Anda di halaman 1dari 3

Anita Rahman

073.10.048

Hilirisasi Mineral
Polemik mengenai kebijakan hilirisasi mineral semakin memanas. Polemik
setidaknya mengemuka sejak awal 2013, setahun menjelang kewajiban
pengolahan mineral di dalam negeri berlaku sebagaimana amanat Undangundang No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Di dunia Internasional, kebijakan hilirisasi mineral di Indonesia memberikan
resonansi yang sangat kuat. Nada-nada dari luar negeri memiliki
kecenderungan menolak kebijakan tersebut. Jepang sebagai contoh, menjadi
Negara yang sangat serius untuk menggugat kebijakan pelarangan eksport
mineral mentah ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Ini disebabkan
Jepang merupakan salah satu Negara yang industrinya akan terimbas
dengan berhentinya suplai nikel dari Indonesia, karena industri stainless
steel Jepang menggantungkan 50% suplai nikel dari Indonesia.

Kerugian Akibat Hilirisasi Mineral


Awalnya pemerintah memang mengumumkan potensi hilangnya penerimaan
negara di kisaran Rp 5-6 triliun dari sisi pajak. Akan tetapi, jumlah itu belum
mempertimbangkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yakni dari
royalti pertambangan. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan
memutakhirkan data soal risiko berkurangnya penerimaan negara akibat
pelarangan ekspor bahan tambang mentah. Total nilainya mencapai Rp 20
triliun setahun ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat total nilai ekspor periode Januari
2014 mencapai US$ 14,48 miliar, turun 5,79% dibanding periode Januai 2013
sebesar US$ 15,38 miliar. Penurunan ekspor Januari 2014 dipicu antara lain
mulai diberlakukannya aturan larangan ekspor bahan baku mineral yang
mulai berlaku 12 Januari 2014.

Kesalahan Hilirisasi Mineral Menurut Bank Dunia


Bank Dunia dalam Indonesia Economic Quarterly 2014, memandang pesimis
terhadap efektifitas implementasi kebijakan pelarangan ekspor ini.
Setidaknya ada tiga hal penting yang diungkapkan dalam kajian ini, yang
menjelaskan mengapa kebijakan larangan eksport mineral tidak akan cukup
efektif membawa nilai tambah bagi Indonesia dalam jangka pendek maupun
menengah.

Anita Rahman
073.10.048

Kesalahan pertama adalah asumsi bahwa pelarangan ekspor mineral mentah


akan merangsang munculnya investasi baru dalam bentuk pembangunan
smelter atau fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral. Kebenaran asumsi
ini bergantung pada pangsa Indonesia secara global dalam produksi bijih
mineral. Jika infrastruktur pendukung smelter tidak layak, akan ada tekanan
untuk meminta subsidi pemerintah. Bank Dunia mengatakan sejumlah
pengusaha mineral kini meminta bantuan finansial dari pemerintah untuk
membangun smelter. Hal ini menjadi beban baru bagi pemerintah.
Kesalahan kedua adalah asumsi bahwa pembangunan smelter akan
mendorong nilai tambah mineral yang diekspor. Pada kenyataannya,
pemrosesan mineral membutuhkan input yang bersifat intensif, terutama
dalam bentuk energi listrik. Sehingga nilai tambah yang sesungguhnya jauh
di bawah selisih harga pasar bijih logam dengan mineral yang sudah
diproses.
Kesalahan ketiga adalah asumsi bahwa larangan ekspor mineral mentah bisa
memberikan kekuatan pada Indonesia untuk mengendalikan harga. Dengan
kekuatan ini, pemerintah membidik pendapatan pajak dan royalti yang lebih
tinggi. Namun, selain untuk nikel, Indonesia tidak memiliki kekuatan di pasar
global untuk mengendalikan harga mineral. Alhasil, asumsi tadi bakal
menjadi bumerang.
Larangan ekspor mineral akan mengganggu neraca perdagangan Indonesia.
Bank Dunia menaksir Indonesia kehilangan pendapatan US$ 12,5 miliar
akibat kebijakan tersebut pada 2014. Selain itu, ada gangguan dalam
penerimaan fiskal yang berasal dari royalti, pajak ekspor, serta pajak
penghasilan badan sebesar US$ 6,5 miliar dalam tiga tahun mulai 2014.

Inkonsistensi Pemerintah
Dalam PMK No 6 Tahun 2014, menetapkan BK yang diberikan bersifat
progresif sampai 2017 dengan tarif 2014 ditetapakan 25% untuk ekspor
konsentrat tembaga dan 20% untuk mineral lain. Sementara tarif tertinggi
sebesar 60% diberlakukan mulai semester II 2016. Dirjen Mineral dan
Batubara Kementerian ESDM, R Sukhyar, mengatakan relaksasi BK untuk
perusahaan mengajukan izin ekspor mineral mentah dan serius membangun
smelter.
Rencana pemerintah untuk merelaksasi kebijakan bea keluar (BK) ekspor
mineral menunjukkan inkonsistensi dalam melakukan hilirisasi mineral.
Kebijakan Kementerian ESDM dalam memberikan relaksasi dengan

Anita Rahman
073.10.048

menaikkan ekspor minerba sebagai stimulus mempercepat pergerakan


ekonomi nasional. Pemerintah seharusnya tidak mengeluarkan kebijakan
"jalan pintas" dengan melakukan relaksasi guna menaikkan ekspor. Langkah
tersebut kurang tepat baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Tanggapan Mengenai Hilirisasi Mineral


Indonesia saat ini ditempatkan oleh Fraser Institute dalam Global Survey of
Mining Investor (2013) menjadi negara dengan peringkat terbawah terkait
iklim investasi dari 96 negara produsen utama mineral dunia. Salah satu
penyebab rendahnya iklim investasi disektor pertambangan mineral adalah
terkait kepastian hukum atau regulasi. Dalam jangka panjang, iklim investasi
yang rendah ini akan menjadi penghambat bagi nilai tambah Indonesia dan
meningkatkan risiko investasi (Bank Dunia, 2014). Polemik yang terus
berlangsung didalam negeri juga memberikan dampak negatif bagi hilirisasi
mineral. Alih-alih bersiap membangun fasilitas pengolahan untuk
mendapatkan nilai tambah, kebijakan ini bisa membuat Indonesia menemui
jalan buntu.
UU Minerba No 4 Tahun 2009 merupakan produk politik dan konsensus
antara rakyat yang diwakili DPR dengan Pemerintah. Oleh karena itu, amanat
hilirisasi merupakan produk hasil legislasi yang harus dijalankan oleh
Pemerintah apapun risikonya. Pemerintah seharusnya mengkaji penerapan
hilirisasi mineral secara mendalam. Regulasi dan kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah seharusnya menjadi sumber kepastian hukum. Dimana
seperti yang telah kita ketahui, bahwa kepastian hukum merupakan hal yang
menjadi perhatian investor dalam meminimalisasi resiko investasi.

Sumber:
1. http://www.article33.or.id/a/id/3/tata-kelola-ekstraktif/132-kebijakanhilirisasi-mineral-siapa-untung
2. http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2014/03/05/215907/pemerintahinkonsisten-soal-hilirisasi-mineral
3. http://www.merdeka.com/uang/risiko-hilangnya-penerimaan-negaraakibat-uu-minerba-rp-20-t.html
4. http://www.investor.co.id/home/uu-minerba-picu-penurunanekspor/79206

Anda mungkin juga menyukai