BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bronkopneumonia
merupakan
satu
bentuk
pneumonia,
yaitu
Dalam
program
penanggulangan
penyakit
ISPA,
pneumonia
Tujuan
1.
Tujuan Umum
Melakukan pendekatan
kedokteran
keluarga
terhadap
pasien
Kota Kendari.
2.
Tujuan Khusus
a.
b.
c.
Mendapatkan
pemecahan
masalah
kesehatan
pasien
Manfaat
1.
Bagi Penulis
Menambah pengetahuan penulis tentang kedokteran keluarga, serta
penatalaksanaan bronkopneumonia dengan pendekatan kedokteran keluarga.
2.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Bronkopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang
terbatas pada alveoli kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal
terminalis. Pada pemeriksaan histologis terdapat reaksi inflamasi dan
pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan
berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. Berbagai spesies bakteri,
klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit dapat menjadi penyebab.
Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian
bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa
distribusi berbentuk bercak-bercak yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau
beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
Infiltrat.
Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru.
Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada
sejumlah penyebab noninfeksi seperti aspirasi makanan atau asam lambung,
benda asing, hidrokarbon, bahan lipoid dan pnemonitis akibat obat.
Pneumonia digolongkan atas dasar anatomi seperti proses lobus atau lobularis,
alveoler atau interstisial
Bronchopneumina adalah frekuensi komplikasi pulmonary, batuk
produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi
meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paruparu yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda
asing.Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:
1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia interstisial
3. Bronkopneumonia.
Gamb
ar 1, jenis-jenis pneumonia
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu
peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai
bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa
anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Epidemiologi
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan
utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita).
Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2
juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar
terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN)
2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia
disebabkan oleh penyakit sistem repiratori, terutama pneumonia.
Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka
mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko
tersebut adalah: pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir
rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat,
malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri
patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi
industri atau asap rokok).
C
Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,
gambaran klinis dan strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus
dan bayi kecil meliputi streptococcus group B dan bakteri gram negatif seperti
E. Colli, pseudomonas atau klebsiella. Pada bayi yang lebih besar dan anak
balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi streptococcus pneumonia,
haemophillus influenzae tipe B dan staphylococcus aureus. Sedangkan pada
anak yang lenih bedar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga
ditemukan infeksi mycoplasma pneumoniae.
respiratory
syncytial virus, rino virus dan virus para influenza. Patogen penyebab
pneumonia pada anak bervariasi bergantung pada :
1. usia
2. status imunologis
3. kondisi lingkungan
4. status imunisasi
5. faktor penjamu (penyakit penyerta, malnutrisi)
Beberapa bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran patologis
tertentu bila dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus
pneumoniae biasanya bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi
merata di seluruh lapangan paru (bronkopneumonia)
Tabel 1. Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan
kelompok usia
Usia
Lahir - 20 hari
Bakteri
Bakteri
E.colli
Bakteri anaerob
Streptococcus grup B
Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes
Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
Cytomegalovirus
Herper simpleks virus
3 miggu 3 bulan
Bakteri
Bakteri
Clamydia trachomatis
Bordetella pertusis
4 bulan 5 tahun
Streptococcus pneumoniae
Virus
Moraxella catharalis
Adenovirus
Staphylococcus aureus
Influenza virus
Ureaplasma urealyticum
Parainfluenza 1,2,3
Virus
Cytomegalovirus
Bakteri
Bakteri
Clamydia pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae
Staphylococcus aureus
Virus
Neisseria meningitides
Adenovirus
Virus
Rinovirus
Varisela Zoster
Influenza virus
Parainfluenza virus
respiratory syncytial virus
5 tahun remaja
Bakteri
Bakteri
Clamydia pneumoniae
Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumoniae
Legionella sp
Streptococcus pneumoniae
Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr virus
Influenza virus
Parainfluenza Rinovirus
Varisela zoster
Rino virus
respiratory syncytial virus
Patomekanisme
Pneumonia dapat timbul akibat masuknya kuman penyebab ke dalam
saluran penafasan bagian bawah melalui 2 cara, yaitu : inhalasi dan
hematogen.
Dalam keadaan normal saluran nafas mulai dari trakea ke bawah
berada dalam keadaan steril dengan adanya mekanisme pertahanan paru-paru
seperti refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang
terinfeksi, refleks batuk, pergerakan sel silia, sekret mukus, sel fagositik dan
sistem limfatik. Infeksi paru terjadi apabila mekanisme ini terganggu atau
mikroorganisme yang masuk sangat banyak dan virulensi.
