Anda di halaman 1dari 38

1

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Bronkopneumonia

merupakan

satu

bentuk

pneumonia,

yaitu

pneumonia lobularis. Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim


paru. Pneumonia biasanya disebabkan oleh virus atau bakteria. Sebagian besar
episode yang serius disebabkan oleh bakteria. Biasanya sulit untuk
menentukan penyebab spesifik melalui gambaran klinis atau gambaran foto
dada.

Dalam

program

penanggulangan

penyakit

ISPA,

pneumonia

diklasifikasikan sebagai pneumonia sangat berat, pneumonia berat, pneumonia


dan bukan pneumonia, berdasarkan ada tidaknya tanda bahaya, tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam dan frekuensi napas, dan dengan
pengobatan yang spesifik untuk masing-masing derajat penyakit.
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan
utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun. Pola
bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur
pasien.
Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini
dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik.
Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan
anak adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenza.
Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumonia
berulang atau bahkan bisa anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini
dengan sempurna. Selain faktor imunitas, faktor iatrogen juga memacu
timbulnya penyakit ini, misalnya trauma pada paru, anestesia, pengobatan
dengan antibiotika yang tidak sempurna.

Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok


walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas
disebabkan oleh munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit)
yang resisten terhadap antibiotik. Adanya organisme-organisme baru dan
penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang semakin
memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya bronkopneumonia
ini.
B.

Tujuan
1.
Tujuan Umum
Melakukan pendekatan

kedokteran

keluarga

terhadap

pasien

bronkopneumonia dan keluarganya di Kelurahan Lapulu Kecamatan Abeli

Kota Kendari.
2.

Tujuan Khusus
a.

Mengetahui karakteristik (fungsi keluarga, bentuk keluarga, dan


siklus keluarga) keluarga pasien bronkopneumonia.

b.

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah


kesehatan pada pasien bronkopneumonia dan keluarganya.

c.

Mendapatkan

pemecahan

masalah

kesehatan

pasien

bronkopneumonia dan keluarganya.


C.

Manfaat
1.

Bagi Penulis
Menambah pengetahuan penulis tentang kedokteran keluarga, serta
penatalaksanaan bronkopneumonia dengan pendekatan kedokteran keluarga.

2.

Bagi Tenaga Kesehatan

Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan agar setiap


memberikan penatalaksanaan kepada pasien bronkopneumonia dilakukan
secara holistik dan komprehensif serta mempertimbangkan aspek keluarga
dalam proses penyembuhan.
3.

Bagi Pasien dan Keluarga


Memberikan informasi kepada pasien dan keluargamya bahwa
keluarga juga memiliki peranan yang cukup penting dalam kesembuhan
pasien

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Bronkopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang
terbatas pada alveoli kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal
terminalis. Pada pemeriksaan histologis terdapat reaksi inflamasi dan
pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan
berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. Berbagai spesies bakteri,
klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit dapat menjadi penyebab.
Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian
bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa
distribusi berbentuk bercak-bercak yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau
beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
Infiltrat.
Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru.
Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada
sejumlah penyebab noninfeksi seperti aspirasi makanan atau asam lambung,
benda asing, hidrokarbon, bahan lipoid dan pnemonitis akibat obat.
Pneumonia digolongkan atas dasar anatomi seperti proses lobus atau lobularis,
alveoler atau interstisial
Bronchopneumina adalah frekuensi komplikasi pulmonary, batuk
produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi
meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paruparu yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda
asing.Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:

1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia interstisial
3. Bronkopneumonia.

Gamb
ar 1, jenis-jenis pneumonia
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu
peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai
bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa
anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa


Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa
lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang
disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.

Epidemiologi
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan
utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita).
Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2
juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar
terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN)
2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia
disebabkan oleh penyakit sistem repiratori, terutama pneumonia.
Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka
mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko
tersebut adalah: pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir
rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat,
malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri
patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi
industri atau asap rokok).
C

Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,
gambaran klinis dan strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus
dan bayi kecil meliputi streptococcus group B dan bakteri gram negatif seperti
E. Colli, pseudomonas atau klebsiella. Pada bayi yang lebih besar dan anak
balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi streptococcus pneumonia,
haemophillus influenzae tipe B dan staphylococcus aureus. Sedangkan pada
anak yang lenih bedar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga
ditemukan infeksi mycoplasma pneumoniae.

Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus,


disamping bakteri. Virus yang terbanyak ditemukan adalah

respiratory

syncytial virus, rino virus dan virus para influenza. Patogen penyebab
pneumonia pada anak bervariasi bergantung pada :
1. usia
2. status imunologis
3. kondisi lingkungan
4. status imunisasi
5. faktor penjamu (penyakit penyerta, malnutrisi)
Beberapa bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran patologis
tertentu bila dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus
pneumoniae biasanya bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi
merata di seluruh lapangan paru (bronkopneumonia)
Tabel 1. Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan
kelompok usia

Usia

Etiologi yang sering

Etiologi yang jarang

Lahir - 20 hari

Bakteri

Bakteri

E.colli

Bakteri anaerob

Streptococcus grup B

Streptococcus grup D

Listeria monocytogenes

Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
Cytomegalovirus
Herper simpleks virus

3 miggu 3 bulan

Bakteri

Bakteri

Clamydia trachomatis

Bordetella pertusis

4 bulan 5 tahun

Streptococcus pneumoniae

Haemophillus influenza tipe B

Virus

Moraxella catharalis

Adenovirus

Staphylococcus aureus

Influenza virus

Ureaplasma urealyticum

Parainfluenza 1,2,3

Virus

respiratory syncytial virus

Cytomegalovirus

Bakteri

Bakteri

Clamydia pneumoniae

Haemophillus influenza tipe B

Mycoplasma pneumoniae

Moraxella catharalis

Streptococcus pneumoniae

Staphylococcus aureus

Virus

Neisseria meningitides

Adenovirus

Virus

Rinovirus

Varisela Zoster

Influenza virus
Parainfluenza virus
respiratory syncytial virus
5 tahun remaja

Bakteri

Bakteri

Clamydia pneumoniae

Haemophillus influenza

Mycoplasma pneumoniae

Legionella sp

Streptococcus pneumoniae

Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr virus

Influenza virus
Parainfluenza Rinovirus
Varisela zoster
Rino virus
respiratory syncytial virus

Patomekanisme
Pneumonia dapat timbul akibat masuknya kuman penyebab ke dalam
saluran penafasan bagian bawah melalui 2 cara, yaitu : inhalasi dan
hematogen.
Dalam keadaan normal saluran nafas mulai dari trakea ke bawah
berada dalam keadaan steril dengan adanya mekanisme pertahanan paru-paru
seperti refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang
terinfeksi, refleks batuk, pergerakan sel silia, sekret mukus, sel fagositik dan
sistem limfatik. Infeksi paru terjadi apabila mekanisme ini terganggu atau
mikroorganisme yang masuk sangat banyak dan virulensi.
Saluran napas bawah dijaga tetap steril oleh mekanisme pertahanan
bersihan mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme
pertahanan imunologik yang membatasi invasi mikroorganisme patogen
adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan
imunoglobulin lain. Biasanya bakteri penyebab terhirup ke paru-paru melalui
saluran nafas, mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :

10

Gambar 2. Patomekanisme pneumonia

1. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)


Disebut

hiperemia,

mengacu

pada

respon

peradangan

permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini
ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di
tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediatormediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun
dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin
dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka

11

perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering


mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh
sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu
( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan
cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.

3. Stadium III (3 8 hari)


Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah
putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini
endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon
imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula.

12

Gambar 3. Patomekanisme Pneumonia


Manifestasi Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas
bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai
390-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak
sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan
cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak
dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari,
di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan

mulut, retraksi sela iga.


Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
Perkusi : Sonor memendek sampai beda

13

Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai


ronki basah gelembung halus sampai sedang.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada

luasnya daerah yang terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya
kelainan.Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung
halus sampai sedang. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi.Tanpa
pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
Walaupun tanda pulmonal paling berguna, namun mungkin tandatanda itu tidak muncul sejak awitan penyakit. Tanda-tanda itu meliputi nafas
cuping hidung (neonetus), takipneu, dipsneu, dan apneu. Otot bantu nafas
interkosta dan abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai
pada anak besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk. Tanda pneumonia
berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas
bersama dengan peningkatan frekuensi nafas), perkusi redup, fremitus
melemah, suara nafas melemah dan ronkhi.
Frekwensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui
beratnya penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan
memantau tatalaksana. Pengukuran frekwensi nafas dilakukan dalam keadaan
anak tenang atau tidur. Perkusi thorak tidak bernilai diagnostik karena
umumnya kelainan patologisnya menyebar. Suara redup pada perkusi
biasanya karena adanya efusi pleura.
WHO menetapkan kriteria takipneu berdasarkan usia, sebagai berikut :
- usia kurang dari 2 bulan

: 60 kali per menit

- usia 2 bulan -1 tahun

: 50 kali per menit

- usia 1 5 tahun

: 40 kali per menit.

14

Suara nafas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi.


