Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PENGANTAR PENDIDIKAN

DIMENSI HAKIKAT MANUSIA

Oleh:
Kelompok 2 (Kelas C)
1.
2.
3.
4.
5.

Ni Wayan Sri Ratmini


Ni Luh Gede Praba Yanti
Ni Made Dian Prabayanti
Ni Putu Ayu Parwati
Putu Sista Dharmika

1313031046
1313031054
1313031057
1313031058
1313031062

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA


SINGARAJA
2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas asung
kertha waranugrahaNya, penulis dapat menyelesaikan review dengan kompetensi dasar
memahami dimensi hakekat manusia, dengan tiga indikator hasil belajar diantaranya; 1)
menjelaskan wujud sifat hakekat manusia; 2) menjelaskan dimensi manusia dan; 3) menjelaskan
dimensi manusia Indonesia yang pancasilais. Review ini merupakan hasil diskusi kelompok yang
telah dilakukan sebelumnya.
Penulis menyadari bahwa review ini masih jauh dari kesempurnaan dalam penyajian
bahasa serta wawasan yang ada karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun. Akhir kata penulis berharap agar review ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak
yang membacanya. Atas perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih.

Singaraja, 3 September 2013

Penulis

Kompetensi Dasar :
Memahami dimensi hakekat manusia

Indikator Hasil Belajar :


1) Menjelaskan wujud sifat hakeka manusia
2) Menjelaskan dimensi manusia
3) Menjelaskan dimensi manusia Indonesia yang pancasilais

1. MENJELASKAN WUJUD SIFAT HAKEKAT MANUSIA

Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik yang secara prinsipil
membedakan manusia dengan hewan meskipun antara manusia dan hewan banyak memiliki
kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya. Kesamaan secara biologis ini seperti
adanya kesamaan bentuk (misalnya kera), bertulang belakang seperti manusia, berjalan tegak
dengan menggunakan kedua kakinya, melahirkan dan menyusui anak, pemakan segalanya, dan
adanya persamaan metabolisme dengan manusia. Beberapa filosof seperti Socrates menamakan
manusia adalah zoon politicon atau hewan yang bermasyarakat dan Max Scheller
menggambarkan manusia sebagai das kranke tieri atau hewan yang sakit (Drijakara, 1962:138).
Fakta dari pernyataan tersebut dapat menimbulkan kesan yang keliru, mengira bahwa
manusia dan hewan hanya berbeda secara gradual yaitu suatu perbedaan yang melalui rekayasa
dapat dibuat menjadi sama keadaannya, misalnya air karena perubahan temperatur lalu menjadi
es batu. Dewasa ini, upaya manusia untuk mendapatkan keterangan bahwa hewan tidak identik
dengan manusia telah ditemukan. Charles Darwin dengan teori evolusinya telah berjuang untuk
menemukan bahwa manusia berasal dari kera, namun temuan ini gagal. Ada misteri yang
dianggap menjembatani proses perubahan dari kera ke manusia yang tidak sanggup diungkapkan
yang disebut the missing link, yaitu suatu mata rantai yang putus. Jelasnya tidak ditemukan
bukti-bukti yang menunjukkan bahwa manusia muncul sebagai bentuk ubah dari primata atau
kera melalui proses evolusi yang bersifat gradual.

