Anda di halaman 1dari 36

WRAP UP SKENARIO 1

BLOK ENDOKRIN
PENGLIHATAN TERGANGGU

KELOMPOK A12
Ketua
Sekretaris
Anggota

:
:
:

Anisa Nurjanah
Argia Anjani
Faiz Amali
Chairunnissa
Dea Ardelia Putri
Anisa Fazrin
Fuzan Emir Hassan
Herwidyandari Permata Putri
Ike Kumalasari
Junita Putri Anwar

1102013033
1102013041
1102011094
1102012045
1102012050
1102013031
1102013109
1102013126
1102013131
1102013142

Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi
2015

SKENARIO 1
PENGLIHATAN TERGANGGU
Seorang pengusaha, Tn. A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di
kedua mata sejak 2 bulan yang lalu. Kadang kadang terlihat bintik gelap dan
lingkaran lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun. Saat
ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan.
Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan
indeks massa tubuh (IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan
pada pemeriksaan sensorik dengan monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah
terdapat penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada
pemeriksaan funduskopi terdapat mikroaneurisma dan perdarahan dalam retina.Hasil
laboratorium memperlihatkan glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2 jam
setelah makan 345 mg/dl dan HbA1c 10,2 g/dl dan protein urin positif 3.
Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat
komplikasi kronik mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Pasien juga
diberikan edukasi tentang perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik
sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai, dan pemberian insulin untuk
mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian
obat.
KATA SULIT
1. Monofilament Semmes Weinstein
Pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya rasa nyeri.
2. Funduskopi
Pemeriksaan untuk melihat dan menilai kelainan dan keadaan pada fundus
okuli dengan alat bernama oftalmoskop.
3. Mikroaneurisma
Pembengkakan seperti balon kecil karena pembesaran pembuluh darah kapiler
yang memasok darah ke retina di belakang mata.
4. Pemeriksaan Ankle Brachial Index
Pengukuran tekanan darah di kaki dan tangan lalu dibandingkan, dengan
Tekanan sistolik di kaki
rumus
.
Tekanan sistolik di tangan
5. Mikroangiopati
Adanya akumulasi kumpulan darah pada pembuluh darah kecil.
6. HbA1c
Zat yang terbentuk dari reaksi kimia antara glukosa dan monoglobulin yang
menggambarkan konsentrasi gula darah rata-rata, selama 1 sampai 3 bulan.
7. Neuropati
Gangguan saraf yang menyebabkan nyeri pada tubuh.
2

8. Makroangiopati
Adanya akumulasi kumpulan darah pada pembuluh darah besar.
9. Insulin
Hormon peptide yang diproduksi di pancreas, yang memungkinkan sel untuk
menggunakan glukosa.
ANALISA MASALAH
1. Mengapa pasien mengeluh penglihatan terganggu, terlihat gelap dan ada
bintik-bintik serta lingkaran cahaya??
2. Mengapa pasien mengeluh kesemutan dan nyeri saat jalan?
3. Apa yang menyebabkan proteinuria pada pasien?
4. Apa hubungan obesitas dengan DM tipe 2?
5. Apa hubungan usia lanjut dengan DM tipe 2?
6. Apa indikasi pemberian insulin pada pasien?
7. Kenapa pada pasien diberikan perencanaan diet 1900 kalori?
8. Kenapa kulit pasien teraba kering?
9. Apa alasan diperiksanya HbA1c?
JAWABAN
1. Karena adanya retinopati diabetik yang menyebabkan adanya perdarahan
pada retina, sehingga sebagai kompensasi dibuatnya pembuluh darah baru
yang menyebabkan adanya jaringan parut pada pembuluh darah lama. Inilah
yang menyebabkan adanya gambaran seperti bintik dan lingkaran cahaya.
2. Karena di saraf ada lesi degenerative yang menyebabkan neuropati multiple,
disfungsi saraf perifer.
3. Ada kerusakan pada glomerulus yang disebabkan karena rusaknya saraf
ginjal. Dapat juga disebabkan karena glukosa (bersifat toxic), karena pada
kasus ini didapat hiperglikemia.
4. Kerusakan pada pancreas yang di trigger untuk memproduksi insulin terus
menerus akibat hiperglikemia.
5. Sebagai salah satu faktor risiko, dimana ketika usia lanjut, fungsi organ pun
menurun. Selain itu, semakin bertambahnya usia, resistensi terhadap insulin
juga meningkat.
6. Sebagai tindakan pencegahan agar tidak terjadi kerusakan pada pancreas.
7. Diatur sesuai dengan aktivitas pasien, BMI, tingkat metabolism agar tidak
memberatkan kerja pancreas.
8. Sebagai bentuk dari dehidrasi (Trias DM)
9. Untuk mengetahu kadar gula dalam darah yang lebih efektif dibandingkan
gula darah sewaktu. (N: <7)
HIPOTESIS
Pada kasus pasien obesitas akan ditemukan hiperglikemia yang dapat memicu
timbulnya penyakit Diabetes Mellitus tipe 2. Jika DM tipe 2 tidak ditangani atau
dikontrol, maka akan menimbulkan komplikasi lain seperti retinopati diabetik,
neuropati, dan nefropati. Untuk itu, perlu dilakukan control diet pada pasien, anjuran
berolahraga, serta diberkan terapi insulin dan oral sebagai tatalaksana.

SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pankreas
1.1 Makroskopis

Memiliki struktur lunak dan berlobus, berada pada abdomen di region


epigastrium. Terdiri atas 4 bagian :
a. Caput
: cakram, pada bagian cekung duodenum, meluas kekiri dan di
belakang a.v. mesenterica superior dan terdapat processus uncinatus
b. Collum : terletak didepan pangkal v. porta dan a. mesenterica superior
c. Corpus
: berjalan ke atas dan kekiri menyilang garis tengah
d. Cauda
: menuju Lig. Lienorenalis menuju ke hilus limpa
Batas Batas
a. Anterior : dari kanan ke kiri colon trasnversum, mesocolon trasnversum,
bursa omentalis, gaster
b. Posterior : dari kanan ke kiri, ductus choledocus, v. porta, v. lienalis, v.
cava inferior, aorta, pangkal a. mesenterica superior, m. psoas sinistra,
glandula suprarenalis sinistra, renal sinistra & hilus lienalis
Perdarahan
Arteri Lienalis dan Arteri pancreaticoduodenalis superior dan inferior. Vena
Lienalis, V. Pancreaticoduodenalis superior dan inferior yang bermuara ke
vena porta hepatica.

Persarafan
Dipersarafi oleh N.X (Vagus) sifatnya simpatis dan parasimpatis
Saluran Kelenjar Pankreas
a. Ductus pancreaticus mayor (Wirsungi)
b. Ductus pancreaticus minor/accesorius (Santorini)
1.2 Mikroskopis

Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik
hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada
lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian
badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan
bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan
embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel
yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1) Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2) Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi
menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas
tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas. Pulau
langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau
langerhans yang terkecil adalah 50, sedangkan yang terbesar 300, terbanyak adalah
yang besarnya 100-225. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan
antara 1-2 juta.
Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans, yaitu kumpulan
kecil sel yang tersebar di seluruh organ.
Ada 4 jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut,
Sloane (2003) :
a. Sel , jumlah sekitar 20-40%, memproduksi glukagon yang menjadi faktor
hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai antiinsulin like activity.
b. Sel mensekresi insulin yang menurunkan kadar gula darah.
c. Sel mensekresi somatostatin, hormon penghalang hormon pertumbuhan yang
menghambat sekresi glukagon dan insulin.

d. Sel mensekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan untuk


fungsi yang tidak jelas.
2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Insulin
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino,
dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada
rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan ke
dalam darah sesuai dengan kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa
darah (Manaf, 2006).

