BLOK ENDOKRIN
PENGLIHATAN TERGANGGU
KELOMPOK A12
Ketua
Sekretaris
Anggota
:
:
:
Anisa Nurjanah
Argia Anjani
Faiz Amali
Chairunnissa
Dea Ardelia Putri
Anisa Fazrin
Fuzan Emir Hassan
Herwidyandari Permata Putri
Ike Kumalasari
Junita Putri Anwar
1102013033
1102013041
1102011094
1102012045
1102012050
1102013031
1102013109
1102013126
1102013131
1102013142
Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi
2015
SKENARIO 1
PENGLIHATAN TERGANGGU
Seorang pengusaha, Tn. A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di
kedua mata sejak 2 bulan yang lalu. Kadang kadang terlihat bintik gelap dan
lingkaran lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun. Saat
ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan.
Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan
indeks massa tubuh (IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan
pada pemeriksaan sensorik dengan monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah
terdapat penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada
pemeriksaan funduskopi terdapat mikroaneurisma dan perdarahan dalam retina.Hasil
laboratorium memperlihatkan glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2 jam
setelah makan 345 mg/dl dan HbA1c 10,2 g/dl dan protein urin positif 3.
Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat
komplikasi kronik mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Pasien juga
diberikan edukasi tentang perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik
sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai, dan pemberian insulin untuk
mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian
obat.
KATA SULIT
1. Monofilament Semmes Weinstein
Pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya rasa nyeri.
2. Funduskopi
Pemeriksaan untuk melihat dan menilai kelainan dan keadaan pada fundus
okuli dengan alat bernama oftalmoskop.
3. Mikroaneurisma
Pembengkakan seperti balon kecil karena pembesaran pembuluh darah kapiler
yang memasok darah ke retina di belakang mata.
4. Pemeriksaan Ankle Brachial Index
Pengukuran tekanan darah di kaki dan tangan lalu dibandingkan, dengan
Tekanan sistolik di kaki
rumus
.
Tekanan sistolik di tangan
5. Mikroangiopati
Adanya akumulasi kumpulan darah pada pembuluh darah kecil.
6. HbA1c
Zat yang terbentuk dari reaksi kimia antara glukosa dan monoglobulin yang
menggambarkan konsentrasi gula darah rata-rata, selama 1 sampai 3 bulan.
7. Neuropati
Gangguan saraf yang menyebabkan nyeri pada tubuh.
2
8. Makroangiopati
Adanya akumulasi kumpulan darah pada pembuluh darah besar.
9. Insulin
Hormon peptide yang diproduksi di pancreas, yang memungkinkan sel untuk
menggunakan glukosa.
ANALISA MASALAH
1. Mengapa pasien mengeluh penglihatan terganggu, terlihat gelap dan ada
bintik-bintik serta lingkaran cahaya??
2. Mengapa pasien mengeluh kesemutan dan nyeri saat jalan?
3. Apa yang menyebabkan proteinuria pada pasien?
4. Apa hubungan obesitas dengan DM tipe 2?
5. Apa hubungan usia lanjut dengan DM tipe 2?
6. Apa indikasi pemberian insulin pada pasien?
7. Kenapa pada pasien diberikan perencanaan diet 1900 kalori?
8. Kenapa kulit pasien teraba kering?
9. Apa alasan diperiksanya HbA1c?
JAWABAN
1. Karena adanya retinopati diabetik yang menyebabkan adanya perdarahan
pada retina, sehingga sebagai kompensasi dibuatnya pembuluh darah baru
yang menyebabkan adanya jaringan parut pada pembuluh darah lama. Inilah
yang menyebabkan adanya gambaran seperti bintik dan lingkaran cahaya.
2. Karena di saraf ada lesi degenerative yang menyebabkan neuropati multiple,
disfungsi saraf perifer.
3. Ada kerusakan pada glomerulus yang disebabkan karena rusaknya saraf
ginjal. Dapat juga disebabkan karena glukosa (bersifat toxic), karena pada
kasus ini didapat hiperglikemia.
4. Kerusakan pada pancreas yang di trigger untuk memproduksi insulin terus
menerus akibat hiperglikemia.
5. Sebagai salah satu faktor risiko, dimana ketika usia lanjut, fungsi organ pun
menurun. Selain itu, semakin bertambahnya usia, resistensi terhadap insulin
juga meningkat.