Saluran napas bawah dijaga tetap steril oleh mekanisme pertahanan
bersihan mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme
pertahanan imunologik yang membatasi invasi mikroorganisme patogen
adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan
imunoglobulin lain. Biasanya bakteri penyebab terhirup ke paru-paru melalui
saluran nafas, mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
10
hiperemia,
mengacu
pada
respon
peradangan
permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini
ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di
tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediatormediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun
dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin
dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
11
12
13
luasnya daerah yang terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya
kelainan.Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung
halus sampai sedang. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi.Tanpa
pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
Walaupun tanda pulmonal paling berguna, namun mungkin tandatanda itu tidak muncul sejak awitan penyakit. Tanda-tanda itu meliputi nafas
cuping hidung (neonetus), takipneu, dipsneu, dan apneu. Otot bantu nafas
interkosta dan abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai
pada anak besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk. Tanda pneumonia
berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas
bersama dengan peningkatan frekuensi nafas), perkusi redup, fremitus
melemah, suara nafas melemah dan ronkhi.
Frekwensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui
beratnya penyakit. Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan
memantau tatalaksana. Pengukuran frekwensi nafas dilakukan dalam keadaan
anak tenang atau tidur. Perkusi thorak tidak bernilai diagnostik karena
umumnya kelainan patologisnya menyebar. Suara redup pada perkusi
biasanya karena adanya efusi pleura.
WHO menetapkan kriteria takipneu berdasarkan usia, sebagai berikut :
- usia kurang dari 2 bulan
- usia 1 5 tahun
14
Diagnosis
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993
adalah ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :
1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului
dengan infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain
batuk, demam tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut,
menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya
anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering
menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran,
kejang atau kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri
abdomen disertai muntah.
2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan
kelompok umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu,
15
retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih
besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah
takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah
demam, batuk (non produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang
ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan
remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif), nyeri
dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.
Dalam
pemeriksaan
fisik
penderita
bronkhopneumoni
16
2. Aspirasi pneumonia
a. Riwayat tiba-tiba tersedak
b. Stridor atau distres pernafasan tiba-tiba
c. Wheeze atau suara pernafasan menurun yang bersifat fokal
3. Tb paru primer
Infiltrat
interstitial,
ditandai
dengan
peningkatan
corakan
17
C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit.
Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP
distimulai oleh sitokin, terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor
necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai
diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi,
infeksi virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda. Kadar
CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP
4.
5.
mengkonfirmasi diagnosis.
Pemeriksaan mikrobiologi
Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan
pemeriksaan
mikrobiologi
spesimen
usap
tenggorok,
sekresi
18
Penatalaksanaan
1
Penatalaksaan umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang
atau PaO2 pada analisis gas darah 60 torr
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
Penatalaksanaan khusus
ampicillin + aminoglikosid
amoksisillin-asam klavulanat
amoksisillin + aminoglikosid
19
amoksisillin-amoksisillin klavulanat
golongan sefalosporin
kotrimoksazol
makrolid (eritromisin)
dapat menerima obat peroral atau termasuk dalam derajat pneumonia berat.
Antibiotik intravena
Pemberian
antibiotik
oral
harus
vena.
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
Nutrisi
Pada anak dengan distres pernafasan berat, pemberian makanan
peroral harus dihindari. Makanan dapat dberikan lewat NGT atau intravena. Jika
memang dibutuhkan sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil.
Perlu dilakukan pemantauan cairan agar anak tidak mengalami
overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormon
antidiuretik.
Kriteria rawat inap:
Bayi
20
Anak
distres pernafasan
Kriteria pulang:
kontrol
Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri
dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau
penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan
osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi
hematologi.
Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi
didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan
datang terlambat untuk pengobatan.
21
22
BAB III
KUNJUNGAN RUMAH
Tanggal kunjungan rumah
Tempat
: 18 Mei 2015
A. Identitas Pasien
Nama
: An. F
Umur
: 8 bulan
Anak ke
: Pertama
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Suku
Alamat
: Bugis
23
Penderita BP
Perempuan
Penderita PPOK
Perempuan
penderita DM
B. Anamnesis
Keluhan Utama: Batuk (alloanamnesis oleh ibu pasien)
Riwayat Penyakit Sekarang
Batuk sejak 3 hari yang lalu, batuk berdahak, pilek tidak ada
Demam sejak 4 hari yang lalu, tidak tinggi, tidak terus menerus,
minuman.
Sesak nafas sejak 3 hari yang lalu, tidak berbunyi menciut,
24
Polio
: 2x
DPT
: 2x
Campak
: belum dilakukan
Hepatitis
: 1x
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Tanda Vital
Frekwensi nadi
25
Frekwensi napas
: 52 x/menit
Suhu
: 37,1 oC
Berat badan
: 11 Kg
Panjang Badan
: 78 cm
Lingkar Kepala
: 47cm
Status Gizi
Kepala
Kulit
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Tenggorok
Tonsil
Leher
Thorax :
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Pekak
Batas kiri pada linea midclavicularis sinistra
Batas kanan pada linea parasternalis dextra
Auskultasi
26
Abdomen
Inspeksi
: Tampak cembung
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
Akral dingin
: Tidak
Cap refill
: Normal
Kanan : Normal
Kiri : Normal
Axilla
Kanan : Normal
Kiri : Normal
Inguinal
Kanan : Normal
Kiri : Normal
27
pengobatan antibiotik
Hasil Laboratorium
Tidak dilakukan pemeriksaan
F. Diagnose Kerja
Bronkopneumonia (BP)
G. Diagnosis Banding
1. Bronkiolitis
2. Aspirasi Pneumonia
3. Tuborculosis Paru
H. Penyelesaian Masalah yang Dihadapi
1.
