Anda di halaman 1dari 18

JAMINAN

KEBEBASAN BERAGAMA
MAKALAH SGD SISTE M URINARIA
BAGI
SETIAP WARGA NEGARA
KASUS BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA (BPH)
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Kewarganegaraan (Civic)
Disusun Oleh Kelompok IX :
Ima Lismawaty
Dian Chintia Pratiwi
Putri Cahaya R.T.D. Panjaitan
Regina Masli Putri
Nurul Iklima
Dini Yulia
Nurali
Melina Purwaningsih
Yunnisa Ramdhani
Izqir Rahma Cipta

(220110110009)
(220110110024)
(220110110033)
(220110110039)
(220110110055)
(220110110071)
(220110110086)
(220110110101)
(220110110118)
(220110110150)

Disusun Oleh :

Okky Octaviani

(220110110064)

Ima Lismawaty

(220110110009)

Rinanda Dian Annisa

(220110110021)

Dwi Juwita Meiyola

(220110110033)

Scriber II

Hilma Nurjannah

(220110110045)

Chair

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR

Nuridha Fauziyah

2015

(220110110057)
i

Hertika Apriani Br Sihaloho (220110110070)


Regina Masli Putri

(220110110039)

Sri Sulastri

(220110110015)

Gusti Ayu Radhita Octavia

(220110110051)

Intan TDL

(220110110002

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah mengenai Jaminan Kebebasan Beragama Bagi Setiap Warga Negara
pada mata kuliah Kewarganegaraan (Civic) tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ibu Mira Trisyani K, S.Kp.,MSN, selaku koordinator mata kuliah
Kewarganegaraan (Civic);
2. Bapak

Agus

Gandara,

S.H.,M.Pd,

selaku

dosen

mata

kuliah

Kewarganegaraan (Civic);
3. Teman-teman kelompok IX yang telah berkontribusi dalam penyusuan
makalah ini
4. Pihak lain yang tidak dapat penulis kemukakan satu per satu, terima kasih
atas dukungannya. Semoga Tuhan Yang maha Esa memberikan balasan
yang lebih baik.
Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi
perbaikan di hari kemudian. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat dalam proses pembelajaran di Fakultas Keperawatan.

Jatinangor,

April 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang

1.2.

Rumusan Masalah 2

1.3. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Dasar Hukum yang Menjamin Kebebasan Beragama
2.2. Toleransi dalam Kebebasan Beragama
2.3.

Sanksi Hukum jika Menghalangi orang beribah

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan

15

DAFTAR PUSTAKA 16

ii

12

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Kebebasan adalah hak setiap individu selama kebebasan itu tidak merugikan

orang lain. Kebebasan beragama adalah prinsip yang mendukung kebebasan individu
atau masyarakat, untuk menerapkan agama atau kepercayaan dalam ruang pribadi
atau umum. Kebebasan beragama termasuk kebebasan untuk mengubah agama dan
tidak menurut setiap agama. Dalam negara yang mengamalkan kebebasan beragama,
agama-agama lain bebas dilakukan dan ia tidak menghukum atau menindas pengikut
kepercayaan lain yang lain dari agama resmi. Pasal 18 dalam Kovenan Internasional
PBB tentang Hak-Hak Sipil dan Politik menyatakan kebijakan yang menafikan
kebebasan seseorang untuk mengamalkan agamanya adalah satu kezaliman spiritual.
Kebebasan beragama merupakan satu konsep hukum yang terkait, tetapi tidak serupa
dengan toleransi agama, pemisahan antara agama dan negara, atau negara sekuler
Definisi hak kebebasan beragama secara formal terdapat dalam DUHAM,
tepatnya dalam Pasal 18 yang berbunyi: Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran,
keinsafan batin dan agama, dalam hak ini termasuk kebebasan berganti agama atau
kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaannya dengan
cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan menepatinya, baik sendiri
maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat umum maupun yang
tersendiri. Pasal tersebut menjelaskan mengenai hak kebebasan beragama yang
terdiri dari; hak untuk beragama, hak untuk berganti agama, hak untuk mengamalkan

agama dengan cara mengajarkannya, melakukannya baik secara sendiri ataupun


kelompok dan di tempat umum atau tempat pribadi.

