Anda di halaman 1dari 19

BAROTRAUMA

Barotrauma Pada dasarnya manusia merupakan suatu makhluk daratan, yang sudah
menyesuaikan diri dengan kehidupan di daratan. Maka situasi kehidupan diudara (suatu
penerbangan) tentu merupakan hal yang asing/aneh, sehingga akan mengakibatkan stress
bagi yang bersangkutan. Disamping itu suatu penerbangan mengakibatkan terjadinya
perubahan-perubahan keadaan di sekitar tubuh antara lain perubahan tekanan udara yang
dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia.(1)
Dalam suatu penerbangan seseorang akan mengalami perubahan ketinggian yang
mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan udara disekitarnya. Tekanan udara tersebut
akan menurun pada saat naik/ascend, dan akan meninggi bila descend.(1,2,3)
Barotrauma dapat menyebabkan berbagai manifestasi mulai dari nyeri telinga, sakit
kepala sampai nyeri persendian, paralisis, koma dan kematian. Tiga manifestasi yang
paling sering dari barotrauma termasuk kerusakan pada sinus paranasalis, paru-paru,
telinga tengah, penyakit dekompresi, luka akibat ledakan (bom) dan terbentuknya emboli
udara dalam arteri. Barotrauma juga bisa diinduksi oleh pemasangan ventilator mekanik.
(2,3)
Barotrauma dapat berpengaruh pada beberapa area tubuh yang berbeda, termasuk telinga,
muka (sinus paranasalis), dan paru-paru. (4)
DEFENISI
Barotrauma adalah kerusakan jaringan dan sekuelenya yang terjadi akibat perbedaan
antara tekanan udara (tekan barometrik) di dalam rongga udara fisiologis dalam tubuh
dengan tekanan di sekitarnya. Barotrauma paling sering terjadi pada penerbangan dan
penyelaman dengan scuba.(4,5)
INSIDEN
Barotrauma dapat terjadi misalkan pada telinga tengah dapat terjadi saat menyelam
ataupun saat terbang. Perubahan tekanan pada kedalaman 17 kaki pertama di bawah air
setara dengan perubahan tekanan pada ketinggian 18.000 kaki pertama di atas bumi.
Dengan demikian, perubahan tekanan lingkungan terjadi lebih cepat pada saat menyelam
dibandingkan dengan saat terbang. Hal ini dapat menjelaskan relative tingginya insiden
barotrauma pada telinga tengah saat menyelam. Barotrauma telinga tengah dapat terjadi
pada penyelaman kompresi udara yaitu dengan menggunakan SCUBA (self contained
Underwater Breathing Apparatus) atau penyelaman dengan menahan napas. Seringkali
terjadi pada kedalaman 10-20 kaki. Sekalipun insidens relative lebih tinggi pada saat
menyelam, masih lebih banyak orang yang bepergian dengan pesawat dibandingkan
orang menyelam. Pesawat komersial telah diberi tekanan udara namun hanya sampai
8000 kaki. Maka barotrauma masih mungkin terjadi, namun insidensnya tidak setinggi
yang diakibatkan menyelam. Hal ini disebabkan karena pada saat menyelam, untuk
mengatasi tekanan yang meningkat, harus dilakukan usaha untuk menyeimbangkan
tekanan misalnya melalui Manuver valsalva, sedangkan pada saat naik pesawat
komersial, tekanan yang menurun biasanya dapat diseimbangkan secara pasif. (5)

ETIOLOGI
Barotrauma paling sering terjadi pada perubahan tekanan yang besar seperti pada
penerbangan, penyelaman misalkan pada penyakit dekompresi yang dapat menyebabkan
kelainan pada telinga, paru-paru, sinus paranasalis serta emboli udara pada arteri yang
dimana diakibatkan oleh perubahan tekanan yang secara tiba-tiba, misalkan pada telinga
tengah sewaktu dipesawat yang menyebabkan tuba eustakius gagal untuk membuka.
Tuba eustakius adalah penghubung antara telinga tengah dan bagian belakang dari hidung
dan bagian atas tenggorokan. Untuk memelihara tekanan yang sama pada kedua sisi dari
gendang telinga yang intak, diperlukan fungsi tuba yang normal. Jika tuba eustakius
tersumbat, tekanan udara di dalam telinga tengah berbeda dari tekanan di luar gendang
telinga, menyebabkan barotrauma. (6,7,8,10)
PATOFISIOLOGI
Bumi diselubungi oleh udara yang disebut Atmosfer Bumi. atmosfer itu terbentang mulai
dari permukaan Bumi sampai keketinggian 3000 km.(1)
Udara tersebut mempunyai massa, dan berat lapisan udara ini akan menimbulkan suatu
tekanan yang disebut tekanan udara. Makin tinggi lokasi semakin renggang udaranya,
berarti semakin kecil tekanan udaranya. Sehingga pinggiran Atmosfer Bumi tersebut akan
berakhir dengan suatu keadaan hampa udara. Lihat Tabel 1. Ukuran tekanan gas : mm
Hg, mm H2O , Atmosfir (Atm) , PSI (Pound per Square Inch), Torr , Barr etc.(1,11)
Trauma akibat perubahan tekanan, secara umum dijelaskan melalui Hukum Boyle.
Hukum boyle menyatakan bahwa volume gas berbanding terbalik dengan tekanan atau
P1xV1 = P2xV2.(2,5)
Ada bagian-bagian tubuh yang berbentuk seperti rongga, misalnya : cavum tympani,
sinus paranasalis, gigi yang rusak, traktus digestivus dan traktus respiratorius. Pada
penerbangan, sesuai dengan Hukum Boyle yang mengatakan bahwa volume gas
berbanding terbalik dengan tekanannya, maka pada saat tekanan udara di sekitar tubuh
menurun/meninggi, terjadi perbedaan tekanan udara antara di rongga tubuh dengan di
luar, sehingga terjadi penekanan/penghisapan terhadap mukosa dinding rongga dengan
segala akibatnya.(1)
Berdasarkan Hukum Boyle diatas dapat dijelaskan bahwa suatu penurunan atau
peningkatan pada tekanan lingkungan akan memperbesar atau menekan (secara
berurutan) suatu volume gas dalam ruang tertutup. Bila gas terdapat dalam struktur yang
lentur, maka struktur tersebut dapat rusak karena ekspansi ataupun kompresi. Barotrauma
dapat terjadi bilamana ruang-ruang berisi gas dalam tubuh (telinga tengah, paru-paru)
menjadi ruang tertutup dengan menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi normal.(1)

