Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II
1. RESTY KUSMAYATI
2. SANTI APRIYANTI
3. SRI SULISTIAWATI
Prodi SI Keperawatan
STIKES YPIB Majalengka
Jl. Gerakan Koperasi No. 003 Telp. (0233) 284040
Tahun Ajaran 2014/2015
BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
Keperawatan kesehatan mental dan psikiatrik adalah suatu bidang spesialisasi praktek keperawatan yang
menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai
kiatnya ( ANA ). Semuanya didasarkan pada diagnosis dan intervensi dari adanya respons individu akan masalah
kesehatan mental yang actual maupun potensial. Ada empat karakteristik keperawatan :
1. Fenomena yaitu rentang respons-respons yang berkaitan dengan kesehatan yang teramati pada orang sakit
dan sehat yang menjadi focus diagnosa dan penanganan keperawatan.
2. Teori yaitu konsep-konsep, prinsip-prinsip dan proses yang memandu intervensi keperawatan dan
pemahaman tentang respons yang berhubungan dengan kesehatann.
3. Tindakan-tindakan yaitu intervensi untuk mencegah kesehatan.
4. Pengaruh yaitu evaluasi tindakan keperawatan yang berhubungan dengan respon kesehatan yang
teridentifikasi dan hasil asuhan keperawatan yang diantisipasi.
Pelayanan yang menyeluruh difokuskan pada pencegahan penyakit mental, menjaga kesehatan, pengelolaan atau
merujuk dari masalah kesehatan phisik dan mental, diagnosis dan intervensi dari gangguan mental dan akibatnya,
dan rehabilitasi (Haber & Billing, 1993).
Keperawatan jiwa / mental diharapkan mampu mengkaji secara komprehensif, menggunakan ketrampilan
memecahkan masalah secara efektif dengan pengambilan keputusan klinik yang komplek (advokasi), melakukan
kolaborasi dengan profesi lain, peka terhadap issue yang mencakup dilema etik, pekerjaan yang menyenangkan,
2
tanggung jawab fiskal. Jadi peran keperawatan jiwa profesional telah berkembang secara komplek dari elemenelemen sejarah aslinya.
Sejarah Perkembangan Keperawatan Jiwa Dalam sejarah evolusi keperawatan jiwa, kita mengenal beberapa teori
dan model keperawatan yang menjadi core keperawatan jiwa, yang terbagi dalam beberapa periode. Pada awalnya
perawatan pasien dengan gangguan jiwa tidak dilakukan oleh petugas kesehatan (Custodial Care). Perawatan
bersifat isolasi dan penjagaan. Mereka ditempatkan dalam suatu tempat khusus, yang kemudian berkembang
menjadi Primary Consistend of Custodial Care.
Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima
orang lain sebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Kesehatan jiwa meliputi:
1. Bagaimana perasaan anda terhadap diri sendiri
2. Bagaimana perasaan anda terhadap orang lain
3. Bagaimana kemampuan anda mengatasi persoalan hidup anda Sehari - hari.
Keperawatan jiwa dimulai antara tahun 1770 dan 1880 seiring dengan kejadian penanganan pada seorang
penyakit mental. Sebelumnya, pada masa peradaban dimana roh-roh dipercaya sebagai penyebab gangguan dan
mengusirnya agar sembuh. Para leluhur Yunani, Romawi dan Arab percaya bahwa gangguan emosional diakibatkan
tidak berfungsinya organ pada otak. Mereka menggunakan berbagai pendekatan tindakan seperti : ketenangan,
3
gizi yang baik, kebersihan badan yang baik, musik dan aktivitas rekreasi.Selama abad 7 sebelum masehi,
Hippocrates menjelaskan perubahan perilaku atau watak dan gangguan mental disebabkan oleh perubahan 4
cairan tubuh atauhormon, yang dapat menghasilkan panas, dingin, kering dan kelembaban. Aristotle melengkapi
dengan hati, dan Seorang Dokter Yunani, Galen :menyatakan emosi atau kerusakan mental dihubungkan dengan
otak. Orang Yunani menggunakan kuil sebagai rumah sakit dan memberikan lingkungan udara bersih, sinar
matahari dan air bersih untuk menyembuhkan penyakit jiwa/mental. Bersepeda, Jalan-jalan, dan mendengarkan
suara air terjun ini sebagai contoh penyembuhan.
