Anda di halaman 1dari 18

APENDISITIS

A. PENGERTIAN
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing.
(Dr.Hendra : T.Laksmana,(2003).Kamus kedokteran,hal 23,Djambatan,Jakarta)
Apendisitis adalah ujung seperti jari kecil , panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci)
melekat
pada sekum tepat di bawah katup ileoseice.
(Smeltzer Zusanne,(2001).Buku Ajar Medikal Bedah,EGC,Jakarta)
Apendisitis adalah peradangan apendiks yang seratif sering dijumpai yang
dapat timbul tanpa sebab yang jelas atau timbul setelah obstruksi apendiks oleh
tinja atau akibat terputusnya apendiks atau pembuluh darahnyaa.
(Corwin Elisabeth,(2000),Patofisiologi,EGC,Jakarta)
B. ETIOLOGI
Penyebab dari apendisitis adalah
1. Inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dan rongga abdomen
2. Penyumbatan lumen apendiks oleh:
Fecalith (feces keras)
Benda asing
Tumor
(Mansoer,Arif,2000,hlmn;307)

C. KLASIFIKASI
Adapun Klasifikasi appendiksitis berdasarkan klinik patologis adalah :
Appendiksitis Akut, terbagi :
a. Appendiksitis akut sederhana (Cataral Appendicitis )
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan submukosa yang disebabkan
obstruksi.sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa
appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan nyeri di
daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada
appendiksitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal,
hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.
b. Appendiksitis akut purulenta ( Supurative appendicitis )
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbend..

ungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan

trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada appendiks.


Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks
menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi
eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema,
hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan
rangsangan peritonium lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc.Burney,
defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans
muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis
umum.
c. Appendksitis akut gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu
sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif,
appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks
berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut
gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang

purulen.
Appendiksitis Infiltrat

Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya dapat


dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang

lainnya.
Appendiksitis Abses
Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus),
biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan

pelvic.
Appendiksitis Perforasi
Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan

nekrotik.
Appendiksitis Kronis
Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai
proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi
rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis
kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut
kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara
makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks menebal,
sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel
radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa.
Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.

D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Betz, Cecily, 2000 :

Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah


Anoreksia
Mual
Muntah,(tanda awal yang umum, kurang umum pada anak yang lebih besar).
Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
Nyeri lepas.
Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
Konstipasi.

Diare.
Disuria.
Iritabilitas.
Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam

setelah munculnya gejala pertama


E. PATOFISIOLOGI
Penyebab utama appendisitis adalah obstruksi
disebabkan

oleh

hiperplasia

dari

folikel

penyumbatan yang dapat

limfoid

merupakan

penyebab

terbanyak,adanya fekalit dalam lumen appendiks. Adanya benda asing seperti


cacing, stiktura karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, sebab lain
misalnya keganasan (karsinoma karsinoid).
Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan
dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral.
Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka
rangsangan itu. dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah,
kemudian timbul ganLgguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu,
peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat,
sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan
appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut
dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah,
dinamakan appendisitis perforasi.

Bila omentum usus yang berdekatan dapat

mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal,
keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses.

Pada anak anak karena

omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding
apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga
pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi

terjadi lebih cepat.

Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian

gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis.

F. KOMPLIKASI
Menurut zmeltzer C. Suzane, 2011 : 1099

Peritonitis.
Hipovolemik syok
Obstruksi intestinum.

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000:
1.

Sebelum Operasi
Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendiksitis
seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilakukan. Pasien diminta tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh
diberikan bila dicurigai adanya appendiksitis ataupun bentuk peritonitis
lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah diulang
secara periodik. Foto abdomen dan thoraks tegak dilakukan untuk mencari
kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis
ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam

setelah timbulnya keluhan.


Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
Rehidrasi
Antibiotic
Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil
untuk membuka pembuluh pembuluh darah perifer diberikan setelah

2.

rehidrasi tercapai.
Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
Operasi
Apendiktomi.

Apendiks

abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.


Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya

dibuang,

jika

apendiks

mengalami

perforasi

bebas,maka
mungkin

mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu


beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif

sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.


3.
Pasca operasi
Observasi TTV untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok,
hipertermia, atau gangguan pernapasan.
Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan

lambung dapat dicegah.


Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama

pasien dipuasakan.
Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa

dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.


Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya

diberikan makanan lunak.


Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat

tidur selama 2x30 menit.


Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan


istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan
perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih
dari satu minggu sejak serangan sakit perut.Pembedahan dilakukan segera bila
dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan menurut Betz(2002), Catzel(1995), Hartman(1994), antara lain :
1. Anamnesa

Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah:
o Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu
kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
o Muntah oleh karena nyeri viseral.
o Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
o Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita
nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan
diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat
ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan
karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). pada keadaan
perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
3. Laboratorium
Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih
dari 13000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya lekositosis
tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri.
Pemeriksaan urin : sediment dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit lebih
dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika.
Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk
melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang. Pada apendisitis
akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin)
nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis
infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN

Pengkajian menurut Wong (2003), Doenges (1999), Catzel (1995), Betz


(2002), antara lain :
1. Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :

Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium


menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah
mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di
epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri
dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu
yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual

dan muntah, panas.


Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.

kesehatan klien sekarang ditanyakan kepada orang tua.


Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
Kebiasaan eliminasi.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.


Sirkulasi : Takikardia.
Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
Aktivitas/istirahat : Malaise.
Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau

tidak ada bising usus.


Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus,
yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat
karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran

kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.


Demam lebih dari 38C.
Data psikologis klien nampak gelisah.
Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.

Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita

merasa nyeri pada daerah prolitotomi.


Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

o Tes appendiksitis
a. Rebound tes dan Rovsings sign
Nyeri perut dan tenderness bisa dijadikan indikasi potensi iritasi.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara palpasi dengan sedikit tekanan
pada bagian perut yang terasa nyeri, dan lepaskan secara tiba-tiba.
Dengarkan dan lihat ekspresi klien terhadap nyeri. Minta klien puntuk
menjelaskan lebih jauh apa yang dirasakan. Tekan juga pada bagian
perut lain kemudian lepaskan dan cari dimana nyeri terjadi.
Hasil : Tidak ada reboun tenderness. Klien dengan tenderness akan
merasakan nyeri tajam seperti ditikam pada perut yang ditekan.
Kemungkinan ini adalah peritonitis(akibat appendiksitis). Jika klien
merasakan

nyeri

pada

daerah

lain

perlu

dilakukan

pengkajian

tenderness. Dengan pertimbangan area tersebut sebagai sumber nyeri.


Palpasi dengan tekanan pada area LLQ
Hasil : Normalnya tidak ditemukan nyeri. Nyeri muncul di RLQ selama
dilakukan pada area LLQ. Ini sebagai tanda positif rovsings sign. Ini
sebagai akibat appendiksitis akut.
b. Psoas Sign
Angkat kaki klien dari panggul dan letakkan tangan di atas paha bagian
bawah. Minta klien untuk menahan kaki selama diangkat dan tekan paha
ke area bawah.
Hasil : normalnya tidak ditemukan nyeri perut. Nyeri pada RLQ dikaitkan
dengan adanya iritasi pada otot iliopsoas sebagai tanda appendiksitis.
c. Obturator Sign
Sangga lutut dan engkel kanan klien. Lakukan fleksi pada paha kanan
dan lutut dan letakkan rotasi internal dan eksternal kaki.

Hasil : normalnya klien tidak merasakan nyeri pada perut. Nyeri pada
area RLQ sebagai tanda iritasi otot obturatori yang menunjukkan
appendiksitis atau perforasi appendiks.
GAMBAR:
1. Pemeriksaan Reboun Test

2. Pemeriksaan Psoas Sign

3. Pemeriksaan Obturator Sign

3. Pemeriksaan Penunjang
o Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan
mungkin terlihat ileal atau caecal ileus (gambaran garis permukaan
cairan udara di sekum atau ileum).
o Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
o Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
o Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
o Pada enema barium apendiks tidak terisi.
o Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi.
2. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan mual,muntah,
anoreksia.
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

luka post

operasi apendektomi.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan invasi kuman pada luka post operasi
appendiktomy

K. INTERVENSI
Pre Operasi
Dx 1 Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi.
Tujuan :Nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :

Nyeri berkurang
Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
Kegelisahan atau ketegangan otot
Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai

kenyamanan.
Intervensi

Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi,

keparahan, factor presipitasinya.


Observasi ketidaknyamanan non verbal.
Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat
pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara:
masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-

buru.
Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon

pasien terhadap ketidaknyamanan.


Anjurkan pasien untuk istirahat.
Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri
Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Dx II. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan mual,muntah,


anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan
pasien normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat.
Kriteria Hasil :

Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT

normal.
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa

lembab.
Tidak ada rasa haus yang berlebihan.

Intervensi
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
Monitor vital sign dan status hidrasi.
Monitor status nutrisi
Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan.
Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
Atur kemungkinan transfusi darah.

Post Operasi
Dx. I. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan luka post
operasi appendiktomy
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang
atau hilang.
Kriteria Hasil :

Nyeri berkurang

Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah

Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.

Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

Intervensi

Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi, keparahan.


Observasi ketidaknyamanan non verbal
Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien
untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase,

perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.


Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien

terhadap ketidaknyamanan.
Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat

nyeri.
Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri
Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Dx II. Risiko infeksi berhubungan dengan invasi kuman pada luka post
operasi appendiktomy
Tujuan : Faktor risiko infeksi akan hilang dengan dibuktikan oleh keadekuatan status
imun pasien, pengetahuan yang penting: pengendalian infeksi, dan secara konsisten
menunjukkan perilaku deteksi risiko, dan pengendalian risiko.
Kriteria hasil :

Terbebas dari tanda atau gejala infeksi


Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat
Mengindikasikan status gastrointestinal, pernapasan, genitourinaria, imun dalam

batas normal
Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi

Intervensi :

Pantau tanda/ gejala infeksi (misalnya suhu tubuh, denyut jantung, pembuangan,

penampilan luka, sekresi, penampilan urine, suhu kulit, keletihan dan malaise)
Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi (misalnya usia lanjut, tanggap

imun rendah, dan malnutrisi)


Pantau hasil laboratorium
Amati penampilan praktik higiene pribadi untuk perlindungan terhadap infeksi

Anda mungkin juga menyukai