sel T subset spesifik yang telah distimulasi oleh
antigen. Klone multiple dominant dapat dideteksi oleh reaksi rantai polymerase (PCR) dari
penggunaan gen reseptor sel-T, yang mendukung proses reaktif. Lymfosit tidak menunjukkan
gambaran khas histologis untuk memperkirakan perubahan terjadinya keganasan. Beberapa ahli
percaya bahwa parapsoriasis plak kecil merupakan lymphoma sel-T yang hancur; bagaimanapun,
sampai saat ini belum ada bukti yang jelas, seperti perubahan genetic (contohnya, mutasi TP53)
yang diobservasi pada keganasan yang lain yang terdapat untuk mendukung hal ini. Namun,
pencarian untuk memverifikasi hipotesis ini adalah identifikasi terbaru dari peningkatan aktivitas
telomerase pada sel T dari CTCL stadium awal, lymphoma stadium lanjut dan pada
parapsoriasis, yang mana aktivitasnya tidak terdapat pada sel-T normal.
Parapsoriasis plak besar merupakan gangguan inflamasi kronik, dan patofisiologinya telah
dispekulasi menjadi stimulasi antigen jangka panjang. Gangguan ini dihubungkan dengan
penggandaan sel-T dominant, salah satunya bisa terdapat diatas 50 % dari infiltrasi sel-T. Jika
gambaran histologisnya benigna tanpa atypical lymfosit, klasifikasi dari parapsoriasis plak besar
dibuat. Jika terdapat atypical lymfosit, maka pasien bisa diklasifikasikan sebagai CTCL tahap
patch.

Gambaran Klinis

Parapsoriasis Gutata
Lesi dari parapsoriasis gutata adalah makulopapul yang mirip dengan psoriasis gutata, dengan
skuama berwarna keabu-abuan. Tidak seperti psoriasis, parapsoriasis gutata tidak berespon
terhadap terapi antipsoriatik. Lesi muncul terutama pada badan, terjadi pada umur berapa saja
dan kedua jenis kelamin, dan bersifat kronik (bertahan sampai bulan hingga tahun). Pruritus
jarang terjadi pada psoriasis.
Parapsoriasis Likenoid
Parapsoriasis likenoid digambarkan dengan eritem, skuama, papul likenoid, terutama pada
badan, yang cenderung bergabung dan membentuk retiform appearance. Erupsi lebih
menyeluruh dibanding pada parapsoriasis gutata dan menyerang leher, badan, dan lengan.
Biasanya tidak terdapat pruritus, dan tidak mempengaruhi kesehatan
pasien secara umum.
Parapsoriasis en Plaque
Lesi dari parapsoriasis en plaque biasanya lebih besar dari parapsoriasis gutata atau parapsoriasis
likenoid. Lesinya rata dibandingkan psoriasis dan mungkin berhubungan dengan poikiloderma
pada tempat lain. Plak mencakup warna merah kekuningan sampai kecoklatan dengan skuama
yang berbatas tegas, dan terjadi biasanya terutama pada badan, gluteus, dan paha.
Pemeriksaan Penunjang
Histopatologis parapsoriasis plak kecil menunjukkan infiltrat limfosit perivascular superficial
ringan dengan infiltrat inflamasi nonspesifik sel-T CD4+ dan CD8+. Bagaimanapun, sebagian
besar sel merupakan CD4+. Pada epidermis bisa menunjukkan spongiosis ringan, hiperkeratosis
fokal, krusta, parakeratosis dan eksositosis. Selalunya polanya tidak terdiagnosis dan tidak
spesifik. Limfositnya kecil dan tidak menunjukkan gambaran atypical.
Parapsoriasis plak besar, infiltrat inflamasi dermal superficial sebagian besar adalah limfosit.
Beberpa limfosit junction epidermal dermal dan limfosit tunggal dapat diobservasi pada
epidermis. Limfosit biasanya kecil dan tidak menunjukkan nuclei yang atipikal. Pembuluh darah

melebar, dan terdapat melanophages. Epidermis menunjukkan pendataran rete ridges ketika
terjadi atropi epidermal yang menonjol pada uji klinis. Terdapat achantosis dari epidermis dan
hiperkeratosis irregular dari lapisan cornified. Pada parapsoriasis plak kecil tidak terdapat
spongiosis.
Penatalaksanaan
Penyinaran dengan lampu ultraviolet merupakan terapi yang paling sering mendatangkan banyak
manfaat dan dapat membersihkan sementara ataupun menetap, atau bahkan hanya meninggalkan
scar yang minimal. Penyakit ini juga dapat membaik dengan pemberian kortikosteroid topikal
seperti yang digunakan pada pengobatan psoriasis. Meskipun demikian hasilnya bersifat
sementara dan sering kambuh. Obat yang digunakan diantaranya : kalsiferol, preparat ter, obat
antimalaria, derivat sulfon, obat sitostatik, dan vitamin E.Adapun pengobatan parapsoriasis
gutata akut dengan eritromisin (40 mg/kg berat badan) dengan hasil baik juga dengan tetrasiklin.
Keduanya mempunyai efek menghambat kemotaksis neutrofil.
Komplikasi
Perkembangan dari dermatitis kontak berhubungan dengan penggunaan agen kemoterapi.
Mortalitas belum pernah dilaporkan pada small plaque parapsoriasis. morbiditas terbatas pada
gejala, yang hanya berefek minimal. Untuk large plaque parapsoriasis, mortalitas mungkin
berubungan dengan progresi ke MF (CTCL). Pada tingkatan tertentu dari MF menunjukkan stage
awal dari CTCL, dan tingkat survive lebih dari 90 %.
Prognosis
Parapsoriasis secara khusus memiliki perjalanan penyakit yang kronik dan lama,kecuali
parapsoriasis en plaque yang berpotensi untuk menjadi mycosis fungoides, yang berpotensi lebih
fatal.
2. Eritroderma
Definisi
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema di seluruh tubuh atau
hamper seluruh tubuh, biasanya disertai skuama.Eritroderma adalah kemerahan yang abnormal
pada kulit yang menyebar luas ke daerah-daerah tubuh (kamus saku kedokteran, Dorland).
Etiologi
Penyebab yang umum adalah faktor-faktor genetik, akibat pengobatan dengan medikamentosa