Untuk Barotrauma yang terjadi pada tubuh, 5 kondisi di bawah ini harus ditemukan :
1. Harus ada udara
2. Tempatnya harus dipisahkan oleh dinding yang keras
3. Tempatnya harus tertutup
4. Tempatnya harus memiliki pembuluh darah
5. Terjadi perubahan tekanan dari lingkungan sekitar
KELAINAN PADA TELINGA
Tuba eustakius secara normal selalu tertutup namun dapat terbuka pada gerakan menelan,
mengunyah, menguap, dan dengan manuver Valsava. Pilek, rinitis alergika serta berbagai
variasi anatomis individual, semuanya merupakan predisposisi terhadap disfungsi tuba
eustakius. (2)
Barotrauma, dengan ruptur membran timpani (MT), dapat terjadi setelah suatu
penerbangan pesawat atau setelah berenang atau menyelam. Mekanisme bagaimana ini
dapat terjadi, dijelaskan dibawah ini.(12)
Saluran telinga luar, telinga tengah, telinga dalam dapat dianggap sebagai 3 kompartemen
tersendiri, ketiganya dipisahkan satu dengan yang lain oleh membran timpani dan
membran tingkap bundar dan tingkap oval.
Telinga tengah merupakan suatu rongga tulang dengan hanya satu penghubung ke dunia
luar, yaitu melalui tuba Eustachii. Tuba ini biasanya selalu tertutup dan hanya akan
membuka pada waktu menelan, menguap, Valsava maneuver. Valsava maneuver
dilakukan dengan menutup mulut dan hidung, lalu meniup dengan kuat. Dengan
demikian tekanan di dalam pharynx akan meningkat sehingga muara dapat terbuka.(1)
Dari skema diatas ini dapat dilihat bahwa ujung tuba di bagian telinga tengah akan selalu
terbuka, karena terdiri dari massa yang keras/tulang. Sebaliknya ujung tuba di bagian
pharynx akan selalu tertutup karena terdiri dari jaringan lunak, yaitu mukosa pharynx
yang sewaktu-waktu akan terbuka di saat menelan. Perbedaan anatomi antara kedua
ujung tuba ini mengakibatkan udara lebih mudah mengalir keluar daripada masuk
kedalam cavum tympani. Hal inilah yang menyebabkan kejadian barotitis lebih banyak
dialami pada saat menurun dari pada saat naik tergantung pada besamya perbedaan
tekanan, maka dapat terjadi hanya rasa sakit (karena teregangnya membrana tympani)
atau sampai pecahnya membrana tympani.(1)
Barotrauma descent dan ascent dapat terjadi pada penyelaman. Imbalans tekanan terjadi
apabila penyelam tidak mampu menyamakan tekanan udara di dalam rongga tubuh pada
waktu tekanan air bertambah atau berkurang(12)

Barotrauma telinga adalah yang paling sering ditemukan pada penyelam. dibagi menjadi
3 jenis yaitu barotrauma telinga luar, tengah dan dalam , tergantung dari bagian telinga
yang terkena. Barotrauma telinga ini bisa terjadi secara bersamaan dan juga dapat berdiri
sendiri.(12)
Barotrauma telinga luar berhubungan dengan dunia luar, maka pada waktu menyelam, air
akan masuk ke dalam meatus akustikus eksternus. Bila meatus akustikus eksternus
tertutup, maka terdapat udara yang terjebak. Pada waktu tekanan bertambah, mengecilnya
volume udara tidak mungkin dikompensasi dengan kolapsnya rongga (kanalis akustikus
eksternus), hal ini berakibat terjadinya decongesti, perdarahan dan tertariknya membrana
timpani ke lateral. Peristiwa ini mulai terjadi bila terdapat perbedaan tekanan air dan
tekanan udara dalam rongga kanalis akustikus eksternus sebesar 150 mmHg atau lebih,
yaitu sedalam 1,5 2 meter.(12)Barotrauma telinga tengah akibat adanya penyempitan,
inflamasi atau udema pada mukosa tuba mempengaruhi kepatenannya dan merupakan
penyulit untuk menyeimbangkan tekanan telinga tengah terhadap tekanan ambient yang
terjadi padasaat ascent maupun descent, baik penyelaman maupun penerbangan.
Terjadinya barotrauma tergantung pada kecepatan penurunan atau kecepatan peningkatan
tekanan ambient yang jauh berbeda dengan kecepatan peningkatan tekanan telinga
tengah.(12)
Barotrauma telinga dalam biasanya adalah komplikasi dari barotrauma telinga tengah
pada waktu menyelam, disebabkan karena malakukan maneuver valsava yang
dipaksakan. Bila terjadi perubahan dalam kavum timpani akibat barotrauma maka
membran timpani akan mengalami edema dan akan menekan stapes yang terletak pada
foramen ovale dan membran pada foramen rotunda, yang mengakibatkan peningkatan
tekanan di telinga dalam yang akan merangsang labirin vestibuler sehingga terjadi deviasi
langkah pada pemeriksaan Stepping Test. Dapat disimpulkan , gangguan pada telinga
tengah dapat berpengaruh pada labirin vestibuler dan menampakkan ketidakseimbangan
laten pada tonus otot melalui refleks vestibulospinal. (12)Seperti yang dijelaskan di atas,
tekanan yang meningkat perlu diatasi untuk menyeimbangkan tekanan, sedangkan
tekanan yang menurun biasanya dapat diseimbangkan secara pasif. Dengan menurunnya
tekanan lingkungan, udara dalam telinga tengah akan mengembang dan secara pasif akan
keluar melalui tuba eustakius. Dengan meningkatnya tekanan lingkungan, udara dalam
telinga tengah dan dalam tuba eustakius menjadi tertekan. Hal ini cenderung
menyebabkan penciutan tuba eustakius. Jika perbedaan tekanan antara rongga telinga
tengah dan lingkungan sekitar menjadi terlalu besar (sekitar 90 sampai 100mmhg), maka
bagian kartilaginosa diri tuba eustakius akan semakin menciut. Jika tidak ditambahkan
udara melalui tuba eustakius untuk memulihkan volume telinga tengah, maka strukturstruktur dalam telinga tengah dan jaringan didekatnya akan rusak dengan makin
bertambahnya perbedaan. Terjadi rangkaian kerusakan yang dapat dipekirakan dengan
berlanjutnya keaadan vakum relatif dalam rongga telinga tengah. Mula-mula membrana
timpani tertarik kedalam. Retraksi menyebabkan membrana dan pecahnya pembuluhpembuluh darah kecil sehingga tampak gambaran injeksi dan bula hemoragik pada
gambaran injeksi dan bula hemoragik pada gendang telinga tengah juga mukosa telinga
tengah juga akan berdilatasi dan pecah, menimbulkan hemotapimum. Kadang-kadang
tekanan dapat menyebabkan ruptur membrana timpani.(4,5,10)

Gejala-gejala klinik barotrauma telinga:(11)


