Anda di halaman 1dari 22

Malpraktek

Skenario
Seorang pasien bayi dibawa orang tuanya dating ke tempet prakter dokter A,
seorang dokter anak. Ibu pasien bercerita bahwa ia adalah pasien seorang
dokter obgin B sewaktu melehirkan, dan anaknya dirawat oleh dokter C. baik
dokter b maupun C tidak pernah mengatakan bahwa anaknya menderita
penyakit atau cidera sewaktu lahr dan dirawat disana. Sepuluh hari pasca lahir
orang tua bayi menemukan benjolan dipundak kanan bayi.
Setelah diperiksa oleh dokter anak A dan pemeriksaan radologi sebagai
penunjangnya, pasien dinyatakan menderita fraktur klavikula kanan yang
sudah berbentuk kalus. Kepda dokter A mereka meminta kepastian apakah
benar terjadi patah tulang klavikula, dan kapan kira-kira terjadinya. Bila benar
pbahwa patah tulang terjadi sewaktu kelahiran, mereka akan menuntut dokter
B karena telah mengakibatkan patah tulang dan C karena lalai tidak
mendiagnosisnya. Mereka juga menduga bahwa dokter C kurang kompeten
sehingga sebaiknya ia merawat anaknya ke dokter A saja. Dokter A berfikir
apa yang sebaiknya ia katakan.

BAB I
PENDAHULUAN
Seringkali kita sebagai pasien hanya bisa menerima saja apapun yang
disampaikan oleh dokter tentang penyakit serta tindakan yang diambil untuk
penyembuhan penyakit tersebut. Namun apakah lantas dokter dan tenaga
medis lain dapat bertindak semena-mena terhadap tubuh kita? Tentu
jawabannya adalah tidak. Karena pada dasarnya dokter dalam melakukan

praktek kedokteran berada di bawah sumpah dokter dan kode etik kedokteran
yang mengharuskan mereka memberikan pelayanan yang terbaik bagi
pasiennya.1
Masyarakat sebagai konsumen dapat menyampaikan keluhannya
kepada pihak rumah sakit sebagai upaya perbaikan rumah sakit dalam
pelayanannya. Selain itu konsumen berhak untuk memilih dokter yang
diinginkan dan berhak untuk mendapatkan opini kedua (second opinion), juga
berhak untuk mendapatkan rekam medik (medical record) yang berisikan
riwayat penyakit dirinya. Hubungan dokter-pasien dianggap sebagai sebuah
kontrak, walaupun biasanya sebuah kontrak ditujukan terhadap tindakan dari
sekelompok orang yang mencari dan menawarkan nasihat dan perawatan /
perhatian. 1
Penuntutan terhadap kelalaian dokter termasuk didalamnya malpraktik
harus memenuhi 4 syarat. (1) harus terjalin adanya hubungan dokter-pasien.
(2) dokter tidak melaksanakan kewajibannya. (3) dokter tidak melaksanakan
tugasnya sesuai dengan standar profesi yang ada. (4) tindakan yang tidak
sesuai standar profesi tersebut menyebabkan terjadi kerugian/cedera yang
sebetulnya dapat dicegah. Setiap persyaratan diatas harus dapat dibuktikan
terjadi oleh pihak penuntut agar dapat memenangkan perkara. Oleh karena itu,
pembuktian adanya hubungan dokter dengan pasien yang mengalami kerugian
harus dapat dibuktikan dari setiap tindakan malpraktik.1

BAB II
PEMBAHASAN

1. Prinsip Etika Kedokteran


Pada dasarnya manusia memiliki 4 kebutuhan dasar yaitu:
a) kebutuhan fisiologis yang dipenuhi dengan makanan dan minuman,
2