Ronkhi basah halus khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak
terdengar pada bayi. Pada bayi dan anak kecil karena kecilnya volume thorak
biasanya suara nafas saling berbaur dan sulit diidentifikasi.
F

Diagnosis
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993
adalah ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :

sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan


dinding dada

peningkatan suhu tubuh

Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)

Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus

Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan


limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang
predominan)

1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului
dengan infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain
batuk, demam tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut,
menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya
anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering
menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran,
kejang atau kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri
abdomen disertai muntah.
2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan
kelompok umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu,

15

retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih
besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah
takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah
demam, batuk (non produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang
ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan
remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif), nyeri
dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.
Dalam

pemeriksaan

fisik

penderita

bronkhopneumoni

ditemukan hal-hal sebagai berikut :


a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,
suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak
menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka,
namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis)
maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang
G

melalui sekret jalan


Diagnosis Banding

napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

Bronkopneumonia didiagnosa banding dengan :


1. Bronkiolitis
a.
b.
c.
d.
e.

Episode pertama wheezing pada anak umur < 2 tahun


Hiperinflasi dinding dada
Ekspirasi memanjang
Gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai
Tidak ada respon dengan bronkodilator

16

2. Aspirasi pneumonia
a. Riwayat tiba-tiba tersedak
b. Stridor atau distres pernafasan tiba-tiba
c. Wheeze atau suara pernafasan menurun yang bersifat fokal
3. Tb paru primer

a. Riwayat kontak dengan pasien TB dewasa positif


b. Uji tuberkulin positif (>10mm, pada keadaan imunosupresi > 5mm)
c. Penurunan berat badan
d. Demam (>2minggu) tanpa sebab yang jelas
e. Batuk kronis > 3 minggu
f. Pembesaran KGB
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Kelainan foto rontgen toraks tidak selalu berhubungan dengan
gambaran klinis. Biasanya dilakukan pemeriksaan rontgen toraks
posisi AP. Foto rontgen toraks AP dan lateral hanya dilakukan pada
pasien dengan tanda dan gejala klinik distres pernapasan seperti
takipnea, batuk dan ronki, dengan atau tanpa suara napas yang
melemah.
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :

Infiltrat

interstitial,

ditandai

dengan

peningkatan

corakan

bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.

Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air


bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut
dengan pneumonia lobaris, atau terlibat sebagai lesi tunggal yang
biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu
tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round
pneumonia.

Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada


kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas

17

hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan


peribronkial.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni
viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak
melebihi 20.000/mm3dengan limfosit predominan) dan bakteri
leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3dengan neutrofil yang
predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseranke kiri serta
peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan
hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat
invasif sehingga tidak rutin dilakukan.
3.

C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit.
Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP
distimulai oleh sitokin, terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor
necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai
diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi,
infeksi virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda. Kadar
CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP

4.

kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.


serologis
Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi
pada infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat

5.

mengkonfirmasi diagnosis.
Pemeriksaan mikrobiologi
Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan
pemeriksaan

mikrobiologi

spesimen

usap

tenggorok,

sekresi

nasopharing, sputum, aspirasi trakhea, fungsi pleura. Sayangnya

18

pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik dari segi teknis


maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun kuman penyebab spesifik
hanya dapat diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus.

Penatalaksanaan
1

Penatalaksaan umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang
atau PaO2 pada analisis gas darah 60 torr
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
Penatalaksanaan khusus

a. mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan


pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi
antibiotik awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi.
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis
Antibiotik :
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72
jam pertama) menurut kelompok usia.
Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
-

ampicillin + aminoglikosid

amoksisillin-asam klavulanat

amoksisillin + aminoglikosid

sefalosporin generasi ke-3

Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)


-

beta laktam amoksisillin

19

amoksisillin-amoksisillin klavulanat

golongan sefalosporin

kotrimoksazol

makrolid (eritromisin)

Anak usia sekolah (> 5 thn)


-

amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)


Antibiotik

intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak

dapat menerima obat peroral atau termasuk dalam derajat pneumonia berat.
Antibiotik intravena

yang dianjurkan adalah : ampisilin dan kloramfenikol,

ceftriaxone, dan cefotaxim.