Terkait dengan wujud sifat hakekat manusia yang tidak dimiliki oleh hewan yang
dikemukan oleh faham existensialisme, dengan maksud menjadi masukan dalam memebenahi
konsep pendidikan diantaranya:
a) Kemampuan menyadari diri
Hal ini jelas dapat membedakan diri manusia dengan hewan, karena sebagai manusia telah
dikaruniai akal untuk memikirkan siapa manusia itu sendiri. Sedangkan hewan tidak
dikaruniai akal sehingga dia tidak bisa memikirkan dirinya, karena itulah manusia dikatakan
mahluk yang paling sempurna diantara makhluk hidup lainnya.
b) Kemampuan berexistensi
Kemampuan bereksistensi adalah kemampuan menerobos dan mengatasi batas-batas yang
membelenggu dirinya. Kemampuan menerobos ini bukan saja yang berkaitan dengan ruang
dan waktu. Karena adanya kemampuan berexsistensi, membedakan manusia dengan hewan,
dimana hewan menjadi onderdil terhadap lingkungan sedangkan manusia sebagai manejernya,
yang berarti hewan hanya sebagai alasan dari lingkungannya dan sedangkan manusia sebagai
alasan dari kedunya/selebihnya (dalam mengelolahnya).
c) Kata hati (Eweten Concience Of Man)
Kata hati/concience of man sering disebut dengan istilah hati nurani, lubuk hati, suara hati,
dan pelita hati adalah pengertian yang mengikuti perbuatan. Manusia memiliki pengertian hal
yang sedang dibuatnya dan bahkan juga mengerti akibat dari baik dan buruk yang akan
ditanggunganya. Dalam kaitannya dengan moral (perbuatan), kata hati merupakan petunjuk
bagi moral/perbuatan. Usaha untuk mengubah kata hati yang tumpul menjadi kata hati yang
tajam disebut pendidikan kata hati (gewetan forming). Realisasinya dapat ditempuh melalui
melatih akal kecerdasan dan kepekaan emosi dengan tujuan agar setiap orang memiliki
keberanian moral (berbuat) yang didasari oleh kata hati yang tajam.
d) Moral
Yang disebut dengan moral atau etika adalah perbuatan itu sendiri. Pada umumnya, masih ada
jarak antara kata hati dengan moral yang artinya seseorang yang telah memiliki kata hati yang
tajam belum otomatis perbuatanya merupakan realisasi dari perbuatan kata hatinya. Untuk
menjembatani jarak tersebut diperlukan satu unsur yaitu kemauan. Banyak orang yang
mempunyai kecerdasan akal tetapi tidak cukup memiliki moral atau keberanian berbuat dan
hanya memiliki kesediaan moral/perbuatan akan tetapi suatu keinginan/tidak ada kemauan.
Pada dasarnya, ketiga unsur tersebut tidak dapat saling terlepas, tetapi harus saling berkaitan
apabila ingin melakukan suatu pekerjaan. Berkaitan dengan moral dalam suatu pembelajaran

peserta didik perlu diajarkan moral-moral yang baik. Jika hal ini tidak dilakukan, dunia
pendidikan akan menghasilkan kaum intelektual yang tidak bermoral.
e) Tanggung jawab
Tanggung jawab dapat didefinisikan sebagai keberanian untuk menentukan bahwa suatu
perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia dan karena itu perbuatan itu dilakukan
sehingga sanksi apa pun yang dituntut oleh kata hati, masyarakat, maupun norma-norma
agama dapat diterima dengan penuh kesadaran. Dari uraian ini, sangat penting adanya
pendidikan moral bagi peserta didik baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota
masyarakat. Kesediaan untuk menanggung semua akibat atas yang dikerjakan adalah ciri-ciri
orang yang bertanggung jawab. Wujud tanggung jawab diantaranya :
a. tanggung jawab pada diri sendiri yang berarti menanggung tuntutan kata hati.
b. tanggung jawab kepada masyarakat yang berarti menanggung semua aturan yang
ditetapkan dalam masyarakat.
c. tanggung jawab kepada Sang Pencipta dapat ditunjukkan ketika seseorang telah melakukan dosa dan merasa dirinya memiliki kehilafan kepadanya.
f) Rasa kebebasan
Merdeka adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatu), tetapi sesuai dengan tuntutan
kodrat manusia. Dalam pernyataan ini ada dua hal yang saling bertentangan yaitu rasa bebas
dan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Bebas berarti berbuat, selama tidak bertentangan
dengan tuntutan kodrat manusia. Seseorang dapat merasakan adanya kebebasan batin, apabila
ikatan yang ada telah menyatu dengan dirinya dan menjiwai segenap perbuatanya.
Kemerdekaan berkaitan erat dengan kata hati dan moral. Seseorang merasakan merdeka
apabila segenap perbuatanya (moralnya) sesuai dengan apa yang dikatakan oleh kata hatinya
yaitu berdasarkan tuntutan kodrat manusia karena perbuatan itu tidak sulit untuk dipertanggung jawabkan dan tidak sedikit menimbulkan kekhawatiran.
g) Kewajiban dan hak
Tidak ada hak tanpa kewajiban karena untuk menuntut sesuatu maka tentu ada pihak lain yang
berkewajiban untuk memenuhi hak tersebut. Hak pada dasarnya adalah sesuatu yang masih
kosong artinya meskipun hak tentang sesuatu ada, belum tentu seseorang itu mengetahuinya
(misalnya hak memperoleh perlindungan hukum). Kewajiban bukan merupakan beban bagi
manusia melainkan keniscayaan yang berarti selama seseorang itu menyebut dirinya manusia
dan dia mau dipandang sebagai manusia, maka kewajiban itu menjadi keniscayaan bagi