Sintesis Insulin
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk prepoinsulin (precursor hormon
insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim
peptidase, prepoinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk
proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung
(secretory vesicle) dalam sel tersebut. Di sini, dengan bantuan enzim
peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang
keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran
sel (Guyton, 2007).
Mekanisme secara fisiologis di atas, diperlukan bagi berlangsungnya
proses metabolisme glukosa, sehubungan dengan fungsi insulin dalam proses
utilasi glukosa dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan
komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta memproduksi
insulin, meskipun beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, juga dapat
memiliki efek yang sama. Mekanisme sintesis dan sekresi insulin setelah
adanya rangsangan terhadap sel beta cukup rumit, dan belum sepenuhnya
dipahami secara jelas (Manaf, 2006).
Faktor yang memengaruhi sekresi insulin

Meningkatkan sekresi insulin


Peningkatan kadar gula
darah
Peningkatan kadar AL
bebas dalam darah
Peningkatan kadar AA
darah
Hormone
GI (gastrin,
kolesistokinin,
sekretin,

Menurunkan sekresi insulin


Penurunan kadar glukosa darah
Puasa
Somatostatin
Aktivitas -adrenergik
Leptin

gastric inhibitory peptide)


Glucagon,
hormon
pertumbuhan, kortisol
Rangsangan parasimpatis,
asetilkolin
Rangsangan -adrenergik
Resistensi insulin, obesitas
Obat-obatan, sulfonylurea

Pengangkut Glukosa (Glucose Transporter)


Disingkat menjadi GLUT, dan memiliki 6 bentuk, yaitu GLUT 1,
GLUT 2, GLUT 3 dst. Melaksanakan difusi pasif terfasilitasi glukosa
melewati membrane plasma. Fungsi tiap GLUT berbeda-beda
a. GLUT 1 : memindahkan glukosa menembus sawar darah dan otak
b. GLUT 2 : memindahkan glukosa yang masuk ke ginjal dan usus ke aliran
darah sekitar melalui kotranspor
c. GLUT 3 : pengangkut utama glukosa ke dalan neuron
d. GLUT 4 : bertanggung jawab atas sebagian besar penyerapan glukosa oleh
mayoritas sel tubuh, yang bekerja hanya setelah berikatan dengan insulin
e. GLUT 4 sangat banyak terdapat di jaringan yang paling banyak menyerap
glukosa dan darah, yaitu otot rangka dan sel jaringan lemak.
Proses Sekresi Insulin

Efek Insulin terhadap Metabolisme Karbohidrat


a. Efek terpenting insulin adalah menyebabkan sebagian besar glukosa yang
diabsorbsi sesudah makan segera diaborbsi di hati dalam bentuk
glikogen. Mekanismenya adalah
1. Insulin menghambat fosforilase hati, yaitu enzim utama yang
menyebabkan terpecahnya glikogen hati menjadi glukosa.
2. Meningkatkan ambilan glukosa dengan meningkatkan enzim
glukokinase yang merupakan salah satu ennzim foforilasi awal dari
glukosa. Karena glukosa yang sudah terfosforilasi tidak dapat
berdifusi kembali melewati membran sel
3. Meningkatkan aktivitas enzim yang meningkatkan sintesis glikogen,
termauk enzim glikogen sintae untuk membentuk molekul glikogen
b. Bila jumlah glukosa yang masuk terlalu banyak untuk di simpan sebagai
glikogen dalam sel hati maka insulin akan memacu pengubahan semua
kelebihan glukosa menjadi asam lemak, serta menghambat
glukoneogenesis karena mengurangi pelepasan asam amino dari otot
jaringan ekstra hepatik sebagai prekursor dari glukoneogenesis.
c. Insulin mempermudah masuknya glukosa kedalam sebagian besar sel.
Beberapa jaringan yang tidak tergantung insulin yaitu otak, otot yang
aktif, hati.
Efek Insulin terhadap Lemak
Insulin memiliki banyak efek untuk menurunkan kadar asam lemak darah
dan mendorong pembentukan trigliserida
Insulin meningkatkan transportasi glukosa kedalam sel jaringan
adiposa. Glukosa berfungsi sebagai prekusor untuk pembentukan
asam lemak dan gliserol , yaitu bahan mentah untuk membentuk
trigliserida
Insulin mengaktifkan enzim-enzim yang mengkatalisis pembentukan
asam lemak dari turunan glukosa
Insulin meningkatkan masuknya asam asam lemak dari darah
kedalam sel jaringan adiposa
Insulin menghambat lipolisis , sehingga terjadi penurunan pengeluaran
asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam darah
Efek Insulin terhadap Protein
Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis
protein sebagai berikut :

Insulin mendorong transportasi aktif asam-asam amino dari darah


kedalam otot dan jaringan lain, efek ini menurunkan kadar asam
amino dalam darah dan menghasilkan bahan pembangun untuk
sistesis protein didalam sel
Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino
kedalam protein dengan merangsang perangkat pembuat protein
didalam sel
Insulin menghambat penguraian protein
Akibat kolektif efek ini adalah efek anabolik protein . karena itu, insulin
esensial bagi pertumbuhan normal.

Efek insulin pada berbagai jaringan:


1. Jaringan adiposa:
a. Meningkatkan pemasukan glukosa
b. Meningkatkan sintesis asam lemak
c. Meningkatkansintesis gliserol fosfat
d. Meningkatkan pengendapan trigliserida
e. Mengaktifkan lipoprotein lipase
f. Menghambat lipase peka-hormon
g. Meningkatkan ambilan K+
2. Otot
a. Meningkatkan pemasukan glukosa
b. Meningkatkan sintesis glikogen
c. Meningkatkan ambilan asam amino
d. Meningkatkan sintesis protein di ribosom
e. Menurunkan katabolisme protein
f. Menurunkan pelepasan asam amino glukoneogenik
g. Meningkatkan ambilan keton
h. Meningkatkan ambilan K+
3. Hati
a. Menurunkan ketogenesis
b. Meningkatkan sintesis protein
c. Meningkatkan sintesis lemak
d. Menurunkan
pengeluaran
glukosa
akibat
penurunan
glukoneogenesis dan peningkatan sintesis glikogen dan peningkatan
glikolisis
4. Umum
a. Meningkatkan pertumbuhan sel