1. Gejala descent barotrauma:
- Nyeri (bervariasi) pada telinga yang terpapar.
- Kadang ada bercak darah dihidung atau nasofaring.
- Rasa tersumbat dalam telinga/tuli konduktif.
2. Gejala ascent barotrauma:
- Rasa tertekan atau nyeri dalam telinga.
- Vertigo.
- Tinnitus/tuli ringan.
- Barotrauma telinga dalam sebagai komplikasi.
Grading klinis kerusakan membrane timpani akibat barotrauma adalah(11,13)
- Grade 0 : bergejala tanpa tanda-tanda kelainan.
- Grade 1 : injeksi membrane timpani.
- Grade 2 : injeksi, perdarahan ringan pada membrane timpani.
- Grade 3 : perdarahan berat membrane timpani.
- Grade 4 : perdarahan pada telinga tengah (membrane timpani menonjol dan agak
kebiruan.
- Grade5 : perdarahan pada meatus eksternus + rupture membrane timpani.
Anamnesis yang teliti sangat membantu penegakan diagnosis. Jika dari anamnesis ada
riwayat nyeri telinga atau pusing, yang terjadi setelah penerbangan atau suatu
penyelaman, adanya barotruma seharusnya dicurigai. Diagnosis dapat dikomfirmasi
melalui pemeriksaan telinga, dan juga tes pendengaran dan keseimbangan.(4)
Diagnosis dipastikan dengan otoskop. Gendang telinga tampak sedikit menonjol keluar
atau mengalami retraksi. Pada kondisi yang berat, bisa terdapat darah di belakang
gendang telinga. Kadang-kadang membran timpani akan mengalami perforasi. Dapat
disertai gangguan perdengaran konduktif ringan.(5,6,7)
Perlu ditekankan bahwa tinnitus yang menetap, vertigo dan tuli sensorineural adalah
gejala-gejala kerusakan telinga dalam. Barotrauma telinga tengah tidak jarang
menimbulkan kerusakan telinga dalam. Kerusakan telinga dalam Merupakan masalah
yang serius dan mungkin memerlukan pembedaham untuk mencegah kehilangan
pendengaran yang menetap. Semua orang yang mengeluh kehilangan pendengaran
dengan barotrauma harus menjalani uji pendengaran dengan rangkaian penala untuk
memastikan bahwa gangguan pendengaran bersifat konduktif dan bukannya sesorineural.
(5,10)

PENCEGAHAN
Usaha preventif terhadap barotrauma dapat dilakukan dengan selalu mengunyah permen
karet atau melakukan perasat valsalva, terutama sewaktu pesawat terbang mulai turun
untuk mendarat. Khusus pada bayi disarankan agar menunda penerbangan bila disertai
pilek. Bila memungkinkan maka bayi, sesaat sebelum mendarat harus tetap disusui atau
menghisap air botol, agar tuba eustakius tetap terbuka.(9,14)
Nasal dekongestan atau antihistamin bisa digunakan sebelum terpapar perubahan tekanan
yang besar. Usahakan untuk menghidari perubahan tekanan yang besar selama
mengalami infeksi saluran pernapasan bagian atas atau serangan alergi.(6,7)
PENATALAKSANAAN
Untuk mengurangi nyeri telinga atau rasa tidak enak pada telinga, pertama-tama yang
perlu dilakukan adalah berusaha untuk membuka tuba eustakius dan mengurangi tekanan
dengan mengunyah permen karet, atau menguap, atau menghirup udara, kemudian
menghembuskan secara perlahan-lahan sambil menutup lubang hidung dengan tangan
dan menutup mulut. (2)
Selama pasien tidak menderita infeksi traktus respiratorius atas, membrane nasalis dapat
mengkerut dengan semprotan nosinefrin dan dapat diusahakan menginflasi tuba eustakius
dengan perasat Politzer, khususnya dilakukan pada anak-anak berusia 3-4 tahun.
Kemudian diberikan dekongestan, antihistamin atau kombinasi keduanya selama 1-2
minggu atau sampai gejala hilang, antibiotic tidak diindikasikan kecuali bila terjadi
perforasi di dalam air yang kotor. Perasat Politzer terdiri dari tindakan menelan air
dengan bibir tertutup sementara ditiupkan udara ke dalam salah satu nares dengan
kantong Politzer atau apparatus senturi; nares yang lain ditutup. Kemudian anak
dikejutkan dengan meletuskan balon ditelinganya, bila tuba eustakius berhasil diinflasi,
sejumlah cairan akan terevakuasi dari telinga tengah dan sering terdapat gelembunggelembung udara pada cairan. (2,5)
Untuk barotrauma telinga dalam, penanganannya dengan perawatan di rumah sakit dan
istirahat dengan elevasi kepala 30-400. Kerusakan telinga dalam merupakan masalah
yang serius yang memungkinkan adanya pembedahan untuk mencegah kehilangan
pendengaran yang menetap. Suatu insisi dibuat didalam gendang telinga untu
menyamakan tekanan dan untuk mengeluarkan caioran (myringitomy) dan bila perlu
memasang pipa ventilasi. Walaupan demikian pembedahan biasanya jarang dilakukan.
Kadang-kadang, suatu pipa ditempatkan di dalam gendang telinga, jika seringkali
perubahan tekanan tidak dapat dihindari, atau jika seseorang rentan terhap barotrauma.
(4,5,6,9)

