TINJAUAN PUSTAKA
3. Meratus Graben, terletak diantara blok Schwaner dan Paternoster, daerah ini
sebagi bagian dari cekungan Kutai.
4. Tinggian Kuching, merupakan sumber untuk pengendapan ke arah Barat laut
dan Tenggara cekungan Kalimantan selama Neogen. Cekungan-cekungan
tersebut antara lain:
a. Cekungan Tarakan, yang terletak paling Utara dari Kalimantan Timur.
Disebelah Utara cekungan ini dibatasi oleh Semporna High.
b. Cekungan Kutai, yang terletak sebelah Selatan dari Tinggian Kuching
yang merupakan tempat penampungan pengendapan dari Tinggian
Kuching selama Tersier.
Secara regional wilayah kerja PT. Pertamina Hulu Energi termasuk ke dalam
Cekungan Barito. Cekungan Barito meliputi daerah seluas 70.000 kilometer persegi
di Kalimantan Tenggara. Cekungan ini terletak diantara dua elemen yang berumur
Mesozoikum (Paparan Sunda di sebelah barat dan Pegunungan Meratus yang
merupakan jalur melange tektonik di sebelah timur).
Orogenesa yang terjadi pada Pliosen-Plistosen mengakibatkan bongkah
Meratus bergerak ke arah barat. Akibat dari pergerakan ini sedimen-sedimen dalam
Cekungan Barito tertekan sehingga terbentuk struktur perlipatan. Cekungan Barito
memperlihatkan bentuk cekungan asimetrik yang disebabkan oleh adanya gerak naik
dan gerak arah barat dari Pegunungan Meratus. Sedimen-sedimen Neogen
diketemukan paling tebal sepanjang bagian timur Cekungan Barito, yang kemudian
menipis ke barat.
Formasi Tanjung yang berumur Eosen menutupi batuan dasar yang relatif
landai, sedimen-sedimennya memperlihatkan ciri endapan genang laut. Formasi ini
terdiri dari batuan-batuan sedimen klastik berbutir kasar yang berselang-seling
dengan serpih dan kadangkala batubara. Pengaruh genang laut marine bertambah
selama Oligosen sampai Miosen Awal yang mengakibatkan terbentuknya endapanendapan batugamping dan napal (Formasi Berai).
Pada Miosen Tengah-Miosen Akhir terjadi susut laut yang mengendapkan
Formasi Warukin. Pada Miosen Akhir ini terjadi pengangkatan yang membentuk
Tinggian Meratus, sehingga terpisahnya cekungan Barito, Sub Cekungan Pasir dan
Sub Cekungan Asam-Asam.
10
Secara umum stratigrafi Cekungan Barito dari muda ke tua secara berurut adalah
sebagai berikut :
11
Wilayah Kerja
regional termasuk dalam cekungan Barito yang terdapat di sebelah barat pegunungan
Meratus. Cekungan Barito sendiri memiliki formasi pembawa batubara. Adapun uruturutan stratigrafi Formasi Cekungan Barito (Gambar 2.2) berdasarkan waktu
terbentuknya adalah :
1.
Formasi Tanjung
Formasi paling tua yang ada di daerah penambangan, berumur Eosen, yang
diendapkan pada lingkungan paralis hingga neritik dengan ketebalan 900-1100 meter,
terdiri dari (atas ke bawah ) batulumpur, batulanau, batupasir, sisipan batubara yang
kurang berarti dan konglomerat sebagai komponen utama. Hubungannya tidak selaras
dengan batu pra-tersier.
2.
Formasi Berai
Formasi ini diendapkan pada lingkungan lagoon hingga neritik tengah dengan
Formasi Warukin
Formasi ini diendapkan pada lingkungan neritik dalam hingga deltaic dengan
12
Miosen Tengah sampai Plestosen Bawah. Pada formasi ini ada tiga lapisan paling
dominan, yaitu :
a.. Batulempung dengan ketebalan 100 meter
b. Batulumpur dan batu pasir dengan ketebalan 600-900 meter, dengan bagian atas
terdapat deposit batubara sepanjang 10 meter.
c. Lapisan batubara dengan tebal cadangan 20-50 meter, yang pada bagian bawah
lapisannya terdiri dari pelapisan pasir dan batupasir yang tidak kompak dan
lapisan bagian atasnya yang berupa lempung dan batu lempung dengan ketebalan
150-850 meter. Formasi warukin ini hubungannya selaras dengan formasi Berai
yang ada dibawahnya.