b) kebutuhan psikologis yang dipenuhi dengan rasa kepuasan, istirahat, santai,


dan lain-lain
c) kebutuhan social yang dipenuhi melalui keluarga, teman, dan komunitas, serta
d) kebutuhan kreatif dan spiritual yang dipenuhi dengan melalui pengetahuan,
kebenaran, cinta, dan lain-lain.
Di dalam menentukan tindakan dibidang kesehatan atau kedokteran,
selain mempertimbangkan keempat kebutuhan dasar diatas, keputusan
hendaknya juga mempertimbangkan hak-hak asasi pasien. Pelanggaran atas
hak pasien akan mengakibatkan juga pelanggaran atas kebutuhan dasar diatas,
terutama kebutuhan kreatif dan spiritual pasien.
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar
salahnya suatu sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi
dilihat dari moralitas. Penilaian baik buruk dan benar salah dari sisi moral
tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang cukup banyak jumlahnya.
Terdapat 2 teori etika yang paling banyak dianut orang adalah teori deontology
dan teleology. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa deontology mengajarkan
bahwa baik buruknya suatu perbuatan harus dilihat dari perbuatannya itu
sendiri, sedangkan teleology mengajarkan untuk menilai baik buruk tindakan
dengan melihat hasilnya atau akibatnya. Deontologi lebih mendasarkan kepada
ajaran agama, tradisi dan budaya, sedangkan teleology lebih kearah penalaran
dan pembenaran kepada azas manfaat. 1,2
Beauchamp dan Childress menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu
keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral dan beberapa rules di
bawahnya. Ke 4 kaidah dasar moral tersebut adalah :
1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien,
terutama hak otonomi pasien. Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan
doktrin informed consent.
2. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang
ditujukan ke kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal
perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya
lebih besar daripada sisi buruknya.

3. Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang


memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai primum non
nocere atau above all do no harm.
4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan
dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya.
Sedangkan rules derivatnya adalah veracity, privacy, confidentiality,
dan fidelity. Selain prinsip atau kaidah dasar moral di atas yang harus
dijadikan pedoman dalam mengambil keputusan klinis, professional
kedokteran juga mengenal etika profesi sebagai panduan dalam bersikap dan
berperilaku.
2. Hubungan Dokter-Pasien
Hubungan antara dokter dan pasiennya secara yuridis dapat
dimasukkan ke dalam golongan kontrak. Suatu kontrak adalah pertemuan
pikiran dari dua orang mengenai suatu hal. Pihak pertama mengikatkan diri
untuk memberikan pelayanan, sedangkan pihak kedua menerima pemberian
pelayanan tersebut. Pasien dating meminta kepada dokter untuk diberikan
pelayanan pengobatan sedang sang dokter menerima untuk memberikannya.
Dengan demikian maka sifat hubungannya mempunyai dua ciri :
1) Adanya suatu persetujuan, atas dasar saling menyetujui dari pihak dokter dan
pasien tentang pemberian pelayanan pengobatan.
2) Adanya suatu kepercayaan, karena hubungan kontrak tersebut berdasarkan
saling percaya mempercayai satu sama lain.
Karena bersifat hubungan kontrak antara dokter dan pasien, maka harus
dipenuhi persyaratan :
1) Harus adanya persetujuan dari pihak-pihak yang berkontrak
Persetujuan itu berwujud dalam petemuan dari penawaran dan penerimaan
pemberian pelayanan tersebut yang merupakan penyebab terjadinya suatu
kontrak. Persetujuannya adalah antara dokter dan pasien tentang sifat
pemberian pelayanan pengobatan yang ditawarkan sang dokter dan yang telah
diterima baik oleh pasiennya. Dengan demikian maka persetujuan antara
masing-masing pihak haruslah bersifat sukarela.
4

Persetujuan yang diperoleh berdasarkan kesalahan, tekanan atau kekerasan,


ditakut-takuti, pengaruh tekanan yang tak wajar, atau penipuan, akan membuat
kontrak itu bisa dibatalkan menurut hukum.
2) Harus ada suatu obyek yang merupakan substansi dari kontrak.
Obyek atau substansi kontrak dari hubungan dokter pasien adalah pemberian
pelayanan pengobatan yang dikehendaki pasien dan diberikan kepadanya oleh
sang dokter. Obyek dari kontrak harus dapat dipastikan, legal, dan tidak di luar
profesinya.
3) Harus ada suatu sebab atau pertimbangan.
Sebab atau pertimbangan itu adalah factor yang menggerakkan sang dokter
untuk memberikan pelayanan pengobatan kepada pasiennya. Bisa dengan
pemberian imbalan atau bisa juga sekedar untuk menolong atau atas dasar
kemurahhatian sang dokter. Pembayaran untuk pemberian pelayanan
pengobatan sudah dianggap tersirat dan diketahui oleh pasien, kecuali
diwajibkan oleh hukum, atau dianggap untuk amal atau menolong sesamanya.
Apabila sang pasien ternyata tidak mampu untuk membayar, tidak akan
mempengaruhi adanya kontrak atau mengurangi tanggung jawab sang dokter
terhadap tuntutan kelalaian.