KELAINAN PADA SINUS PARANASALIS


Rongga tubuh yang lain yang sering mendapat gangguan akibat adanya perbedaan
tekanan antara di dalam rongga dan sekitar tubuh adalah sinus paranasalis. Dinding sinus
ini dilapisi mukosa dan muaranya pada cavum nasi. Ada 4 buah sinus pada tubuh kita,
tapi yang sering terganggu adalah 2 buah, yaitu sinus maxilaris dan sinus frontalis,
sedang yang 2 buah lagi, yaitu sinus ethmoidalis dan sinus sphenoidalis jarang terganggu.
Kelainan di sinus-sinus ini disebut : Barosinusitis. Prosentase kejadiannya kira-kira 1,17
-- 1,5%. (1).Sinus adalah kantung udara di tulang atau sekeliling hidung. Sinus
barotrauma terjadi ketika terjadi perbedaan tekanan antara udara di dalam sinus dengan
tekanan di luar. Penderita dapat merasakan nyeri di sekitar tulang pipi atau di bagian atas
mata, kadang juga dapat terjadi infeksi sinus, perdarahan dari hidung, dan sakit kepala.
(15)
Patofisiologi
Sinus paranasalis bermuara di rongga hidung. Lubang muara tersebut relatif sempit.
Dinding rongga sinus ini dilapisi oleh mukosa dan selalu dalam keadaan basah, maka di
dalam rongga sinus itu selalu ada uap air yang jenuh. Karena cara terjadinya serangan
pada semua sinus adalah sama saja, maka akan diterangkan salah satunya saja, yaitu pada
sinus maxilaris. Sekarang mari kita lihat apa yang terjadi pada saat pesawat naik.
Sewaktu di permukaan laut, tekanan udara di sinus maxilaris sama dengan di rongga
hidung/di udara luar sekitar tubuh, yaitu 760 mmHg. Bila kemudian orang ini kita bawa
ke ketinggian tertentu, misalnya 5,5 km, dimana tekanan udara kira-kira 1/2 Atm, maka
akan terjadi perbedaan tekanan di dalam rongga sinus dan di rongga hidung. Bila
kecepatan naiknya secara perlahan-lahan, perbedaan tekanan tersebut akan dapat diatasi
dengan adanya aliran udara dari rongga sinus ke rongga hidung. Tetapi bila kecepatan
naik dari pesawat demikian besar, maka mengingat sempitnya lubang muara sinus itu,
aliran udara yang terjadi tidak akan dapat mencapai keseimbangan tekanan, berarti
tekanan di dalam rongga sinus lebih tinggi daripada di rongga hidung, dengan akibat
terjadinya penekanan terhadap mukosa sinus. Inilah yang mengakibatkan timbulnya rasa
sakit dan inflamasi, yang disebut Barosinusitis. Hal yang sebaliknya akan terjadi pada
waktu pesawat menurun.(1)
Dari penjelasan diatas ternyata bahwa besarnya lubang muara sinus turut menentukan
proses terjadinya barosinusitis.Semakin kecil muara sinus itu, makin besar kemungkinan
terjadinya barosinusitis. Jadi pada seseorang yang menderita sakit di saluran pernafasan
bagian atas, pembengkakan/penebalan mukosa mengakibatkan penyempitan muara sinus,
sehingga akan mengalami kesulitan dalam mencapai keseimbangan tekanan. Mengenai
prosentase kejadian sewaktu naik/turun, Adler berpendapat bahwa prosentase waktu turun
lebih besar dari pada waktu naik. Sebenarnya hal ini tergantung pada bentuk mukosa di
muara sinus tersebut. Pada orang normal muara ini terbuka rata. Sedang pada beberapa
orang mukosa di muara sinus itu berbentuk seperti bibir, maka hal ini akan
mengakibatkan aliran udara cenderung untuk lebih mudah keluar daripada memasuki
rongga sinus. Dalam kondisi seperti ini prosentase barosinustitis akan lebih besar pada
waktu pesawat menurun daripada waktu naik. (1)

Salah satu komplikasi dari barotrauma adalah kolaps paru. Komplikasi yang lain adalah
penyakit dekompresi yang terjadi karena kadar nitrogen terdapat dalam aliran darah yang
bertekanan tinggi. Gelembung udara yang terbentuk pada saat turun ke kedalaman dari
permukaan air pada saat menyelam disebut emboli udara. Emboli udara bisa terdapat di
beberapa organ tubuh. Akan berbahaya ketika emboli udara menghentikan aliran darah ke
organ, khususnya hati, paru & otak.(17)
Barotrauma yang berefek pada paru adalah trauma pada paru selama naik ke permukaan
air dari kedalaman. Pada saat naik ke permukaan air, tekanan atmosfer turun dan volume
di paru meningkat. Ketika udara di buang dengan pernapasan normal, maka tekanan akan
normal sehingga tidak terjadi kerusakan. Beberapa kondisi, udara dapat tertampung di
alveoli walaupun dilakukan pernapasan normal. Bila tumpukan udara dalam alveoli tidak
dapat di buang dengan pernapasan normal maka alveoli dapat pecah ketika naik ke
permukaan air. Bila alveoli pecah, udara dapat keluar ke cavitas pleura. Bila alveoli pecah
maka volume air yang masuk akan bertambah. Bernapas secara teratur dapat mengurangi
tekanan di cavitas pleura. Beberapa saat kemudian udara dapat menembus jaringan
menyebabkan emphysema subcutaneous (terlihat gelembung udara di bawah kulit) atau
emphysema mediastinal (udara tertimbun di jaringan & rongga dada). Keadaan yang
lebih buruk, udara dapat menembus peredaran darah sehingga menyebabkan arteri ruptur
& alveoli pecah. Bila gelembung gas menembus system peredaran darah dapat
mengurangi suplai darah ke organ seperti ginjal, otak, hati, usus halus. Pecahnya alveoli
dapat terjadi bila volume dan tekanan udara ke pleura besar sehingga jantung tidak dapat
memompa darah ke tubuh dan paru. (12)
Penyakit dekompresi adalah penyakit yang disebabkan oleh pelepasan dan
pengembangan gelembung-gelembung gas dari fase larut dalam darah atau jaringan
akibat penurunan cepat tekanan disekitarnya, sehingga menyebabkan kerusakan pada
jaringan tubuh.(17)
Setelah Siebe (inggris, 1837) menciptakan standar diving dress untuk penyelaman dalam,
timbul kesulitan baru, yaitu munculnya penyakit aneh yang disebut sebagai penyakit
dekompresi, dari gejala-gejala yang ringan berupa nyeri otot, sendi dan tulang, sampai
gejala yang sangat berat, berupa kelumpuhan anggota gerak bahkan kematian. Paul Bert
(perancis, 1878) adalah orang pertama yang menemukan penyebab PD.Ia
mendemostrasikan pada binatang bahwa nitrogen (N2) yang larut akan menjadi gas pada
waktu dekompresi dan pembentukan gelembung inilah penyebab PD. Selanjutnya ia
menganjurkan mengurangi tekanan secara perlahan-lahan apabila pekerja caisson atau
penyelam naik kepermukaan. Bahkan penderita caisson sembuh kembali apabila masuk
lagi kedalam caisson dan kemudian menurunkan tekanan udara secara perlahan-lahan.
(17).Penyakit dekompresi diklasifikasikan dalam tipe 1 & tipe 2 atas dasar beratnya
penyakit dan respon terhadap terapi. Tipe 1 ini termasuk nyeri musculoskeletal,
manifestasi kulit dan limfatik, dan beberapa gejala nonspesifik seperti malaise, anoreksia,
dan rasa lelah. Tipe 1 ini tidak memerlukan terapi atau rekompresi singkat. Tipe 2 ini
termasuk defek system saraf pusat (SSP), gangguan kardiorespiratorik, dan neuropati

