Anda di halaman 1dari 41

HAK ASASI

MANUSIA
PENGERTIAN DAN HAKIKAT
HAK ASASI MANUSIA
Pengertian HAM; adalah hak yang
melekat pada diri manusia yang
bersifat kodrati dan fundamental
sebagai suatu anugerah Allah yang
harus dihormati, dijaga, dan dilindungi
oleh setiap individu, masyarakat atau
negara.

Hakikat HAM merupakan upaya


menjaga
keselamatan
eksistensi
manusia
secara
utuh
melalui
keseimbangan yaitu keseimbangan
antara hak dan kewajiban, serta
keseimbangan antara kepentingan
perseorangan dengan kepentingan
umum.
Begitu juga upaya menghormati,
melindungi dan menjunjung tinggi
HAM,
menjadi
kewajiban
dan
tanggung jawab bersama antara

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN
HAM
A.

Perkembangan secara Umum


Keberadaan HAM tidak terlepas dari
pengakuan terhadap adanya hukum
alam (natural law) yang menjadi
cikal bakal bagi kelahiran HAM.
Hukum alam menurut Marcus G.
Singer merupakan satu konsep dari
prinsip-prinsip umum moral dan
sistem keadilan dan berlaku untuk
seluruh umat manusia.

Stoa menegaskan bahwa hukum alam


diatur berdasarkan logika manusia,
karenanya manusia akan mentaati
hukum alam tersebut.
Aristoteles mengatakan bahwa hukum
alam merupakan produk rasio manusia
demi terciptanya keadilan abadi.
Salah satu muatan hukum alam adalah
hak-hak pemberian dari alam (natural
rights), karena dalam hukum alam ada
sistem keadilan yang berlaku universal
(Masyhur Effendi, 1994).

Perkembangan
pemikiran
HAM dunia bermula dari:
1.
2.
3.
4.

Magna Charta
The American Declaration
The French Declaration
The Four Declaration

1. Magna Charta
Memuat pandangan bahwa raja yang
tadinya memiliki kekuasaan absolut
(raja yang menciptakan hukum, tetapi
ia sendiri tidak terikat dengan hukum
yang dibuatnya), menjadi dibatasi
kekuasaannya
dan
mulai
dapat
diminta pertanggungjawabannya di
muka hukum (Masyhur Effendi, 1994).
Magna Charta telah menghilangkan
hak absolutisme raja.

2. The American Declaration


Lahir dari paham Rousseau dan
Montesquieu,
berpandangan
bahwa manusia adalah merdeka
sejak di dalam perut ibunya,
sehingga tidaklah logis bila
sesudah
lahir
ia
harus
dibelenggu.

3. The French Declaration (1789)


Berpandangan bahwa Tidak boleh ada
penangkapan dan penahanan yang
semena-mena, termasuk penangkapan
tanpa alasan yang sah dan penahanan
tanpa surat perintah yang dikeluarkan
oleh pejabat yang sah.
Dalam kaitan itu berlaku prinsip
presumption of innocent, artinya orangorang
yang
ditangkap,
kemudian
ditahan dan dituduh, sampai ada
keputusan
pengadilan
yang
berkekuatan
hukum
tetap
yang
menyatakan ia bersalah.

4. The Four Declaration


Ada empat hak yaitu hak kebebasan
berbicara dan menyatakan pendapat, hak
kebebasan memeluk agama dan beribadah
sesuai
dengan
ajaran
agama
yang
dipeluknya, hak kebebasan dari kemiskinan
dalam pengertian setiap bangsa berusaha
mencapai tingkat kehidupan yang damai dan
sejahtera bagi penduduknya, hak kebebasan
dari ketakutan, yang meliputi usaha,
pengurangan persenjataan, sehingga tidak
satupun bangsa (negara) berada dalam
posisi
berkeinginan
untuk
melakukan
serangan terhadap negara lain (Masyhur
Effendi, 1994).

Perkembangan Pemikiran HAM


Dibagi dalam Empat Generasi:

Generasi Pertama
Pengertian HAM hanya berpusat pada
bidang hukum dan politik.
Fokus
pemikiran
HAM
generasi
pertama pada bidang hukum dan
politik disebabkan oleh dampak dan
situasi Perang Dunia II, totaliterisme
dan adanya keinginan negara-negara
yang baru merdeka untuk menciptakan
suatu tertib hukum yang baru.

Generasi Kedua
Pemikiran HAM tidak saja menurut hak
yuridis melainkan juga hak-hak sosial,
ekonomi, politik, dan budaya.

Generasi Ketiga
Keadilan dan pemenuhan hak asasi
haruslah
dimulai
sejak
mulainya
pembangunan itu sendiri, bukan setelah
pembangunan itu selesai. Agaknya
pepatah kuno justice delayed, justice
deny tetap berlaku untuk kita semua.