4.
Formasi Dohor
Formasi ini diendapkan pada lingkungan litoral hingga supralitoral, yang
berumur miosen sampai plio-plistosen dengan ketebalan 450-840 meter. Formasi
ini hubungannya tidak selaras dengan ketiga formasi di bawahnya dan tidak
selaras dengan endapan alluvial yang ada di atasnya. Formasi ini terdiri dari
perselingan batuan konglomerat dan batupasir yang tidak kompak, pada formasi
ini juga ditemukan batulempung lunak, lignit dan limonit.
5.
Endapan Alluvium
Merupakan kelompok batuan yang paling muda yang tersusun oleh kerikil,
pasir, lanau, lempung, dan lumpur yang tersebar di morfologi dataran dan sepanjang
aliran sungai.
13
Miosen,
struktur
yang terjadi
berubah
menjadi
pengkerutan.
Pengangkatan secara regional dan patahan yang bersifat kompresional muncul pada
kala Miosen Tengah hingga Pliosen-Plistosen. Proses inversi dan pengaktifan
kembali sesar tua secara extensional menghasilkan kenampakan yang sekarang
terbentuk pada cekungan barito.
Pola struktur yang berkembang di pulau Kalimantan berarah Meratus (Timur
laut-Barat daya). Pola ini tidak hanya terjadi pada struktur-struktur sesar tetapi juga
pada arah sumbu lipatan. Perbukitan Tutupan yang berarah timur laut-barat daya
dengan panjang sekitar 20 km terbentuk akibat pergerakan dua patahan anjakan yang
searah. Salah satunya dikenal dengan nama Dahai Thrust Fault yang memanjang
pada kaki bagian barat perbukitan Tutupan.
Patahan lain bernama Tanah Abang-Tepian Timur Thrust Fault yang memanjang
pada kaki bagian timur perbukitan Tutupan. Keberadaan patahan ini diketahui
berdasarkan data seismik dan pemboran sumur minyak (Asminco,1996). Patahan lain
yang tidak berhubungan dengan perbukitan Tutupan dan berarah timurlaut-baratdaya
14
terdapat di daerah Wara dengan nama Maridu Thrust Fault. Patahan-patahan yang
terjadi pada umumnya searah dengan bidang perlapisan sehingga tidak mengganggu
penyebaran batubara.
Gambar 2.3 Struktur Geologi Regional Cekungan Barito (Bow Valley, 1992)
15
Secara umum
batubara adalah
batuan
sedimen
yang
dapat
terbakar,
terbentuk dari endapan organik, pembentuk utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan
terbentuk melalui proses pembatubaraan (Coalification). Unsur-unsur utamanya
terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara juga merupakan batuan organik
yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam
berbagai bentuk. Analisa unsur memberikan rumus formula empiris seperti :
C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
16
Batubara (coal)
organik maupun non organik yang pembentukannya merupakan hasil akumulasi sisasisa tanaman yang telah mengalami pemadatan melalui proses ubahan secara kimia
serta metamorfosa oleh panas dan tekanan selama waktu geologi (Wood, 1983 dalam
Irma Hernawaty, 1999). Batubara juga merupakan batuan yang dapat dibakar dan
mengandung material karbon lebih dari 70% volume.
Pembentukan
batubara
dimulai
sejak
periode
pembentukan
Karbon
batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang
disebut sebagai maturitas organik. Proses awalnya, endapan tumbuhan berubah
menjadi gambut (peat), yang selanjutnya berubah menjadi batu bara muda (lignite)
atau disebut pula batu bara coklat (brown coal). Batubara muda adalah batu bara
dengan jenis maturitas organik rendah.
Secara alamiah, batubara (coal) mempunyai sifat dan batasan-batasan sebagai
berikut:
1. Mempunyai warna coklat sampai hitam
2. Zat padat non-kristalin
3. Berkilap kusam sampai terang
4. Mempunyai berat jenis antara 1.0 - 1.7 kg/m3
5. Kekerasan bervariasi dari 0.5 2.5 skala mohs
6. Bersifat lunak dan getas
17
Setelah
jutaan tahun, maka batubara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap
menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara
sub-bituminus (sub-bituminous). Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung
hingga batubara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam sehingga membentuk
bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite). Dalam kondisi yang tepat,
peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga
membentuk antrasit.