Falsafah biasanya diartikan sebagai suatu pandangan dan pengetahuan yang mendasar, yang selanjutnya
digunakan untuk mengembangkan dan membangun suatu persepsi atau asumsi tertentu tentang kehidupan.
Falsafah memberikan suatu gambaran atau pandangan terhadap suatu sistem nilai dan keyakinan. Bagi setiap
individu, falsafah berperan dalam membantu seseorang memahami makna dari pengalaman hidup yang
dijalaninya serta berfungsi sebagai penuntun dalam bersikap dan berperilaku. Falsafah hidup seseorang
berkembang melalui dari hasil belajar, hubungan interpersonal, pendidikan formal maupun informal, agam, dan
dipengaruhi oleh latar belakang budaya serta lingkungan.
B.
Tujuan Penulisan
4
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliyah Keperawatan Jiwa II serta mengetahui bagaimana bentuk
keperawatan kesehatan jiwa masyarakat.
2. Tujuan Khusus:
a. Agar mahasiswa mengetahui pengertian keperawatan kesehatan jiwa masyarakat.
b. Agar mahasiswa mengetahui tujuan dari program keperawatan kesehtan jiwa masyarakat.
c. Agar mahasiswa mengetahui tentang prinsip-prinsip dalam keperawatan kesehatan jiwa masyarakat.
d. Agar mahasiswa mengetahui peran perawat dalam melakuan tindakan keperawatan kesehatan jiwa
masyarakat.
C.
Manfaat
Untuk tenaga kesehatan: makalah ini bisa di jadikan bahan acuan untuk melakukan tindakan asuhan
keperawatan pada kasus keperawatan kesehatan jiwa masyarakat.
5
BAB II PEMBAHASAN
Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan
kejiwaan yang menceerminkan kedewasaan kepribadiannya. (WHO)
Kesehatan jiwa adalah kondisi seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan keselarasan
dalam pengendalian diri, serta terbebas dari stress yang serius. (Rosdahi, 1999)
Kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional secara optimal dari
seseorang, dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain. (UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1966)
Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantanganhidup, dapat menerima
orang lainsebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 220/MENKES/SK/III/1992 tentang pedoman umum
Tim Pembina, Pengarah, Pelaksana kesehatan Jiwa Masyarakat. Kesehatan jiwa masyarakat (Community Mental
Health) merupakan suatu orientasi kesehatan jiwa yang dilaksanakan di masyarakat. Kesehatan jiwa masyarakat
ini dititik beratkan pada upaya promotif dan preventif tanpa melupakan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Tujuan dari diadakannya KESWAMAS adalah untuk meningkatkan kerjasama lintas sektoral dan kemitraan swasta,
Lembaga
Swadaya
Masyarakat,
kelompok
profesi
dan
organisasi
masyarakat
secara
terpadu
dan
berkesinambungan dalam rangka meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan masyarakat dalam
menghadapi masalah kesehatan jiwa sehingga akan terbentu perilaku sehat sebagai individu, keluarga dan
masyarakat yang memungkinkan setiap individu hidup lebih produktif secara sosial dan ekonomi.
b.