tertentu dan infeksi. Penyakit ini bisa juga merupakan akibat lanjut (sekunder) dari psoriasis,
eksema, dermatitis seboroik, dermatitis kontak, dermatitis atopik, pitiriasis rubra pilaris, dan
limfoma maligna. (FK UGM, Yogyakarta).Eritroderma bisa muncul akibat berbagai penyebab,
yang paling sering lanjutan dari tahap dini suatu gangguan kulit. Eritroderma juga bisa
disebabkan oleh suatu efek samping dari reaksi obat-obatan. Walau bagaimanapun, sebanyak
30% dari semua kasus eritroderma yang dilaporkan, tidak ada penyebab yang jelas ditemukan.
Ini yang dinamakan eritroderma idiopatik.penyebab-penyebab yang paling sering ditemukan
pada tahap awal suatu gangguan kulit yang menyebabkan eritroderma ialah :
Dermatitis terutama dermatitis atopik, dermatitis kontak (alergi atau iritan) dan dermatitis stasis
(gravitational eczema) dan pada bayi, dermatitis seborrhoiec. Psoriasis ,Pityriasis rubra pilaris,
Penyakit-penyakit blister termasuk pemphigug dan pemphigoid bullosa, Limfoma sel-T
kutaneus (Sezary syndrome)Eritroderma juga bisa merupakan simtom atau gejala dari penyakit
sistemik seperti : Keganasan interna seperti karsinoma rectum, paru-paru, tuba fallopi, dan
kolon. Keganasan hematology seperti limfomabdan leukaemia
Patofisiologi
1. Gambaran histologisBerdasarkan penyebabnya eritroderma dibagi menjadi 4 bagian :
a. Eritroderma akibat alergi obat secara sistemikBanyak obat yang bisa menyebabkan alergi,
tetapi yang sering ialah : penisilin dan derivatnya (ampisilin, amoxilin, kloksasilin),
sulfonamid, golongan analgesic antipiretik (misalnya asam salisilat, metamisol, parasetamol,
fenibutason, piramidon) dan tetrasiklin, termasuk jamu.Alergi obat-obatan bias memaparkan
eosinofil diantara infiltrate eosinofil, Mikosis fungoides/sezary syndrome bisa membentuk
gambaran infiltrate seperti monotonous band yang terdiri dari sel mononuclear-cerebriform
yang besar, sepanjang dermoepidermal junction atau sekitar pembuluh darah di dalam dermis
papillary, epidermitropism tanpa spongiosis dan mikroabses pautrier tanpa epidermis
b. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulitPenyakit kulit yang bisa meluas menjadi
eritroderma misalnya psoriasis, pemfigus follasius, dermatitis atopik, pitiriasis rubra pilaris,
liken planus, dermatitis seboroik pada bayi.
c. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan Berbagai penyakit atau kelainan
alat dalam termasuk keganasan dan infeksi fokal alat dalamd. IdiopatikSpecimen histologik
tidak spesifik walau bagaimanapun, ulangan biopsy bisa menunjukan bukti dari mikosis
fungiodes .

Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi, yaitu : Infeksi sekunder oleh bakteri Septikemia Diare
Pneumoni Gangguan metabolic melibatkan suatu resiko hipotemia, dekompensasi kordis,
kegagalan sirkulasi perifer, dan tromboplebitis. Bila pengobatan kurang baik akan terjadi
degenerasi

visceral

yang

menyebabkan

kematian.(FK

UGM,

Yogyakarta)

Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit
dan mencegah infeksi tetapi bersifat individual serta suportif dan harus segera dimulai begitu
diagnosisnya ditegakan.Pasien harus dirawat di rumah sakit dan harus tirah baring. Semua obat
yang terlibat harus dihantikan pemakaiannya, suhu kamar yang nyaman harus dipertahankan
karena pasien tidak memiliki kontrol termolegulasi yang normal sebagai akibat dari fluktuasi
suhu karena vasodilatasi dan kehilangan cairan lewat evaporasi. Keseimbangan cairan dan
elektrolit harus dipertahankan karena terjadinya kehilangan air dan protein yang cukup besar
dari permukaan kulit. Preparat expander mungkin diperlukan. (Brunner & suddart)
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan eusinofilia pada dermatitis exfoliativa oleh karena
dermatitis atopik. Gambaran lainnya adalah sedimen yang meningkat, turunnya albumin serum
dan globulin serum yang relatif meningkat, serta tanda disfungsi kegagalan jantung dan
intestinal (tidak spesifik).(Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992)TerapiPerawatan di rumah
sakit sangat dianjurkan untuk memperoleh perawatan medis dan pemeriksaan laboratorium
yang baik. Pengobatan topikal pelembut (untuk mandi berupa emulsi dan mungkin juga bentukbentuk lain) sangat membentu. Kortikosteroid (prednisone 40 mg setiap hari dalam dosis
pemeliharaan) juga diberikan. Obat-obat tersebut mengurangi kekakuan dari gejala yang ada.
Antibiotik diperlukan juga bila diduga ada infeksi sekunder.Perawatan di rumah sakit tidak
diperlukan bila pasien dianggap kooperatif dengan dokter yang merawat, para pasien/penderita
dermatitis exfoliativa menunjukan adanya perbaikan , hanya dengan sistem rawat jalan saja.
(FK

UGM,

Yogyakarta)

Pengobatan Sistemik Diet tinggi protein pada eritroderma yang sudah lama Kortikosteroid
oral : prednisonGolongan
1 : dosis prednison 3 x 10 mg 4 x 10 mg/hari Obat yang dicurigai sebagai penyebab
dihentikanGolongan

2 : dosis permulaan 4 x 10 mg Jika tak tampak perbaiakan dalam beberapa hari dosis dinaikan.
Bila tampak perbaikan dosis diturunkan perlahan. Kalau akibat penyakit linear, dosis prednison
3 x (1-2) mg/hari. Kalau akibat terapi lokal pada psoriasis maka dihentikanGolongan
3 : syndrome sezary : selain kortikosteroid, juga sistostatika (klorambusil 2-6 mg sehari)
Lokal : Diolesi emoliea, misalnya salep lanolin 10
Prognosis
Dermatitis exfoliativa memiliki prognosis yang kurang baik sementara banyak penulis lain
yang mengatakan bahwa prognosis dermatitis exfoliativa pada umumnya baik; tentu saja tidak
terlepas dari faktor penyakit yang mendasari dan kondisi penderita itu sendiri.
3. Eritrasma
Definisi
Suatu peradangan superficial ringan yang terlokalisasi pada kulit dan terjadi menahun
Etiologi
Cornybacterium minutissimum
Gejala Klinis
Tempat predileksi : lipatan paha, ketiak, daerah intergluteal, dan lipatan submammae
Tidak disertai gejala sistemik
Kelainan kulita berupa macula berbatas tegas dan bentuk tidak teratur
Mula mula berwarna merah lama lama menjadi kecoklatan
Lesi yang baru biasanya bersifat licin, dan lesi yang lama member gambaran kasar dan
berskuama
Lesi dapat meluas ke badan dan paha
Pemeriksaan
a. Lampu Wood meimbulkan pendaran warna coral-red yang disebabkan adanya
korproporfirin III pada lesi
b. Px Gram dan Giemsa Tampak gambaran batang halus
Terapi
- Obat antijamur golongan azol : klotrimazol, mikonazol efektif bila diaplikasikan secara
topical. Dilakukan selama 1-2 minggu.
- Fusidin topical dan tetrasiklin

-Menjaga factor higienitas


1. Kondiloma
Definisi
Kondiloma akuminata adalah vegetasi oleh human papiloma virus tipe
tertentu, bertangkai dan permukaanya berjonjot
Sinonim
Nama Lain : Genital Warts
Etiologi
Virus penyebabnya adalah human papiloma yang termasuk dalam keluarga
Papova Virus. Beberapa tipe tertentu mempunyai potensi onkogenik yang
tinggi, yaitu tipe 16 dan 18 yang dijumpai pada kanker servik. Sedangkan tipe
6 dan 11 lebih sering dijumpai pada kondiloma akuminatum dan neoplasia
intraepitel servik derajat ringan.
Gejala Klinis
Penyebarannya

melalui

hubungan

kelamin

dan

bisa

juga

dengan

autoinokulasi
Gambaran klinik :
Vegetasi bertangkai, permukaan tidak rata, berjonjot-jonjot
Predileksi daerah lipatan yang lembab, genitalia eksterna
Pria : preposium, sulkus koronarius, pangkal penis, muara uretra eksterna
Wanita : vulva, introitus vagina, porsio uteri
Infeksi sekunder : keabu-abuan/kehitaman, erosive, berbau busuk
Faktor pencetus : hygiene yang jelek, tidak sirkumsisi, timbunan smegma,
kehamilan, kelembaban, lekore pada wanita
Giant Condyloma Vegetasi yang besar sekali tumor Buschke-Lowenstein
sering mengalami keganasan
Pengobatan
1. Kemoterapi
a. Pengobatan umum : menjaga daerah lesi supaya kering dan bersih