Generasi Keempat
Pemikiran HAM generasi keempat
dipelopori
oleh
negara-negara
di
kawasan Asia yang pada tahun 1983
melahirkan deklarasi hak asasi manusia
yang disebut Declaration of The Basic
Duties of Asia People and Government .
Deklarasi ini lebih maju dari rumusan
generasi ketiga, karena tidak saja
mencakup tuntutan struktural tetapi
juga berpihak kepada terciptanya
tatanan sosial yang berkeadilan.

Beberapa masalah dalam deklarasi ini


yang terkait dengan HAM dalam kaitan
dengan pembangunan sebagai berikut:

Pembangunan Berdikari (self


development)
Pembangunan yang
membebaskan rakyat
dan
bangsa
dari
ketergantungan
dan
sekaligus memberikan kepada rakyat sumbersumber daya sosial-ekonomi.
Perdamaian
Suatu upaya untuk melepaskan diri dari
budaya kekerasan (culture of violence)
dengan segala bentuk tindakan.

Partisipasi Rakyat
Suatu persoalan hak asasi yang
sangat
mendesak untuk terus diperjuangkan baik
dalam dunia politik maupun dalam persoalan
publik lainnya.
Hak-hak Budaya
Adanya upaya dan kebijakan penyeragaman
budaya oleh negara merupakan bentuk
pelanggaran terhadap hak asasi berbudaya.
Hak Keadilan Sosial
Keadilan sosial tidak saja berhenti dengan
menaiknya pendapatan perkapita, tetapi
justru baru berhenti pada saat tatanan sosial
yang tidak adil dijungkirbalikkan dan diganti
dengan tatanan sosial yang berkeadilan.

Perkembangan Pemikiran HAM


di Indonesia
Secara garis besar Prof. Bagir Manan
dalam
bukunya
Perkembangan
Pemikiran dan Pengaturan HAM di
Indonesia
(2001)
membagi
perkembangan pemikiran HAM di
Indonesia dalam dua periode yaitu
periode
sebelum
kemerdekaan
(1908 1945) dan periode setelah
kemerdekaan (1945 sekarang).

1. Periode Sebelum Kemerdekaan


Dalam konteks pemikiran HAM, para
pemimpin Boedi Oetomo telah
memperlihatkan adanya kesadaran
berserikat
dan
mengeluarkan
pendapat melalui petisi-petisi yang
ditujukan
kepada
pemerintah
kolonial maupun dalam tulisan yang
dimuat surat kabar Goeroe Desa.
Bentuk
pemikiran
HAM
Boedi
Oetomo
dalam
bidang
hak
kebebasan
berserikat
dan
mengeluarkan pendapat.

Pemikiran HAM sebelum Indonesia


merdeka juga terjadi perdebatan
yang terjadi dalam sidang BPUPKI
berkaitan dengan masalah hak
persamaan kedudukan di muka
hukum, hak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak, hak untuk
memeluk agama dan kepercayaan,
hak berserikat, hak berkumpul, hak
mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan.

2. Periode Setelah Kemerdekaan


a. Periode 1945 1950
Pemikiran HAM pada periode awal
kemerdekaan masih menekankan
pada hak untuk merdeka (self
determination),
hak
kebebasan
untuk berserikat melalui organisasi
politik yang didirikan serta hak
kebebasan untuk menyampaikan
pendapat terutama di parlemen.

b. Periode 1950 1959


Pemikiran HAM mendapatkan momentum
yang sangat membanggakan, karena
suasana kebebasan yang menjadi sangat
demokrasi
liberal
atau
demokrasi
parlementer mendapatkan tempat di
kalangan elit politik.

c. Periode 1959 1966


Sistem pemerintahan yang berlaku
adalah sistem demokrasi terpimpin
sebagai reaksi penolakan Soekarno
terhadap sistem demokrasi parlementer.

d. Periode 1966 1998

Pada masa awal periode ini telah


diadakan
berbagai
seminar
tentang HAM. Salah satu seminar
tentang HAM dilaksanakan pada
tahun
1967
yang
merekomendasikan
gagasan
tentang perlunya pembentukan
Pengadilan HAM, pembentukan
Komisi dan Pengadilan HAM untuk
wilayah Asia.