6. Sebagai tindakan pencegahan agar tidak terjadi kerusakan pada pancreas.
7. Diatur sesuai dengan aktivitas pasien, BMI, tingkat metabolism agar tidak
memberatkan kerja pancreas.
8. Sebagai bentuk dari dehidrasi (Trias DM)
9. Untuk mengetahu kadar gula dalam darah yang lebih efektif dibandingkan
gula darah sewaktu. (N: <7)
HIPOTESIS
Pada kasus pasien obesitas akan ditemukan hiperglikemia yang dapat memicu
timbulnya penyakit Diabetes Mellitus tipe 2. Jika DM tipe 2 tidak ditangani atau
dikontrol, maka akan menimbulkan komplikasi lain seperti retinopati diabetik,
neuropati, dan nefropati. Untuk itu, perlu dilakukan control diet pada pasien, anjuran
berolahraga, serta diberkan terapi insulin dan oral sebagai tatalaksana.
SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pankreas
1.1 Makroskopis
Persarafan
Dipersarafi oleh N.X (Vagus) sifatnya simpatis dan parasimpatis
Saluran Kelenjar Pankreas
a. Ductus pancreaticus mayor (Wirsungi)
b. Ductus pancreaticus minor/accesorius (Santorini)
1.2 Mikroskopis
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik
hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada
lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian
badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan
bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan
embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel
yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1) Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2) Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi
menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas
tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas. Pulau
langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau
langerhans yang terkecil adalah 50, sedangkan yang terbesar 300, terbanyak adalah
yang besarnya 100-225. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan
antara 1-2 juta.
Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans, yaitu kumpulan
kecil sel yang tersebar di seluruh organ.
Ada 4 jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut,
Sloane (2003) :
a. Sel , jumlah sekitar 20-40%, memproduksi glukagon yang menjadi faktor
hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai antiinsulin like activity.
b. Sel mensekresi insulin yang menurunkan kadar gula darah.
c. Sel mensekresi somatostatin, hormon penghalang hormon pertumbuhan yang
menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Sintesis Insulin
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk prepoinsulin (precursor hormon
insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim
peptidase, prepoinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk
proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung
(secretory vesicle) dalam sel tersebut. Di sini, dengan bantuan enzim
peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang
keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran
sel (Guyton, 2007).
Mekanisme secara fisiologis di atas, diperlukan bagi berlangsungnya
proses metabolisme glukosa, sehubungan dengan fungsi insulin dalam proses
utilasi glukosa dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan
komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta memproduksi
insulin, meskipun beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, juga dapat
memiliki efek yang sama. Mekanisme sintesis dan sekresi insulin setelah
adanya rangsangan terhadap sel beta cukup rumit, dan belum sepenuhnya
dipahami secara jelas (Manaf, 2006).
Faktor yang memengaruhi sekresi insulin
10
trigliseridaa darah lebih dari 150mg/dl, kolesterol HDL <40 mg/dl, obesitas
sentral dengan BMI lebih dari 30, lingkar pinggang melebihi 102 cm pada pria
atau melebihi 88 cm pada wanita, atau sudah terdapat mikroalbuminuria.
6. Kurang Gerak Badan
Olahraga atau aktivitas fisik membantu untuk mengontrol berat badan.
Glukosa darah dibakar menjadi energi, sel-sel tubuh menjadi lebih sensitive
terhadap insulin.peredaran darah lebih baik dan resiko terjadinya diabetes tipe
2 akan turun sampai 50%.
7. Faktor Kehamilan
Diabetes pada ibu hamil dapat terjadi pada 2-5 % kehamilan. Biasanya
diabetes akan hilang setelah anak lahir. Ibu hamil dengan diabetes dapat
melahirkan bayi besar dengan berat badan lebih dari 4 kg. Apabila ini terjadi,
sangat besar kemungkinan si ibu akan mengidap diabetes tipe 2 kelak.
8. Infeksi
Infeksi virus dapat juga dijadikan penyebab timbulnya diabetes mellitus.
Adapun virus-virus tersebut adalah virus cytomegalovirus, virus rubella dan
virus coxsackie.