Kelompok yang dimaksud adalah TOMA (tokoh agama, kepala dusun), pengobatan tradisional (orang
pintar)
c. Mereka dapat menjadi target pelayanan ataupun mitra tim kesehatan yang diinterasikan dengan
perannya di masyarakat
4. Pelayanan kesehatan jiwa melalui pelayanan kesehatan dasar :
a. Semua pemberi pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat yaitu praktik pribadi dokter, bidan,
b.
perawat psikolok dan semua sarana pelayanan kesehatan (puskesmas dan balai pengobatan)
Untuk itu diperlukan penyegaran dan penambahan pengetahuan tentang pelayanan kesehatan jiwa
a.
Rumah sakit Umum daerah pada tingkat kabupaten / kota diharapkan mampu menyediakan pelayanan
rawat inap bagi klien gangguan jiwa dengan jumlah tempat tidur terbatas sesuai dengan kemampuan
b.
Sistem rujukan dari puskesmas / tim kesehatan jiwa masyarakat kabupaten / kota ke rumah sakit
umum harus jelas
Rumah Sakit Jiwa :
a.
Rumah sakit jiwa merupakan pelayanan spesialistik kesehatan jiwa yang difokuskan pada klien
10
Peran keperawatan jiwa profesional berkembang secara kompleks dari elemen historis aslinya. Peran tersebut
kini mencakup dimensi kompentensi klinis, advokasi pasien keluarga, tanggung jawab fiskal, olaborasi
antardisiplin, akuntabilitas sosial, dan parameter legal-etik.
Adapun peran perawat kesehatan jiwa masyarakat ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi, mengklasifikasi dan memetakan permasalahan kesehatan jiwa. Perawat membantu pasien
mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah & meningkatkan fungsi kehidupannya.
2. Pendidikan kesehatan dalam upaya preventif danj promotif penemuan kasus dini, skiring dan tindakan yang
cepat. Perawat memberikan pendidikan kesehatan jiwa individu dan keluarga untuk mengembangkan
kemampuan menyelesaikan masalah. Perawat mengembangkan kemampuan keluarga dalam melakukan 5
tugas kesehatan keluarga
3. Pemberi asuhan keperawatan pada intervensi kondisi krisis. Memberikan asuhan secara langsun, peran ini
dilakukan dengan menggunakan konsep proses keperawatan jiwa. Kegiatan yang dilakukan adalah
pengelolaan kasus, tindakan keperawatan individu keluarga, kolaborasi dengan tim kesehatan. Melakukan
pemeriksaan langsung dari keluarga ke keluarga, dapat berkoordinasi dengan masyarakat serta TOMA tokoh
masyarakat.
11
Berbagai kondisi psikososial yang menjadi indikator taraf kesehatan jiwa masyarakat, khususnya yang
berkaitan dengan karakteristik kehidupan di perkotaan (urban mental health) meliputi: kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT), kasus perceraian, anak remaja putus sekolah, kasus kriminalitas anak remaja, masalah anak
jalanan, promiskuitas, penyalahgunaan Napza dan dampak nya (hepatitis C,HIV/AIDS dll), gelandangan psikotik
serta kasus bunuh diri.
1. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Kekerasan dalam rumah tangga adalah tiap perbuatan terhadap seseorang yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
dalam lingkup rumah tangga (definisi dalam UU No.23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT). Lingkup rumah
tangga adalah suami, istri dan anak, termasuk juga orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga karena
hubungan darah, perkawinan, pengasuhan, perwalian dengan suami maupun istri yang menetap bersama
dalam rumah tangga.
Dampak kekerasan dalam rumah tangga meliputi gangguan kesehatan fisik non-reproduksi (luka fisik,
kecacatan), gangguan kesehatan reproduksi (penularan penyakit menular seksual, kehamilan yang tidak
dikehendaki), gangguan kesehatan jiwa (trauma mental), kematian atau bunuh diri. Kekerasan rumah tangga
12
juga dapat menjadi salah satu atau kontributor meningkatnya kasus perceraian, kasus penelantaran anak, kasus
kriminalitas anak remaja serta juga penyalahgunaan Napza.