Pemberian

antibiotik

dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah

oral

harus

mendapat antibiotik intra

vena.
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis

Berat ringan penyakit

Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis

Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Nutrisi
Pada anak dengan distres pernafasan berat, pemberian makanan
peroral harus dihindari. Makanan dapat dberikan lewat NGT atau intravena. Jika
memang dibutuhkan sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil.
Perlu dilakukan pemantauan cairan agar anak tidak mengalami
overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormon
antidiuretik.
Kriteria rawat inap:
Bayi

saturasi oksigen 92%, sianosis

20

frekuensi nafas > 60 x/ menit

distres pernafasan, apneu intermiten

tidak mau minum atau menetek

keluarga tidak bisa merawat dirumah

Anak

saturasi oksigen 92%, sianosis

frekuensi nafas > 50 x/ menit

distres pernafasan

terdapat tanda dehidrasi

keluarga tidak bisa merawat dirumah

Kriteria pulang:

gejala dan tanda pneumonia menghilang

asupan peroral adekuat

pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah

keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana

kontrol

kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.

Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri
dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau
penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan
osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi
hematologi.

Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi
didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan
datang terlambat untuk pengobatan.

21

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui.


Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan
peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan
memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Keduaduanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi
memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh
faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.

22

BAB III
KUNJUNGAN RUMAH
Tanggal kunjungan rumah
Tempat

: 18 Mei 2015

: Kelurahan Lapulu Kecamatan Abeli

A. Identitas Pasien
Nama

: An. F

Umur

: 8 bulan

Anak ke

: Pertama

Jenis kelamin

: Laki-Laki

Suku

Alamat

: Bugis

: Kelurahan Lapulu RT/RW

Tabel 2. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Dalam Satu Rumah


Nama
Umur
Hubungan Pendidikan/
No.
Keadaan fisik
anggota
L/P
keluarga
pekerjaan
1.
Tn. Amir
L/57 Tahun KK
Pensiunan
PPOK
2.
Ny. Siti
P/55 Tahun
Istri
PNS
DM
3.
Ny. Ika
P/26 Tahun
Anak
SMA
Sehat
4.
An. Ferrel
P/4 Tahun
Cucu
Belum sekolah Penderita

23

Gambar 8. Genogram keluarga


Keterangan:
Laki-laki

Penderita BP

Perempuan
Penderita PPOK
Perempuan
penderita DM
B. Anamnesis
Keluhan Utama: Batuk (alloanamnesis oleh ibu pasien)
Riwayat Penyakit Sekarang

Batuk sejak 3 hari yang lalu, batuk berdahak, pilek tidak ada
Demam sejak 4 hari yang lalu, tidak tinggi, tidak terus menerus,

tidak menggigil, dan tidak disertai kejang


Muntah 4 hari yang lalu, frekuensi 2 kali, banyaknya 3-4 sdm/kali, isi sisa

minuman.
Sesak nafas sejak 3 hari yang lalu, tidak berbunyi menciut,

tidak diengaruhi oleh makanan, cuaca dan aktivitas.


Anak saat ini mendapatkan ASI dan susu formula
Riwayat tersedak sebelumnya disangkal
Riwayat atopi atau biring susus tidak ada
Riwayat kontak dengan unggas mati mendadak tidak ada
BAK jumlah dan warna biasa
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit ini sebelumnya

24

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan yang dialami pasien. Nenek pasien menderita penyakit DM, dan
Kakek pasien menderita PPOK.
Riwayat Kehamilan
G1P1A0, Bayi S dalam kandungan selama 38 minggu. Ibu pasien rutin
memeriksakan kandungannya ke bidan setempat.
Riwayat Kelahiran
Lahir spontan, ditolong bidan , langsung menangis kuat, BB
lahir 3800 gram, panjang lahir 49 cm
Riwayat Nutrisi
Pasien masih diberi ASI sampai sekarang, makanan penyerta diberikan
ketika usia 4 bulan
Riwayat Imunisasi
BCG

: 1 x saat berumur 2 bulan

Polio

: 2x

DPT

: 2x

Campak

: belum dilakukan

Hepatitis

: 1x

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Tanda Vital
Frekwensi nadi

: Sakit ringan, compos mentis


: 118x/menit

25

Frekwensi napas

: 52 x/menit

Suhu

: 37,1 oC

Berat badan

: 11 Kg

Panjang Badan

: 78 cm

Lingkar Kepala

: 47cm

Status Gizi

: Gizi anak baik

Kepala
Kulit
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Tenggorok
Tonsil
Leher
Thorax :

: Normosefal, rambut panjang beruban


: dalam batas normal
: konjungtiva anemis-/- , sclera ikterus -/: Kedua telinga tidak tampak sekret
: Deviasi septum (-), secret (+)
: Somatitis (-), lidah kotor (-), Sianosis (-)
: Hiperemis (-)
: T1-T1 hiperemis (-)
: KGB tidak membesar