3.3 Epidemiologi
Laporan data epidemiologi Mc Carty dan Zimmer menunjukkan bahwa
jumlah penderita DM di dunia dari 110,4 juta pada tahun 1994 melonjak 1,5
kali lipat (175,4 juta) pada tahun 2000, dan akan melonjak dua kali lipat
(239,3 juta) pada tahun 2010 (Tjokroprawiro, 2006). International Diabetes
Federation (IDF) menyatakan bahwa pada tahun 2005 di dunia terdapat 200
juta (5,1%) orang dengan diabetes (diabetisi) dan diduga 20 tahun kemudian
yaitu tahun 2025 akan meningkat menjadi 333 juta (6,3%) orang. Negaranegara seperti India, China, Amerika Serikat, Jepang, Indonesia, Pakistan,
Banglades, Italia, Rusia, dan Brazil merupakan 10 besar negara dengan jumlah
penduduk diabetes terbanyak (Depkes RI, 2007). Dalam Diabetes Atlas edisi
kedua tahun 2003 yang diterbitkan oleh IDF, prevalensi diabetes di Indonesia
pada tahun 2000 adalah 1,9% (2,5 juta orang) dan toleransi glukosa terganggu
(TGT) 9,7% (12,9 juta orang) dengan prediksi bahwa di tahun 2025 berturutturut akan menjadi 2,8% (5,2 juta orang) diabetisi dan 11,2% (20,9 juta orang)
dengan TGT. Sementara menurut WHO 1998, diperkirakan jumlah diabetisi di
Indonesia akan meningkat hampir 250% dari 5 juta di tahun 1995 menjadi 12
juta pada tahun 2025 (Depkes RI, 2007). Dalam Diabetes Care (Wild, 2004),
yang melakukan analisa data WHO dan memprediksi Indonesia di tahun 2000
dikatakan sebagai nomor 4 terbanyak diabetisi (8,4 juta orang) pada tahun
2030 akan tetap nomor 4 di dunia tetapi dengan 21,3 juta diabetisi. Perkiraan
jumlah ini akan menjadi kenyataan apabila tidak ada upaya dari kita semua
untuk mencegah atau paling tidak mengeliminasi faktor-faktor penyebab
ledakan jumlah tersebut (Depkes RI, 2007).
Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini telah dilaksanakan
di Indonesia, kekerapan diabetes berkisar antara 1,5 sampai dengan 2,3%,
kecuali di Manado yang agak tinggi sebesar 6% (Utama, 2005). Walaupun
demikian prevalensi DM di daerah rural ternyata masih rendah. Di
11
12
Defek pada sekresi insulin bersifat samar dan secara kuantitatif kurang berarti
jika dibandingkan dengan yang terjadi pada DM tipe I. Pada awal perjalanan
penyakit DM tipe II, sekresi insulin tampaknya normal dan kadar insulin
plasma tidak berkurang. Namun pola sekresi insulin yang berdenyut dan
osilatif lenyap, dan fase pertama sekresi insulin (yang cepat) yang dipicu oleh
glukosa menurun.
Secara kolektif hal ini dan pengamatan lain mengisyaratkan adanya gangguan
sekresi insulin yang tipe II, dan bukan defisiensi sintesa insulin. Namun pada
perjalanan penyakit berikutnya, terjadi defisiensi absolut yang ringan sampai
sedang, yang lebih ringan dibanding DM tipe I . Penyebab defisiensi insulin
pada DM tipe II masih belum sepenuhnya jelas. Berdasarkan data mengenai
hewan percobaan dengan DM tipe II, diperkirakan mula-mula resistensi
insulin menyebabkan peningkatan kompensatorik massa sel beta dan produksi
insulinnya. Pada mereka yang memiliki kerentanan genetik terhadap DM tipe
II, kompensasi ini gagal. Pada perjalanan penyakit selanjutnya terjadi
kehilangan 20 - 50% sel beta, tetapi jumlah ini belum dapat menyebabkan
kegagalan dalam sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Namun,
tampaknya terjadi gangguan dalam pengenalan glukosa oleh sel beta. Dasar
molekuler gangguan sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa ini masih
belum dipahami.