1.2.
Rumusan Masalah
1.2.1. Apa dasar hukum dalam menjamin kebebasan beragama bagi warga negara?
1.2.2. Bagaimana tolerensi beragama yang harus dilakukan oleh setiap warga
negara?
1.2.3. Apa saja sanksi hukum jika menghalangi orang melaksanakan ibadah?
1.3.
Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui dasar hukum dalam menjamin kebebasan beragama bagi
warga negara.
1.3.2. Untuk mengetahui toleransi yang harus dilakukan oleh setiap warga negara.
1.3.3. Untuk mengetahui sanksi hukum jika menghalangi orang melaksanakan
ibadah.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.

Dasar Hukum yang Menjamin Kebebasan Beragama


Indonesia adalah negara berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa yang

mengandung prinsip bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama


walaupun bukan negara agama. Agama dapat hidup dan berkembang dengan
jaminan dan perlindungan negara, sedangkan para pemeluk agama berhak
melaksanakan dan mengembangkan agama sesuai dengan kepercayaan masingmasing. UUD 1945 pada dasarnya telah mengakui dan memberikan jaminan
terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan. Dasar hukum yang menjamin
kebebasan beragama di Indonesia terdapat pada UUD 1945 dalam perspektif
konstitusi yaitu:
2.1.1. Hak-Hak Warga Negara dalam Kebebasan Beragama
1. Pasal 28 E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,
memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.
2. Pasal 28 E ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan.
3. Pasal 28 I ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun
Hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia.
4. Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk
memeluk agama.

5.

Pasal 4 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi


Manusia (Undang-undang HAM)
Hak. untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi,
pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,
hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum,
dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan

apapun dan oleh siapapun.


6. Pasal 22 UU HAM
(1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya
masing-masing

dan

untuk

kepercayaannya itu.
7. Pasal 80 Undang-Undang

beribadat
No.

13

menurut
Tahun

agamanya dan
2003

tentang

Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan)


Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya
kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan
oleh agamanya.
2.1.2. Kewajiban Warga Negara dalam Kebebasan Beragama
1. Pasal 28J ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain.
2. Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Pelaksanaan hak tersebut wajib tunduk pada pembatasanpembatasan dalam undang-undang. Jadi, hak asasi manusia tersebut
dalam pelaksanaannya tetap patuh pada pembatasan-pembatasan yang
diatur dalam undang-undang.

2.2.

Toleransi dalam Kebebasan Beragama

2.2.1. Sikap Toleransi dalam Beragama


Ada tiga macam sikap dalam toleransi beragama, yaitu:
1) Negatif merupakan isi ajaran dan penganutnya tidak dihargai. Isi
ajaran dan penganutnya hanya dibiarkan saja karena dalam keadaan
terpaksa.
2) Positif merupakan isi ajaran ditolak, tetapi penganutnya diterima serta
dihargai.
3) Ekumenis merupakan isi ajaran serta penganutnya dihargai, karena
dalam ajaran mereka itu terdapat unsur-unsur kebenaran yang
berguna untuk memperdalam pendirian dan kepercayaan sendiri.

2.2.2. Manfaat Toleransi Beragama


1) Menghindari Perpecahan

Dengan belajar dan melakukan toleransi beragama maka kita juga


belajar bagaimana agar bangsa Indonesia ini dapat bertahan lama. Negara
kita terbukti sangat peka terhadap isu keagamaan oleh karena itu jika tidak
bisa menjaga hubungan baik antara agama, bahaya besar telah menanti
bangsa ini.

2) Mempererat Hubungan

Dengan toleransi beragama tidak hanya dapat menghindarkan kita


dari sebuah perpecahan tapi juga dapat membuat kita lebih solid dalam
hubungan

kemasyarakatan.

Dapat

juga

bertukar

pikiran

(bukan berdebat tentang agama yang lebih baik) agar dari hari kehari
kehidupan ala multiagama di negara ini menjadi sesuatu yang biasa dan
tidak menjadi alasan terjadi pertikaian anatara umat beragama.
3) Mengokohkan Iman

Semua agama mangajarkan hal yang baik bagaimana mengatur


hubungan dengan masyarakat yang beragama lain. Wujud nyata tingkah
laku toleransi akan menunjukkan perwujudan iman keagamaan dalam
kehidupan sehari-hari.