2.
3.
4.
5.
28
2.
3.
4.
5.
29
2.
Tersier:
1.
2.
30
O. Diagnosis Holistik
Aspek personal
Ibu Pasien masih belum sadar akan penyakit yang diderita anaknya, dan
belum menyadari pentingnya imunisasi dasar lengkap
Aspek risiko internal
Faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan pasien saat ini yaitu: umur,
imunologis, imunisasi, kondisi lingkungan dan factor penjamu (Gizi, dll)
Aspek psikososial keluarga
Pasien disayangi oleh kedua orang tua juga nenek dan kakeknya
P. Diagnosis Sosial, Ekonomi, Pencarian Pelayanan Kesehatan Dan Perilaku
1. Sosial
2.
Ekonomi
3.
Penggunaan pelayanan
kesehatan
4.
31
Faktor
Sarana pelayanan
kesehatan yang digunakan
oleh keluarga
Cara mencapai sarana
pelayanan kesehatan tsb
Tarif pelayanan kesehatan
yang dirasakan
Kualitas pelayanan
kesehatan yang dirasakan
Keterangan
Kesimpulan tentang
faktor pelayanan
kesehatan
Memuaskan
Terjangkau
(sangat mahal,mahal,
terjangkau, murah, gratis)
(sangat baik, baik, biasa,
kurang baik, buruk)
Terjangkau karena
menggunakan BPJS
Baik
Luas rumah :
Bertingkat / tidak
Jumlah penghuni rumah :
Kondisi halaman :
Lantai rumah dari :
Dinding rumah dari :
Kondisi dalam rumah :
Rumah sendiri
Padat, bersih
Kesimpulan
tentang
faktor lingkungan tempat
tinggal
18mx9m
Tidak bertingkat
4 orang
bersih
semen
Tembok
Bersih
32
Tindak lanjut,
Senin/18 Mei
2015
Tindak Lanjut
1.
3.
Fungsi Pendidikan
33
5.
BAB IV
PENUTUP
34
A Simpulan
Simpulan yang daya dapatkan sebagai berikut:
1.
Karakteristik dari pasien adalah pasien suami tinggal serumah dengan kedua
orang tua juga nenek dan kakek, ibu pasien memiliki jenjang pendidikan
SMA, saat ini bekerja sebagai pegawai swasta, memiliki rumah seluas 13x15
m, kebersihan dan kesehatan rumah cukup baik. Ibu Pasien memiliki
hubungan baik dengan anggota keluarga. Sehari-hari kakek pasien masih
merokok 2 bungkus perhari meskipun sudah dilarang oleh dokter puskesmas
ketika berobat. Pasien lahir normal dan cukup bulan dengan berat lahir
3800gran dan panjang lahir 49 cm, langsung menangis spintan dan ditolong
oleh bidan. Hanya mendapat ASI eksklusif sampai usia 4 bulan dan memiliki
riwayat imunisasi yang tidak lengkap.
2.
35
3.
baik
daripada
mengobati
pada
kasus
pasien
dengan
bronkopneumonia.
f. Menghimbau kepada keluarga agar memakai masker dan tidak mencium
pasien jika sedang sakit batuk dan pilek
g. Memberitahukan kepada ibu pasien mengenai pentingnya imunisasi dasar
dan menghimbau untuk melengkapi status imunisasi pasien yang belum
lengkap maupun terlambat.
h. Melakukan follow up pasien tentang edukasi dan intervensi yang telah
diberikan
B
1.
Saran
Saran kepada pasien dan keluarga
a.
b.
c.
36
d.
Memberikan semangat dan dukungan emosional kepada ibu pasien agar pergi
berobat dan minum obat secara teratur.
2.
DAFTAR PUSTAKA
Alberta Medical Association. 2001. Guideline for The Diagnosa and
Management
of
Community
Acquired
Pneumonia
Pediatric.
http:/www.albertadoctor.org.
Alihbahasa, Tim Adaptasi Indonesia. Pedoman pelayanan kesehatan anak di
rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten. Jakarta : WHO
Indonesia.th;2008. Hal 86-93
Alsagaff, Hood dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit
Paru dan Saluran Napas FK Unair : Surabaya.
37
LAMPIRAN
38