HAM 1970 1980


Pemikiran elit penguasa pada masa
ini sangat diwarnai oleh sikap
penolakannya terhadap HAM sebagai
produk Barat dan individualistik serta
bertentangan
dengan
paham
kekeluargaan yang dianut bangsa
Indonesia. Pemerintah pada periode
ini bersifat defensif dan represif yang
dicerminkan dari produk hukum yang
umumnya restriktif terhadap HAM.

e. Periode 1998 sekarang


Strategi penegakan HAM pada periode ini
dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap
status penentuan (prescriptive status) dan
tahap penataan aturan secara konsisten ( rule
consistent behaviour).
Pada tahap status penentuan (prescriptive
status)
telah
ditetapkannya
beberapa
ketentuan
perundang-undangan
tentang
HAM seperti amandemen konstitusi negara
(Undang-Undang Dasar 1945), Ketetapan
MPR (Tap MPR), Undang-Undang (UU),
peraturan
pemerintah,
dan
ketentuan
perundang-undangan lainnya.

Pada
tanggal
15
Agustus
1998
dicanangkan Rencana Aksi Nasional HAM,
yang didasarkan pada Empat Pilar :
Persiapan
pengesahan
perangkat
internasional di bidang HAM;
Desiminasi informasi dan pendidikan
bidang HAM;
Penentuan skala prioritas pelaksanaan
HAM;
Pelaksanaan isi perangkat internasional
di bidang HAM yang telah diratifikasi
melalui perundang-undangan nasional.

BENTUK-BENTUK HAK ASASI


MANUSIA
Prof. Bagir Manan membagi HAM menjadi :

Hak Sipil terdiri dari hak diperlakukan


sama di muka hukum, hak bebas dari
kekerasan, hak khusus bagi kelompok
anggota masyarakat tertentu, dan hak
hidup dan kehidupan.
Hak Politik terdiri dari hak kebebasan
berserikat
dan
berkumpul,
hak
kemerdekaan
mengeluarkan
pikiran
dengan lisan dan tulisan, dak hak
menyampaikan pendapat di muka umum.

Hak Ekonomi terdiri dari hak


jaminan sosial, hak perlindungan
kerja, hak perdagangan, dan hak
pembangunan berkelanjutan.

Hak Sosial Budaya terdiri dari


hak memperoleh pendidikan, hak
kekayaan
intelektual,
hak
kesehatan, dan hak memperoleh
perumahan dan pemukiman.

Dalam Deklarasi Universal tentang


HAM
(Universal
Declaration
of
Human Rights) atau yang dikenal
dengan istilah DUHAM, Hak Asasi
Manusia terbagi ke dalam beberapa
jenis, yaitu hak personal (hak
jaminan kebutuhan pribadi), hak
legal (hak jaminan perlindungan
hukum), hak sipil dan politik, hak
subsistensi (hak jaminan adanya
sumber daya untuk menunjang
kehidupan), serta hak ekonomi,
sosial dan budaya.

NILAI-NILAI HAK ASASI MANUSIA


ANTARA NILAI UNIVERSAL DAN
PARTIKULAR

Nilai-nilai HAM
Berkaitan dengan nilai-nilai HAM, paling
tidak ada tiga teori yang dapat dijadikan
kerangka analisis yaitu teori realitas
(realistic theory), teori relativisme
kultural (cultural relativisme theory) dan
teori radikal universalisme (radical
universalisme) (Davies, Peter, 1994).

Dalam kaitan dengan penerapan HAM,


menurut teori ini ada tiga model
penerapan HAM, yaitu :
a.

b.

c.

Penerapan
HAM
yang
lebih
menekankan pada hak sipil, hak politik
dan hak pemilikan pribadi;
Penerapan
HAM
yang
lebih
menekankan pada hak ekonomi dan
hak sosial;
Penerapan
HAM
yang
lebih
menekankan pada hak penentuan
nasib sendiri (self determination) dan
pembangunan ekonomi.

HAM DALAM TINJAUAN ISLAM

Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam


menunjukkan bahwa Islam sebagai agama
telah menempatkan manusia sebagai makhluk
terhormat dan mulia. Karena itu, perlindungan
dan
penghormatan
terhadap
manusia
merupakan tuntutan dari ajaran Islam itu
sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya
terhadap sesama manusia tanpa kecuali.
Islam datang secara Inheren membawa ajaran
tentang HAM sebagaimana dikemukakan oleh
Maududi bahwa ajaran tentang HAM yang
terkandung dalam Piagam Magna Charta
tercipta 600 tahun setelah kedatangan Islam.

Dalam Piagam Madinah paling tidak ada


dua ajaran pokok yaitu: semua pemeluk
Islam adalah satu umat walaupun mereka
berbeda suku bangsa dan hubungan
antara komunitas muslim dengan non
muslim didasarkan pada prinsip:

Berinteraksi
secara
baik
dengan
sesama tetangga;
Saling membantu dalam menghadapi
musuh bersama;
Membela mereka yang teraniaya;
Saling menasehati;
Menghormati kebebasan beragama.