b. Pengobatan khusus : dioleskan tincture podophilin 25% pada lesi obat ini
bersifat iritasi dimana kulit disekitarnya ditutup dengan vaselin.
c. Asam trikloasetat : larutan dengan konsentrasi 50% dioleskan setiap
minggu. Pemberianya harus hati-hati karena dapat menimbulkan ulkus yang
dalam. Bisa digunkan untuk wabita hamil
d. 5-flourourasil : konsentrasinya 1-5% dalam krim, dipakai terutama pada
lesi di meatus uretra. Pemberianya setiap hari sampai lesi hilang. Sebaiknya
tidak miksi selama 2 jam setelah pengobatan
2. Bedah listrik
3. Bedah beku
4. Bedah skapel
5. Laser karbondioksida : luka lebih cepat sembuh dan meninggalkan sedikit
jaringan parut
6. Interferon : dapat diberikan melalui suntikan dan topical. Interferon-alfa
diberikan dosis 4-6mU i.m. 3x seminggu selama 6 minggu atau dengan dosis
2x106 unit i.m selama 10 hari berturut-turut.
7. Imunoterapi
Prognosis
Walaupun sering mengalami residif prognosis baik.

Parasit
1. Scabies

DEFINISI
Scabies adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
sarcoptes scabiei dan produknya di kulit.
EPIDEMIOLOGI
Banyak factor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain : social ekonomi
yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan
diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam
PHS.
Cara penularan penyakit ini adalah :
1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kuli), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan
hubungan seksual

2. Kontak tak Langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal dan lainlain.
Penularannya biasanya oleh sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadangkadang dalam bentuk larva.
PATOGENESIS
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau scabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan.Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta
dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi.Pada saat itu
kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dll.Dengan
garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.
GEJALA KLINIS
Ada 4 tanda cardinal :
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau
ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga
biasanya seluruh anggota terkena infeksi. Begitu pula dalam suatu perkampungan yang
padat penduduknya sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang tungau
tersebut. Dikenal keadaan hiposensitasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena.
Walaupun mengalami infestasi tungau tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini
bersifat sebagai pembawa (carier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau
keabu-abuan berbentuk garis lurus atau berkelok ratarata panjangnya 1 cm, pada ujung
itu ditemukan papul atau vesikel.
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan satu atau
lebih stadium hidup tungau ini.

PEMBANTU DIAGNOSIS
Cara menemukan tungau :

1. dicari terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau vesikel dicongkel
dengan jarum dan diletakkan di atas

sebuah kaca objek, lalu ditutup dengan kaca

penutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya.


DIAGNOSIS BANDING
Prurigo, pedikulosis korporis, dermatitis
PENGOBATAN
Obat yang dipakai adalah obat topical, diantaranya :
1. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau krim.
Preparat ini karena tidak efektif terhadap stadium telur, maka penggunaannya tidak boleh
kurang dari 3 hari. Kekurangannya yang lain ialah berbau dan mengotori pakaian dan
kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayiu berumur kurang dari dua
tahun.
2. Emulsi Benzil Benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium. Diberikan setiap
malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi dan kadangkadang makin gatal setelah dipakai.
3. Gama Benzena Hexa Klorida kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan
karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang memberikan iritasi.
Obat ibi tidak dianjurkan untuk anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil, karena toksis
terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala
diulangi seminggu kemudian.
4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua
efek sebagai antiskabies dan antigatal; harus dijauhkan dari mulut, mata dan uretra.
Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksis dibandingkan
gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10
jam. Bila belum sembuh diulang setelah seminggu. Tidak dianjurkan pada
bayi di bawah umur 2 bulan
2. Pedikulosis
Pedikulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh pedikulus. Pedikulus yang penting
bagi manusia adalah pedikulus humanus.
Ada 3 jenis pedikulus humanus :
-

Pediculus Humanus var.capitis yang menyebabkan pedikulosus capitis

Pediculus Humanus var.corporis yang menyebabkan pedikulosis corporis


Pediculus Pubis ( nama sekarang : phthirus Pubis) yang menyebabkan pedikulosis pubis

PEDIKULOSIS KAPITIS
DEFINISI
Infeksi kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh pedikulus capitis
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini terutama menyerang anak-anak usia muda dan cepat meluas dalam
lingkungan hidup yang padat, misalnya di panti asuhan dan asrama. Serta dalam kondisi hygiene
yang tidak baik, misalnya jarang membersihkan rambut atau rambut yang relative susah
dibersihkan. Cara penularannya biasanya melalui perantara, misalnya sisir, bantal, kasur, topi.
ETIOLOGI
Etiologinya adalah pedikulus capitis. Kutu ini mempunyai 2 mata dan 3 pasang kaki,
berwarna abu-abu dan kemerahan. Terdapat dua jenis kelamin, yaitu jantan dan betina, yang
betina dengan ukuran panjang 1,2-3,2 mm dan lebar lebih kurang panjangnya, jantan lebih
kecil dan jumlahnya sedikit.
Siklus hidupnya melalui stadium larva, nimfa, dan dewasa. Telur diletakkan di sepanjang
rambut dan mengikuti tumbuhnya rambut, yang berarti makin ke ujung terdapat telur yang lebuh
matang.
PATOGENESIS
Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan untuk menghilangkan rasa gatal.
Gatal tersebut timbul karena pengaruh liur dan ekskreta dari kutu yang dimasukkan ke dalam
kulit waktu menghisap darah.
GEJALA KLINIS
Gejala mula yang dominan hanya rasa gatal, terutama pada daerah oksiput dan temporal
serta dapat meluas ke seluruh kepala. Kemudian karena garukan, terjadi erosi, ekskoriasi, dan
infeksi sekunder berat, rambut akan bergumpal disebabkan oleh banyaknya pus dan krusta
(plikapelonika) dan disertai pembesaran kelenjat getah bening regional (oksiput dan
retroaurikular). Pada keadaan tersebut kepala memberikan bau yang busuk.
PEMBANTU DIAGNOSIS
Cara yang paling diagnostic adalah menemukan kutu atau telur, terutama dicari di daerah
oksiput dan temporal. Telur berwarna abu-abu dan berkilat.

DIAGNOSIS BANDING
1. Tinea kapitis
2. Pioderma (impetigo krustosa)
3. Dermatitis seboroika
PENGOBATAN
Pengobatan bertujuan memusnahkan semua kutu dan telur

serta mengobati infeksi

sekunder. Pengobatan terbaik adalah topical dengan malathion 0,5% atau 1% dalam bentuk lotio
atau spray. Caranya : malam sebelum tidur rambut dicuci dengan sabun kemudian dipakai lotio
malathion, lalu kepala ditutup dengan kain. Keesokan harinya rambut dicuci lagi dengan sabun
lalu disisir dengan sisir yang halus dan rapat (serit). Pengobatan ini dapat diulang lagi seminggu
kemudian, jika masih terdapat kutu atau telur.
Selain itu, bisa menggunakan gemexanne 1%. Cara pemakaiannya : setelah dioleskan,
lalu diamkan 12 jam. Kemudian dicuci dan disisir dengan serit agar semua kutu dan telur
terlepas. Jika masih terdapat telur, seminggu kemudian diulangi dengan cara yang sama. Obat
yang lain adalah emulsi benzyl benzoate 25%, dipakai dengan cara yang sama.
Pada keadaan infeksi sekunder yang berat, sebaiknya rambut dicukur, infeksi sekunder
diobati dulu dengan antibiotika sistemik dan topical lalu disusul dengan obat tadi dalam bentuk
shampoo. Hygiene merupakan syarat agar tidak terjadi residif.