3. Memahami dan Menjelaskan Diabetes Mellitus Tipe 2


3.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.
3.2 Etiologi

Diabetes melitus dicirikan dengan peningkatan sirkulasi konsentrasi glukosa


akibat metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang abnormal dan
berbagai komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler. Semua keadaan
diabetes merupakan akibat suplai insulin atau respon jaringan terhadap insulin
yang tidak adekuat (Inzucchi, 2005), ada bukti yang menunjukkan bahwa
etiologi diabetes melitus bermacam-macam. Meskipun berbagai lesi dan jenis
yang berbeda akhirnya akan mengarah pada insufisiensi insulin, tetapi
determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas
penderita diabetes melitus. Manifestasi klinis diabetes melitus terjadi jika lebih
dari 90% sel-sel beta telah rusak. Pada diabetes melitus yang lebih berat, selsel beta telah rusak semuanya, sehingga terjadi insulinopenia dan semua
kelainan metabolik yang berkaitan dengan defisiensi insulin (Anonim, 1999).
Penyebab-penyebab tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya
diabetes melitus tipe II menurut Guyton & Hall (2002), yaitu:
1. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)
2. Obesitas
3. Riwayat keluarga
Beberapa faktor resiko dari diabetes mellitus adalah sebagai berikut
1. Keturunan
Sekitar 50 % pasien diabetes tipe 2 mempunyai orangtua yang menderita
diabetes, dan lebih sepertiga pasien diabetes mempunyai saudara yang
mengidap diabetes. Sedangkan untuk diabetes tipe 1, sekitar 20 % terjadi pada
penderita dengan riwayat keluarga terkena diabetes dan 80 % terjadi pada
penderita yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan diabetes. (WHO,
2002).
2. Ras atau Etnis
Beberapa ras tertentu, seperti suku indian di Amerika, Hispanik, dan orang
Amerika di Afrika, mempunyai resiko lebih besar terkena diabetes tipe
2.Sedangkan diabetes tipe 1 sering terjadi pada orang Finlandia dengan
presentase mencapai 40 %.
3. Usia
Pada diabetes tipe 1, usia muda merupakan awal terjadinya penyakit tersebut,
sedangkan pada diabetes tipe 2 umur puncak berada pada usia diatas 45 tahun.
4. Obesitas
Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe 2 adalah mereka yang
mengalami kegemukan. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot
akan makin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau
kelebihan berat badan terkumpul didaerah sentral atau perut. Lemak ini akan
memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel
dan menumpuk dalam peredaran darah.
5. Sindroma Metabolik
Menurut WHO dan National Cholesterol Education Program : Adult
Treatment Panel III, orang yang menderita sindroma metabolic adalah mereka
yang punya kelainan seperti : tekanan darah tinggi lebig dari 160/90mmHg,

10

trigliseridaa darah lebih dari 150mg/dl, kolesterol HDL <40 mg/dl, obesitas
sentral dengan BMI lebih dari 30, lingkar pinggang melebihi 102 cm pada pria
atau melebihi 88 cm pada wanita, atau sudah terdapat mikroalbuminuria.
6. Kurang Gerak Badan
Olahraga atau aktivitas fisik membantu untuk mengontrol berat badan.
Glukosa darah dibakar menjadi energi, sel-sel tubuh menjadi lebih sensitive
terhadap insulin.peredaran darah lebih baik dan resiko terjadinya diabetes tipe
2 akan turun sampai 50%.
7. Faktor Kehamilan
Diabetes pada ibu hamil dapat terjadi pada 2-5 % kehamilan. Biasanya
diabetes akan hilang setelah anak lahir. Ibu hamil dengan diabetes dapat
melahirkan bayi besar dengan berat badan lebih dari 4 kg. Apabila ini terjadi,
sangat besar kemungkinan si ibu akan mengidap diabetes tipe 2 kelak.
8. Infeksi
Infeksi virus dapat juga dijadikan penyebab timbulnya diabetes mellitus.
Adapun virus-virus tersebut adalah virus cytomegalovirus, virus rubella dan
virus coxsackie.
3.3 Epidemiologi
Laporan data epidemiologi Mc Carty dan Zimmer menunjukkan bahwa
jumlah penderita DM di dunia dari 110,4 juta pada tahun 1994 melonjak 1,5
kali lipat (175,4 juta) pada tahun 2000, dan akan melonjak dua kali lipat
(239,3 juta) pada tahun 2010 (Tjokroprawiro, 2006). International Diabetes
Federation (IDF) menyatakan bahwa pada tahun 2005 di dunia terdapat 200
juta (5,1%) orang dengan diabetes (diabetisi) dan diduga 20 tahun kemudian
yaitu tahun 2025 akan meningkat menjadi 333 juta (6,3%) orang. Negaranegara seperti India, China, Amerika Serikat, Jepang, Indonesia, Pakistan,
Banglades, Italia, Rusia, dan Brazil merupakan 10 besar negara dengan jumlah
penduduk diabetes terbanyak (Depkes RI, 2007). Dalam Diabetes Atlas edisi
kedua tahun 2003 yang diterbitkan oleh IDF, prevalensi diabetes di Indonesia
pada tahun 2000 adalah 1,9% (2,5 juta orang) dan toleransi glukosa terganggu
(TGT) 9,7% (12,9 juta orang) dengan prediksi bahwa di tahun 2025 berturutturut akan menjadi 2,8% (5,2 juta orang) diabetisi dan 11,2% (20,9 juta orang)
dengan TGT. Sementara menurut WHO 1998, diperkirakan jumlah diabetisi di
Indonesia akan meningkat hampir 250% dari 5 juta di tahun 1995 menjadi 12
juta pada tahun 2025 (Depkes RI, 2007). Dalam Diabetes Care (Wild, 2004),
yang melakukan analisa data WHO dan memprediksi Indonesia di tahun 2000
dikatakan sebagai nomor 4 terbanyak diabetisi (8,4 juta orang) pada tahun
2030 akan tetap nomor 4 di dunia tetapi dengan 21,3 juta diabetisi. Perkiraan
jumlah ini akan menjadi kenyataan apabila tidak ada upaya dari kita semua
untuk mencegah atau paling tidak mengeliminasi faktor-faktor penyebab
ledakan jumlah tersebut (Depkes RI, 2007).
Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini telah dilaksanakan
di Indonesia, kekerapan diabetes berkisar antara 1,5 sampai dengan 2,3%,
kecuali di Manado yang agak tinggi sebesar 6% (Utama, 2005). Walaupun
demikian prevalensi DM di daerah rural ternyata masih rendah. Di

11

Tasikmalaya didapatkan prevalensi sebesar 1,1% sedangkan di Kecamatan


Sesean, suatu daerah terpencil di Tanah Toraja didapatkan prevalensi DM
hanya 0,8%. Di sini jelas ada perbedaan antara urban dengan rural,
menunjukkan bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian diabetes. Tetapi di
Jawa Timur, perbedaan rural-urban tidak begitu tampak. Di Surabaya pada
penelitian epidemiologis yang dikerjakan di Puskesmas perkotaan mencakup
penduduk di atas 20 tahun (1991), didapatkan prevalensi sebesar 1,43%
sedangkan di daerah rural (1989) juga didapatkan prevalensi yang hampir
sama yaitu 1,47% (Depkes RI, 2007). Hasil penelitian epidemiologis di
Jakarta (urban) membuktikan adanya peningkatan prevalensi penyakit DM
tipe 2 dari 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993. Di Makasar
1,5% (1981) menjadi 12,9% (1998). Menurut Konsensus Pengelolaan DM tipe
2 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) 1998 berdasarkan pola
pertambahan penduduk seperti saat itu diperkirakan pada tahun 2020, di
Indonesia akan terdapat 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan
dengan asumsi prevalensi diabetes mellitus sebesar 4%, akan ada 7 juta
diabetisi (Depkes RI, 2007). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001,
menemukan prevalensi DM di kalangan penduduk 25-64 tahun, 7,5% di Jawa
dan Bali. Surveilans faktor risiko di Depok (2001) yang dilakukan oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Depkes dengan
menggunakan kriteria diagnostik DM yang benar, menemukan prevalensi DM
tipe 2 pada usia 25- 64 tahun sebesar 12,8% dan berubah menjadi 11,2% di
tahun 2003 setelah dilakukan intervensi terhadap perilaku (Depkes RI, 2007).
3.4 Patofisiologi
a. Resistensi insulin
Penurunan kemampuan insulin untuk beraksi pada jaringan target perifer
(terutama otot dan hati) merupakan ciri yang menonjol pada DM tipe II dan
merupakan kombinasi dari kerentanan genetik dan obesitas. Resistensi insulin
mengganggu penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif insulin dan
meningkatkan keluaran glukosa hepatik, keduanya menyebabkan
hiperglikemia.
Pada prinsipnya resistensi insulin dapat terjadi di tingkat reseptor insulin atau
di salah satu jalur sinyal pascareseptor. Pada DM tipe II jarang terjadi defek
kualitatif dan kuantitatif pada reseptor insulin. Oleh karena itu, resistensi
insulin diperkirakan terutama berperan dalam pembentukan sinyal
pascareseptor (ClareSalzler, et al., 2007). Polimorfisme pada IRS-1 mungkin
berhubungan dengan intoleransi glukosa, meningkatkan kemungkinan bahwa
polimorfisme dalam berbagai molekul postreceptor dapat menyebabkan
resistensi insulin. Patogenesis resistensi insulin saat ini berfokus pada defek
sinyal PI-3-kinase, yang menurunkan translokasi GLUT 4 pada membran
plasma, diantara kelainan lainnya. Asam lemak bebas juga memberikan
kontribusi pada patogenesis DM tipe II. Asam lemak bebas menurunkan
ambilan glukosa pada adiposit dan otot serta meningkatkan keluaran glukosa
hepatik yang terkait dengan resistensi insulin
b. Gangguan Sekresi Insulin