perifer. Kasus-kasus ini lebih berat dab perlu penanganan segera. (17)
Bila seorang menggunakan udara bertekanan tinggi sebagai media pernapasan untuk
menyelam, maka semakin dalam dan semakin lama ia menyelam, maka semakin banyak
gas yang larut dan tetimbun dalam jaringan tubuh sesuai hokum Henry, volume gas yang
larut dalam suatu cairan sebanding dengan tekanan gas diatas cairan itu. Karena oksigen
(02) dikonsumsi didalam tubuh, maka yang tinggal adalah nitrogen (N2) yang merupakan
gas lembam (inert, tidak aktif). Seperti kita ketahui tekanan udara dipermukaan laut
adalah 1 atm absolute (ATA) dan setiap kedalaman 10 meter tekanan akan bertambah 1
ATA. Jadi bila 1 liter N2 terlarut didalam tubuh seorang penyelam pada permukaan, maka
pada kedalaman 20 meter (3 ATA) ia menyerap 3 liter N2. N2 yang berlebihan ini oleh
darah didistribusikan ke jaringan-jaringan sesuai dengan kecepatan aliran darah ke
jaringan tersebut serta daya gabung jaringan terhadap N2. (17)
Barotrauma paru-paru yang dapat terjadi pada waktu penyelam naik, khususnya bila ini
cepat, dan penyelam menehan napas sehingga paru-paru menjadi ruang tertutup.
Menurunnya tekanan misalnya dari 4 ATA ke 1 ATA menyebabkan eskpansi berlebihan
paru-paru sesuai hokum Boyle, sehingga jaringan paru-paru dapat robek dan udara
berupa gelembung kecil masuk di dalam pembuluh darah yang juga robek. Dengan
demikian terjadi emboli gas arterial (EGA) yang dapat menyebabkan komplikasi
neurologik berupa infark otak yang patologinya tidak berbeda dengan emboli jenis lain
dengan gejala yang timbul cepat, berbeda dengan PD yang berlangsung progresif lambat.
Namun kedua kendala dekompresi ini, EGA dan PD, dapat terjadi bersamaan. Untuk
terjadinya barotrauma paru-paru tidak ada ambang kedalaman atau lama penyelaman
yang bermakna; hanya satu tarikan napas gas pada tekanan sedangkal 2 meter air laut
sudah cukup. (17)
Emboli udara : yaitu kondisi yang disebabkan masuknya udara dari paru ke cavitas dada
& menekan paru sehingga terjadi kolaps paru. Gejalanya sangat bercvariasi, tergantung
kepada jumlah udara yang masuk kedalam ronga pleura dan luasnya paru-paru yang
mengalami kolaps.
Gejalanya bisa berupa:
- Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita menarik
nafas dalam atau terbatuk
- Sesak nafas
- Dada terasa sempit
- Mudah lelah
- Denyut jantung yang cepat
- Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen..
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
- Hidung tampak kemerahan
- Cemas, stres, tegang
- Tekanan darah rendah (hipotensi)

Apabila trauma terjadi pada vena yang besar dekat dengan jantung, maka udara dapat
masuk ke sistem sirkulasi. Akibat tekanan darah yang negative dalam system vena.
Demikian pula, bila peningkatan tekanan atmosfer dengan cepat dapat mengakibatkan
gelambung gas dalam darah & jaringan, atau pembentukan gelembung gas dalam darah
dan jaringan, selain itu pembuluh darah paru dapat rupture, sehingga udara di atmosfer
masuk melalui rupture pembuluh darah. Gelembung udara kemudian masuk ke sistem
sirkulasi.(17,18)
Pada emboli udara, udara mula-mula terdapat dalam pembuluh darah paru, lalu ke
Arteriovenous Shunt untuk masuk ke paru. Selain itu udara juga masuk ke pembuluh
darah di otak melalui Foramen Ovale. Morfologi dari edema otak & gas dapat ditemukan
di pembuluh darah. (17,18)
Gelembung gas ini dominan berada dalam vena besar yang mengembalikan darah ke
jantung. Karena vena dalam perjalanannya ke paru-paru diameternya bertambah besar,
maka emboli gas tanpa hambatan sampai di paru-paru dan besar, maka emboli gas tanpa
hambatan sampai di paru-paru dan terperangkap didalam kapiler-kapiler paru-paru
sehingga terjadi penyumbatan, dan dengan produk vasoaktif dari aktifitas permukaan
gelembung menimbulkan seak napas, sakit dada dan batuk kering (chokes). Pernapasan
menjadi cepat dan dangkal, sianosis dapat timbul pada titik ini, begitu pula gejala
kegagalan jantung kanan karena terjadi syok kardiovaskuler. (17)
Presentasi klasik emboli gas akibat barotrauma paru-paru adalah hilangnya segara
kesadaran yang dapat cepat menyebabkan kematian atau manifestasi seperti stroke
(hemiplegia, monoplegia) pada waktu tiba dipermukaan, sedangkan presentasi neurologic
klasik dari PD akibat gelembung-gelembung dari gas larut adalah ascending paraplegia
(spinal bends). (17)
Penatalaksanaan
Walaupun kasus-kasus ringan dapat diobati dengan menghirup 100% O2 pada tekanan
permukaan, pengobatan terpenting adalah rekompresi. Tiba di RUBT maka rekompresi
dengan 100% O2 dengan tekanan paling sedikit kedalaman 18 meter (2,8 ATA) adalah
pilihan utama pada banyak kasus PD. Bila sesudah 10 menit penderita belum sembuh
sempurna, maka terapi diperpanjang sampai 100 menit dengan diselingi tiap 20 menit
bernapas 5 menit udara biasa. Setelah ini dilakukan dekompresi dari 18 meter ke 9 meter
selama 30 menit dan mengobservasi penderita kemungkinan terjadinya deteriorasi.
Selanjutnya penderita dinaikan kepermukaan selama 30 menit. Seluruh waktu pengobatan
dapat berlangsung kurang dari 5 jam. Rekompresi mengurangi diameter gelembung
sesuai Hukum Boyle dan ini akan menghilangkan rasa sakit dan mengurangi kerusakan
jaringan. Selanjutnya gelembung larut kembali dalam plasma sesuai Hukum Henry. O2
yang digunakan dalam terapi mempercepat sampai 10 kali pelarutan gelembung dan
membantu oksigenasi jaringan yang rusak dan iskemik. (17)
Dalam kasus darurat yang jauh dari fasilitas RUBT dapat dilakukan rekompresi dalam air
untuk mengobati PD langsung ditempat. Rekompresi dilakukan pada kedalaman
maksimum 9 meter selama 30-60 menit. Kecepatan naik adalah 1 meter tiap 12 menit,