3. creeting eruption
Definisi
Keradangan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok kelok, menimbul
dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing
Etiopatogenesis
Larva cacing tambang Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum, bisa juga
Echinococcus, Strongyloides sterconalis, Dermatobia maxiales, Lucilia caesar. Selain itu dapat
pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat misalnya Castrophilus dan cattle fly.
Gejala klinis
Masuknya larva ke kulit disertai rasa gatal dan panas. Mula mula akan timbul papul, kemudian
diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok kelok dengan diameter 2
3 mm dan berwarna kemerahan.

Diagnosis
Bentuknya khas yaitu kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok kelok, menimbul, dan
terdapat papul atau vesikel diatasnya
Pengobatan
-

Antihelmintes berspektrum luas, misalnya tiabendazol dengan dosis 50 mg / kg BB/hari,


sehari 2 kali, diberikan berturut turut selama 2 hari

Albendazol, dosis sehari 400 mg sebagai dosis tunggal diberikan 3 hari berturut turut

Bisa juga dengan cryotherapy yaitu menggunakan CO2 snow (dry ice) dengan penekanan
selama 45 sampai
4. Insect bite
Insect Bite atau gigitan serangga adalah kelainan akibat gigitan atau
tusukan serangga yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau alergen yang
dikeluarkan artropoda penyerang. Kebanyakan gigitan dan sengatan
digunakan untuk pertahanan. Gigitan serangga biasanya untuk melindungi
sarang mereka. Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa (racun)
yang tersusun dari protein dan substansi lain yang mungkin memicu reaksi
alergi kepada penderita. Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan dan
bengkak

di

lokasi

yang

tersengat.

B. EPIDEMIOLOGI
Gigitan dan sengatan serangga mempunyai prevalensi yang sama di seluruh
dunia. Dapat terjadi pada iklim tertentu dan hal ini juga merupakan fenomena
musiman, meskipun tidak menutup kemungkinan kejadian ini dapat terjadi
disekitar kita. Prevalensinya sama antara pria dan wanita. Bayi dan anak-anak
labih rentan terkena gigitan serangga dibanding orang dewasa. Salah satu
faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini yaitu terjadi pada tempattempat yang banyak serangga, seperti di perkebunan, persawahan, dan lainlain.
C. ETIOLOGI
Secara sederhana gigitan dan sengatan lebah dibagi menjadi 2 grup yaitu
Venomous (beracun) dan Non Venomous (tidak beracun). Serangga yang

beracun biasanya menyerang dengan cara menyengat, misalnya tawon atau


lebah, ini merupakan suatu mekanisme pertahanan diri yakni dengan cara
menyuntikan racun atau bisa melalui alat penyengatnya. Sedangkan serangga
yang tidak beracun menggigit dan menembus kulit dan masuk mengisap
darah,

ini

biasanya

yang

menimbulkan

rasa

gatal.

Ada 30 lebih jenis serangga tapi hanya beberapa saja yang bisa menimbulkan
kelainan

kulit

yang

signifikan.

D. PATOGENESIS
Gigitan atau sengatan serangga akan menyebabkan kerusakan kecil pada kulit,
lewat gigitan atau sengatan antigen yang akan masuk langsung direspon oleh
sistem imun tubuh. Racun dari serangga mengandung zat-zat yang kompleks.
Reaksi terhadap antigen tersebut biasanya akan melepaskan histamin,
serotonin, asam formic atau kinin. Lesi yang timbul disebabkan oleh respon
imun tubuh terhadap antigen yang dihasilkan melalui gigitan atau sengatan
serangga. Reaksi yang timbul melibatkan mekanisme imun. Reaksi yang
timbul dapat dibagi dalam 2 kelompok : Reaksi immediate dan reaksi delayed.
Reaksi immediate merupakan reaksi yang sering terjadi dan ditandai dengan
reaksi lokal atau reaksi sistemik. Lesi juga timbul karena adanya toksin yang
dihasilkan oleh gigitan atau sengatan serangga. Nekrosis jaringan yang lebih
luas dapat disebabkan karena trauma endotel yang dimediasi oleh pelepasan
neutrofil. Spingomyelinase D adalah toksin yang berperan dalam timbulnya
reaksi neutrofilik. Enzim Hyaluronidase yang juga ada pada racun serangga
akan merusak lapisan dermis sehingga dapat mempercepat penyebaran dari
racun tersebut
E. MANIFESTASI KLINIS
Banyak jenis spesies serangga yang menggigit dan menyengat manusia, yang
memberikan respon yang berbeda pada masing-masing individu, reaksi yang
timbul dapat berupa lokal atau generalisata. Reaksi lokal yang biasanya
muncul dapat berupa papular urtikaria. Papular urtikaria dapat langsung hilang
atau juga akan menetap, biasa disertai dengan rasa gatal, dan lesi nampak
seperti berkelompok maupun menyebar pada kulit. Papular urtikaria dapat
muncul pada semua bagian tubuh atau hanya muncul terbatas disekitar area

gigitan. Pada awalnya, muncul perasaan yang sangat gatal disekitar area
gigitan dan kemudian muncul papul-papul. Papul yang mengalami ekskoriasi
dapat muncul dan akan menjadi prurigo nodularis. Vesikel dan bulla dapat
muncul yang dapat menyerupai pemphigoid bullosa, sebab manifestasi klinis
yang terjadi juga tergantung dari respon sistem imun penderita masingmasing. Infeksi sekunder adalah merupakan komplikasi tersering yang
bermanifestasi

sebagai

folikulitis,

selulitis

atau

limfangitis.

Pada beberapa orang yang sensitif dengan sengatan serangga dapat timbul
terjadinya suatu reaksi alergi yang dikenal dengan reaksi anafilaktik.
Anafilaktik syok biasanya disebabkan akibat sengatan serangga golongan
Hymenoptera, tapi tidak menutup kemungkinan terjadi pada sengatan
serangga lainnya. Reaksi ini akan mengakibatkan pembengkakan pada muka,
kesulitan bernapas, dan munculnya bercak-bercak yang terasa gatal (urtikaria)
pada hampir seluruh permukaan badan. Prevalensi terjadinya reaksi berat
akibat sengatan serangga adalah kira-kira 0,4%, ada 40 kematian setiap
tahunnya di Amerika Serikat. Reaksi ini biasanya mulai 2 sampai 60 menit
setelah sengatan. Dan reaksi yang lebih berat dapat menyebabkan terjadinya
syok dan kehilangan kesadaran dan bisa menyebakan kematian nantinya.
sehingga diperlukan penanganan yang cepat terhadap reaksi ini
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dari gambaran histopatologis pada fase akut didapatkan adanya edema antara
sel-sel

epidermis,

spongiosis,

parakeratosis

serta

sebukan

sel

polimorfonuklear. Infiltrat dapat berupa eosinofil, neutrofil, limfosit dan


histiosit. Pada dermis ditemukan pelebaran ujung pembuluh darah dan
sebukan

sel

radang

akut.