12

Defek pada sekresi insulin bersifat samar dan secara kuantitatif kurang berarti
jika dibandingkan dengan yang terjadi pada DM tipe I. Pada awal perjalanan
penyakit DM tipe II, sekresi insulin tampaknya normal dan kadar insulin
plasma tidak berkurang. Namun pola sekresi insulin yang berdenyut dan
osilatif lenyap, dan fase pertama sekresi insulin (yang cepat) yang dipicu oleh
glukosa menurun.
Secara kolektif hal ini dan pengamatan lain mengisyaratkan adanya gangguan
sekresi insulin yang tipe II, dan bukan defisiensi sintesa insulin. Namun pada
perjalanan penyakit berikutnya, terjadi defisiensi absolut yang ringan sampai
sedang, yang lebih ringan dibanding DM tipe I . Penyebab defisiensi insulin
pada DM tipe II masih belum sepenuhnya jelas. Berdasarkan data mengenai
hewan percobaan dengan DM tipe II, diperkirakan mula-mula resistensi
insulin menyebabkan peningkatan kompensatorik massa sel beta dan produksi
insulinnya. Pada mereka yang memiliki kerentanan genetik terhadap DM tipe
II, kompensasi ini gagal. Pada perjalanan penyakit selanjutnya terjadi
kehilangan 20 - 50% sel beta, tetapi jumlah ini belum dapat menyebabkan
kegagalan dalam sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Namun,
tampaknya terjadi gangguan dalam pengenalan glukosa oleh sel beta. Dasar
molekuler gangguan sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa ini masih
belum dipahami.
Peningkatan asam lemak bebas (NEFA = non-esterified fatty acids) juga
mempengaruhi sel beta. Secara akut, NEFA menginduksi sekresi insulin
setelah makan, sedangkan pajanan kronik terhadap NEFA menyebabkan
penurunan sekresi insulin yang melibatkan lipotoksisitas yang menginduksi
apoptosis sel islet dan/ atau menginduksi uncoupling protein-2 (UCP-2) yang
menurunkan membran potensial, sintesa ATP dan sekresi insulin. Mekanisme
lain kegagalan sel beta pada DM tipe II dilaporkan berkaitan dengan
pengendapan amiloid di islet. Pada 90% pasien DM tipe II ditemukan endapan
amiloid pada autopsi. Amilin, komponen utama amiloid yang mengendap ini,
secara normal dihasilkan oleh sel beta pankreas dan disekresikan bersama
dengan insulin sebagai respons terhadap pemberian glukosa. Hiperinsulinemia
yang disebabkan resistensi insulin pada fase awal DM tipe II menyebabkan
peningkatan produksi amilin, yang kemudian mengendap sebagai amiloid di
islet. Amiloid yang mengelilingi sel beta mungkin menyebabkan sel beta agak
refrakter dalam menerima sinyal glukosa. Yang lebih penting, amiloid bersifat
toksik bagi sel beta sehingga mungkin berperan menyebabkan kerusakan sel
beta yang ditemukan pada kasus DM tipe II tahap lanjut.

13

3.5 Manifestasi Klinis


Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di
bawah ini :
Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita
Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes
Melitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu :
a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat
badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah :
Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat Badan enurun, Lemah, Kesemutan,
Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan (Waspadji, 1996).
Penjelasan sebagai berikut:

Poliuria (Peningkatan pengeluaran urin)

14

Polidipsia (Peningkatan rasa haus)


Akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air menyebabkan
dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena
air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien
konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat peka). Dehidrasi intrasel
merangsang pengeluaran ADH (antidiuretik hormone) dan menimbulkan
rasa haus.

Rasa lelah dan kelemahan otot


Akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama , katabolisme
protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk
menggunakan gkukosa sebagai sumber energi.

Polifagia (Peningkatan rasa lapar)

Peningkatan angka infeksi


Akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibodi,
peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun,
dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.

Kelainan kulit
Kelaianan kulit berupa gatal gatal, biasanya terjadi didaerah ginjal.
Lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara. Biasanya akibat
tumbuhnya jamur.

Kelaianan ginekologis
Keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.

Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati.


Pada penderita diabetes melitus regenerasi sel persarafan mengalami
gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur
protein. Akibatnya banyak sel persarafan terutama perfifer mengalami
kerusakan.

Kelemahan tubuh
Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik
yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung
secar optimal.

Luka/ bisul yang tidak sembuh-sembuh


Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein
dan unsur makanan yang lain. Pada penderita diabetes melitus bahan
protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan
yang dipergunakan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami
gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh yg juga dapat disebabkan
oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada penderita diabetes
melitus.

15

Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensi


Penderita diabetes melitus mengalami penurunan produksi hormon
seksual akibat kerusakan testosteron dan sistem yang berperan.

Mata kabur
Disebabkan oleh katarak/ gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa
oleh hiperglikemia, mungkin juga disebabkan kelainan pada korpus
vitreum.

3.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Anamnesis :
Keluhan khas diabetes melitus : poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya
Keluhan tidak khas diabetes melitus : lemah, kesemutan, gatal,
penglihatan kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita

Faktor risiko DM tipe 2 :


Usia >45 tahun
Berat badan lebih : > 110% berat badan idaman atau indeks massa tubuh
(IMT) wanita >25 kg/m atau <18 kg/m sedangkan pria >27 kg/m atau
<20 kg/m
Hipertensi ( TD > 160/95 mmHg)
Riwayat Dm dalam garis keturunan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi >
4.000 gram
Pemerikasaan fisik :
Tinggi badan dan berat badan (tidak sesuai dengan IMT), tekanan darah
(hipertensi), lingkar pinggang (cewek >80, cowok >90)
Tanda neuropati
Mata ( visus, lensa mata dan retina )
Keadaan kaki ( termasuk rabaan nadi kaki ), kulit dan kuku.

Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal 1 kali saja
cukup untuk menegakan diagnosis
Apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan 2 kali pemeriksaan
glukosa darah abnormal
*TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)
Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum
air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak),
dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit

16

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam


setelah minum larutan glukosa selesai
Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi GlukosaTerganggu) atau GDPT
(Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh
- TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 199 mg/dl
- GDPT : glukosa darah puasa antara 100 125 mg/dl.

Pemeriksaan Penunjang
Darah
1 Kadar glukosa darah : puasa, sewaktu, 2 jam post prandial.
2 Tes toleransi glukosa oral (TTGO)
3 Kurva Harian glukosa
4 Kadar keton darah
5 Kadar Hb A1c
6 Kadar fruktosamin
7 Kadar insulin
8 Kadar C-peptide
9 Pemeriksaan lain: tes fungsi ginjal, analaisa gas darah, kadar lipid, imunoserologis
Urin :
1 Reduksi/glukosa urin
2 Protein, mikroalbumin
3 Benda Keton
4 Sedimen Urin
DARAH
Glukosa darah puasa (GDP): puasa 10-14 jam sebelum pengambilan darah.
Glukosa darah sewaktu (GDS): pengambilan darah tanpa melihat kapan terakhir
makan.
Glukosa darah 2 jam post prandial : pengambilan darah 2 jam setelah makan atau
setelah konsumsi 75 gr glukosa. Selama menunggu 2, pasien duduk istirahat, tidak
makan/minum lagi dan tidak merokok.

Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)


Untuk diagnostik pada pasien dengan kadar glukosa yang meragukan (belum pasti
DM). Tidak dilakukan pada pasien dengan gejala klinik khas DM.
17

Tiga hari sebelum tes pasien diet cukup karbohidrat (>150 gr/hari) dan melakukan
aktifitas fisik seperti yang biasa dilakukan. Puasa paling sedikit 8 jam malam hari
sebelum pemeriksaan.
Kurva Harian Glukosa
Glukosa darah diperiksa 3-4 kali sehari sebelum makan pagi, siang dan makan
malam. Tujuan untuk menilai metabolisme tubuh dalam waktu sehari dan
memantau hasil pengobatan.
Pemeriksaan kadar HbA1c dan fruktosamin
Merupakan hasil glikosilasi non enzimatik protein. Digunakan untuk memantau
hasil pengobatan. Pada hipergilkemia yang berlangsung lama protein-protein hasil
glikosilasi non enzimztik meningkat, antara lain HbAc1 yang menggambarkan
kadar gula darah 1-3 bulan sebelum pemeriksaan dan fruktosamin yang
menggambarkan kadar gula darah 1-3 minggu sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan
HbA1c perlu dilakukan pada awal penanganan penderita dan setiap 3 bulan untuk
memantau hasil pengobatan.
Pemeriksaan Benda Keton Darah
Dua benda keton utama adalah asetoasetat dan 3-beta hidroksi butirat (3HB).
Dalam keadaaan normal, 3 HB merupakan 75-85 % dari benda keton dalam
sirkulasi. Produksi benda keton meningkat pada keadaan puasa, aktifitas fisik
yang berkepanjangan dan diet tinggi lemak. Keadaan patologis yang menimbulkan
ketoasidosis adalah DM, defisiensi kortisol, defisiensi Growth Hormon,
intoksikasi alkohol dan salisilat dan pada bayi dengan inborn errors of
metabolism.
Penting untuk memantau komplikasi ketoasidosis terutama pada pasien DM tipe1,
DM pada kehamilan, pasien DM yang sakit/ stress dan pasien DM yang tidak
terkontrol. Untuk diagnosis dan monitoring terapi ketoasidosis, pengukuran kadar
3HB mempunyai korelasi yang lebih baik dengan kadar gula darah.
Saat ini pemeriksaan 3HB dalam darah sudah dapat dilakukan dengan cara carik
uji memakai alat glukometer, bersamaan dengan pemeriksaan kadar glukosa
darah. Dalam keadaan normal kadar keton darah <0.6 mmol/3, >1 mmol/L disebut
hiperketonemia dan > 3mmol/L merupakan indikasi adanya ketoasidosis.
Pemeriksaan analisa gas darah (Astrup)
Memantau komplikasi akibat DM.
Pemeriksaan profil lipid.
Untuk pemantauan pengendalian diabetes melitus dan pencegahan sekunder.
Diperiksa kolesterol total, trigliserida, kolesterol-HDL, kolesterol-LDL.,
Kolesterol VLDL.
Kadar insulin dan proinsulin (C- peptide)
Untuk menilai fungsi pancreas, diperiksa secar imunologis. Kelemahan
pemeriksaan insulin adalah dipengaruhi oleh antibody insulin darah, sedangkan Cpeptide tidak.

BAHAN PEMERIKSAAN
Untuk pemeriksaan kadar glukosa darah digunakan serum/ plasma vena, kapiler
(whole blood = darah utuh). Kandungan glukosa darah kapiler lebih tinggi 7-10%
dari glukosa dalam vena (keadaan puasa 2-3 mg/dL, sehabis makan 20-30 mg/dL).
METODE PEMERIKSAAN

18

Untuk pemeriksaan kadar glukosa darah saat ini banyak dipakai metode enzimatik
metode glocose oxidase atau Hexokinase karena hasil pemeriksaan mempunyai
spesifitas tinggi. Untuk diagnostik DM, dianjurkan pemeriksaan glukosa dengan cara
enzimatik dengan bahan plasma vena.
Urin
Pemeriksaan Urin rutin
Untuk mencari adanya kelainan / komplikasi pada saluran kemih, misalnya infeksi
atau insufisiensi ginjal.
Glukosa urin dan keton urin
Pemeriksaan glukosa urin secara tidak langsung menggambarkan kadar glukosa
darah > 180 mg/dL (batas ambang ginjal untuk glukosa), maka pemeriksaan
glukosa urin akan positif. Namun urin yang dikeluarkan tidak selalu berkorelasi
dengan glukosa darah, sehingga pemeriksaan glukosa urin tidak dianjurkan untuk
memastikan diagnosis DM. Pemeriksaan glukosa urin dapat dipakai untuk
pemantauan hasil pengobatan. Pemeriksaan keton urin dilakukan bila didapatkan
tanda-tanda ketoasidosis. Namun pemeriksaan keton urin mempunyai kelemahan
karen menggambarkan kadar glukosa darah beberapa jam sebelum tes dan saat ini
baru bisa mendeteksi aseton dan asetoasetat, bukan 3 HB.
Mikroalbuminuria
Penting untuk deteksi dini komplikasi ginjal. Terdeteksinya albumin dalam jumlah
kecil (< 30 mg/dL) dalam urin menunjukan adanya komplikasi ginjal.
BAHAN PEMERIKSAAN
Untuk pemeriksaan urin rutin, protein, glukosa, keton dan sedimen urin dipakai urin
porsi tengah, segar. Spesimen untuk tes mikroalbuminuria dipakai urin 24 jam.
Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring
dapat dilihat pada tabel 3.
Bukan DM
Belum pasti
Pasti DM
DM
Kadar glukosa Plasma vena
< 100
100-199
>200
Darah sewaktu Darah kapiler
< 90
90-199
>200
Kadar glukosa Plasma vena
< 100
100-125
>126
Darah puasa
Darah kapiler
< 90
90-99
>100

Catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil,
dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa
faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
(BUKU KONSENSUS)

19

Diagnosis Banding :
a. Cystic fibrosis
b. Diabetes mellitus type l
c. Diabetic ketoacidosis
d. Drug-induced glucose intolerance
e. Gestational diabetes
f. Glucose intolerance
g. Pancreatitis
3.7 Tatalaksana
3.7.1 Farmakologis
1