2.
pelajar SLTP yang putus sekolah adalah sebanyak 1.000.746 siswa/siswi, sedangkan pelajar SLTA yang putus
sekolah adalah sebanyak 151.976. jumlah lulusan SLTA yang tidak melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi
pada tahun tersebut tercatat sebanyak 691.361 siswa/ siswi. Laporan Organisai Buruh Internasional (ILO) tahun
2005 menyatakan bahwa sebanyak 4,18 juta anak usia sekolah di Indonesia tidak bersekolah dan sebagainya
menjadi pekerja anak perwakilan ILO di Indonesia menyatakan bahwa banyaknya anak putus sekolah dan
menjadi pekerja anak disebabkan karena biaya pendidikan di Indonesia masih dianggap terlalu mahal dan tak
terjangkau oleh sebagian kalangan masyarakat. Angka partisipasi kasar (APK) program wajib belajar 9 tahun
yang dirilis Depdiknas menunjukan baru mencapai 88,68% dari target 95% partisipasi anak usia sekolah yang
diharapkan.
3. Masalah Anak Jalanan
Masalah anak jalan di Indonesia seperti kekerasan pada anak, masalah anak jalanan, penelantaran anak
dan sebagainya masih cukup tinggi. Berdasarkan data dari Departemen Sosial tahun 2005, jumlah anak jalanan
13
di Indonesia adalah sekitar 30.000 anak dan sebagian besarnya berada di jalan-jalan di DKI Jakarta. Selain itu
baru terdapat 12 daerah di Indonesia yang memiliki perda tentang anak jalanan. Padahal para anak-anak
jalanan tersebut jelas rentan terhadap berbagai tindak kekerasan, penyimpangan perlakuan, pelecehan seksual
bahkan dilibatkan dalam berbagai tindak kriminal oleh orang dewasa yang menguasainya.
4. Kasus Kriminalitas Anak Remaja
Data Direktorat Jenderal Kemasyarakatan Dephukham dan komnas pelindungan anak (PA) menujukan
bahwa pada tahun 2005 di Indonesia terdapat 2.179 tahanan anak dan 802 narapidana anak, 7 diantaranya
anak perempuan. Tahun 2006 angkanya menjadi 4.130 tahanan anak serta 1.325 narapidana anak, dimana 34
diantaranya adalah anak perempuan. Menurut survey Komnas PA penyebab anak masuk LP Anak adalah 40%
karena terlibat kasus Narkoba (Napza), 20% karena perjudian sedangkan sisanya karena kasus lain-lain. Kirakira 20% tindak kekerasan seksual pada tahun 2006 pelakunya adalah anak remaja, 72% anak remaja pelaku
kekerasan seksual mengaku terinspirasi Tayangan TV, setelah membaca media cetak porno dan nonton film
porno. Laporan Komnas PA menyatakan bahwa 50-70% anak terlibat dalam tindak pidana kriminalitas lalu di
vonis penjara dan masuk LP Anak justru perilakunya menjadi lebih jelek dan menjadi residivis dikemudian hari.
5. Masalah Narkoba, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) serta dampaknya (Hepatitis C,
HIV/AIDS, dll)
14
Narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) tergolong dalam zat psikoaktif yang
bekerja mempengaruhi kerja sistem penghantar sinyal saraf (neuro-transmiter) sel-sel susunan saraf pusat
(otak) sehingga meyebabkan terganggunya fungsi kognitif (pikiran), persepsi, daya nilai (judgment) dan
perilaku serta dapat menyebabakan efek ketergantungan, baik fisik maupun psikis. Penyalahgunaan Napza di
Indonesia sekarang sudah merupakan ancaman yang serius bagi kehidupan bangsa dan negara. Pengungkapan
kasusnya di Indonesia meningkat rata-rata 28,9 % per tahun. Tahun 2005 pabrik extasi terbesar ke 3 di dunia
terbongkar di Tangerang, Banten. Di Indonesia diprediksi terdapat sekitar 1.365.000 penyalahgunaan Napza
aktif dan data perkiraan estimasi terakhir menyebutkan bahwa pengguna Napza di Indonesia mencapai
5.000.000 jiwa. Mengikuti laju perkembangan kasus tersebut dijumpai pula peningkatan epidemi penyakit hati
lever hepatitis tipe-c dan kasus HIV (Human Immunodeficiency Virus) AIDS (Acquired Immune-Deficiency
Syndrome) yang modus penularan melalui penggunaan jarum yang tidak steril secara bergantian pada
pengguna Napza suntik (Penasus/injecting drug user/ IDU).