Pemeriksaan pembantu lainnya yakni dengan pemeriksaan laboratorium


dimana terjadi peningkatan jumlah eosinofil dalam pemeriksaan darah. Dapat
juga dilakukan tes tusuk dengan alergen tersangka.
G. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat
aktivitas diluar rumah yang mempunyai resiko mendapat serangan serangga

seperti di daerah perkebunan dan taman. Bisa juga ditanyakan mengenai


kontak dengan beberapa hewan peliharaan yang bisa saja merupakan vektor
perantara dari serangga yang dicurigai telah menggigit atau menyengat.
H. DIAGNOSIS BANDING
Reaksi yang diakibatkan oleh sengatan atau gigitan serangga kebanyakan
menyerupai erupsi kulit yang lainnya. Seperti yang dapat dilihat reaksi yang
diakibatkan oleh serangga menunjukkan adanya papul-papul. Bila kita
menduga terjadi reaksi akibat gigitan atau sengatan serangga, maka kita harus
memperoleh anamnesis dengan cermat adanya kontak dengan serangga,
menanyakan tentang pekerjaan dan hobi dari seseorang yang mungkin dapat
menolong kita mendiagnosis kelainan ini. Dibawah ini merupakan beberapa
diagnosis banding dari reaksi akibat gigtan atau serangan serangga antara
lain : 1. Prurigo : Biasanya kronik, berbentuk papula/nodula kronik yang gatal.
Mengenai ekstremitas terutama pada permukaan anterior paha dan tungkai
bawah.
2. Dermatitis Kontak : Biasanya jelas ada bahan-bahan kontaktan atau alergen,
lesi sesuai dengan tempat kontak
PENATALAKSANAAN
Terapi biasanya digunakan untuk menghindari gatal dan mengontrol
terjadinya infeksi sekunder pada kulit. Gatal biasanya merupakan keluhan
utama, campuran topikal sederhana seperti menthol, fenol, atau camphor
bentuk lotion atau gel dapat membantu untuk mengurangi gatal, dan juga
dapat diberikan antihistamin oral seperti diphenyhidramin 25-50 mg untuk
mengurangi rasa gatal. Steroid topikal dapat digunakan untuk mengatasi
reaksi hipersensitifitas dari sengatan atau gigitan. Infeksi sekunder dapat
diatasi dengan pemberian antibiotik topikal maupun oral, dan dapat juga
dikompres

dengan

larutan

kalium

permanganat.

Jika terjadi reaksi berat dengan gejala sistemik, lakukan pemasangan


tourniket proksimal dari tempat gigitan dan dapat diberikan pengenceran
Epinefrin 1 : 1000 dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB diberikan secara subkutan
dan jika diperlukan dapat diulang sekali atau dua kali dalam interval waktu 20
menit. Epinefrin dapat juga diberikan intramuskuler jika syok lebih berat. Dan

jika pasien mengalami hipotensi injeksi intravena 1 : 10.000 dapat


dipertimbangkan. Untuk gatal dapat diberikan injeksi antihistamin seperti
klorfeniramin 10 mg atau difenhidramin 50 mg. Pasien dengan reaksi berat
danjurkan untuk beristirahat dan dapat diberikan kortikosteroid sistemik.
J. PROGNOSIS
Prognosis dari gigitan serangga sebenarnya baik, tapi tergantung jenis
serangga serta racun yang dimasukkannya ke dalam tubuh manusia. Dan
apabila terjadi syok anafilaktik maka prognosisnya bergantung dari penangan
yang cepat dan tepat.

Farmakologi

DASAR-DASAR PENGOBATAN TOPIKAL


1.

Absorpsi perkutan
Obat yang dioleskan secara topikal akan mengalami absorpsi atau penetrasi ke dalam
lapisan kulit di bawahnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi absorpsi perkutan ini,
yaitu:
1. Ketebalan kulit. Stratum korneum penahan yang terbesar dan merupakan lapisan
yang pertama kontak dengan obat topikal. Makin tebal stratum korneum makin kecil
absorpsi per kutan obat topikal.
2. Lokasi. Selain karena ketebalan stratum korneum, perbedaan lokasi juga
menyebabkan perbedaan folikel rambut dan kelenjar ekrin. Absorpsi perkutan pada
kulit kepala sebesar 3,5 kali dibanding lengan bawah, sedangkan dahi 6 kali, pipi 13
kali dan pada skrotum dapat sampai 42 kali. Hal ini terjadi akibat tipisnya kulit,
absorpsi lewat folikel rambut, luasnya area dan adanya oklusi.
3. Keadaan kulit. Kulit normal dan utuh pada umumnya merupakan penahan absorpsi
topikal. Adanya defek pada stratum korneum akan meningkatkan absorpsi, misalnya
kulit yang lecet atau ekzematosa. Oleh karena itu dalam pengobatan topikal ada suatu
pedoman yaitu bahwa agresivitas dalam

pengobatan harus berbanding terbalik

dengan derajat peradangan kulit. Makin akut peradangan kulit atau makin cepat onset
penyakit kulit konsentrasi obat harus semakin kecil, misalnya dengan kompres
penyejuk, rendam, losio atau emolien. Jika lesi sudah tenang atau menjadi kronik
dapat diberikan pengobatan yang lebih agresif dengan konsentrasi lebih tinggi.
Penyakit kulit dengan hiperkeratosis seperti psoriasis akan menurunkan absorpsi
perkutan.
4. Umur. Meskipun lapisan tanduk masih tipis dan belum berkembang sempurna,
ternyata kulit pada bayi atau neonatus telah memiliki fungsi absorpsi per kutan yang
hampir sama dengan orang dewasa jika dihitung per cm2 luas permukaan badan.
Yang membedakan dengan orang dewasa adalah rasio antara luas permukaan badan
(LPB) dengan berat badannya (BB). Pada bayi rasio ini lebih besar dibanding orang
dewasa, sehingga pada pemberian obat topikal bagi bayi dan anak selain hal-hal
tersebut di atas, rasio LPB/BB ini juga harus jadi pertimbangan. Sebagai contoh
pemberian kortikosteroid topikal pada bayi/anak harus sangat hati-hati mengingat
akibat absorpsi lewat kulit dapat berakibat efek samping sistemik berupa penekanan
aksis hipotalamus-hipofisisis-adrenal. Sebaliknya pada orang tua, meskipun folikel
rambut dan kelenjar keringat berkurang, stratum korneum menipis sehingga kulit
lebih permeabel tapi tak tahan terhadap kekeringan. Akibatnya absorpsi obat tetap,
tetapi kulit lebih mudah mengalami iritasi.
5. Kuantitas. Absorpsi per kutan berbanding langsung dengan luas kulit yang diobati,
lama kontak dengan bahan dan frekuensi aplikasi.
6. Hidrasi. Meningkatnya hidrasi kulit akan menyebabkan peningkatan absorpsi per
kutan. Hidrasi dapat terjadi akibat oklusi alamiah atau akibat pengobatan. Oklusi kulit
secara alamiah terjadi pada daerah-daerah lipatan dan pemakaian pakaian yang rapat.
Pemakaian salep berlemak akan mencegah evaporasi dan meningkatkan hidrasi
stratum korneum hingga 4-5 kali.
7. Koefisien partisi. Ditentukan oleh kelarutan bahan aktif obat topikal. Bahan-bahan
yang larut dalam lemak akan lebih mudah penetrasi ke kulit daripada yang larut
dalam air, misal; kortikosteroid, asam salisilat, resorsinol.

8. Ukuran partikel. Makin kecil ukuran partikel bahan aktif semakin luas permukaan,
sehingga akan meningkatkan absorpsi. Obat-obat seperti sulfur, asam salisilat dan
seng oksida penetrasinya akan meningkat dalam bentuk mikronized.
2.