Obat Antidiabetik Oral

A. Pemicu Sekresi Insulin


1. Golongan Sulfonilurea
o Generasi 1 : Tolbutamid, Tolazamid, Asetoheksimid
o Generasi 2 : Glipizis, Gliklazid dan Glimepirid
o Mekanisme kerja : Merangsang sekresi insuolin dari granul el
beta Langerhans melalui interaksi dengan ATP-sensitive K
channel pada membran sel beta yang menimbulkan
depolarisasi senhingga membuka kanal Ca. Ion Ca yang
masuk akan merangsang granula sel beta mensekresi insulin.
o Efek Samping : Jangka panjang menimbulkan hipoglikemia,
mual muntah, gangguan saraf pusat, diare
o Farmakokinetik : Absorpsi saluran cerna efektif, makanan dan
hiperglikemia mengurangi absorpsi
Di metabolisme di hepar

20

o Kontra Indikasi : Pasien gangguan hepar


o Indikasi : berhasil untuk pasien dengan DM timbul di atas 40
tahun.
o Interaksi : meningkatkan risiko hipoglikemia jika digunakan
bersamaan insulin, alkohol, sulfonamid, salisilat dosis besar,
kloramfenikol, anabolic steroid.
2. Metiglinid
o Repalinid dan nateglinid
o Mekanisme sama dengan Sulfonilurea, menutup kanal ATPindependent di sel beta pankreas.
o Farmakokinetik : absorpi cepar dan kadar puncak 1 jam.
Metabolisme di hati.
o Efek samping : Hipoglikemia.
B. Peningkat sensitivitas Insulin
1. Biguanid
o Fenformin, buformin, metformin
o Mekanisme kerja : menurunkan produksi glukosa di hepar dan
meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adiposa terhadap
insulin karena adanya aktivase kinase di sel.
o Farmakokinetik : dalam darah tidak terikat protein plasma,
waktu paruh 2 jam.
o Efek samping : mual, muntah, diare, peningkatan asam laktat
dalam darah.
o Indikasi :Diabetes dewasa, bukan pengganti insulin endogen.
o Kontra Indikasi : kehamilan, pasien penyakit hepar berat,
penyakit ginjal dengan uremua dan PJK serta penyakit paru
dengan hipoksia kronik.
2. Tiazolidinedion
o Mekanisme kerja : Menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa sehingga
meningkatkan ambilan glukosa perifer.
o Kontra Indikasi : Tiazolidindion dikontraindikasikan pada
gagal jantung karena meningkatkan retensi cairan.
C. Penghambat Alfa Glukosidase
1 Acarbose
o Farmokinetik : bekerja lokal pada saluran pencernaan, di
metabolisme oleh aktifitas enzim pencernaan.
o Mekanisme kerja : memperlambat pemecahandan penyerapan
karbohidrat kompleks dengan menghambat enzim alfa
glukosidase yang terdapat pada dingding enterosit proksimal
usus halus sehingga terjadi penurunan glukosa post prandial.
o Indikasi : digunakan sebagai monoteapi karena tidak
menyebabkan hipoglikemia
o Efek Samping : daire, faltulance
o Kontra indikasi : irritable bowl syndrome, obstruksi
salurancerna, sirosis, gangguan fungsi ginjal.
D. Golongan Incretin
Dua hormon incretin yang dikeluarkan saluran cerna adalah
21

a. GIP : oleh sel K duodenum


b. GLP-1 : oleh sel L mukosa usus dan sel alfa pankreas berfungsi
menekan sel alfa pankreas dalam mensekresikan glukagon.
Kedua hormon ini meningkatkan sekresi insulin.
E. Penghambat Dipeptidyl Peptidase IV (Penghambat DPP-IV)
Diharapkan dapat memperpanjang masa kerja GLP-1
a. GLP-1 Mimetik dan Analog: Berbentuk injeksi subkutan.
Alogaritme Penatalaksaaan DM tanpa dekompensasi

22

Terapi Insulin
a Sediaan :Termasuk obat utama DM 1 dan beberapa tipe 2. Suntikan insulin
dulakukan dengan IV, IM, SK (jangka panjang). Pada SK insulin akan
berdifusi ke sirkulasi perifer yang seharusnya langsung masuk ke sirkulasi
portal, karena efek langsung hormone ini pada hepar menjadi kurang.
b Indikasi dan tujuan : Insulin SK diberikan pada DM 1, DM 2 yang tidak
dapat diatasi dengan diet/ antidiabetik oral, dll. Tujuan pemberian insulin
adalah selain untuk menormalkan kadar insulin juga untuk memperbaiki
semua aspek metabolism.
c Dosis : Kebutuhan insulin pada DM antara 5-150 U sehari tergantung dari
keadaan pasien.
- Dosis awal DM muda 0,7-1,5 U/kgBB
- Untuk DM dewasa kurus 8-10 U insulin kerja sedang diberikan 20-30mnt
sblm makan pagi, dan 4-5 U sebelum makan malam.
- DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sebelum makan malam.
d ES : Hipoglikemi, alergi dan resisten, lipoatrofi dan lipohipertrofi, edem,
kembung,dll.
e Interaksi : antagonis (adrenalin, glukokortikoid, kortikotropin, progestin,
GH, Tiroid, estrogen, glucagon,dll)
Insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

23

Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan


perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:


Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).
Efek samping terapi insulin
Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bab komplikasi akut DM.
Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
Dasar pemikiran terapi insulin:
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi
insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis.
Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau
keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada
keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan
hiperglikemia setelah makan.
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap
defisiensi yang terjadi.
Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah basal
(puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral maupun insulin.
Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal adalah
insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang).
Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan
menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.
Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan A1C
belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial
(meal-related). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah
prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin kerja pendek (short
acting). Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial dapat diberikan
subkutan dalam bentuk 1 kali insulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus),
atau 1 kali basal + 2 kali prandial (basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3 kali prandial
(basal bolus).
Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk menurunkan glukosa
darah prandial seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja pendek
(golongan glinid), atau penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus
(acarbose).
Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.

24

Cara Penyuntikan Insulin


Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan
arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.
Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau
drip.
Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek
dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak
terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis
yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin
tersebut.
Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus dilakukan
dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.
Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan
jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama.
Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah
unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan
memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100 (artinya 100
unit/mL).
3.7.2 Non Farmakologis
A. Edukasi
DM umumnya terjadi saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk
dengan mapan. Timkes mendampingi pasien untuk menuju perubahan perilaku
sehat. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan
gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien.
B. Terapi gizi medis
C. Latihan jasmani
- Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah,
mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan
kadar kolesterol HDL.
- Latihan jasmani yang dianjurkan: Dikerjakan sedikitnya selama 150
menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut
jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobic berat
(mencapai denyutjantung>70% maksimal). Latihan jasmani dibagi
menjadi 3-4 x aktivitas/minggu.
3.8 Komplikasi
3.8.1 Akut
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang
relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang
paling serius pada diabetes tipe 1 adalah:
1. Ketoasidosis Diabetik (DKA).
Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe
1. Hal ini bisa juga terjadi pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena
kadar insulin sangat menurun, dan pasien akan mengalami hal
berikut:
a. Hiperglikemia
b. Hiperketonemia