18
Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10%
dari beratnya. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air,
dan oleh
karenanya
menjadi
kurang efisien
Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya.
Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang
paling rendah.
menentukan dalam
menghitung
19
b. Bentuk Pinch
Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis di bagian tengah. Pada
umumnya bagian bawah (dasar) dari
lapisan
ditutupi oleh batupasir yang secara lateral merupakan pengisian suatu alur. Sangat
dimungkinkan, bentuk
pinch
ini
bukan merupakan
penampakan
tunggal,
20
Bentuk ini terjadi apabila di antara dua bagian lapisan batubara terdapat urat
lempung ataupun pasir. Bentuk ini terjadi apabila pada satu seri lapisan batubara
mengalami patahan, kemudian pada bidang patahan
Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana batubara semula terbentuk suatu
kulminasi sehingga lapisan batubara seperti terintrusi. Sangat dimungkinkan
lapisan batubara pada bagian yang terintrusi menjadi menipis atau hampir hilang
sama sekali. Bentukan intrusi mempunyai ukuran dari beberapa meter sampai
puluhan meter
e. Bentuk Fault
f. Bentuk Fold
perlipatan. Perlipatan
tersebut dimungkinkan
masih
21
dalam bentuk sederhana, misalnya bentuk antiklin atau bentuk sinklin, atau sudah
merupakan kombinasi dari kedua bentuk tersebut. Lapisan batubara bentuk fold,
memberi petunjuk awal pada kita bahwa batubara yang terdapat di daerah
tersebut telah mengalami proses pembatubaraan relatif lebih sempurna, akibatnya
batubara yang diperoleh kualitasnya relatif lebih baik.
22
23
Lingkungan ini terutama disusun oleh urutan perlapisan serpih abuabu gelap kaya bahan organik dan batulanau yang terus diikuti oleh batubara yang
secara lateral tidak menerus dan zona siderit yang berlubang. Lingkungan Back
Barrier : memiliki ketebalan batubara yang
memanjang sejajar sistem penghalang atau sejajar jurus perlapisan, bentuk lapisan
berlembar karena dipengaruhi tidal channel setelah pengendapan atau bersamaan
dengan proses pengendapan dan kandungan sulfurnya tinggi.
24
25
26
Gambar 2.5.3 Penampang lingkungan pengendapan pada bagian Upper Delta Plain
(Horne, 1978)
27
Levee berasosiasi dengan channel yang menebal dan menembus akar secara
meluas daripada lower delta plain. Batupasir tipis crevasse splay umum terdapat pada
endapan ini, tetapi lebih sedikit banyak daripada di lower delta plain namun tidak
sebanyak di upper delta plain. Lingkungan transitional lower delta plain : ketebalan
batubaranya tebal dapat lebih mencapai 10 meter, tersebar meluas cenderung
memanjang jurus pengendapan, tetapi kemenerusan secara lateral sering terpotong
channel, bentuk lapisan batubara ditandai splitting akibat channel kontemporer dan
washout oleh channel subsekuen dan kandungan sulfurnya agak rendah.
28
Gambar 2.5.5 Model lingkungan pengendapan batubara pada lingkungan delta (J.C
Horne, et. Al., 1978, Modifikasi dari Ferm, 1976)
29
30
31
Sebagai gas yang teradsorpsi oleh daya tarik molekuler pada permukaan
maseral (material organik yang menyusun batubara), micropori, dan cleats
di dalam batubara;
Gas yang terperangkap di dalam lapisan batubara akan sangat bergantung dari
posisi ketinggian air bawah tanah. Sebenarnya, air bawah tanah ini akan berada pada
bagian atas lapisan batubara dan berfungsi menahan gas yang ada pada lapisan
batubara tersebut. Dengan menurunkan tinggi air, maka tekanan dalam reservoar akan
berkurang dan dapat melepaskan CBM.
32
Pembentukan gas ini diikuti dengan proses pengendapan yang sangat cepat,
karena jika tidak ada pengendapan yang cepat maka gas yang terbentuk
tidak akan tersimpan dalam batubara dan gas tersebut akan menguap ke
atmosfer.