Vehikulum
Vehikulum atau basis obat luar adalah bahan dasar obat luar yang dipakai untuk
membawa bahan aktif pada kulit dan mampu meningkatkan penetrasi obat pada kulit.
Vehikulum yang ideal haruslah stabil baik fisis maupun khemis, non iritatif, non alergenik
baik secara kosmetis dan mudah digunakan dengan sesedikit mungkin efek samping. Oleh
karena itu pemilihan vehikulum merupakan hal yang sangat penting dalam pengobatan
topikal.
Secara garis besar dikenal 3 vehikulum dasar yaitu: bedak, salep dan cairan. Dari ketiga
vehikulum tersebut dapat dibuat kombinasi diantaranya yaitu bedak kocok, pasta dan krim.
1) Bedak adalah bahan dasar padat berupa serbuk yang dapat berasal dari amilum, seng
oksida, talkum venetum, kalamin dan titan dioksid. Pada bedak dapat ditambahkan
bahan aktif seperti asam salisilat, menthol, antibakteri atau antijamur. Bedak
digunakan untuk lesi-lesi akut non eksudatif untuk pendingin atau untuk lesi di
lipatan sebagai penyerap keringat atau pelicin. Tidak dianjurkan penggunaannya pada
lesi-lesi yang eksudatif karena dapat timbul krusta yang sangat tebal.
2) Salep adalah vehikulum semipadat yang terbuat dari lemak. Biasanya dipakai lemak
mineral yaitu vaselin (putih atau kuning) dan polietilen glikol. Bahan aktif pada salep
tidak boleh melebihi 15%. Salep bersifat oklusif sehingga dipakai untuk lesi-lesi
kronik yang memerlukan penetrasi lebih baik. Modifikasi salep adalah linimentum
yaitu jika lemak yang dipakai bersifat encer seperti : minyak kacang, minyak wijen
dsb.
3) Cairan (losio) adalah vehikulum dengan bahan dasar cair sebagai pelarut bahan aktif.
Biasanya dipakai air biasa, air suling atau alkohol. Jika bahan dasarnya air disebut
solusio, jika alkohol disebut tinctura. Contoh solusio adalah solusio kalium
permanganat, solusio Burowi.
4) Pasta merupakan kombinasi salep dengan serbuk, dengan kandungan serbuk lebih
dari 40%. Pasta ini dipakai pada lesi yang memerlukan proteksi. Jangan dipakai pada
daerah intertrigo karena dapat berakibat maserasi. Contoh: pasta Lassar.

5) Bedak kocok merupakan kombinasi antara serbuk dengan zat cair. Biasanya dipakai
untuk pendingin atau pengering lesi-lesi akut. Kejelekannya sama dengan bedak yaitu
membuat krusta yang tebal jika diberikan pada lesi eksudatif. Contoh : Caladin,
Calamed
6) Bedak dingin merupakan kombinasi antara bedak kocok dan lemak. Berefek untuk
mendinginkan dan melunakkan kelainan kulit yang akut.
7) Krim merupakan kombinasi antara lemak dan zat cair dengan suatu emulgator.
Tergantung dari macam dan konsentrasi lemak yang dipakai dapat terjadi suatu
bentuk krim minyak dalam air (M/A) atau oil in water (O/W) dan air dalam minyak
(A/M) atau water in oil (W/O). Krim M/A biasanya dipakai untuk lesi subakut atau
pada pemakaian siang hari karena lebih mudah dicuci, sedangkan bentuk A/M lebih
cocok untuk lesi subkronik atau pada malam hari karena lebih berlemak.
8) Secara umum dapat dipakai sebagai pedoman yaitu untuk lesi yang basah dipakai
bahan dasar basah seperti solosio atau krim M/A, sedangakan untuk lesi kering
dipakai bahan dasar kering atau padat seperti salep, pasta atau krim A/M.
1. Bahan aktif
Khasiat bahan aktif topikal dipengaruhi oleh keadaan fisiko-kimia
permukaan kulit, disamping komposisi formula zat yang dipakai.
Dalam resep harus ada bahan aktif dan vehikulum. Bahan aktif dapat
berinteraksi satu sama lain. Yang penting ialah, apakah bahanyang kita
campurkan dapat tercampur atau tidak, sebab ada zat yang sifatnya O.T.T
(obat yang tidak tercampurkan).
Penetrasi bahan aktif melalui kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor,
termasuk konsentrasi obat, kelarutan dalam vehikulum, besar partikel,
viskositas dan efek vehikulum terhadap kulit.
Bahan aktif yang digunakan antara lain:
1. Alumunium asetat
Contoh: larutan Burowi yang mengandung alumunium asetat 5%.
Efeknya ialah astringen dan antiseptik ringan. Digunakan sebagai
kompres dengan pengenceran 1:10.
2. Asam asetat
Dipakai sebagai larutan 5%
antiseptikuntuk infeksi pseudomonas.

untuk

kompres,

bersifat

3. Asam benzoat
Mempunyai sifat antiseptik terutama fungisidal. Digunakan dalam
salap.
4. Asam borat
Konsentrasi 3% tidak dianjurkan untuk dipakai sebagai bedak,
komres atau salap berhubungan dengan antiseptiknya yang sedikit
dan bersifat toksik, terutama pada kelainan yang luas dan erosif
terlebih pada bayi.
5. Asam salisilat
Efeknya ialah untuk

mengurangi

proliferasi

epitel

dan

menormalisasi keratinisasi yang terganggu. Pada konsentrasi


rendah

(1-2%)

mempunyai

efek

keratoplastik,

yaitu

menunjangpembentukan keratin yang baru. Pada konsentrasi tinggi


(3-20%) bersifat keratolitik dan dipakai untuk keadaan dermatosis
yang hiperkeratotik. Pada konsentrasi sangat tinggi (40%) dipakai
untuk kelainan-kelainan yang dalam, seperti kalus dan veruka
plantaris. Pada konsentrasi 1% dipakai sebagai kompres, bersifat
antiseptik digunakan pada dermatitis eksudatif. Konsentrasi 3-5%
bersifat mempertinggi absorbsi per kutan zat-zat aktif.
6. Asam undesilenat
Bersifat antimikotik dengan konsentrasi 5% dalam salap atau krim.

Dicampur dengan garam seng (Zn undecylenic) 20%


7. Asam vitamin A (tretinoin, asam retinoat)
Efek:
Memperbaiki keratinisasi menjadi normal, jika terjadi gangguan
Meningkatkan sintetis DNA dalam epitelium germinatif
Meningkatkan laju mitosis
Menebalkan stratum granulosum
Menebalkan parakeratosis
Indikasi
Penyakit dengan sumbatan folikular
Penyakit dengan hiperkeratosis
Pada proses menua kulit akibar sinar matahari
8. Benzokain
Bersifat anestesia. Konsentrasi 12%-5%, tidak larut dalam air, larut
dalam minyak (1:35) dan lebih larut lagi dalam alkohol. Dapat

digunakan dalam vehikulum yang lain. Sering menyebabkan


sensitisasi.
9. Benzil benzoat
Berkhasiat sebagai skabisid dan pedikulosid. Digunakan sebagai
emulsi dengan konsentrasi 20%-25%.
10. Camphora
Konsentrasi 1-2%. Bersifat antipruritus berdasar penguapan zat tsb
sehingga terjadi pendinginan. Dapat dimasukkan dalam bedak atau
bedak kocok yang mengandung alkohol agar dapat larut. Juga
dapat dipaki dalam salap dan krim.
11. Kortikosteroid topikal
Merupakan obat topikal yang paling banyak

digunakan dalam

pengobatan penyakit kulit. Hal ini disebabkan karena kortikosteroid


mempunyai efek antiinflamasi, antimitosis dan antiproliferasi.
Indikasi penggunaan kortikosteroid topikal pada bayi dan anak
tidak banyak berbeda dengan dewasa. Yang perlu diingat adalah
bahwa dengan konsentrasi yang sama dengan dewasa absorpsi
kortikosteroid ke kulit anak dan bayi lebih besar. Pada umumnya
golongan ekzema atau dermatitis merupakan golongan penyakit
yang responsif terhadap steroid, sedangkan psoriasis palmo-plantar,
lupus eritematosus diskoid dan likhen planus termasuk golongan
yang kurang responsif.
Sejak diketahui bahwa penambahan atom fluor pada salah satu
gugus karbon steroid dapat meningkatkan potensinya, sekarang
telah banyak sediaan steroid topikal dengan berbagai potensi.
Seperti diketahui kortikosteroid topikal dibagi menjadi 4 golongan
menurut potensi klinisnya.
Pembagian Kortikosteroid Topikal Menurut Potensi
Golongan
Antimitosis