dirinya. Kewajiban adalah suatu keluruhan. Disiplin diri menurut Sela Soemardjan meliputi
emat aspek, yaitu:
a. disiplin rasional, yang bila terjadi pelanggaran menimbulkan rasa salah
b. disiplin sosial, jika dilanggar menimbulkan rasa malu
c. disiplin afektif, jika di langgar menimbulkan rasa gelisah
d. disiplin agama, jika terjadi pelanggaran menimbulkan rasa berdosa.
h) Kemampuan menghayati kebahagiaan
Kebahagiaan merupakan penghayatan hidup karena kebahagiaan adalah suatu istilah yang
lahir dari kehidupan manusia, dengan kata lain kebahagiaan merupakan integrasi/rentetan dari
sejumlah kesenangan. Kebahagiaan tidak terletak pada keadaannya sendiri secara faktual
(lulus) atau pada rangkaian prosesnya, maupun pada perasaan yang diakibatkannya, tetapi
terletak pada kesanggupan menghayati semua hal tersebut dengan keheningan jiwa, dan
mendudukkannya dalam suatu rangkaian atau ikatan yaitu usaha norma-norma dan takdir.
Usaha merupakan perjuangan yang dilakukan terus menerus untuk mengatasi masalah hidup,
sedangkan takdir adalah rangkaian yang tidak terpisahkan dalam proses terjadinya
kebahagiaan. Terdapat dua hal yang dapat dikembangkan agar kebahagiaan itu dapat
diusahakan peningkatannya, diantaranya:
a. kemampuan berusaha
b. kemampuan menghayati hasil usaha dalam kaitannya dengan takdir.

2. MENJELASKAN DIMENSI MANUSIA


Manusia adalah mahluk yang selalu berkaitan dengan yang lain, dengan masyarakat,
lingkungan, dirinya sendiri, maupun tuhan. Beerling mengemukakan sinyalemen heinemann
bahwa pada abad ke-20 manusia mengalami krisis total. Disebut demikian, karena yang dilanda
krisis bukan hanya segi-segi tertenu dari kehidupan seperti krisis ekonomi, krisis energi, dan
sebagainya, melainkan yang mengalami krisis adalah manusia itu sendiri. Dalam krisis total,
manusia mengalami krisis hubungan dengan masyrakat, dengan lingkunganya, dirinya sendiri,
dan Tuhan. Tidak ada hubungan pengenalan, pemahaman dan kemesraan dengan sesama
manusia sehingga menyebabkan manusia jauh dari kebahagiaannya.
Dalam hubungan ini, pendidikan mempunyai peranan penting sebagai wahana untuk
mengantar peserta didik dalam mencapai kebahagiaan, yaitu dengan membantu meningkatakan
kualitas hubungannya dengan dirinya sendiri, lingkungan, dan Tuhan. Jika melihat berbagai
macam anugrah terutama pada bayi yang diantaranya keadaan jasmani yang lemah tetapi
memiliki potensi-potensi jasmaniah berupa konstruksi tubuh lengkap serta rohaniah yaitu daya