Pola epidemik HIV/AIDS di Indonesia tak jauh berbeda dengan negara-negara lain, pada fase awal
penyebarannya melalui kelompok homoseksual, kemudian tersebar melalui perilaku seksual berisiko tinggi
seperti pada pekerja seks komersial, namun beberapa tahun belakangan ini dijumpai kecenderungan
peningkatan secara cepat penyebaran penyakit ini diantara para pengguna Napza suntik. Berbagai sember
memperkirakan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia telah mencapai kurang lebih 120.000 orang dan
15
sekitar 80% dari jumlah tersebut terinfeksi karena pengunaan jarum yang tidak steril secara bergantian pada
para pengguna Napza suntik, jumlah penderita HIV/AIDS dari tahun 2000 sampai 2005 meningkat dengan cepat
menjadi 4 kali lipat atau 40%. Data pada akhir tahun 2005 menyatakan bahwa prevalensi penularan HIV AIDS
pada penasun adalah 80- 90% artinya , mencapai 90% dari total penasun dipastikan terinfeksi HIV/AIDS.
6. Gangguan Psikotik Dan Gangguan Jiwa Skizofrenia
Ganguan jiwa berat ini merupakan bentuk gangguan dalam fungsi alam pikiran berupa disorganisasi
(kekacauan) dalam isi pikiran yang ditandai antara lain oleh gejala gangguan pemahaman (delusi waham)
gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi serta dijumpai daya nilai realitas yan terganggu yang ditunjukan
dengan perilaku-perilaku aneh (bizzare). Gangguan ini dijumpai rata-rata 1-2% dari jumlah seluruh penduduk di
suatu wilayah pada setiap waktu dan terbanyak mulai timbul (onset) nya pada usia 15-35 tahun. Bila angkanya
1 dari 1.000 penduduk saja yang menderita gangguan tersebut, di Indonesia bisa mencapai 200-250 ribu orang
penderita dari jumlah tersebut bila 10% nya memerlukan rawat inap di rumah sakit jiwa berarti dibutuhkan
setidaknya 20-25 ribu tempat tidur (hospital bed) Rumah sakit jiwa yang ada saat ini hanya cukup merawat
penderita gangguan jiwa tidak lebih dari 8.000 orang. Jadi perlu dilakukan upaya diantaranya porgram
intervensi dan terapi yang implentasinya bukan di rumah sakit tetapi dilingkungan masyarakat (community
based psyciatric services) penambahan jumlah rumah sakit jwa bukan lagi merupakan prioritas utama karena
16
paradigma saat ini adalah pengembangan program kesehatan jiwa masyarakat (deinstitutionalization). Terlebih
saat ini telah banyak ditemukan obat-obatan psikofarmaka yang efektif yang mampu mengendalikan gejala
ganggun penderitanya. Artinya dengan pemberian obat yang tepat dan memadai penderita gangguan jiwa
berat cukup berobat jalan.
Sebenarnya kondisi di banyak negara berkembang termasuk Indonesia lebih menguntungkan dibandingkan
negara maju, karena dukungan keluarga (primary support groups) yang diperlukan dalam penggobatan
gangguan jiwa berat ini lebih baik dibandingkan di negara maju. Stigma terhadap gangguan jiwa berat ini tidak
hanya menimbulkan konsekuensi negatif terhadap penderitanya tetapi bagi juga anggota keluarga, meliputi
sikap-sikap penolakan, penyangkalan, disisihkan, dan diisolasi. Penderita gangguan jiwa mempunyai risiko tinggi
terhadap pelanggaran hak asasi manusia.