25

c. Asidosis metabolik
Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan
lipogenesis,peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam
lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat,
hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma
mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan
beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan
ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik
dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien
dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.
Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak,
pasien akan mengalami koma dan meninggal. Koma dan kematian
akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga
kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan
pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.
Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik
1. Dehidrasi
8. Poliuria
2. Hipotensi (postural atau supine)
9. Bingung
3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer
10. Kelelahan
4. Takikardi
11. Mual-muntah
5. Kusmaul breathing
12. Kaki kram
6. Nafas bau aseton
13. Pandangan
kabur
7. Hipotermia
14. Koma (10%)
2. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)
Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi
pada penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi
insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Ciriciri HHNK adalah sebagai berikut:
a. Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.
b. Dehidrasi berat
c. Uremia
Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini
tidak segera ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%.
Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada HHNK tidak
terdapat ketosis.
Penatalaksanaan HHNK
Penatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan
yang terpenting adalah:Pasien biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira
diberikan dosis setengah dari dosis insulin yang diberikan untuk terapi
ketoasidosis, biasanya 3 unit/jam.7
3. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang
disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa
gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering
hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan sulfonilurea,

26

khususnya glibenklamid. Hasil penelitian di RSCM 1990-1991 yang


dilakukan Karsono dkk, memperlihatkan kekerapan episode hipoglikemia
sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria,
dan sebesar 65% berlatar belakang DM. Meskipun hipoglikemia sering
pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan.
Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak memperlihatkan atau belum
mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya.
Penyebab Hipoglikemia :
1. Makan kurang dari aturan yang ditentukan
2. Berat badan turun
3. Sesudah olah raga
4. Sesudah melahirkan
5. Sembuh dari sakit
6. Makan obat yang mempunyai sifat serupa
Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl,
meskipun reaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah
yang lebih tinggi. Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervariasi dan
berbeda pada setiap orang.
Tanda-tanda Hipoglikemia
1. Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.
2. Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan
menghitug sederhana.
3. Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung,
bibir atau tangan, berdebar-debar.
4. Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.
Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian
obat oral ataupun suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara
keduanya:
1) Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.
2) Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin
bisa diperkirakan pada puncak kerjanya, misalnya:
Insulin reguler
: 2-4 jam setelah suntikan
Insulin NPH
: 8-10 jam setelah suntikan
P.Z.I
: 18 jam setelah suntikan
3) Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan
simpatik), sedangkan akibat insulin sangat menonjol.
3.8.2 Kronis
1 Makroangiopati
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada
penyandang diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal
claudicatio intermittent, meskipun sering tanpa gejala.
Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang
pertama muncul.
Pembuluh darah otak
2 Mikroangiopati:
Retinopati diabetic

27

Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan


mengurangi risiko dan memberatnya retinopati. Terapi aspi-rin
tidak mencegah timbulnya retinopati
Nefropati diabetic
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko nefropati
Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kgBB) jugaakan
mengurangi risiko terjadinya nefropati
Neuropati
Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisikotinggi
untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar danbergetar
sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari.
Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien
perludilakukan
skrining
untuk
mendeteksi
adanya
polineuropatidistal dengan pemeriksaan neurologi sederhana,
dengan monolamen 10 gram sedikitnya setiap tahun.
Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatankaki
yang memadai akan menurunkan risiko amputasi.
Untuk
mengurangi
rasa
sakit
dapat
diberikan
duloxetine,antidepresan trisiklik, atau gabapentin.
Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati perifer
harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi
risiko ulkus kaki. Untuk penatalaksanaan penyulit
iniseringkali diperlukan kerja sama dengan bidang/disiplin
ilmu lain.

3.9 Prognosis
Kematian berisiko dua sampai tiga kali lebih tinggi di antara orang dengan
diabetes tipe 2 dibandingkan pada populasi umum. Sebanyak 75% orang
dengan diabetes melitus tipe 2 akan mati karena penyakit jantung dan 15%
dari stroke. Angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler hingga lima kali
lebih tinggi pada orang dengan diabetes dibandingkan orang tanpa diabetes.
Untuk setiap kenaikan 1% pada level HbA1c, resiko kematian dari penyebab
diabetes meningkat terkait dengan 21%.
3.10

Pencegahan

Menurut WHO, ada tiga jenis atau tiga tahap, yaitu


a. Pencegahan primer
Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya
hiperglikemi pada individu di populasi umum.
b. Pencegahan sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin dengan penyaringan
populasi risiko tinggi sehingga pasien yang sebelumnya tidak
terdiagnosis dapat terjaring untuk mencegah komplikasi selagi masih
reversible
c. Pencegahan tersier
28

Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat


komplikasi, meliputi
- Mencegah timbulnya komplikasi
- Mencegah progresi dari komplikasi agar tidak menjadi kegagalan
organ
- Mencegah kecacatan tubuh
4.

Memahami dan Menjelaskan Retinopati Diabetik


4.1 Definisi
Retinopati diabetic adalah suatu mikroangiopati yang mengenai arteriola
prekapiler retina, kapiler dan venula, akan tetapi pembuluh darah yang
besarpun dapat terkena. Keadaan ini merupakan komplikasi dari penyakit
diabetes mellitus yang menyebabkan kerusakan pada mata dimana secara
perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina atau lapisan saraf mata
sehingga mengalami kebocoran.

4.2 Manifestasi Klinis


Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa :
Kesulitan membaca
Penglihatan kabur
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip

Gejala Objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa :


Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah
vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh
darah terutama polus posterior.
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak
dekat mikroaneurisma dipolus posterior.
Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-kelok.
Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya
khusus yaitu iregular, kekuning-kuningan Pada permulaan eksudat pungtata
membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam
beberapa minggu.

29

Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia
retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning
bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah
nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya terletak
dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok ,
dalam, berkelompok, dan ireguler. Mulamula terletak dalam jaringan retina,
kemudian berkembang ke daerahpreretinal, ke badan kaca. Pecahnya
neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan
retina, perdarahan subhialoid ( preretinal ) maupun perdarahan badan kaca.
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan
4.3 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui
pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat
dilakukan dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang
disetujui oleh American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus
photography. Keunggulan
pemeriksaan
ter tersebut adalah mudah
dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih sehingga
mampu laksana dipelayanan kesehatan primer.
Selanjutnya, retinopati DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early
Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS). Di pelayanan primer
pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis.
Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM
nonproliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus
dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.
Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan
visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan
stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum
pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan optical coherence
tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu.

Gb. OCT pada Mata normal


Gb. OCT pada Retinopati diabetik
OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan
yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta
responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi
retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan
media refraksi.
Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati Diabetik
30

Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina,


makula dan pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan
dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak,
kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus
menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman
setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan
kontraindikasi pemberian midriatikum.
Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien
duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk
memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian
mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata
kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop
dipegang di tangan kanan.
Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks
retina yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan
dilakukan pada jarak 2-3cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial
untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc
ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda
dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien lalu
diminta melihat ke delapan arah mata angin untuk menilai retina.
Mikroaneurisma, eksudat, perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda
utama retinopati DM.
Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar
pemeriksa dapat menilai makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda
khas makulopati diabetikum.
4.4 Tatalaksana
Tatalaksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun
sekali. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa
edema makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12
bulan. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema
makula signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah
per- burukan. Setelah dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu
dievaluasi setiap 2-4 bulan. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat
berat dianjurkan untuk menjalani panretinal laser photocoagulation, terutama
apabila kelainan berisiko tinggi untuk berkembang menjadi retinopati DM
proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan pascatindakan.
Panretinal laser photocoagula- tion harus segera dilakukan pada penderita
retinopati DM proliferatif. Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai
edema makula signifikan, maka kombinasi focal dan panretinal laser
photocoagulation menjadi terapi pilihan
5. Memahami dan Menjelaskan Pola Makan pada Pasien Diabetes Mellitus
1.
2.
3.
4.