Peningkatan asam lemak bebas (NEFA = non-esterified fatty acids) juga
mempengaruhi sel beta. Secara akut, NEFA menginduksi sekresi insulin
setelah makan, sedangkan pajanan kronik terhadap NEFA menyebabkan
penurunan sekresi insulin yang melibatkan lipotoksisitas yang menginduksi
apoptosis sel islet dan/ atau menginduksi uncoupling protein-2 (UCP-2) yang
menurunkan membran potensial, sintesa ATP dan sekresi insulin. Mekanisme
lain kegagalan sel beta pada DM tipe II dilaporkan berkaitan dengan
pengendapan amiloid di islet. Pada 90% pasien DM tipe II ditemukan endapan
amiloid pada autopsi. Amilin, komponen utama amiloid yang mengendap ini,
secara normal dihasilkan oleh sel beta pankreas dan disekresikan bersama
dengan insulin sebagai respons terhadap pemberian glukosa. Hiperinsulinemia
yang disebabkan resistensi insulin pada fase awal DM tipe II menyebabkan
peningkatan produksi amilin, yang kemudian mengendap sebagai amiloid di
islet. Amiloid yang mengelilingi sel beta mungkin menyebabkan sel beta agak
refrakter dalam menerima sinyal glukosa. Yang lebih penting, amiloid bersifat
toksik bagi sel beta sehingga mungkin berperan menyebabkan kerusakan sel
beta yang ditemukan pada kasus DM tipe II tahap lanjut.
13
14
Kelainan kulit
Kelaianan kulit berupa gatal gatal, biasanya terjadi didaerah ginjal.
Lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara. Biasanya akibat
tumbuhnya jamur.
Kelaianan ginekologis
Keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.
Kelemahan tubuh
Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik
yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung
secar optimal.
15
Mata kabur
Disebabkan oleh katarak/ gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa
oleh hiperglikemia, mungkin juga disebabkan kelainan pada korpus
vitreum.
Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal 1 kali saja
cukup untuk menegakan diagnosis
Apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan 2 kali pemeriksaan
glukosa darah abnormal
*TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)
Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum
air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak),
dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit
16
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi GlukosaTerganggu) atau GDPT
(Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh
- TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 199 mg/dl
- GDPT : glukosa darah puasa antara 100 125 mg/dl.
Pemeriksaan Penunjang
Darah
1 Kadar glukosa darah : puasa, sewaktu, 2 jam post prandial.
2 Tes toleransi glukosa oral (TTGO)
3 Kurva Harian glukosa
4 Kadar keton darah
5 Kadar Hb A1c
6 Kadar fruktosamin
7 Kadar insulin
8 Kadar C-peptide
9 Pemeriksaan lain: tes fungsi ginjal, analaisa gas darah, kadar lipid, imunoserologis
Urin :
1 Reduksi/glukosa urin
2 Protein, mikroalbumin
3 Benda Keton
4 Sedimen Urin
DARAH
Glukosa darah puasa (GDP): puasa 10-14 jam sebelum pengambilan darah.
Glukosa darah sewaktu (GDS): pengambilan darah tanpa melihat kapan terakhir
makan.
Glukosa darah 2 jam post prandial : pengambilan darah 2 jam setelah makan atau
setelah konsumsi 75 gr glukosa. Selama menunggu 2, pasien duduk istirahat, tidak
makan/minum lagi dan tidak merokok.
Tiga hari sebelum tes pasien diet cukup karbohidrat (>150 gr/hari) dan melakukan
aktifitas fisik seperti yang biasa dilakukan. Puasa paling sedikit 8 jam malam hari
sebelum pemeriksaan.
Kurva Harian Glukosa
Glukosa darah diperiksa 3-4 kali sehari sebelum makan pagi, siang dan makan
malam. Tujuan untuk menilai metabolisme tubuh dalam waktu sehari dan
memantau hasil pengobatan.
Pemeriksaan kadar HbA1c dan fruktosamin
Merupakan hasil glikosilasi non enzimatik protein. Digunakan untuk memantau
hasil pengobatan. Pada hipergilkemia yang berlangsung lama protein-protein hasil
glikosilasi non enzimztik meningkat, antara lain HbAc1 yang menggambarkan
kadar gula darah 1-3 bulan sebelum pemeriksaan dan fruktosamin yang
menggambarkan kadar gula darah 1-3 minggu sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan
HbA1c perlu dilakukan pada awal penanganan penderita dan setiap 3 bulan untuk
memantau hasil pengobatan.
Pemeriksaan Benda Keton Darah
Dua benda keton utama adalah asetoasetat dan 3-beta hidroksi butirat (3HB).