10

dan bila gejalanya kambuh, tetaplah berada dikedalaman tersebut selama 30 menit
sebelum meneruskan naik kepermukaan. Setiba dipermukaan, penderita diberi O2 selama
1 jam, kemudian bernafas dengan udara selama 1 jam, demikian seterusnya hingga 12
jam. Walaupun dapat dan telah dilakukan, mengenakan kembali alat selam dan
menurunkan penyelam didalam air untuk rekompresi, namun cara ini tidak dapat
dibenarkan. Kesukaran yang dihadapi adalah penderita tidak dapat menolong dirinya
sendiri, tidak dapat dilakukan intervensi medic bila ia memburuk dan terbatasnya suplai
gas. Oleh karena ini usaha untuk mengatasi PD sering kali tidak berhasil dan malahan
beberapa pebderita lebih memburuk keadaannya. (17)
Obat-obatan yang dapat diberikan selama rekompresi adalah infuse cairan (dekstran,
plasma) bila ada dehidrasi atau syok, steroid (deksamethason) bila ada edema otak, obat
anti pembekuan darah (heparin), digitalis bila terjadi gagal jantung, anti oksidan (vitamin
E, C, beta karoten) untuk mengantisipasi pembekuan oksidan (radikal bebas) yang
merusak sel tubuh pada terapi oksigen hiperbarik.(17)
BLAST INJURY (LUKA LEDAKAN)
Cedera karena ledakan dikelompokkan dalam 4 kategori :
Primer, Sekunder, Tersier, & Quarterner. Seorang pasien dapat mengalami cedera lebih
dari 1 kategori pengelompokan diatas. (19)
Mekanisme Blast Injury(luka ledakan)
Kecelakaan dari blast injury (luka ledakan) melibatkan korban yang menderita cedera
jaringan lunak. Prinsip mekanisme kecelakaan melibatkan energi kinetik yang besar
dalam waktu singkat. Illustrasi di bawah menunjukkan cedera secara umum yang
disebabkan oleh ledakan. (19)
High Order Explosives
Adalah ledakan yang besar akibat reaksi bahan kimia. Bahan kimia yang dimaksud
adalah nitroglyserin, dinamit, C-4, campuran Amonium Nitrat & bahan bakar minyak.
Untuk detonasi, digunakan bahan kimia yang dirubah menjadi bentuk gas dengan tekanan
& temperature yang tinggi. Contohnya ledakan yang dihasilkan oleh C-4 yang dapat
menghasilkan gelombang yang luas. (19)
Naiknya tekanan atau gelombang ledakan disebut Overpressure. Gelombang tekanan
meningkat dengan segera & cepat. Jumlah kerusakan dari gelombang tekanan ini
tergantung : (19)

11

- Tekanan puncak yang dihasilkan (Overpressure 60-80 Potensial Lethal)


- Durasi
- Medium tempat terjadinya ledakan (udara, air)
- Jarak dari tempat ledakan
Low Order Explosives
Adalah ledakan yang dihasilkan oleh tekanan dan energi yang rendah yang menyebabkan
luka bakar. Ledakan ini disebut Propellants sebab digerakkan oleh objek yang
menyerupai peluru yang meluncur dengan cepat. Ledakan yang rendah dihasilkan dari
bubuk mesiu & Molotov. (19)
Ada 4 tipe secara umum penyebab ledakan: (19)
BLAST INJURY PRIMER
Atau cedera ledakan secara langsung disebabkan oleh barotrauma yang biasanya terjadi
karena udara memasuki organ-organ, sehingga mengalami kerusakanoleh tekanan
dinamik di jaringan, tetapi tergantung dari lokasi ledakan. Ruptur dari membran timpani,
kerusakan paru dan emboli udara, dan ruptur organ dalam adalah penyebab primer dari
blast injury (luka ledakan). (19)
Membran timpani adalah struktur yang memiliki tehanan yang paling rendah terhadap
tekanan dari ledakan. Gendang telinga dapat menahan efek dari ledakan. Peningkatan
tekanan 5 Psi di atas tekanan atmosfer dapat menyebabkan rupturnya gendang telinga,
yang bermanifestasi pada ketulian, tinnitus, & vertigo. Apabila tekanan dinamik tinggi,
maka ossikula dari telinga tengah dapat terlepas. Gangguan karena trauma dapat
menyebabkan tuli permanen. (19)
Ruptur membran timpani adalah komplikasi dari blast injury (luka ledakan). Beberapa
pasien mengalami kerusakan paru tetapi membran timpaninya tidak ruptur. Pada Primary
Injury terjadi perforasi gendang telinga. Organ lain yang mengalami kelainan setelah
kecelakaan ledakan adalah mata & luka bakar pada tubuh. (19)
Paru adalah organ kedua yang mudah mengalami cedera akibat Primer Blast Injury,
akibat perbedaan tekanan antara alveolar-capillary disebabkan oleh Hemothorax,
Pneumothorax, Pneumomediastinum, & Subcutaneus emphysema. Perhatian ini timbul
dari tekanan yang bersumber dari gelombang ledakan. Oleh karena itu tidak
mengherankan bila ditemukan pembesaran jantung atau emboli udara pada pasien yang
menderita Primary Blast Injury yang sering menyebabkan kematian. (19)

12

Cedera pada paru setelah ledakan digambarkan sebagai kombinasi gejala paru yang
disebabkan oleh paparan gelombang yang dihasilkan oleh ledakan. Biasanya cedera
ledakan pada paru terjadi kira-kira 1-10%. Cedera pada paru setelah terjadi ledakan dapat
digambarkan sebagai Acute Respiratory Distress dengan gejala sesak, bradikardi,
hipotensi. Pasien kemungkinan menderita hipoxemia, hemoptysis, & dapat diintubasi
endotracheal. Cedera pada paru setelah ledakan dapat di identifikasi dengan foto thorax
di rumah sakit terdekat.
Colon adalah organ viscera yang sering terkena akibat Primary Blast Injury berupa ruptur
colon yang disebabkan oleh Ischemik Mesenterik. Selain itu Primary Blast Injury juga
dapat menyebabkan perdarahan dari hati, lien, ginjal, selain itu dapat menyebabkan
ruptur bola mata, & serous retinitis. (19)
SECONDARY BLAST INJURIES
Banyaknya ledakan yang berisi metalik atau fragmen lainnya yang dapat menyebabkan
luka penetrasi yang berakibat timbulnya kematian.(19,20)
Suatu ledakan dapat menghamburkan bermacam-macam benda di sekitarnya (paku,
logam, kaca, kayu, dll) disebabkan oleh tekanan yang dihasilkan oleh angin & mengenai
korban. Rata-rata debu & kotoran yang berasal dari tanah atau lumpur dapat
meninggalkan karakteristik yang sama berupa warna kehitam-hitaman pada kulit.
Gambar 10. Secondary blast injuries may not be initially obvious. A seemingly small
abrasion or wound may mask the entrance wound for a large fragment. The EMS
provider should also remember that blast fragments may be traveling up to five times
faster than a military bullet. (19)
TERTIARY BLAST INJURIES
Trauma ledakan tersier merupakan hasil dari displasement pada pasien oleh angin
ledakan. Kadang pasien sampai terlempar hingga ke tanah, sehingga dapat terjadi Abrasi,
Kontusi & cedera tumpul. Biasanya pasien terlempar ke udara. Trauma ledakan tersier
terjadi pada tahun 1995 di kota Oklahoma yang mendapat serangan Bom, dimana 135
orang dilaporkan terlempar akibat tekanan yang berasal dari ledakan & mengenai objek
di sekitarnya.
Ledakan yang menimbulkan kolaps dari dinding pembuluh darah yang bisa menyebabkan
kematian akibat trauma yang luas. Crush syndrome dapat menyebabkan colaps karena
kerusakan jaringan otot & pelepasan myoglobin, potassium, & phosphate. Selain itu
Crush Syndrom dapat menyebabkan gagal ginjal karena retensi potassium yang berlebih
dapat menyebabkan kerusakan otot. Oleh karena itu di butuhkan pengobatan yang tepat
dengan melakukan hidrolisis & Alkalization. (19,20)