cipta, rasa, karsa, intuisi, bakat yang merupakan faktor-faktor potensi bawaan yang membedakan
manusia yang satu dengan lainya yang bersifat unik dan dapat berkembang dengan adanya
pengaruh lingkungan. Dalam hal ini ada empat macam dimensi manusia yang akan dibahas
yaitu:
a) Dimensi keindividualan
Lysen mendefinisikan individu sebagai seseorang atau suatu keutuhan yang tidak dapat di
bagi-bagi (in devide), sedangkan menurut M. J Langeveld, setiap manusia dilahirkan telah
dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain atau menjadi dirinya sendiri. Tidak
ada individu yang identik di bumi ini, bahkan dua anak kembar yang berasal dari satu telur
hanya serupa tetapi tidak sama maupun identik. Setiap individu bersifat unik, dengan adanya
individualitas, setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat,
dan daya tahan yang berbeda. Secara fisik bentuk muka memiliki kemiripan antara satu
dengan lainnya, tetapi terdapat perbedaan mengenai matanya. Sedangkan secara kerohanian,
memiliki kapasitas intelegensi yang sama, namun kecenderungan dan perhatiannya terhadap
sesuatu berbeda. Gambaran tersebut telah dikekemukakan oleh Fancis Galton, seorang ahli
biologi dan matematika inggris. M.J.Lavengeld menyatakan bahwa setiap anak memiliki
dorongan untuk mandiri yang sangat kuat, meskipun disisi lain pada anak tersebut terdapat
rasa tidak berdaya, sehingga membutuhkan pihak lain (pendidik) yang dapat dijadikan tempat
bergantung untuk memberi perlindungan dan bimbingan, sifat-sifat yang secara potensial
telah dimiliki sejak lahir perlu ditumbuh kembangkan melalui pendidikan agar dapat
terealisasi, sebab tanpa pendidikan, benih-benih individualitas yang sangat berharga akan
tetap tinggal laten. Kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan ciri yang
sangat esensial dari adanya individualitas pada diri manusia, dengan kata lain kepribadiaan
seseorang tidak akan terbentuk dengan semestinya, sehingga seseorang tidak memiliki warna
kepribadiaan yang kha. Jika hal demikian terjadi, seseorang tidak memiliki kepribdian yang
otonom dan tidak akan memilki pendirian serta mudah dibawa oleh arus masa. Fungsi utama
pendidikan sesungguhnya membantu peserta didik untuk membentuk keribadianya atau
menemukan kemandiriannya. Pola pendidikan yang bersifat demokratis dipandang cocok
untuk mendorong pertumbuhkembangnya potensi individualitas seseorang. Individu yang
dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, menyebabkan tidak bisa
berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
b) Dimensi kesosialan
Dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas pada dorongan untuk bergaul.
Dengan adanya dorongan untuk bergaul, menyebabkan setiap orang ingin bertemu sesamanya.
Sebagai anggota suatu masyarakat, seseorang berkewajiban untuk berperan dan menyesuaikan
diri serta bekerja sama dengan masyarakat. Seorang filosof, Immanuel Kant menyatakan
manusia hanya menjadi manusia jika berada diantara manusia, yang berarti tidak ada seorang
manusia pun yang dapat hidup seorang diri tanpa membutuhkan orang lain. Seorang dapat
mengembangkan kegemaran, sikap, maupun cita-cita melalui interaksi dengan sesamanya.
Seseorang berkesempatan untuk belajar dari orang lain, mengidentifikasi sifat-sifat yang
dikagumi dari orang lain untuk dimilikinya, serta menolak sifat-sifat yang tidak dicocokinya.
Melalui berintraksi dengan sesama, seseorang dapat menyadari dan menghayati
kemanusiaannya. Setiap yang lahir dikaruniai potensi sosialitas (M.J Langeveld, 1955),
pernyataan tersebut diartikan bahwa setiap anak dikarunia benih kemungkinan untuk bergaul.
c) Dimensi kesusilaan