Pulmo
Inspeksi

: Dada simetris kira = kanan, retraksi (+) subcostal,

Palpasi

: Sela iga kiri=kanan, vocal premitus normal kiri =


kanan

Perkusi

: sonor kiri = kanan

Auskultasi

: BP : Bronkovesikuler BT :Ronki (+/+)

Cor
Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicularis


sinistra

Perkusi

: Pekak
Batas kiri pada linea midclavicularis sinistra
Batas kanan pada linea parasternalis dextra

Auskultasi

: Bunyi Jantung I/II murni regular

26

Abdomen
Inspeksi

: Tampak cembung

Palpasi

: Tidak ada nyeri tekan

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus kesan normal

Genito Urinaria: Dalam batas normal


Ekstremitas :
Edema

: Tidak ada udema

Akral dingin

: Tidak

Cap refill

: Normal

Pemeriksaan Kelenjar Limfe


Leher;

Kanan : Normal

Kiri : Normal

Axilla

Kanan : Normal

Kiri : Normal

Inguinal

Kanan : Normal

Kiri : Normal

D. Pemeriksaan Penunjang yang Diperlukan


Darah Rutin
Foto Thorax
C-Reactive Protein
Mikrobiologi
E. Alasan Mengapa Diperlukan Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin: Melihat adanya leukositosis dan membedakan apakah
disebabkan oleh virus atau bakteri
Foro thorax: Menyingkirkan diagnosis banding bronkiolitis, aspirasi
pneumonia atau TB paru
C-Reactive Protein: Untuk melihat penyebab apakah kuman atau
bakteri
Mikrobiologi: mengetahui jenis kuman, dan membantu dalam

27

pengobatan antibiotik

Hasil Laboratorium
Tidak dilakukan pemeriksaan
F. Diagnose Kerja
Bronkopneumonia (BP)
G. Diagnosis Banding
1. Bronkiolitis
2. Aspirasi Pneumonia
3. Tuborculosis Paru
H. Penyelesaian Masalah yang Dihadapi
1.

Menyarankan ibu pasien untuk mematuhi aturan dari puskesmas dan


memberikan obat secara teratur

2.

Menyarankan ibu pasien untuk semakin rajin member ASI dan


makanan bergizi ditingkatkan

3.

Menyarankan ibu pasien untuk memberikan imunisasi lengkap pada


pasien

4.

Menyarankan ibu agar tidak mencium pasien atau memakai penutup


mulut jika sedang batuk

5.

Menyarankan ibu untuk menjaga kebersihan sehari-hari

I. Kapan Menurut Anda Pasien Ini Perlu Dirujuk


Kasus Bronkopneumonia yang tanpa disertai dengan penyulit dapat dikelola
dengan tuntas oleh dokter umum di puskesmas/pusat pengobatan primer.

28

Pasien bronkopneumonia yang lama, tidak sembuh-sembuh, serta disertai sesak


yang hebat dapat dikelola oleh dokter umum maupun dokter ahli paru/penyakit
dalam.
J. Penjelasan yang Disampaikan Kepada Pasien dan Keluarga Tentang
Penyakit yang Diderita
1.

Menjelaskan pada ibu pasien tentang penyakit yang diderita pasien.

2.

Menjelaskan pada ibu pasien bahwa penyakit pasien tidak menular.

3.

Menjelaskan pada ibu pasien bahwa pasien harus diberikan imunisasi


yang lengkap

4.

Menjelaskan pada ibu pasien untuk member ASI maupun makanan


dengan gizi yang cukup kepada pasien

5.

Menjelaskan pada ibu pasien tentang komplikasi yang dapat terjadi


serta gejala-gejalanya. Sehingga pasien dapat langsung memeriksakan
anaknya ke petugas kesehatan terdekat bila timbul gejala yang
mengkhawatirkan

K. Penjelasan yang Anda Sampaikan tentang Peran Pasien dan Keluarganya


dalam Proses Penyembuhan Penyakit yang Diderita
1.

Memberitahu keluarga pasien mengenai penyakit yang


diderita pasien
2.
Memberi tahu kepada pada ibu pasien untuk menjaga
kebersihan sehari-hari
3.
Memberi tahu pada ibu pasien agar rajin memeriksakan
anaknya di puskesmas dan minum obat secara teratur
4.
Menyarankan pada ibu pasienuntuk melengkapi status
imunitas pasien
5.
Menjelaskan pada ibu pasien agar memakai masker jika
sedang batuk
6.
Menjelaskan kepada kakekpasien yang suka merokok agar
tidak merokok di dekat pasien
L. Penyuluhan yang Anda Lakukan Pada Pasien dan Keluarganya
Edukasi tentang bronkopneumonia