2.2.3. Toleransi Beragama dalam kehidupan


1) Toleransi beragama dalam kehidupan bermasyarakat
a. Adanya sikap saling menghormati dan menghargai antara
pemeluk agama.
b. Tidak membeda-bedakan suku, ras atau golongan.
2) Toleransi beragama dalam kehiduapan berbangsa dan bernegara
Kehidupan berbangsa dan bernegara pada hakikatnya
merupakan kehidupan masyarakat bangsa. Di dalamnya terdapat
kehidupan

berbagai

macam

pemeluk

agama

dan

penganut

kepercayaan yang berbeda-beda. Demikian pula di dalamnya terdapat


berbagai kehidupan antar suku bangsa yang berbeda. Namun
demikian perbedaan-perbedaan kehidupan tersebut tidak menjadikan
bangsa ini tercerai-berai, akan tetapi justru menjadi kemajemukan
kehidupan sebagai suatu bangsa dan Negara Indonesia. Oleh karena
itu kehidupan tersebut perlu tetap dipelihara agar tidak terjadi
disintegrasi bangsa.
Adapun toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
antara lain:
a. Merasa senasib sepenanggungan.
b. Menciptakan persatuan dan kesatuan, rasa kebangsaan atau
c.
d.
e.
f.

nasionalisme.
Mengakui dan menghargai hak asasi manusia.
Membantu orang lain yang membutuhkan pertolongan.
Menghindari terjadinya perpecahan
Memperkokoh silaturahmi dan menerima perbedaan

2.2.4. Perilaku Toleransi Beragama


1) Saling Menghormati

Salah satu contoh toleransi dalam beragama ialah dengan


saling menghormati anatar umat beragama. Dengan cara jika ada
yang sedang puasa ya setidaknya kita jangan menganggi atau
merusak puasanya. Jika ada yang sedang berdoa tetaplah menjaga
ketenangan saat umat lain beribadah.
2) Tidak Menganggu

Tidak menggangu sudah cukup baik untuk mewujudkan


toleransi beragama di dalam masyarakat dengan cara jika ada
upacara agama lain hendaklah tidak melanggar aturan. Misalnya
acaranya nyepi janganlah merusak dengan menciptakan keributan
tanpa peduli acara umat lain.
3) Partisipasi

Di sini perlu ditekankan pertisipasi tidak berarti anda


mengikuti acara agama lain. Contoh paling nyata ialah jika ada
Lebaran, Natal dan acara besar agama lainnya tidak ada salahnya
memberikan selamat kepada mereka. Ini menunjukkan perwujudan
iman yang dewasa dalam masyarakat.
2.2.5 Bentuk Pelangaran Terhadap Kebebasan Beragama di Indonesia
Di Indonesia, pergeseran rezim otoritarian menuju demokrasi jelas
menjadi kabar sedap bagi kebebasan beragama. Salah satu wujud perhatian
negara terhadap kebebasan beragama adalah dibentuknya Departemen
Agama, yang mengatur bukan hanya satu agama, tetapi lima agama: Islam,
Protestan, Katolik, Hindu, dan Budha. Dalam rangka kerukunan internal
dan eksternal umat beragama, selain dibentuk dan dimantapkan organisasi
masing-masing agama, dibentuk pula forum konsultasi dan komunikasi
antar pemimpin agama dan antar pemimpin agama dan pemerintah.
Organisasi untuk tingkat pusat bagi agama Islam adalah Majelis Ulama
Indonesia (MUI), untuk umat Katolik bernama Majelis Agung Wali Gereja
Indonesia (MAWI), untuk umet Protestan bernama Dewan Gereja-Gereja
Indonesia (DGI), untuk umat Hindu terdapat Prisade Hindu Dharma Pusat
(PHDP), dan untuk umat Budha bernama Perwalian Umat Budha
Indonesia (WALUBI).

Namun, sejauh ini selalu saja bermasalah dalam implementasinya.