7. Kasus Bunuh Diri
Data WHO menunjukkan bahwa rata-rata sekitar 800.000 orang di seluruh dunia melakukan tindakan
bunuh diri setiap tahunnya. Laporan di India dan Sri Langka menunjukkan angka sebesar 11-37 per 100 ribu
orang, mungkin di Indonesia angkanya tidak jauh dari itu. Menurut Dr. Benedetto Saraceno dari departemen
kesehatan jiwa WHO, lebih dari 90% kasus bunuh diri berhubungan dengan masalah gangguan jiwa seperti
depresi, psikotik dan akibat ketergantungan zat (Napza).
17
Yang mengkhawatirkan adalah dijumpainya pergeseran usia orang yang melakukan tindak bunuh diri.
Kalau dahulu sangat jarang anak yang usianya kurang dari 12 tahun melakukan tindak bunuh diri, tetapi
sekarang bunuh diri pada anak usia kurang dari 12 tahun semakin sering ditemukan. Ini menunjukkan
kegagalan orang tua di rumah, guru di sekolah dan tokoh panutan di asyarakat membekali keterampilan hidup
(life skill) untuk mengatasi tantangan maupun kesulitan hidupnya. Kasus bunuh diri sudah menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang serius terutama bila dikaitkan dengan dampak kehidupan moderen. Oleh karena itu
WHO memandang bunuh diri sebagai peyebab utama kematian dini yang dapat dicegah.
Kondisi lain yang perlu mendapat perhatian adalah altruistic suicide atau bunuh diri karena loyalitas
berlebihan yang antara lain bentuk bom bunuh diri. Banyak ahli mengaitkan hal tersebut sebagi manifestasi
dari akumulasi kekecewaan, perlakuan tidak adil atau tersisihkan. Mengatasi altruistic suicide tidak mudah dan
memerlukan pendekatan multi disiplin antara berbagai pihak terkait seperti aspek kesehatan jiwa, pendekatan
agama, penegakan hukum dan sosial.
F.
21
c.
d. Tindakan
Contoh tindakan kegiatan pada masyarakat di Kelurahan Patimun
Dx
Tujuan
Umum
Tujuan
Khusus
Strategi
Rencana
Kegiatan
Sumber
Tempa
Kriteri Standar
Waktu
t
a
Evaluasi
Dx. Setelah
Setelah
Proses
1. Pembentukan
1. Kader
Aula
Setiap
Respon1. Warga
I
dilakukan
dilakukan
kelompok
kelompok kerja
kesehatan Keluraha hari
verbal mengikuti
tindakan
tindakan
kesehatan jiwa di 2. Tokoh
n
minggu,
kelompok
keperawatan
keperawatan
desa
masyarakat Patimuan dilakukan
kerja
selama 3
selama 1
2. Pembentukan
3. Mahasiswa
2 kali/
kesehatan
minggu
minggu :
kelompok
4. Materi
minggu.
jiwa di desa
diharapkan
Warga
pendukung seperti tentang
2. Warga
orangtua di
Kelurahan
kelompok
kesehatan
mengikuti
Kelurahan
Patimuan
pengajian,
jiwa
kelompok
Patimuan bisa dapat
kelompok diskusi
pengajian
melakukan
membentuk
kesehatan jiwa.
tindakan koping kelompok
yang efektif.
kerja
kesehatan jiwa
di desa dan
kelompok
pendukung .
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 2
minggu
warga
kelurahan
patimuan
dapat
Pedidikan
kesehatan
Jiwa melalui
Formasi
kepemimpin
an
Latihan
1.
kepemimpinan
(mengadakan
2.
training motivasi)
Edukasi
3.