3. Bentuk Hubungan Kontrak Dokter-Pasien


Terdapat beberapa bentuk hubungan, yaitu :
1. Kontrak yang nyata
Dalam bentuk ini sifat atau luas jangkauan pemberian pelayanan
pengobatan sudah ditawarkan oleh sang dokter yang dilakukan secara
nyata dan jelas, baik secara tertulis maupun secara lisan.
2. Kontrak yang tersirat
Dalam bentuk ini adanya kontrak disimpulkan dari tindakan-tindakan para
pihak. Timbulnya bukan karena adanya persetujuan, tetapi dianggap ada
oleh hukum berdasarkan akal sehat dan keadilan. Maka jika seorang pasien
dating ke suatu klinik medis dan sang dokter mengambil riwayat
penyakitnya, memeriksa keadaan fisik pasien dan memberikan pengobatan

yang diperlukan, maka dianggap tersirat sudah ada hubungan kontrak


antara pasien dan dokter. 5
4. Berbagai Macam Kelalaian
a. Kelalaian tidak merujuk
Apabila keadaan pasien secara wajar dapat diatasi oleh dokternya, maka ia
tidak wajib untuk merujuk pasien itu kepada seorang dokter spesialis. Oleh
karena pasien tidak responsive terhadap pengobatan yang diberikan, tidaklah
langsung berarti bahwa ia wajib merujuknya kepada seseorang dokter
spesialis.
Namun apabila seorang dokter mengetahui atau seharusnya mengetahui bahwa
kondisi atau kasus pasien itu berada diluar kemampuannya dan dengan
merujuknya kepada dokter spesialis akan dapat menolongnya, maka ia wajib
melakukannya. Namun segala sesuatu juga tergantung kepada keadaan
financial pasien, keadaan emosi pasien dan keberadaan dokter spesialisnya.
Seorang dokter juga dapat dianggap telah melakukan wanprestasi dimana ia
lalai untuk merujuk kepada dokter spesialis apabila ia mengetahui atau
seharusnya mengetahui bahwa kasus ini di luar jangkauan kemampuannya,
bahwa ilmu pengetahuan yang dimiliki tidak cukup untuk dapat memberi
pertolongan kepada pasien dan seorang spesialis akan dapat melakukannya
b. Lalai tidak konsultasi dengan dokter terdahulu
Kadang-kadang seorang pasien sudah pernah berada di bawah pengobatan dari
dokter atau beberapa dokter lain yang memberikan pengobatan terentu atau
telah melakukan prosedur pembedahan. Untuk mencegah adanya risiko dalam
pengeterapan suatu prosedur pengobatan adalah sangat dianjurkan untuk
mengadakan konsul kepada dokter-dokter terdahulu yang telah memberikan
pengobatan sebelumnya.
c. Lalai tidak merujuk pasien ke rumah sakit dengan peralatan/tenaga yang
terlatih
Seorang dokter tidak saja harus sadar akan ilmu pengetahuannya secara
pribadi dan keterbatasannya, tetapi juga akan peralatan yang sesuai dalam
menangani pasien. Di dalam praktik seorangh dokter bisa saja berhadapan
dengan suatu pasien yang penanganannya memerlukan instrument tertentu
khusus dan prosedur yang ia tidak punyai. Atau juga memerlukan asisten

dalam menanganinya. Praktik yang baik menuntut agar dokter itu merujuk
pasien itu ke suatu rumah sakit di mana tersedia peralatan dan asisten terlatih.
d. Tidak mendeteksi adanya infeksi
Kegagalan seorang dokter untuk mendeteksi bahwa pasien menderita
semacam infeksi, tidak selalu berarti kelalaian. Apabila tidak terdeteksinya
infeksi tersebut disebabkan karena keadaanya tidak memungkinkan untuk
melakukan pemeriksaan yang singkat pun, maka tanpa adanya justifikasi yang
dapat diterima, ia dapat dipersalahkan karena kekurangan ketelitian.
Sebaliknya apabila seorang dokter telah melakukan segala macam
pemeriksaan yang oleh para dokter lain juga akan melakukan hal yang sama
apabila berhadapan dengan pasien dengan gejala-gejala sama, maka ia tidak
dapat dianggap bertanggungjawab, apabila infeksi itu tidak ditemukan untuk
beberapa waktu.
e. Lalai tidak memberi surat rujukan.
f. Lalai karena kurang pengalaman
Kurangnya pengalaman tidak bisa dipakai sebagai pemaaf kelalaian. Hakim
banding secara tegas menolak pendapat bahwa adanya variasi dalam standar
profesi medic. Hal ini diparalelkan dengan seorang pengendara mobil yang
walaupun telah berusaha untuk mengendarai sebaik mungkin, namun ukuran
standar adalah sama seperti seorang pengendara lain yang pandai dan
berpengalaman.
5. Hubungan Dokter dengan Dokter (Rekan Sejawat)
Kewajiban dokter terhadap teman sejawat:

Pasal

14:

Setiap

dokter

memperlakukan

teman

sejawatnya

sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 15: Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman
sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang
etis.