Dalam keadaaan normal, 3 HB merupakan 75-85 % dari benda keton dalam
sirkulasi. Produksi benda keton meningkat pada keadaan puasa, aktifitas fisik
yang berkepanjangan dan diet tinggi lemak. Keadaan patologis yang menimbulkan
ketoasidosis adalah DM, defisiensi kortisol, defisiensi Growth Hormon,
intoksikasi alkohol dan salisilat dan pada bayi dengan inborn errors of
metabolism.
Penting untuk memantau komplikasi ketoasidosis terutama pada pasien DM tipe1,
DM pada kehamilan, pasien DM yang sakit/ stress dan pasien DM yang tidak
terkontrol. Untuk diagnosis dan monitoring terapi ketoasidosis, pengukuran kadar
3HB mempunyai korelasi yang lebih baik dengan kadar gula darah.
Saat ini pemeriksaan 3HB dalam darah sudah dapat dilakukan dengan cara carik
uji memakai alat glukometer, bersamaan dengan pemeriksaan kadar glukosa
darah. Dalam keadaan normal kadar keton darah <0.6 mmol/3, >1 mmol/L disebut
hiperketonemia dan > 3mmol/L merupakan indikasi adanya ketoasidosis.
Pemeriksaan analisa gas darah (Astrup)
Memantau komplikasi akibat DM.
Pemeriksaan profil lipid.
Untuk pemantauan pengendalian diabetes melitus dan pencegahan sekunder.
Diperiksa kolesterol total, trigliserida, kolesterol-HDL, kolesterol-LDL.,
Kolesterol VLDL.
Kadar insulin dan proinsulin (C- peptide)
Untuk menilai fungsi pancreas, diperiksa secar imunologis. Kelemahan
pemeriksaan insulin adalah dipengaruhi oleh antibody insulin darah, sedangkan Cpeptide tidak.
BAHAN PEMERIKSAAN
Untuk pemeriksaan kadar glukosa darah digunakan serum/ plasma vena, kapiler
(whole blood = darah utuh). Kandungan glukosa darah kapiler lebih tinggi 7-10%
dari glukosa dalam vena (keadaan puasa 2-3 mg/dL, sehabis makan 20-30 mg/dL).
METODE PEMERIKSAAN
18
Untuk pemeriksaan kadar glukosa darah saat ini banyak dipakai metode enzimatik
metode glocose oxidase atau Hexokinase karena hasil pemeriksaan mempunyai
spesifitas tinggi. Untuk diagnostik DM, dianjurkan pemeriksaan glukosa dengan cara
enzimatik dengan bahan plasma vena.
Urin
Pemeriksaan Urin rutin
Untuk mencari adanya kelainan / komplikasi pada saluran kemih, misalnya infeksi
atau insufisiensi ginjal.
Glukosa urin dan keton urin
Pemeriksaan glukosa urin secara tidak langsung menggambarkan kadar glukosa
darah > 180 mg/dL (batas ambang ginjal untuk glukosa), maka pemeriksaan
glukosa urin akan positif. Namun urin yang dikeluarkan tidak selalu berkorelasi
dengan glukosa darah, sehingga pemeriksaan glukosa urin tidak dianjurkan untuk
memastikan diagnosis DM. Pemeriksaan glukosa urin dapat dipakai untuk
pemantauan hasil pengobatan. Pemeriksaan keton urin dilakukan bila didapatkan
tanda-tanda ketoasidosis. Namun pemeriksaan keton urin mempunyai kelemahan
karen menggambarkan kadar glukosa darah beberapa jam sebelum tes dan saat ini
baru bisa mendeteksi aseton dan asetoasetat, bukan 3 HB.
Mikroalbuminuria
Penting untuk deteksi dini komplikasi ginjal. Terdeteksinya albumin dalam jumlah
kecil (< 30 mg/dL) dalam urin menunjukan adanya komplikasi ginjal.
BAHAN PEMERIKSAAN
Untuk pemeriksaan urin rutin, protein, glukosa, keton dan sedimen urin dipakai urin
porsi tengah, segar. Spesimen untuk tes mikroalbuminuria dipakai urin 24 jam.
Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring
dapat dilihat pada tabel 3.