29

Memberikan ASI dan makanan bergizi


Pentingnya pemberian imunisasi lengkap
Melakukan pola hidup sehat
M.Upaya Pencegahan Yang Anda Sampaikan Kepada Keluarga Pasien
Primer:
1. Edukasi pada ibu pasien dan keluarga bahwa mencegah terjadinya
penyakit serta jauh lebih baik daripada mengobati.
2. Menjelaskan pada ibu pasien dan keluarga
bahwa dengan
menghindari factor pencetus dapat menyembuhkan keluhan pasien,
bahkan tanpa obat.
3. Edukasi pada ibu pasien dan keluarga untuk mengkonsumsi
makanan yang sehat dan pola hidup sehat
4. Edukasi bahwa penyakit yang diderita pasien tidak menular
Sekunder:
1.

Mencegah timbulnya komplikasi dengan memotivasi ibu pasien


untuk rajin berobat dan kontrol ke pelayanan kesehatan

2.

Memberi informasi pada ibu pasien untuk memberikan ASI dan


makanan yang bergizi

Tersier:
1.

Jika ada keluhan segera melakukan konstultasi ke pelayanan


kesehatan

2.

Melakukan penyuluhan kepada keluarga dan pasien yaitu di


butuhkan kerja sama antara anggota keluarga dan ibu pasien untuk
mengobati pasien dari bronkopneumonia dan agar tidak terjadi
komplikasi yang lebih berat

N. Kegiatan yang Dilakukan Saat Kunjungan Rumah


Melakukan kunjungan rumah, memantau kondisi pasien, melakukan
diagnosis holistik, melakukan pengobatan dan intervensi.

30

O. Diagnosis Holistik
Aspek personal
Ibu Pasien masih belum sadar akan penyakit yang diderita anaknya, dan
belum menyadari pentingnya imunisasi dasar lengkap
Aspek risiko internal
Faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan pasien saat ini yaitu: umur,
imunologis, imunisasi, kondisi lingkungan dan factor penjamu (Gizi, dll)
Aspek psikososial keluarga
Pasien disayangi oleh kedua orang tua juga nenek dan kakeknya
P. Diagnosis Sosial, Ekonomi, Pencarian Pelayanan Kesehatan Dan Perilaku
1. Sosial

2.

Ekonomi

3.

Penggunaan pelayanan
kesehatan

4.

Perilaku yang tidak


menunjang kesehatan.

Hubungan Ibu pasien dengan


tetangga atau orang sekitar baik,
saling membantu jika ada kesulitan
Tidak ada masalah baik di rumah,
maupun dengan tetangganya
Ibu Pasien pekerja swasta
Sehari-hari biaya kehidupan ibu
pasien berasal gaji pasien yang
bekerja sebagai pegawai swasta
Penghasilan pasien Rp 2.000.000
per bulan
Jika pasien sakit maka ibu pasien
lebih sering ke puskesmas dari
pada rumah sakit.
Kurangnya pengetahuan tentang
bronkopneumonia dan dampaknya.
Ibu pasien tidak memberikan ASI
eksklusif
Ibu pasien tidak memperhatikan
status imunisasi pasien
Kakek pasien sering merokok di
dekat pasien

Q. Data Sarana Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan Kehidupan Keluarga

31

Faktor

Sarana pelayanan
kesehatan yang digunakan
oleh keluarga
Cara mencapai sarana
pelayanan kesehatan tsb
Tarif pelayanan kesehatan
yang dirasakan
Kualitas pelayanan
kesehatan yang dirasakan

Keterangan

Puskesmas dan Rumah


sakit

Kesimpulan tentang
faktor pelayanan
kesehatan
Memuaskan

Pakai motor pribadi

Terjangkau

(sangat mahal,mahal,
terjangkau, murah, gratis)
(sangat baik, baik, biasa,
kurang baik, buruk)

Terjangkau karena
menggunakan BPJS
Baik

R. Lingkungan tempat tinggal


Kepemilikan rumah :
(milik sendiri, kontrak, menumpang.)
Daerah perumahan :
(kumuh, padat, berjauhan, bersih, mewah,)
Karakteristik rumah dan lingkungan

Luas rumah :
Bertingkat / tidak
Jumlah penghuni rumah :
Kondisi halaman :
Lantai rumah dari :
Dinding rumah dari :
Kondisi dalam rumah :

Rumah sendiri
Padat, bersih
Kesimpulan
tentang
faktor lingkungan tempat
tinggal
18mx9m
Tidak bertingkat
4 orang
bersih
semen
Tembok
Bersih

S. Intervensi pada Keluarga


Hari / Tanggal
Kunjungan
pertama,
Senin/ 18 Mei
2015

INTERVENSI YANG DILAKUKAN DAN RENCANA TINDAK


LANJUT.
Edukasi ibu pasien tentang bronkopneumoni Pengenalan tentang
etiologi, gejala klinis, patofisiologi dan manajemen penatalaksanaan
dan pencegahan. Metode edukasi yang diberikan berupa penyuluhan
dan diskusi dengan ibu pasien.