13

Sindrom kompartemen dapat terjadi karena penyakit dekompresi disertai dengan gejala
pembengkakan otot, Ischemia, penurunan perfusi jaringan. Kompartemen syndrome
dapat menyebabkan kematian jaringan. Kompartemen syndrome biasanya terjadi pada
extremitas. (19,20)
Tertiary blast Injury juga terjadi pada orang yang mengalami luka karena ledakan yang
mengakibatkan fraktur, cedera otot terbuka atau tertutup. (19,20)
QUARTERNAR BLAST INJURIES
Disebut juga Miscellaneous Injuries yang disebabkan oleh kecelakaan akibat ledakan atau
karena penyakit. Quarternar Blast Injuries meliputi komplikasi dari kondisi yang
ditemukan. Contohnya dapat terjadi pada wanita hamil atau pada pasien yang
mengkomsumsi anticoagulant. Quarternary Injuries meliputi luka bakar (kimia),
keracunan, radiasi, Asfiksia ( berupa CO atau Cyanida, Asbes ). Quarternar Blast Injuries
bisa juga disebabkan oleh bom. Trauma ledakan Quarterner disebabkan dari bermacammacam dampak dari ledakan, termasuk luka bakar kimia, debu yang mengandung racun
& terhirup, paparan radiasi, terkena reruntuhan gedung. Fase ini dapat terjadi dalam
periode yang panjang, contohnya Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).
Luka bakar kimia atau terhirupnya debu yang mengandung racun dapat berasal dari racun
yang dikandung oleh bahan-bahan ledakan atau dari material-material setelah terjadi
ledakan.(19,20)
Evaluasi Blast Injuries (luka ledakan)
Cedera karena ledakan dapat terjadi pada traktus gastrointestinal yang dapat terjadi pada
orang yang terkena ledakan dengan gejala nyeri abdomen, mual, muntah darah, nyeri
rektum, nyeri testis, hypovolemia. Colon biasanya terjadi hemorrhage (perdarahan) &
perforasi. Perforasi dapat terjadi segera bisa juga terjadi setelah 48 jam. Pada primary
Blast Injury testis & organ yang padat dapat ruptur, frekuensi kejadiannya jarang dan
selalu dikelompokkan dalam ledakan yang luas. (19)
Primary Blast Injury dapat menyebabkan trauma pada otak (gegar otak). Memar pada
jantung dapat disertai dengan disritmia, atau hipotensi. (19)
Tabel 3 Mekanisme cedera dari ledakan
Mekanisme Cedera Contoh dari cedera
Primary Injury Disebabkan oleh tekanan gelombang ledakan. Cedera terjadi dengan
cepat, dan rentan terjadi pada organ Ruptur Membran Timpani, cedera paru karena
ledakan
Secondary Injury Trauma ledakan disebabkan oleh objek yang digerakkan oleh angin
bersumber dari ledakan Cedera ledakan yang terjadi pada beberapa regio tubuh

14

Tertiary Injury Sebagian besar cedera ledakan dihasilkan oleh perpindahan dari objek
yang besar Contusio, fraktur, laserasi
Quarternar atau Miscellaneous Injury Cedera yang disebabkan oleh reruntuhan bangunan,
api yang berasal dari ledakan Luka bakar, Crush Injury, Distress Pernapasan, Asphiksia

Gejala klinis dari cedera karena ledakan : (19)


Tabel 4.
SISTEM KONDISI
Audiovestibular Ruptur membran timpani
Cardiovascular 1. Memar pada miokardial
2. Emboli udara
3. Syok kardiogenik
4. Ischemik
Extremitas 1. Fraktur
2. Sindrom Kompartemen
3. Luka bakar
4. Terganggunya aliran darah arteri
Gastrointestinal 1. Perforasi Organ
2. Hemorrrhage
3. Ischemic Mesenteric yang disebabkan oleh emboli udara
4. Sepsis
Neurologic 1. Cedera otak
2. Strok yang disebabkan oleh emboli uadara
3. Cedera pada susunan saraf spinal
Ginjal 1. Memar pada ginjal
2. Gagal ginjal akut yang disebabkan oleh shok dan ruptur testis
Respiratori 1. Hemothorax
2. Memar pada paru
3. Perdarahan pada paru
4. Kerusakanepitel pernapasan
5. Pneumonitis
6. Sepsis
7. Cedera pada paru secara langsung akibat tekanan yang berlebih dari ledakan

15

Management Blast Injury (luka ledakan)


Kebanyakan dari cedera dapat terlihat setelah detonasi diledakkan. Kebanyakan cedera
dapat menyebabkan kerusakan jaringan lunak & cedera kepala. (19)
Hal pertama yang paling penting dalam penanganan adalah menjaga agar pernapasan
tetap adekuat, memperbaiki ventilasi & sirkulasi peredaran darah korban.(19)
Tenaga medis dapat memberikan petunjuk yang potensial tentang exposure dari ledakan,
setelah itu dapat memberikan informasi kepada korban apabila korban dapat ditangani
dengan amputasi. (19)
Bila pasien menggunakan baju selam, maka cedara dapat dicegah. Selain itu jarak yang
jauh dari tempat ledakan dapat menurunkan risiko dari primary Blast Injury. (19,20)
Pengobatan prehospital dapat dilakukan dengan triase & evakuasi yang cepat ke pusat
trauma di Rumah Sakit, setelah dilakukan Survei ABC, diberikan suplemen Oxygen &
cairan secara Intra Vena. Selain itu juga harus disiapkan penanganan Pneumothorax,
Hypotensi. (20)
PEMERIKSAAN PENUNJANG 6,8
Pada otopsi juga dilakukan prosedur laboratorium yaitu :
1. Sediaan histopatologi dari masing-masing organ.
Dari tiap organ diambil sediaan sebesar 2 x 2 x1 cm kubik dan difiksasi dalam formalin
10%.Organ yang diambil adalah: paru-paru, hati, limpa, pankreas, otot jantung, arteri
koronaria, kelenjar gondok, ginjal, prostat, uterus, korteks otak, basal ganglia dan dari
bagian lain yang menunjukkan adanya kelainan.
2. Tes emboli udara
Emboli udara, baik yang sistemik maupun emboli udara pulmoner, tidak jarang terjadi.
Pada emboli sistemik udara masuk melalui pembuluh vena yang ada di paru-paru,
misalnya pada trauma dada dan trauma daerah mediastinum yang merobek paru-paru dan
merobek pembuluh venanya.
Emboli pulmoner adalah emboli yang tersering, udara masuk melalui pembuluhpembuluh vena besar yang terfiksasi, misalnya pada daerah leher bagian bawah, lipat
paha atau daerah sekitar rahim (yang sedang hamil); dapat pula pada daerah lain,
misalnya pembuluh vena pergelangan tangan sewaktu diinfus, dan udara masuk melalui
jarum infus tadi. Fiksasi ini penting, mengingat bahwa tekanan vena lebih kecil dari
tekanan udara luar, sehingga jika ada robekan pada vena, vena tersebut akan menguncup,
hal ini ditambah lagi dengan pergerakan pernapasan, yang menyedot