Susila berasal dari kata su dan sila yang berarti kepantasan yang lebih tinggi. Akan tetapi,
didalam kehidupan bermasyarakat, orang tidak cukup hanya berbuat pantas jika terkandung
kejahatan. Sebab itu, pengertian susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti menjadi
kebaikan yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua macam istilah yang
mempunyai konotasi berbeda yaitu etiket (kepantasan dan kesopanan) dan etika (kebaikan).
Berhubungan dengan hal tersebut, terdapat dua pendapat yaitu:
a. golongan yang menanggap bahwa kesusilaan mencakup kedua-duanya.
b. golongan yang memandang bahwa etiket perlu dibedakna dari etika, karena masing-masing
mengandung kondisi yang tidak selamanya selalu sejalan.
Prijarkara mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai menghayati
dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan. Nilai-nilai merupakan sesuatu yang
dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung makna kebaikan, keluhuran, kemuliaan
dan sebagainya, sehingga dapat diyakini dan dijadikan pedoman dalam hidup. Dilihat dari
asal nilai-nilai itu diperoleh, dapat dibedakan atas tiga macam yaitu:
a. nilai otonom yang bersifat individual (kebaikan menurut pendapat seseorang)
b. nilai heteronom yang bersifat kolektif (kebaikan menurut kelompok)
c. nilai keagamaan yaitu nilai yang berasal dari Tuhan
Dalam realita kehidupan, ada dua hal yang muncul dari persoalan nilai yaitu kesadaran dan
pemahaman nilai dan kesanggupan melaksanakan nilai. Idealnya kedua hal tersebut
seharusnya sinkron, artinya untuk dapat melakukan apa yang semestinya harus dilakukan,
terlebih dahulu orang harus mengetahui, menyadari dan memahami nilai-nilai tersebut.
Implikasi pedagogisnya ialah bahwa pendidikan kesusilaan berarti menanamkan kesadaran
dan kesediaan melakukan kewajiban di samping menerima hak dari peserta didik.
4) Dimensi keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah mahluk religius, sejak dahulu kala sebelum manusia
mengenal agama, manusia telah percaya bahwa di luar alam yang dapat dijangkau dengan
perantaraan indranya, diyakini adanya kekuatan supranatural yang menguasai hidup alam
semesta ini. Untuk dapat berkomunikasi dan mendekatkan diri kepada kekuatan tersebut
diciptakan berbagai mitos. Manusia adalah mahluk religius yang dianugerahi ajaran-ajaran
yang yang didapatkan melalui bimbingan nabi demi kesehatan dan keselamatannya. Manusia
sebagai mahluk beragama mempunyai kemampuan menghayati pengalaman diri dan dunianya
menurut agama masing-masing. Pemahaman agama diperoleh melalui pelajaran agama,
sembahyang, doa-doa maupun meditasi, komitmenaktif dan praktik ritual. Jauh dekatnya
hubungan ditandai dengan tinggi rendahnya keimanan dan ketaqwaan manusia yang
bersangkutan. Di dalam masyarakat Pancasila, meskipun agama dan kepercayaan yang
dianutnya berbeda-beda, diupayakan terciptanya kehidupan beragama yang mencerminkan
adanya saling pengertian, menghargai, kedamaian, ketentraman, dan persahabatan.
3. MENJELASKAN DIMENSI MANUSIA INDONESIA YANG PANCASILAIS
Dalam
petanidakwahmenulis.blogspot.com/2009/01/menjadi-manusia-pancasila.html,
seseorang bisa dikatakan sebagai manusia Pancasila jika mampu membawakan dirinya pada
posisi yang tepat, sesuai kewajiban dan haknya. Manusia Pancasila harus mampu menempatkan
dirinya menjadi rekan sesama manusia sekaligus menjadi hamba Tuhan pada saat yang
bersamaan. Esensi dari Pancasila adalah perpaduan antara nilai-nilai kemanusiaan dan sifat ke-