Tujuan terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan:
Kadar glukosa darah mendekati normal
Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.
Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.
Kadar A1c <7%.

31

5. Tekanan darah <130/80 mmHg.


6. Profil Lipid
7. Kolesterol LDL<100 mg/dl
8. Kolesterol HDL >40 mg/dl.
9. Trigliserida < 150 mg/dl.
10. Beran badan senormal mungkin.
Jenis Bahan Makanan
KARBOHIDRAT
Sebagai sumber energi, KH yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-65%
dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika
dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA:
monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan
energi sebesar 4kilokalori.
Rekomendasi karbohidrat :
1. Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan
oleh jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri.
2. Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber
KH.
3. Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70%
dari total kebutuhan kalori perhari.
4. Julah serat 25-50 gram per hari.
5. Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan
sampai lebih dari total kebutuhan kalori perhari.
6. Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame,
acesulfame, dan sukralosa.
7. Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari.
8. Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari.
9. Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.
PROTEIN
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori
perhari. Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan
protein sampai 40 gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam
amino esensial. Protein mengandung energi sebesar 2 kilokalori/gram.
Rekomendasi pemberian protein:
1. Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
2. Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan
mempengaruhi konsentrasi glukosa darah.
3. Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg
BB/hari.
4. Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85
gram/KgBB/hari dan tidak kurang dari 40gram.
5. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih
dianjurkan dibanding protein hewani.
LEMAK
Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini
sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A,
D, E, K. Berdasarkan rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh

32

dan tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan
pada diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal bagi
pasien diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty
acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki glukosa
darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat menurunkan
kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar
kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated
fatty acid= PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida,
memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang
dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme
lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer.
Sehingga dapat menurunkan kadar kolestrol LDL.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Rekomendasi Pemberian Lemak:


Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10%
dari total kebutuhan kalori per hari.
Jika kadar kolestrol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan
sampai maksimal 7% dari total kalori perhari.
Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL 100 mg/dl,
maka maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.
Batasi asam lemak bentuk trans.
Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak
jenuh rantai panjang.
Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori
perhari.
Penghitungan Jumlah Kalori
Perhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut,
dan kegiatan jasmani. Penetuan stasus gizi dapat dipakai indeks massa tubuh
(IMT) atau rumus Brocca.
Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT
Menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus:
IMT = Berat Badan (kg)/(Tinggi Badan (cm)/100)2
Contoh : BB = 50 kg, TB = 160 cm
IMT = 50/(160/100)2 = 50/2,56 = 19,53
Klasifikasi nilai IMT :
IMT
< 17.0
17.0 - 18.5
18.5 - 25.0
25.0 - 27.0
> 27.0

Status Gizi
Gizi Kurang
Gizi Kurang
Gizi Baik
Gizi Lebih
Gizi Lebih

Kategori
Sangat Kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Sangat Gemuk

Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus Brocca


Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus:
Berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.
33

Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%


1. Berat badan kurang BB <90% BBI
2. Berat badan normal BB 90-110% BBI
3. Berat badan lebih BB 110-120% BBI
4. Gemuk
BB>120% BBI
Perhitungan jumlah kalori:
Ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan jasmani.
Kalori/kg BB ideal
Status Gizi

Kerja santai

Sedang

berat

Gemuk

25

30

35

Normal

30

35

40

Kurus

35

40

40-50

Contoh:
Pasien seorang laki-laki 48thn, tinggi 160cm dan bb 63kg, pekerjaan sbg
penjaga toko.
BBI= (TBcm-100)kg-10% = 60-6 = 54
Status gizi= (BBaktual-BBI)x100% = (63-54)x100% = 116%
(termasuk BB lebih)
BB kurang
BB <90% BBI
BB normal
BB 90-110% BBI
BB lebih
BB 110-120% BBI
Gemuk
BB >120% BBI
Jumlah kebutuhan kalori per hari.
Kebutuhan kalori bassal= BBIx30 kalori = 54x30 kal =
1620 kalori
Kebutuhan aktifitas +20% 20%x1620=324 kalori
Koreksi usia -5%
5% x 1620 = 81 kalori
Koreksi BB -10%
10% x 1620 =162 kalori
Jadi total kenutuhan kalori penderita 1620+324-81-162 =
1701 di bulatkan jadi 1700.
Distribusi makanan :
KH 60% = 60% x 1700 = 1020 kalori karbohidrat setara
dengan 255 gram karbo.
Protein 20% = 20% x 1700 = 340 kalori protein setara
dengan 85 gram protein.
Lemak 20% = 20% c 1700 = 340 kalori lemak stara dengan
37.7 gram lemak.
Penentuan kebutuhan kalori perhari:
1. Kebutuhan basal:
a. Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kalor
b. Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori

34

2. Koreksi atau penyesuaian:


a. Umur diatas 40 tahun
b. Aktivitas ringan
c. Aktifitas sedang
d. Aktifitas berat
e. Berat badan gemuk
f. Berat badan lebih
g. Berat badan kurus

: -5%
: +10%
: +20%
: +30%
: -20%
: -10%
: +10%

3. Stress metabolik
: +10-30%
4. Kehamilan trimester I dan II
: +300 kalori
5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan
siang (25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan
makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal
makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap
sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.
6. Memahami dan Menjelaskan Makanan Halal Thayyibah
Makanan yang halal ialah makanan yang dibolehkan untuk dimakan
menurut ketentuan syariat Islam. Segala sesuatu baik berupa tumbuhan, buahbuahan ataupun binatang pada dasarnya adalah hahal dimakan, kecuali apabila
ada nash Al-Quran atau Al-Hadits yang menghatamkannya. Ada kemungkinan
sesuatu itu menjadi haram karena memberi mengandung mudharat atau
bahaya bagi kehidupan manusia.Allah berfirman:

Artinya:
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi,dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena
Sesungguhnya syaitanitu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah
[2]: 168).
Dari dua ayat diatas maka jelaslah bahwa makanan di makan olehnorang musli
mhendaknya memenuhi 2 syarat, yaitu :a.Halal, artinya di perbolehkan untuk
di makan dan tidak dilarang oleh hokum syara b.Baik, artinya makanan itu
bergizi dan bermanfaat untuk kesehatan.

35

DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. 2012. Diagnosis and Clasiffication of
Diabetes Melitus. Diabetes Care, Volume 35, Supplement 1, January 2012.
Clare Salzler, M.J., Crawford, J.M., & Kumar, V., 2007. Pankreas.
Dalam: Kumar, V., Cotran R.S., Robbins, S.L. Buku Ajar Patologi. Edisi 7.
Jakarta: EGC, 718 724.
Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29.
Jakarta: EGC
Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20.
Jakarta: EGC
Kaji Y. 2005. Prevention of diabetic keratopathy. British
journal of ophthalmology;89:254-255)
Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011
Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi, Edisi V. Jakarta:
EGC Murray K. R, Granner D. K, Mayes P. A, Rodwell V. W. 2006.
Biokimia harper.ed 27. Jakarta: EGC
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi
2. Jakarta: EGC
WHO. Global Prevalence of Diabetes in Epidemiology/ Health
Services/
Psychosocial
Research,
http://www.who.int/diabetes/facts/en/diabcare0504.pdf)

36

Anda mungkin juga menyukai