HAK ASASI MANUSIA DALAM


PERUNDANG-UNDANGAN
NASIONAL
Dalam perundang-undangan RI paling tidak
terdapat empat hukum tertulis yang
memuat aturan tentang HAM. Pertama
dalam konstitusi (Undang-Undang Dasar
Negara). Kedua, dalam Ketetapan MPR (TAP
MPR). Ketiga, dalam Undang-Undang.
Keempat, dalam peraturan pelaksanaan
perundang-undangan
seperti
Peraturan
Pemerintah,
Keputusan
Presiden
dan
peraturan pelaksanaan lainnya.

PENGATURAN HAM
DALAM KONSTITUSI
Terdapat dalam Amandemen kedua
UUD 1945, ditemukan juga di
beberapa konstitusi yang berlaku
yaitu
UUD
1945
(termasuk
amandemen
I-IV),
Konstitusi
Republik Indonesia Serikat (KRIS),
dan UUDS 1950.

PENGATURAN HAM
DALAM KETETAPAN MPR
Dapat dilihat dalam TAP MPR
Nomor XVII Tahun 1998 tentang
Pandangan dan Sikap Bangsa
Indonesia Terhadap HAM dan
Piagam HAM Nasional.

PENGATURAN HAM
DALAM UNDANG-UNDANG

UU No. 5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.


UU No. 5/1998 tentang Ratifitasi Konvensi Anti
Penyiksaan, Perlakuan atau Penghukuman yang
Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat.
UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
UU No. 9/1998 tentang Kebebasan Menyatakan
Pendapat.
UU No. 11/1998 tentang Amandemen terhadap UU
No. 25/1997 tentang Hubungan Perburuhan.
UU No. 19/1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No.
105 tentang Penghapusan Pekerja secara Paksa.

UU No. 20/1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO


No. 138 tentang Usia Minimum Bagi Pekerja.
UU No. 21/1999 tentang Ratifitasi Konvensi ILO
No. 11 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan.
UU No. 26/1999 tentang Pencabutan UU No.
11/1963 tentang Tindak Pidana Subversi.
UU No. 29/1999 tentang Ratifikasi Konvensi
Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi.
UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.
UU No. 40/1999 tentang Pers.
UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM.

PENGATURAN HAM DALAM PERATURAN


PEMERINTAH DAN KEPUTUSAN
PRESIDEN

Peraturan Pemerintah Penggantu Undang-Undang


(Perpu) No. 1/1999 tentang Pengadilan HAM.
KEPRES No. 181/1998 tentang Pendirian Komisi
Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Wanita.
KEPRES No. 129/1998 tentang Rencana Aksi Nasional
Hak Asasi Manusia Tahun 1998 2003.
KEPRES No. 31/2001 tentang Pembentukan Pengadilan
HAM pada PN Jakpus, PN Surabaya, dan PN Makasar.
KEPRES No. 5/2001 tentang Pembentukan Pengadilan
HAM Ad Hoc pada PN Jakpus, yang diubah dengan
Keputusan No. 96 Tahun 2001.

HAM sebagai tatanan sosial merupakan


pengakuan
masyarakat
terhadap
pentingnya
nilai-nilai
HAM
dalam
tatanan sosial, politik, ekonomi yang
hidup.
Dalam kerangka menjadikan HAM
sebagai tatanan sosial, pendidikan HAM
secara
kurikuler
maupun
melalui
pendidikan kewargaan (civic education)
sangat diperlukan dan terus dilakukan
secara berkesinambungan.

PELANGGARAN DAN PENGADILAN


HAM
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan
seseorang atau kelompok orang termasuk aparat
negara baik disengaja maupun tidak disengaja
atau kelalaian secara hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi, dan atau mencabut
hak asasi manusia seseorang atau kelompok
orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan
tidak ditetapkan, atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan
benar berdasarkan mekanisme hukum yang
berlaku (UU No. 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM).

Pelanggaran HAM
Pelanggaran terhadap hak asasi manusia
dapat dilakukan baik oleh aparatur negara
(state actors) maupun bukan aparatur
negara (non-state actors) (UU No. 26
Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
Karena
itu
penindakan
terhadap
pelanggaran hak asasi menusia tidak
boleh hanya ditujukan terhadap aparatur
negara, tetapi juga pelanggaran yang
dilakukan bukan aparatur negara.

Tanggung
jawab
pemajuan,
penghormatan dan perlidungan
HAM tidak saja dibebankan
kepada negara, melainkan juga
kepada individu warga negara.
Artinya negara dan individu samasama memiliki tanggung jawab
terhadap pemajuan, penghormatan
dan perlidungan HAM.

Terima Kasih
Atas
Perhatiannya

Anda mungkin juga menyukai