32

Tindak lanjut,
Senin/18 Mei
2015

Tindak Lanjut

1. Menyarankan pada ibu pasien untuk kembali memeriksakan


anaknya ke pelayanan kesehatan dan mengkomsumsi obat
yang diberikan secara teratur
2. Memberikan ASI + makanan bergizi
3. Menghindari rokok
4. Memberikan imunisasi yang lengkap
Follow up pasien tentang edukasi dan intervensi yang telah diberikan
1. Mengedukasi ibu pasien untuk berobat ke puskesmas
2. Sarankan ibu untuk menghindari mencium atau
menggunakan masker jika sedang batuk
3. Sarankan kepada kakek pasien untuk tidak merokok dekat
pasien
4. Menyarankan ibu pasien untuk melengkapi status imunisasi
dasar pasien
5. Menyarankan ibu pasien untuk memberika ASI dan makanan
yang lebih, juga pemberian air putih yang cukuo kepada
pasien
6. Jika batuk ataupun demam anak berlanjut beritahukan ibu
untuk segera memeriksakan pasien ke puskesmas maupun
tempat kesehatan terdekat

T. Identifikasi Fungsi Keluarga


Fungsi Biologis dan reproduksi
Dari hasil wawancara didapatkan informasi bahwa saat ini semua

1.

anggota keluarga dalam keadaan sehat kecuali pasien yang menderita


bronkopneumoni dan juga kakek pasien yang menderita PPOK dan enenk
pasien yang menderita diabetes mellitus. Kakek pasien juga memiliki
2.

kebiasaan merokok didekat pasien


Fungsi Psikologis
Saat ini penderita tinggal dengan ayah dan ibu juga kedua kakek
dan neneknya. Ayah dan ibunya bekerja sebagai pegawai swasta. Hubungan
antar anggota keluarga baik. Semua masalah yang ada selalu dibicarakan
dengan bail dan keputusan diambil berdasarkan hasil musyawarah dan
kesepakatan bersama.

3.

Fungsi Pendidikan

33

Pendidikan terakhir ibu pasien SMA, bapak S1 dan keinginan


4.

keluarga untuk menyekolahkan anaknya sangat tinggi.


Fungsi Sosial
Penderita tinggal di kawasan yang penduduknya padat, jarak antar
rumah sekitar 1 meter. Hubungan dengan tetangga terjalin baik dan

5.

pergaulan umumnya berasal dari kalangan menengah kebawah.


Fungsi ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Sumber penghasilan dalam keluarga berasal dari bapak yang
bekerja sebagai pegawau swasta begitu juga ibu pasien. Kebutuhan
keluarga selalu terpenuhi dengan semampunya

BAB IV
PENUTUP

34

A Simpulan
Simpulan yang daya dapatkan sebagai berikut:
1.

Karakteristik dari pasien adalah pasien suami tinggal serumah dengan kedua
orang tua juga nenek dan kakek, ibu pasien memiliki jenjang pendidikan
SMA, saat ini bekerja sebagai pegawai swasta, memiliki rumah seluas 13x15
m, kebersihan dan kesehatan rumah cukup baik. Ibu Pasien memiliki
hubungan baik dengan anggota keluarga. Sehari-hari kakek pasien masih
merokok 2 bungkus perhari meskipun sudah dilarang oleh dokter puskesmas
ketika berobat. Pasien lahir normal dan cukup bulan dengan berat lahir
3800gran dan panjang lahir 49 cm, langsung menangis spintan dan ditolong
oleh bidan. Hanya mendapat ASI eksklusif sampai usia 4 bulan dan memiliki
riwayat imunisasi yang tidak lengkap.

2.