16

-Buat sayatan I, dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah sampai ke symphisis
pubis,
-Potong rawan iga mulai dari iga ke-3 kiri dan kanan, pisahkan rawan iga dan tulang dada
keatas sampai ke perbatasan antara iga ke-2 dan iga ke-3,
-Potong tulang dada setinggi perbatasan antara tulang iga ke-2 dan ke-3
-Setelah kandung jantung tampak, buat insisi pada bagian depan kandung jantung dengan
insisi I, sepanjang kira-kira 5-7 sentimeter; kedua ujung sayatan tersebut dijepit dan
diangkat dengan pinset (untuk mencegah air yang keluar),
Masukkan air ke dalam kandung jantung, melalui insisi yang telah dibuat tadi, sampai
jantung terbenam; akan tetapi bila jantung tetap terapung, maka hal ini merupakan
pertanda adanya udara dalam bilik jantung,
Tusuk dengan pisau organ yang runcing, tepat di daerah bilik jantung kanan, yang
berbatasan dengan pangkal a. Pulmonalis, kemudian putar pisau itu 90 derajat;
gelembung-gelembung udara yang keluar menandakan tes emboli hasilnya positip,
Bila tidak jelas atau ragu-ragu, lakukan pengurutan pada a. Pulmonalis, ke arah bilik
jantung, untuk melihat keluarnya gelembung udara,
Semua yang disebut di atas adalah untuk melakukan tes emboli pulmoner, untuk tes
emboli sistemik, pada prinsipnya sama, letak perbedaannya adalah : pada tes emboli
sistemik tidak dilakukan penusukan ventrikel, tetapi sayatan melintang pada a. Coronaria
sinistra ramus desenden, secara serial beberapa tempat, dan diadakan pengurutan atas
nadi tersebut, agar tampak gelembung kecil yang keluar,
Dosis fatal untuk emboli udara pulmoner 150-130 ml, sedangkan untuk emboli sistemik
hanya beberapa ml.

17

3. Tes Pada Pneumothoraks


Pada trauma di daerah dada, ada kemungkinan jaringan paru robek, sedemikian rupa
sehingga terjadi mekanisme ventil di mana udara yang masuk ke paru-paru akan
diteruskan ke dalam rongga dada, dan tidak dapat keluar kembali, sehingga terjadi
kumulasi udara, dengan akibat paru-paru akan kolaps dan korban akan mati. Diagnosa
pneumothorax yang fatal semata-mata atas dasar test ini, bila test ini tidak dilakukan,
diagnosa sifatnya hanya dugaan. Cara melakukan test ini adalah sebagai berikut:
Buka kulit dinding dada pada bagian yang tertinggi dari dada, yaitu sekitar iga ke 4 dan
5 ( udara akan berada pada tempat yang tertinggi ),
Buat kantung dari kulit dada tersebut mengelilingi separuhnya dari daerah iga 4 dan 5
( sekitar 10 x 5 cm )
-Pada kantung tersebut kemudian diisi air, dan selanjutnya tusuk dengan pisau, adanya
gelembung udara yang keluar berarti ada pneumothorax; dan bila diperiksa paru-parunya,
paru-paru tersebut tampak kollaps,
-Cara lain; setelah dibuat kantung , kantung ditusuk dengan spuit besar dengan jarum
besar yang berisi air separuhnya pada spuit tersebut; bila ada pneumothorax, tampak
gelembung-gelembung udara pada spuit tadi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Supartono G. Available at http://www.portalkalbe.com. Trapped Gas Pada
Penerbangan Yang Tinggi. Accessed on May,21th 2008.
2. Kaplan LJ. & Bailey H. Available at http://www.e-medicine.com. Barotrauma.
Accessed on May,21th 2008.
3. Kaplan LJ. & Eidenberg. Available at http://www.e-medicine.com. Barotrauma.
Accessed on May,21th 2008.
4. Bentz B.G & Hugles C.A. Available at http://www.AmericanHearing.com.
Barotrauma. Accessed on May,21th 2008.
5. Adams G.L & Boeis L.R. BOEIS : Buku Ajar Penyakit THT. EGC. Jakarta : 1997.
Hal.90-92.
6. Fung k. Available at http://www.MedlinePlus.com. Ear Barotrauma. Accessed on
May,21th 2008.
7. Available at http://www.merckSource.com. Ear Barotrauma. Accessed on
May,21th 2008.
8. Koop Everet. Available at http://www.Drkoop.com. Ear Barotrauma. Accessed on
May,21th 2008.
9. Soepardi EA & Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. FKUI : Jakarta.
2000. Hal.50.
10. Burton Met all Hall and Colmans: Disease of the ear, nose, and throat, 15th
edition. Churchill Livingstone. London : 2000. Hal.45.

18

11. Tim Pengajar. Catatan kuliah THT. Fakultas Kedokteran UNHAS. Makassar.
2001.
12. Browning G. Clinical Otology and Audiology. Butterworths. London. 1993.
Hal.120-122.
13. Li Ronson. Common Diving Related Ear Barotrauma And Its Management.
Available at http://www.diving medicine.com Accessed on May,21th 2008.
14. Anonym Available at http:// www.Bali Post.com. Yang Perlu Diketahui Sebelum
Terbang. Accessed on May,21th 2008.
15. Rebeiz E.E. Available at http://www.ThirdAge/EBSCO.com. Barotrauma.
Accessed on May,21th 2008.
16. Barotrauma. Available at http://www.wikipedia.com Rebeiz E.E. Available at
Accessed on May,21th 2008.
17. Abadi D. Penyakit Dekompresi Pada Penyelam. Fakultas Kedokteran UNHAS.
Makassar. 1995. Hal.4-20
18. M. Oehmichen R. N. Auer H.G. Knig. Forensic Neuropathology and Associated
Neurology. Special Physical Trauma. Medical University of Vienna. Verlag Berlin
Heidelberg 2006. p.209-10,263-4.
19. Nixon R.G. Available at http://www.fire engineering. Blast Injuries. Accessed on
May,21th 2008.
20. DePalma R.G. Burris D.G. Available at http://www.NEJM.com. Blast Injuries.
Vol.352:1335-1342. March 31th 2005. Number 13. Accessed on May,21th 2008.
21. Direktorat
Jenderal
Peraturan
Perundang-undangan.
Available
at
http://www.google.com/ruu terorisme/. RUU Perubahan Terorisme. Accessed on
May,21th 2008.
22. Munim A. Luka dan Kekesaran. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1.
Binarupa Aksara. Jakarta. 1997. Hal 87
23. Okleq. Available at http://okleqs.wordpress.com/2008/01/20/landasan-hukumpengawasan-kesehatan-kerja/ Landasan Hukum Pengawasan Kesehatan Kerja.
Accessed on May,21th 2008.

19

Anda mungkin juga menyukai