Potensi

Anti

inflamasi

Lemah

+-

II

Sedang

++

+
III

Kuat

+++

++
IV

Sangat

+++

+++
Sayangnya peningkatan potensi steroid ini hampir selalu diikuti
dengan peningkatan risiko efek samping

Dan efek samping ini

akan lebih cepat timbul pada bayi dan anak. Oleh karena itu
pertimbangan yang matang harus selalu dipikirkan sebelum
memilih jenis steroid topikal.
Efek samping kortikosteroid topikal
Sistemik
: - Supresi AHA
- Sindrom Cushing Iatrogenik
- Gangguan pertumbuhan
Lokal :
a.

Katabolik:

atrofi kulit

- akne steroid

telangiektasia

- gangguan penyembuhan luka

purpura/ ekimosis

hipertrikosis

- dermatitis perioral

striae

b.

Perubahan respon lokal :

- tinea inkognito

- rosasea

- hipopigmentasi

- glaukoma
c.

Dermatitis kontak alergi

Pemakaian steroid sebaiknya dimulai dengan potensi lemah,


apabila betul-betul diperlukan dapat dipakai steroid yang lebih
poten dengan dosis minimal yang efektif untuk jangka

waktu

pendek dan segera diganti dengan potensi lemah bila efek yang

diinginkan telah tercapai. Di samping itu jenis vehikulum dan


stadium penyakit juga perlu diperhatikan. Jumlah pengolesan
dianjurkan cukup 2-3 kali sehari, tidak perlu terlalu sering karena
tak ada beda efek terapeutiknya antara pengolesan 2-3 kali dengan
beberapa kali sehari, bahkan dapat cepat terjadi efek takhipilaksis.
Sedangkan jumlah total yang dianjurkan maksimal 13 g sehari
seluas 1 m2 atau 2 g tiap 9% luas tubuh sehari, berarti antara 20-30
g sehari. Lama pemakaian steroid topikal sebaiknya tidak lebih dari
4-6 minggu untuk potensi lemah dan untuk potensi kuat tidak lebih
dari 2 minggu.
Harus selalu diingat bahwa steroid bukan obat kausatif melainkan
lebih bersifat paliatif dan supresif.
2. antiseptik
Sebenarnya indikasi pemakaian antiseptik lebih banyak ditujukan
untuk mencegah terjadinya infeksi pada kulit, seperti tindakantindakan preoperatif, mengurangi infeksi nosokomial selama
perawatan dan perawatan luka bakar. Namun sering kita lihat
terjadi pemakaian antiseptik yang tidak semestinya misalnya
penggunaan pada semua penyakit atau kelainan kulit yang
sebenarnya tidak perlu. Ada beberapa antiseptik a.l: sabun , rivanol,
kalium permanganat, povidon iodin dan alkohol.
1)

Sabun antiseptik. Selain sebagai pembersih sabun

mempunyai sifat antiseptik ringan. Sabun bayi dan anak biasanya


mengandung alkali yang lebih lemah sehingga mengurangi iritasi.
Untuk memperoleh sifat antibakteri yang lebih besar beberapa
sabun

menambahkan

bahan

bersifat

antiseptik

seperti

triklorokarbonilid atau tribromosalisilanida. Sayangnya kedua


bahan tersebut menyebabkan sensitisasi sehingga harus waspada
dalam penggunaannya.

2)

Rivanol. Merupakan serbuk berwarna kuning yang larut

dalam air. Biasanya digunakan sebagai kompres luka atau lesi yang
eksudatif dalam larutan 0,5-1%.
3)

Kalium permanganat. Selain sebagai antiseptik larutan

kalium permanganat mempunyai sifat sebagai oksidator sehingga


baik untuk membersihkan luka yang kotor. Digunakan dalam
konsentrasi 1:10000, dalam bentuk kristal yang dilarutkan dalam
air, yang akan memberikan warna merah jambu .
4)

Povidon iodin. Merupakan kompleks yodium dengan

polivinyl pyrolidon. Bahan ini lebih disenangi karena tidak toksik


dan tidak iritatif, walaupun pada beberapa orang dapat timbul
alergi. Selain pada kulit dapat juga digunakan untuk selaput lendir
jalan lahir. Tersedia dalam konsentrasi 1-10% dalam bentuk salep
dan solosio.
5)

Alkohol.

Biasanya

dipakai

etilalkohol

atau

isopropilalkohol. Sifat antiseptiknya paling besar pada konsentrasi


70%. Penggunaannya hanya dioleskan atau kompres. Pada luka
sayat tidak dianjurkan karena dapat
jaringan sehingga akan

terjadi presipitasi protein

membentuk massa bergumpal yang

memungkinkan bakteri lebih mudah tumbuh. Selain itu penggunaan


alkohol pada luka sayat akan menimbulkan rasa pedih dan panas.
3. anti pruritus
Preparat ini merupakan obat simtomatik, digunakan hanya untuk
mengurangi gejala, bukan untuk menyembuhkan. Banyak keluhan
gatal yang bersumber tidak jelas sehingga memerlukan pengobatan
simtomatik. Beberapa preparat antigatal yaitu: kalamin, urea,
phenol, metol dan kamfor serta antihistamin.
1)

Kalamin. Merupkan kombinasi dari seng oksida dan ferri

oksida. Biasanya terdapat dalam bentuk bedak, bedak kocok, krim


serta salep.

2)

Urea. Dapat bekerja sebagai antigatal karena efek hidrasi

kulit dan emolient. Digunakan pada konsentrasi 2-10% pada basis


krim. Sebaiknya digunakan pada kulit yang utuh karena dapat
menyebabkan rasa panas atau terbakar.
3)

Fenol, mentol dan kamfor. Merupakan derivat fraksi

oleoresin

dari

tumbuh-tumbuhan.