(penyuluhan
tentang bagaimana
4.
cara memecahkan
masalah)
5.
kader
Aula
Setiap
Respon
1.
kesehatan Keluraha hari
verbal
tokoh
n
minggu,
masyarakat Patimuan dilakukan
Tokoh
2 kali/ 1
2.
Agama
minggu
mahasiswa
materi
tentang
Evaluator
Mahasiswa
Kader
kesehatan
Warga
Mahasiswa
mengikuti
Kader
training
kesehatan
motivasi
Warga bisa
menyebut
bagaimana
cara
memecahkan
masalah
22
melakukan
demonstrasi
tentang
bagaimana
cara
menyelesaika
n suatu
masalah yang
baik.
kesehatan
jiwa
Setelah
Pemberdaya
1. Pembinaan
1. kader
Aula
Setiap
Respon
1. warga aktif Mahasiswa
dilakukan
an dan
keluarga sehat dan kesehatan Keluraha hari
Psikomo diskusi terkait Kader
tindakan
kemitraan anggota keluarga 2. tokoh
n
minggu, tor
kasus yang
kesehatan
keperawatan
resiko gangguan
masyarakat Patimuan dilakukan
ada
selama 3
jiwa membahas 3.
2 kali/ 1
2. warga
minggu
kasus terkait
mahasiswa
minggu
terkontrol
warga
manajemen stress4. materi
emosinya
kelurahan
dan di diskusikan. tentang
dengan
patimuan
kesehatan
kelompok
2. Pembinaan
dapat
jiwa
Respon diskusi
kelompok dan
melakukan
Afektif tersebut
masyarakat melalui
studi kasus
3. Masyarakat
kunjungan
tentang
lebih mampu
Perawat
masalah yang
menghadapi
Puskesmas/Kom
sering
kemungkinan
unitas
dihadapi
masalah yang
3. Kerjasama LP
ada warga
dengan Dinas
terbuka
Kesehatan
wawasan dan
Kabupaten berupa
peluang
pengadaan kegiatan
usaha untuk
rutin Life Skill
perbaikan
Education dan LS
ekonominya.
berupa pelatihan
kewirausaan dari
Dinas Perikanan.
Setelah
dilakukan
Aula
Setiap 2 Respon
1. Warga
Mahasiswa dan
Keluraha hari
verbal merasa lebih kader
23
tindakan
keperawatan
selama 4
minggu
warga
kelurahan
patimuan
dapat
melakukan
studi kasus
tentang
masalah yang
sering
dihadapi
pemberian teknik
masyarakat nPatimua sekali/mi
relaksasi nafas
3. Tokoh
n
nggu
dalam.
agama
2. Terapi
4. Mahasiswa
komplementer
berupa manajemen
stress
3. Pemberian
bimbingan
keagamaan
(spiritual)
tenang
kesehatan
Warga
merasa lebih
semangat
3. Warga bisa
mengontrol
emosinya
2.
A. Kesimpulan
Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantanganhidup, dapat menerima
orang lainsebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Kesehatan jiwa masyarakat (Community Mental Health) merupakan suatu orientasi kesehatan jiwa yang
dilaksanakan di masyarakat. Kesehatan jiwa masyarakat ini dititik beratkan pada upaya promotif dan preventif
tanpa melupakan upaya kuratif dan rehabilitatif. (KepMenKes No. 220)
24
25
DAFTAR PUSTAKA
Herman, Ade S. D. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Cetakan 1. Yogyakarta: Nuha Medika
http://andiselvisulfiani.blogspot.com/2013/03/kesehatan-jiwa-komunitas.html
http://blogilmukeperawatan.blogspot.com/2012/06/asuhan-keperawatan-komunitas-jiwa.html
http://vhychocolatenurse.blogspot.com/2012/06/keperawatan-kesehatan-jiwa-keluarga-dan.html
26