Bukan DM
Belum pasti
Pasti DM
DM
Kadar glukosa Plasma vena
< 100
100-199
>200
Darah sewaktu Darah kapiler
< 90
90-199
>200
Kadar glukosa Plasma vena
< 100
100-125
>126
Darah puasa
Darah kapiler
< 90
90-99
>100
Catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil,
dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa
faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
(BUKU KONSENSUS)
19
Diagnosis Banding :
a. Cystic fibrosis
b. Diabetes mellitus type l
c. Diabetic ketoacidosis
d. Drug-induced glucose intolerance
e. Gestational diabetes
f. Glucose intolerance
g. Pancreatitis
3.7 Tatalaksana
3.7.1 Farmakologis
1
20
22
Terapi Insulin
a Sediaan :Termasuk obat utama DM 1 dan beberapa tipe 2. Suntikan insulin
dulakukan dengan IV, IM, SK (jangka panjang). Pada SK insulin akan
berdifusi ke sirkulasi perifer yang seharusnya langsung masuk ke sirkulasi
portal, karena efek langsung hormone ini pada hepar menjadi kurang.
b Indikasi dan tujuan : Insulin SK diberikan pada DM 1, DM 2 yang tidak
dapat diatasi dengan diet/ antidiabetik oral, dll. Tujuan pemberian insulin
adalah selain untuk menormalkan kadar insulin juga untuk memperbaiki
semua aspek metabolism.
c Dosis : Kebutuhan insulin pada DM antara 5-150 U sehari tergantung dari
keadaan pasien.
- Dosis awal DM muda 0,7-1,5 U/kgBB
- Untuk DM dewasa kurus 8-10 U insulin kerja sedang diberikan 20-30mnt
sblm makan pagi, dan 4-5 U sebelum makan malam.
- DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sebelum makan malam.
d ES : Hipoglikemi, alergi dan resisten, lipoatrofi dan lipohipertrofi, edem,
kembung,dll.
e Interaksi : antagonis (adrenalin, glukokortikoid, kortikotropin, progestin,
GH, Tiroid, estrogen, glucagon,dll)
Insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
23
24
25
c. Asidosis metabolik
Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan
lipogenesis,peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam
lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat,
hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma
mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan
beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan
ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik
dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien
dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.
Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak,
pasien akan mengalami koma dan meninggal. Koma dan kematian
akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga
kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan
pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.
Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik
1. Dehidrasi
8. Poliuria
2. Hipotensi (postural atau supine)
9. Bingung
3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer
10. Kelelahan
4. Takikardi
11. Mual-muntah
5. Kusmaul breathing
12. Kaki kram
6. Nafas bau aseton
13. Pandangan
kabur
7. Hipotermia
14. Koma (10%)
2. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)
Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi
pada penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi
insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Ciriciri HHNK adalah sebagai berikut:
a. Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.
b. Dehidrasi berat
c. Uremia
Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini
tidak segera ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%.
Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada HHNK tidak
terdapat ketosis.
Penatalaksanaan HHNK
Penatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan
yang terpenting adalah:Pasien biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira
diberikan dosis setengah dari dosis insulin yang diberikan untuk terapi
ketoasidosis, biasanya 3 unit/jam.7
3. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang
disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa
gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering
hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan sulfonilurea,
26
27
3.9 Prognosis
Kematian berisiko dua sampai tiga kali lebih tinggi di antara orang dengan
diabetes tipe 2 dibandingkan pada populasi umum. Sebanyak 75% orang
dengan diabetes melitus tipe 2 akan mati karena penyakit jantung dan 15%
dari stroke. Angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler hingga lima kali
lebih tinggi pada orang dengan diabetes dibandingkan orang tanpa diabetes.
Untuk setiap kenaikan 1% pada level HbA1c, resiko kematian dari penyebab
diabetes meningkat terkait dengan 21%.
3.10
Pencegahan
29
Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia
retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning
bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah
nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya terletak
dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok ,
dalam, berkelompok, dan ireguler. Mulamula terletak dalam jaringan retina,
kemudian berkembang ke daerahpreretinal, ke badan kaca. Pecahnya
neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan
retina, perdarahan subhialoid ( preretinal ) maupun perdarahan badan kaca.
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan
4.3 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui
pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat
dilakukan dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang
disetujui oleh American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus
photography. Keunggulan
pemeriksaan
ter tersebut adalah mudah
dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih sehingga
mampu laksana dipelayanan kesehatan primer.
Selanjutnya, retinopati DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early
Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS). Di pelayanan primer
pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis.
Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM
nonproliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus
dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.
Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan
visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan
stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum
pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan optical coherence
tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu.