Penggunaannya

dengan

konsentrasi 0,5-1% yang ditambahkan pada lotio atau krim dan


berefek sebagai pendingin. Bila konsentrasi lebih dari 2% dapat
berakibat iritasi dan nekrosis lokal, terutama bila dipakai pada kulit
yang tidak utuh.
4)

Antihistamin. Walaupun antihistamin topikal tersedia

dalam bentuk krim, namun perlu diingat bahwa antihistamin


merupakan bahan pemeka atau sensitizer yang poten sehingga
menyebabkan dermatitis kontak alergi. Oleh karena itu tidak
dianjurkan penggunaannya dalam klinik.
Pengobatan

topikal

merupakan

bagian

terpenting

dalam

penatalaksanaan penyakit kulit. Ada 3 fungsi dalam pengobatan


topikal yaitu: proteksi kulit terhadap lingkungan, membasahi atau
mengeringkan dan membawa obat ke dalam kulit agar bekerja.
Tidak ada penggunaan yang lebih bervariasi daripada pengobatan
topikal. Dalam pemilihan obat topikal harus mempertimbangkan
indikasi, lokasi dan stadium penyakit.
Kesalahan

dalam

memberikan

menyebabkan timbulnya
kortikosteroid

topikal.

obat

topikal

justru

dapat

penyakit iatrogenik seperti pada


Lokasi

lesi

dan

stadium

penyakit

menentukan jenis vehikulum yang dipilih oleh karena vehikulum


yang tepat akan meningkatkan efektivitas obat dan mempercepat
penyembuhan.
4. antibiotik

Pemakaian antibiotika topikal biasanya atas indikasi infeksi-infeksi


pioderma primer dengan luas terbatas seperti impetigo, ektima,
folikulitis atau furunkel maupun infeksi bakterial sekunder. Dalam
memilih jenis antibiotika yang tepat harus dipertimbangkan faktor
sensitivitas kuman terhadap antibiotik dan faktor biaya.
Pada infeksi kulit yang luas pemakaian antibiotika topikal saja
tidak cukup, harus bersamaan dengan antibiotika sistemik.
Berbagai macam antibiotika yang tersedia dan sering digunakan
yaitu:
1)

Tetrasiklin. Golongan obat ini bersifat bakteriostatik

dengan spektrum luas terhadap bakteri Gram positif dan Gram


negatif,

aerob dan anaerob. Golongan ini sekarang tak lagi

diindikasikan pada infeksi oleh Streptokokus maupun Stafilokokus


karena sering dijumpai resistensi. Tersedia dalam bentuk salep yang
mengandung tetrasiklin 3%, klortetrasiklin 3% dan oksitetrasiklin
3%.
2)

Neomisin. Merupakan golongan aminoglikosida yang aktif

terhadap beberapa kuman Gram positif seperti Stafilokokus aureus,


H.influensa, E.coli, Proteus dan hanya sedikit efektif untuk
Streptokokus.

Sedangkan

Pseudomonas

biasanya

resisten.

Kebanyakan neomisin terdapat dalam bentuk kombinasi dengan


antibiotika lain, antijamur atau kortikosteroid. Di beberapa negara
neomisin dilaporkan banyak menyebabkan alergi kontak.
3)

Gentamisin.

Termasuk

golongan

aminoglikosida

Mempunyai aktivitas bakterisid terhadap kuman Gram negatif dan


beberapa Gram positif. Digunakan secara topikal karena efektif
terhadap Pseudomonas tetapi tidak efektif untuk Streptokokus
sehingga kurang baik untuk Impetigo. Tersedia dalam bentuk salep
dan krim dengan konsentrasi 0,1%.
4)
Gram

Basitrasin. Bersifat bakterisid hanya terhadap kuman


positif

seperti

Stafilokokus,

Streptokokus

dan

Corynbacterium. Umumnya tersedia dalam bentuk kombinasi


dengan neomisin dan polimiksin-B sulfat dalam konsentrasi 4-6%.
Kombinasi dengan neomisin relatif aman dan dianggap rasional
karena masing-masing bekerja secara sinergis. Digunakan pada
ektima, impetigo dan folikulitis dengan dosis 3-4 kali sehari dan
sebelum tidur.
5)

Silver sulfadiazine. Merupakan hasil reaksi antara silver

nitrat dengan sodium sulfadiazine. Obat ini efektif terhadap bakteribakteri Gram positif dan Gram negatif dan biasanya digunakan
sebagai profilaksi atau terapi pada luka bakar. Tersedia dalam
bentuk krim yang mengandung silver sulvadiazine 1%.
6)

Asam fusidat. Mempunyai spektrum aktivitas antibakteri

yang sempit. Sangat efektif terhadap Stafilokokus aureus, termasuk


galur penghasil penisilinase, juga terhadap bakteri Gram positif,
anaerob dan aerob. Tersedia dalam bentuk salep dan krim Natrium
fusidat dengan konsentrasi 2%.
7)
efektif

Mupirosin. Merupakan antibiotika topikal baru, sangat


terhadap

Stafilokokus

dan

sebagian

Streptokokus.

Digunakan terutama pada impetigo, folikulitis, ekzema infektif,


luka bakar atau ulkus kruris. Tersedia dalam bentuk salep dengan
konsentrasi 1-3%.
5. anti fungi
Merupakan salah satu dari obat-obat yang banyak digunakan dalam
dermatologi. Obat ini sangat bervariasi baik dalam spektrum,
sediaan maupun harganya. Obat antijamur lama atau konvensional
umumnya mempunyai spektrum sempit dan mekanisme kerjanya
tidak jelas, diperkirakan melalui efek keratolitik. Beberapa obat
konvensional yang sampai saat ini masih banyak dipakai dan
berkhasiat baik, misalnya; salep Whitfield, sulfur dan asam
undeselinat. Antijamur generasi baru spektrumnya lebih luas, baik

terhadap golongan Dermatofita. Kandida atau Pytirosprum.


Kerjanya melaui gangguan sintesis atau integritas membran sel.
Termasuk golongan antijamur baru yaitu: golongan imidazol.
Siklopiroksilamin dan alilamin.
1)
Salep Whitfield.
a.
Mengandung asam salisilat 3-6% dan asam benzoat 6-12%.
Pada anak-anak sebaiknya dipakai konsentrasi asam salisilat 3%
dan asam benzoat 6%/ Penurunan konsentrasi asam salisilat sampai
2% dapat mengurangi iritasi.
2)
Senyawa Sulfur.
a.
Hanya dipakai untuk mengobati Pitiriasis versikolor.
Biasanya berupa cairan natrium tiosulfat 20% atau selenium sulfit
2,5%. Keuntungan obat ini murah dan praktis pemakaiannya tetapi
dapat mengiritasi kulit terutama pada wajah dan kelamin, serta
baunya tidak enak. Pemakaiannya dengan dioleskan1/4-1/2 jam
sebelum mandi setiap hari selama 5-7 hari.
3)
Asam Undesilinat
a.
Kurang iritatif dibanding dengan kedua obat di atas.
Biasanya terdapat dalam bentuk campuran dengan garamnya,
misalnya salep Undecyl. Cukup efektif untuk Dermatofita tapi tidak
untuk Kandida.
4)
Siklopiroksilamin
a.
Merupakan antijamur generasi baru yang efektif terhadap
Dermatofita maupun Kandida. Tersedia dalam bentuk krim dan
losio dengan konsentrasi 1%.
5)
Imidazol.
a.
Merupakan antijamur spektrum luas yang kerjanya
menghambat sintesis ergosterol pada membran sel. Yang termasuk
golongan imidazol yaitu: klotrimasol, mikonasol, ekonasol,
ketokonasol dll. Tersedia dalam bentuk bedak, krim dan losio.
Angka kesembuhan untuk pemakaian golongan ini berkisar antara
60-100% dengan lama pengobatan antara 3-4 minggu dan
pemakaian 2 kali sehari.
6)
Alilamin.
a.
Bekerja sebagai inhibitor sintesis ergosterol melalui
hambatan epoksidase skualen dari sel jamur. Golongan ini sangat
baik untuk semua Dermatofita tetapi kurang untuk Kandida.
Termasuk golongan ini adalah naftifin dan terbenafin.

Anda mungkin juga menyukai