Anda di halaman 1dari 9

Pengadilan HAM

Oleh :
Wayan P Wijaya Kusuma
10/12/15

Latar terbentuknya :
Semakin berkembangnya isu HAM
setelah perang dunia II berakhir
shg melahirkan keinginan untuk
mengadili pelaku pelanggaran HAM
tsb melalui Pengadilan HAM untuk
kejahatan-kejahatan tertentu di
beberapa negara.
Pengadilan
HAM
dimaksudkan
untuk mengadili pelanggaran berat
10/12/15 HAM dan berada dalam lingkungan
2

Pengadilan HAM di
Indonesia :

Diatur dengan Undang-Undang Nomor 26


Tahun 2000 ttg Pengadilan HAM yang
menganut asas Non-Retroaktif, sehingga
hanya dapat mengadili pelanggaran HAM
yang terjadi setelah UU ini diberlakukan.
Besarnya tuntutan dari berbagai pihak
terutama dari dunia internasional untuk
mengadili pelanggaran HAM yang terjadi
sebelum tahun 2000 dan asas nonretroaktif yg dianut oleh UU Nomor 26
Tahun
2000,
melatar
belakangi
terbentuknya Pengadilan ad-hoc HAM yang
dibentuk
melalui
Keputusan
Presiden.
10/12/15(Keputusan Presiden Nomor 533 Tahun 2001
ttg Pembentukan Pengadilan HAM ad-hoc

Catatan: ad-hoc (Latin) artinya


dibentuk atau dimaksudkan untuk
salah satu tujuan saja atau sesuatu
yang diimprovisasi. Pengertian adhoc dalam hukum adalah suatu
pengadilan yang memiliki sifat tidak
permanen
dan dibentuk hanya
untuk sementara saja dan untuk
menangani suatu kejadian tertentu
10/12/15saja.
4

Pelanggaran HAM berat :


Dalam Penjelasan Pasal 104 UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 ttg
Hak
Asasi
Manusia,
bahwa
pelanggaran berat HAM adalah :
pembunuhan massal (genocide),
pembunuhan
sewenang-wenang
atau di luar putusan pengadilan
(arbitrary/extra
judicial
killing),
penyiksaan,
penghilangan
orang
secara
paksa,
perbudakan,
atau
10/12/15
5
diskriminasi yang dilakukan secara

Kejahatan Genocide :
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000,
kejahatan genocide adalah : setiap perbuatan
yang
dilakukan
dengan
maksud
untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau
sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis
dan kelompok agama, dengan cara : a. Membunuh
anggota kelompk; b. Mengakibatkan penderitaan
fisik atau mental yang berat thd anggota
kelompok; c. Menciptakan kondisi kehidupan
kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan
secara fisik baik seluruh atau sebagian; d.
Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan
memaksakan kelahiran di dalam kelompok; e.
Memindahkan secara paksa anak-anak
dari
10/12/15
6
kelompok tertentu ke kelompok lain.

Kejahatan terhadap
Kemanusiaan :

Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, kejahatan


terhadap kemanusiaan adalah: salah satu perbuatan yang
dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas dan
sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut
ditujukan secara langsung
terhadap penduduk sipil
berupa : a. Pembunuhan;b. Pemusnahan;c. Perbudakan; d.
Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; e.
Perampasan kemerdekaan atau perampasan secara fisik lain
secara
sewenang-wenang
yang
melanggar
(asas-asas)
ketentuan pokok hukum internasional; f. penyiksaan; g.
Perkosaan, perbudakanseksual, pelacuran secara paksa,
pemaksanaan
kehamilan,
pemandulan
atau
sterilisasi
secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain
yang setara; h. Penganiyaan thd suatu kelompok tertentu
atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik,
ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin
atau alasan lain yang telah diakui secara universal
sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
10/12/15
i. Penghilangan orang secara paksa; atau7 j. Kejahatan
apartheid.

Berdasarkan Penjelasan Pasal 7 UU Nomor 26 Tahun


2000, definisi kejahatan genocide dan kejahatan
kemanusiaan merupakan pengadopsian dari kejahatan
yang merupakan yurisdiksi International Criminal
Court (ICC) seperti diatur dalam Pasal 6 dan 7
Statuta Roma.
Statuta Roma sebagai dasar pendirian ICC
telah
berlaku sejak diratifikasi oleh 60 negara yakni pd
tanggal 1 Juli 2002.
Indonesia belum menjadi Negara Pihak ICC.
Statuta Roma dilengkapi dengan aturan terpisah
yakni Rules of Procedure and Evidence
mengenai
hukum acaranya serta Elements of Crimes mengenai
penjelasan unsur-unsur
kejahatan yang merupakan
yurisdiksi ICC
yakni kejahatan perang, kejahatan
terhadap kemanusiaan dan genosida.
Elements of Crimes
ditujukan untuk memberikan
kesamaan pemahaman bagi hakim dan aparat penegak
hukum ICC serta batasan terhadap 8 bentuk-bentuk
10/12/15
kejahatan yang merupakan yurisdiksi ICC.

Di Indonesia, UU Nomor 26 Tahun 2000, tidak


dilengkapi
Elements
of
Crimes
bagi
kejahatan
terhadap
kemanusiaan
dan
kejahatan genosida serta pertanggungjawaban
komando, sehingga sering kali membingungkan
para penegak hukum khususnya hakim ketika
harus menafsirkan sebagai suatu tindak
pidana/delik yang merupakan pelanggaran
berat hak asasi manusia.
Beberapa kasus di Pengadilan ad-hoc untuk
Timor
Timur
membuktikan
terdapatnya
pemahaman yang berbeda-beda dari hakim
ketika menafsirkan suatu perbuatan yang
digolongkan
sebagai
kejahatan
terhadap
kemanusiaan karena referensi yang mereka
10/12/15
9
gunakan berbeda.

Anda mungkin juga menyukai