Tujuan terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan:
Kadar glukosa darah mendekati normal
Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.
Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.
Kadar A1c <7%.
31
32
dan tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan
pada diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal bagi
pasien diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty
acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki glukosa
darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat menurunkan
kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar
kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated
fatty acid= PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida,
memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang
dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme
lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer.
Sehingga dapat menurunkan kadar kolestrol LDL.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Status Gizi
Gizi Kurang
Gizi Kurang
Gizi Baik
Gizi Lebih
Gizi Lebih
Kategori
Sangat Kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Sangat Gemuk
Kerja santai
Sedang
berat
Gemuk
25
30
35
Normal
30
35
40
Kurus
35
40
40-50
Contoh:
Pasien seorang laki-laki 48thn, tinggi 160cm dan bb 63kg, pekerjaan sbg
penjaga toko.
BBI= (TBcm-100)kg-10% = 60-6 = 54
Status gizi= (BBaktual-BBI)x100% = (63-54)x100% = 116%
(termasuk BB lebih)
BB kurang
BB <90% BBI
BB normal
BB 90-110% BBI
BB lebih
BB 110-120% BBI
Gemuk
BB >120% BBI
Jumlah kebutuhan kalori per hari.
Kebutuhan kalori bassal= BBIx30 kalori = 54x30 kal =
1620 kalori
Kebutuhan aktifitas +20% 20%x1620=324 kalori
Koreksi usia -5%
5% x 1620 = 81 kalori
Koreksi BB -10%
10% x 1620 =162 kalori
Jadi total kenutuhan kalori penderita 1620+324-81-162 =
1701 di bulatkan jadi 1700.
Distribusi makanan :
KH 60% = 60% x 1700 = 1020 kalori karbohidrat setara
dengan 255 gram karbo.
Protein 20% = 20% x 1700 = 340 kalori protein setara
dengan 85 gram protein.
Lemak 20% = 20% c 1700 = 340 kalori lemak stara dengan
37.7 gram lemak.
Penentuan kebutuhan kalori perhari:
1. Kebutuhan basal:
a. Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kalor
b. Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori
34
: -5%
: +10%
: +20%
: +30%
: -20%
: -10%
: +10%
3. Stress metabolik
: +10-30%
4. Kehamilan trimester I dan II
: +300 kalori
5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan
siang (25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan
makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal
makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap
sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.
6. Memahami dan Menjelaskan Makanan Halal Thayyibah
Makanan yang halal ialah makanan yang dibolehkan untuk dimakan
menurut ketentuan syariat Islam. Segala sesuatu baik berupa tumbuhan, buahbuahan ataupun binatang pada dasarnya adalah hahal dimakan, kecuali apabila
ada nash Al-Quran atau Al-Hadits yang menghatamkannya. Ada kemungkinan
sesuatu itu menjadi haram karena memberi mengandung mudharat atau
bahaya bagi kehidupan manusia.Allah berfirman:
Artinya:
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi,dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena
Sesungguhnya syaitanitu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah
[2]: 168).
Dari dua ayat diatas maka jelaslah bahwa makanan di makan olehnorang musli
mhendaknya memenuhi 2 syarat, yaitu :a.Halal, artinya di perbolehkan untuk
di makan dan tidak dilarang oleh hokum syara b.Baik, artinya makanan itu
bergizi dan bermanfaat untuk kesehatan.
35
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. 2012. Diagnosis and Clasiffication of
Diabetes Melitus. Diabetes Care, Volume 35, Supplement 1, January 2012.
Clare Salzler, M.J., Crawford, J.M., & Kumar, V., 2007. Pankreas.
Dalam: Kumar, V., Cotran R.S., Robbins, S.L. Buku Ajar Patologi. Edisi 7.
Jakarta: EGC, 718 724.
Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29.
Jakarta: EGC
Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20.
Jakarta: EGC
Kaji Y. 2005. Prevention of diabetic keratopathy. British
journal of ophthalmology;89:254-255)
Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011
Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi, Edisi V. Jakarta:
EGC Murray K. R, Granner D. K, Mayes P. A, Rodwell V. W. 2006.
Biokimia harper.ed 27. Jakarta: EGC
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi
2. Jakarta: EGC
WHO. Global Prevalence of Diabetes in Epidemiology/ Health
Services/
Psychosocial
Research,
http://www.who.int/diabetes/facts/en/diabcare0504.pdf)
36