Bahkan,

ketika

pemerintah

sudah

terbentuk

melalui

mekanisme

domokratis, ternyata belum berdaya mengurangi intensitas problem


kebebasan beragama. Di Indonesia, masih ada saja diskriminasi dalam
beragama, khususnya terhadap agama minoritas. Secara kasat mata,
diskriminasi itu tampak misalnya dalam kebijakan yang mengakui hanya
enam agama resmi. Tidak ada keputusan resmi pemerintah terkait
pemberlakuan agama resmi kecuali hanya Surat Edaran Menteri Dalam
Negeri No. 477/74054/1978 tentang petunjuk pengisian kolom agama pada
KTP, yang antara lain disebutkan bahwa agama yang diakui pemerintah
ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha.
Orang atau komunitas di luar agama resmi selalu menjadi pihak
yang dirugikan, termasuk kelompok adat yang masuk kategori tidak
beragama. Misalnya Dayak Kaharingan di Kalimantan, Komunitas
Permalim di Medan, komunitas Tolotang di Sulawesi Selatan, dll.
Kenyataannya, tanpa menyandang label agama resmi, seseorang akan sulit
menerima atau memperoleh pelayanan publik dan hak-hak sipil. Seperti
misalnya setiap anak yang lahir tidak bisa memperoleh akte kelahiran,
pernikahan tidak bisa dicatatkan, KTP tidak diberikan.
Bentuk pelanggaran terhadap prinsip kebebasan beragama yang
lain, yaitu seperti adanya ceramah atau tulisan bernada menghujat
kelompok tertentu, penutupan rumah ibadah, aksi bersenjata, penyerbuan
masssal, intimidasi fisik dan psikologis, serta pemaksaan mengikuti aliran
agama utama hingga terbitnya ftwa-fatwa keagamaan yang justru dianggap
intoleran.

10

2.3.

Sanksi Hukum jika Menghalangi orang beribadah


UU HAM tidak ada memberikan sanksi bagi orang yang
melanggar ketentuan dalam Pasal 22 UU HAM. Akan tetapi, bagi orang
yang menghalang-halangi kegiatan ibadah yang dilakukan di tempat
ibadah, dapat dijerat dengan Pasal 175 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP):
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
merintangi pertemuan keagamaan yang bersifat umum dan diizinkan, atau
upacara keagamaan yang diizinkan, atau upacara penguburan jenazah,
diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.
Mengenai Pasal 175 KUHP ini, R. Soesilo dalam bukunya yang
berjudulKitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta KomentarKomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan:
1) pertemuan umum agama adalah semua pertemuan yang bermaksud
untuk melakukan kebaktian agama;
2) upacara agama adalah kebaktian agama yang diadakan baik di
gereja, mesjid, atau di tempat-tempat lain yang lazim dipergunakan
untuk itu;
3) upacara penguburan mayat adalah baik yang dilakukan waktu masih
ada di rumah, baik waktu sedang berada di perjalanan ke kubur,
maupun di makam tempat mengubur.
Lebih lanjut, R. Soesilo mengatakan bahwa syarat yang penting
adalah bahwa pertemuan umum agama tersebut tidak dilarang oleh
negara.

11

Sedangkan, pelanggaran atas Pasal 80 UU Ketenagakerjaan,


mengenai hak pekerja melakukan ibadah agamanya, juga dapat
dipidana sebagaimana terdapat dalam Pasal 185 UU Ketenagakerjaan:

Pasal 185 UU Ketenagakerjaan


1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80,
Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat (4) dan
ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan
tindak pidana kejahatan.

12

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Indonesia adalah negara berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa
yang mengandung prinsip bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang
beragama. Agama dapat hidup dan berkembang dengan jaminan dan
perlindungan

negara,

sedangkan

para

pemeluk

agama

berhak

melaksanakan dan mengembangkan agama sesuai dengan kepercayaan


masing-masing
Kebebasan beragama adalah prinsip yang mendukung kebebasan
individu atau masyarakat untuk menerapkan agama atau kepercayaan
dalam ruang pribadi atau umum. Secara eksplisit, soal kebebasan
beragama telah jelas diamanatkan oleh UUD 1945. UUD 1945 pada
dasarnya telah mengakui dan memberikan jaminan terhadap kebebasan
beragama dan berkeyakinan. Namun, sejauh ini selalu saja bermasalah
dalam implementasinya.
Sebagai warga negara yang baik, sudah seharusnya kita saling
menghormati satu dengan yang lain hal hal beragama dan memeluk
keyakinan. Pemerintah juga harus bersikap tegas dalam menangani kasuskasus yang terkait dengan pelanggaran kebebasan beragama bagi setiap
warga negaranya.

13

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Suaedy, et.al., 2009. Islam, konstitusi, dan Hak Asasi Manusia :
Problematika Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia.
Jakarta: Wahid Institute.
A Qodri Azizy,2004.Hukum Nasional, Ekletisisme Hukum Islam dan Hukum
Umum. Bandung : Teraju Mizan.
Mohammad Noor Syam. 2009. Sistem Filsafat Pancasila: Tegak sebagai Sistem
Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 1945, Makalah yang disajikan dalam
Konggres Pancasila yang diselenggarakan UGM-MKRI pada 30-31 Mei dan 1
Juni di Kampus UGM, Yogyakarta.
Moh. Mahfud MD. 2006. Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi,
Jakarta : LP3ES.

14

Anda mungkin juga menyukai