Faktor risiko pada pasien ini terhadap Bronkopneumonia adalah:


a. Usia
Penyakit bronkopneumonia banyak menyerang anak usia bayi karena
mempunyai system kekebalan tubuh yang masih belum sempurna jadi
lebih gampang terkena penyakit ini. Pada kasus didapatkan pasien berusia
8 bulan dimana penyebab tersering terjadinya bronkopneumonia bisa
disebabkan oleh bakteri streptococcus pneumoniae maupun RSV
b. Kondisi Lingkungan
Adapun salah satu factor yang mungkin berperan dalam timbulnya
penyakit bronkopneumonia pada pasien ini yaitu kakek pasien yang
menderita PPOK dan sering merokok didekat pasien setiap. Dimana
paparan asap rokok dari kakek pasien yang menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia yang didukung oleh status imunitas pasien yang masih
rendah.
c. Status Imunisasi
Status imunisasi pasien yang tidak lengkap dapat menimbulkan
kekebalan tubuh yang dibentuk oleh tubuh pasien itu kurang bahkan tidak

35

ada, sehingga pasien lebih rentan untuk terkena bronkopneumonia


dibandingkan dengan bayi yang memiliki status imunisasi yang baik
d. Status Imunologis
Status imunologis pasien yang mana pasien ini merupakan bayi
berusia 8 bulan dan status imunologisnya belum berkembang dengan baik,
bahkan mungkin belum ada sama sekali. Hal ini jika didukung dengan
kondisi lingkungan yang buruk dapat menyebabkan pasien menderita
pneumonia
Rencana pemecahan masalah kesehatan pasien PPOK dan keluarganya yaitu:
a. Melakukan edukasi kepada ibu pasien dan keluarganya tentang penyebab,

3.

pencegahan dan terapi penyakit bronkopneumonia


b. Mengingatkan kepada ibu pasien pentingnya keteraturan berobat
c. Menghimbau kepada kakekpasien untuk mengurangi konsumsi rokok dan
tidak merokok di sekitaran pasien
d. Menganjurkan ibu pasien untuk memberikan pasien ASI dan makanan
yang bergizi
e. Memberi semangat dan dukungan kepada ibu pasien dan keluarga untuk
rajin berobat dan memberi motivasi pada ibu pasien bahwa mencegah
lebih

baik

daripada

mengobati

pada

kasus

pasien

dengan

bronkopneumonia.
f. Menghimbau kepada keluarga agar memakai masker dan tidak mencium
pasien jika sedang sakit batuk dan pilek
g. Memberitahukan kepada ibu pasien mengenai pentingnya imunisasi dasar
dan menghimbau untuk melengkapi status imunisasi pasien yang belum
lengkap maupun terlambat.
h. Melakukan follow up pasien tentang edukasi dan intervensi yang telah
diberikan
B
1.

Saran
Saran kepada pasien dan keluarga
a.

Mengurangi mengkonsumsi rokok, terutama didekat pasien

b.

Makan makanan yangs sehat dan pemberian ASI

c.

Memberikan imunisasi lengkap kepada pasien

36

d.

Memberikan semangat dan dukungan emosional kepada ibu pasien agar pergi
berobat dan minum obat secara teratur.

2.

Saran kepada Petugas Kesehatan


a. Diharapkan dapat lebih sering melakukan pendekatan kepada masyarakat
melalui penyuluhan-penyuluhan dalam usaha promotif dan preventif
kesehatan masyarakat khususnya penyakit seperti Bronkopneumoni.
b. Menggunakan metode yang lebih bersifat proaktif.

DAFTAR PUSTAKA
Alberta Medical Association. 2001. Guideline for The Diagnosa and
Management

of

Community

Acquired

Pneumonia

Pediatric.

http:/www.albertadoctor.org.
Alihbahasa, Tim Adaptasi Indonesia. Pedoman pelayanan kesehatan anak di
rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten. Jakarta : WHO
Indonesia.th;2008. Hal 86-93
Alsagaff, Hood dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit
Paru dan Saluran Napas FK Unair : Surabaya.

37

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair. 2006. Pedoman Diagnosis dan


Terapi. Surabaya.
Behrman Richard E, Kliegman Robert, Nelson Waldo E, Vaughan Victor C.
nelson textbook of pediatrics. 17th edition. EGC. Jakarta : 2000
Garna H dan Heda M.2005. Pneumonia Dalam Pedoman Diagnosis Dan Terapi
3rd Ed : Bagian IKA FK UNPAD Bandung.th ; 2010.Hal; 403 8
Ikatan dokter anak indonesia. 2010. Pedoman pelayanan medis jilid 1. jakarta :
pengurus pusat IDAI
Mirzanie, Hanifah. 2006. Pediatricia. Jogjakarta
Pedoman pelayanan kesehatan anak dirumah sakit. 2009. Jakarta : WHO
indonesia
Pedoman Terapi Ilmu Kesehatan Anak, 2005.Unpad: Bandung
Rahajoe Nastiti N, Supriyanto Bambang, dkk. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi
Anak. Edisi Pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. Th; 2010.hal; 351363
WHO. 2008. Global Action Plan for Prevention and Control Pneumonia.

LAMPIRAN

38

Anda mungkin juga menyukai