Tahap akhir pembentukan gas biogenik pada tahap ini gas terbentuk
karena adanya aktivitas mikroorganisme pada saat setelah lapisan
batubaranya sendiri terbentuk. Lapisan batubara yang
terbentuk
itu
2. Thermogenik Gas
Thermogenik gas merupakan gas yang terbentuk pada tahap yang lebih tinggi
dari proses pembatubaraan. Gas ini terbentuk biasanya pada batubara yang telah
mencapai kualitas high volatille sampai dengan antasit. Proses bitumunisasi akan
menghasilkan batubara yang kaya dengan kandungan karbon dengan melepaskan
kandungan utama volatile matter seperti metana, CO 2 dan air.
33
Gambar 2.6.3 Proses Pembatubaraan (Modifikasi dari Press dan Seiver 2004)
Gas biogenik dari lapisan batubara subbituminus akan dapat berpotensi menjadi
CBM. Gas biogenik tersebut terjadi oleh adanya reduksi bakteri dari CO2, dimana
hasilnya berupa methanogens, bakteri anaerobik yang keras, menggunakan H2 yang
tersedia untuk mengkonversi asetat dan CO2 menjadi metane sebagai produk dari
metabolismenya. Sedangkan beberapa methanogens membuat amina, sulfida, dan
methanol untuk memproduksi metana.
Pada saat penimbunan maksimum, temperatur maksimum
pada lapisan
batubara mencapai 40-90C, dimana kondisi ini sangat ideal untuk pembentukan
bakteri metane. Metane tersebut terbentuk setelah aliran air bawah tanah pada saat ini
telah ada. Air dalam lapisan batubara didapat dari adanya proses penggambutan dan
pembatubaraan, atau dari masukan (recharge) air dalam outcrops dan akuifer. Air
dalam lapisan tersebut dapat mencapai 90% dari jumlah air keseluruhan.
34
Lapisan batubara dapat menjadi batuan sumber dan reservoir, karena itu
CBM diproduksi secara insitu, tersimpan melalui permukaan rekahan, mesopore,
dan mikropore yang berukuran satu mickrometer sampai satu milimeter.
Metana
yang terbentuk saat peatification dan coalification sebagian besar akan teradsorpsi
pada permukaan dari micropori ini . Gas tersebut tersimpan pada rekahan dan
sistem pori pada batubara sampai pada saat air merubah tekanan pada reservoir.
Gas kemudian keluar melalui matriks batubara dan mengalir melalui rekahan
sampai pada sumur.
Gambar 2.6.4 Porositas Gas Metan Terperangkap (Press dan Savier, 2004)
35
Cleats/Macropore/Fracture Porosity
Batubara merupakan media berpori yang anisotrofi terdiri atas dua jenis
porositas, yakni pori-pori makro and pori-pori mikro. Pori-pori makro merupakan
rekah alami yang terjadi pada batubara. Pori-pori makro juga dikenal dengan istilah
rekahan (cleats), merupakan rekahan alami yang tersebar diseluruh batubara. Cleats
bertindak sebagai system perpindahan utama untuk aliran gas dan air dalam suatu
coal seam. Cleat tersebut tempat mengalirnya fluida dari matriks ke lubang sumur.
rekahan
yang
panjang
36
Sedangkan Butt cleats adalah rekahan yang tidak berkelanjutan karena diputus oleh
oleh Face cleats.
Gambar 2.7 Cleat Batubara , Face cleat dan Butt cleat Pada Lapisan Batubara
(Cervik, 1967)
yang disebabkan
37
38
b. Kedalaman lapisan batubara, yang ideal untuk tersimpannya gas metan adalah
antara 300 m sampai 1000 meter. Pada kedalaman kurang dari 300 meter, gas
metana sangat mudah terlepas ke udara sehingga tidak dapat diharapkan
tersimpan pada batubara dengan baik, sedangkan pada kedalaman lebih dari
1000 meter kapasitas serapan batubara akan terganggu oleh temperatur yang
tinggi.
c. Temperatur. Makin tinggi temperatur makin kecil kapasitas serapannya atau
mempertinggi desorpsi gasnya.
39
d. Tekanan. Makin besar tekanan makin besar kapasitas serapan gas tetapi
dengan kecepatan yang makin berkurang sewaktu mendekati batas jenuhnya.
e. Mineral matter. Makin tinggi kandungan mineral matternya, makin kecil
kapasitas serapan gasnya. Kandungan abu dan sulfur termasuk dalam mineral
matter. Semakin tinggi kadar abu, secara umum akan mempengaruhi tingkat
pengotoran, dan korosi peralatan yang dilalui.
f. Moisture. Makin tinggi kandungan air dalam batubara maka makin kecil
kapasitas serapannya.