Tuhanan. Sifat Pancasila dari seseorang adalah abadi (bukan kekal), yang berarti seseorang tidak
selamanya (kekal) menjadi manusia Pancasila.
Pengembangan manusia Indonesia yang Pancasilais dapat diwujudkan salah satunya
melalui proses pembelajaran yang diemban oleh institusi sekolah sebagai penyelenggara
pendidikan. Kegiatan pendidikan di sekolah tidak boleh direduksi sebagai kegiatan pemberian
pengetahuan atau informasi serta pembekalan keterampilan semata. Kurikulum pembelajaran
yang diberlakukan di sekolah seharusnya memuat proses penanaman nilai-nilai Pancasilais untuk
menumbuhkembangkan karakter positif pada diri peserta didik dan generasi muda. Untuk
menumbuhkembangkan karakter Pancasilais dalam diri anak didik, maka proses pendidikan di
sekolah semestinya menghadirkan nilai-nilai Pancasila dalam semua kegiatannya. Pancasila
hendaknya tidak hanya menjadi bagian penting dalam materi pembelajaran PKn, yang hanya
bersifat pemberian pengetahuan yang harus dihafalkan untuk selanjutnya diuji dalam selembar
kertas. Pembelajaran nilai-nilai Pancasila harus menjadi bagian yang terintegrasi ke dalam
seluruh aktivitas pembelajaran dan penciptaan lingkungan sekolah. Dengan begitu akan tercipta
dan berkembang manusia Indonesia yang Pancasilais. Proses pengembangan manusia Indonesia
yang Pancasilais hendaknya dimulai dari jenjang pendidikan, yaitu dari hal-hal yang sederhana,
seperti mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Pengembangan manusia Indonesia yang Pancasilais dapat juga dikembangkan dengan
membentuk moral bangsa Indonesia agar berjiwa Pancasilais. Intinya adalah kesetiaan warga
negara Indonesia dalam sikap dan tindakan, yakni menghayati, mengamalkan dan
mangamankan. Kesetiaan ini akan semakin sempurna jika mengakui dan meyakini kebenaran,
kebaikan dan keunggulan Pancasila dapat dipertahankan dan dipegang teguh sepanjang masa.
Mengamalkan pancasila dalam kehidupan sehari hari, itulah konsep manusia Indonesia yang
Pancasilais.

KESIMPULAN

Manusia sangat jelas berbeda dengan hewan, hal ini dapat dilihat melalui wujud sifat
hakikat manusia, yaitu kemampuan menyadari diri, kemampuan bereksistensi, kepemilikan kata
hati, moral, tanggung jawab, rasa kebebasan, kewajiban dan hak, kemampuan menghayati
kebahagiaan, kemampuan berbahasa. Dilihat dari segi lain, manusia ternyata memiliki dimensidimensi yang meliputi dimensi individual, sosial, susila, dan agama. Dalam suatu proses
pembelajaran, baik wujud sifat hakikat manusia maupun dimensi-dimensi manusia yang telah
dimiliki oleh setiap peserta didik perlu dikembangkan, dengan tujuan agar menjadi lebih tahu
eksistensi setiap individu dan agar manusia dapat menyadari perbedaan dengan makhluk lain
sehingga akan terlahir manusia Indonesia seutuhnya seperti yang diinginkan masyarakat, bangsa,
dan agama.

DAFTAR PUSTAKA
http://nahulinguistik.wordpress.com/2012/09/04/hakikat-manusia-dan-pengembangannya/
http://kristienyuliarti.wordpress.com/2009/04/23/melahirkan-generasi-Pancasilais-lewat-prosespembelajaran/
https://sites.google.com/site/deryindragandi/dimensi-dimensi-hakikat-manusia
http://oddy32.wordpress.com/2009/12/16/wujud-hakekat-manusia/
http://tentangkomputerkita.blogspot.com/2010/01/dimensi-dimensi-hakekat-manusia.html
http://oktaseiji.wordpress.com/2011/04/24/sifat-dan-hakikat-manusia/

Anda mungkin juga menyukai