Pasal 16: Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat


bekerja dengan baik.

Pasal 17: Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu


pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan.

6. Informed Consent
Informed consent adalah suatu proses menunjukkan komunikasi efektif
antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan
dan apa yang tidak dilakukan terhadap pasien. Informed consent daris egi
hukum bukanlah perjanjian maliankan ke arah persetujuan sepihak atas
layanan yang ditawarkan. Informed consent memiliki 3 elemen yaitu :
1. Threshold element
Dari aspek ini, diketahui bahwa pemberi consent haruslah seseorang yang
kompeten. Kompeten di sini dapat diartikan sebagai cakap/mampu membuat
keputusan. Ini merupakan suatu kontinuum dari tidak bisa membuat keputusan
sehingga

bisa

membuat

keputusan.

Secara

hukum,

seseorang

itu

cakap/kompeten bila telah dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental
yang tidak di bawah pengampunan. Dewasa diartikan sebagai individu telah
mencapai 21 tahun atau pernah menikah. Keadaan mental yang tidak
kompeten adalah kepada yang memiliki penyakit mental sedemikian rupa atau
perkembangan mentalnya terbelakang sehingga menganggu kemampuan untuk
membuat keputusan.
2. Information elements
Elemen ini terdiri dari 2 yaitu disclosure dan understanding. Pengertian
berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa kepada konsekuensi tensgs
kesehatan memberi informasi yang selengkapnya sehingga pasien dapat
mengerti dan membuat keputusan. Dalam konteks ini, diperlukan 3 standar
yaitu : 1
a. Standar praktek profesi
Kewajiban memberi informasi ditentukan oleh komunitas tenaga kesehatan
(Faden dan Beauchamp, 1986). Standar ini mengacu kepada nilai-nilai yang
ada dalam komunitas kedokteran tapi ada juga kemungkinan tidak sesua
dengan nilai-nilai sosial setempat.
b. Standar subjektif

Keputusan pasien berdasarkan atas nilai-nilai pribadi, jadi menjadi


tanggungjawab dokter menyampaikan informasi agar pasien bisa membuat
keputusan. Standar ini amat sulit dilaksanakan karena adalah mustahil tenaga
kesehatan bisa memahami nilai-nilai individual.
c. Standar pada reasonable person
Hasil kompromi dari standar sebelumnya, yaitu informasi sudah dianggap
cukup untuk pasien. Seringkali dokter apabila tidak melakukan standar ini,
dianggap telah lalai melaksanakan tugasnya.
3. Consent element
Elemen ini mempunyai sub-elemen lain yaitu voluntariness dan authorization.
Voluntariness mengharuskan tidak ada paksaan dari dokter dan pasien bebas
dari tekanan. Persuasi yang tidak berlebihan juga masih diizinkan secara
moral. Consent dapat diberikan secara :

a. Expressed
Secara lisan atau tertulis. Untuk pernyataan tertulis, umumnya tindakan invasif
atau beresiko mempengaruhi kesehatan secara bermakna. Permenkes tentang
persetujuan tindakan medik meletakkan semua jenis tindakan operatif harus
memperoleh persetujuan tertulis.
b. Implied
Pasien tidak menyatakan baik secara tertulis maupun lisan tapi gerakan
menunjukkan jawabannya. Consent inilah yang paling banyak dilakukan
dalam praktek sehari-hari. Proxy-consent adalah consent yang diberikan oleh
orang lain dengan syarat pasien tidak mampu memberi consent secara pribadi.
Jenis consent ini hanya bisa dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan
ketat. Doktrin informed consent tidak berlaku pada (a) keadaan gawat darurat
medik (b) ancaman terhadap kesehatan masyarakat (c) pelepasan hak
memberikan consent (d) clinical privelege dan (e) pasien yang tidak kompeten
memberikan consent. Contextual consent seringkali menghantui dokter di

mana seorang yang dianggap pikun, pasien dengan penyakit terminal atau
orang yang memiliki mental lemah seringkali tidak diberitahu mengenai
diagnosis sebenar/keadaan sakitnya. 1,3
Hal-hal yang perlu disampaikan dalam informed consent ialah: 2

Maksud dan tujuan tindak medik tersebut


Risiko yang melekat pada tindak medik itu
Kemungkianan timbulnya efek samping
Alternatif lain tindak medik itu
Kemungkinan-kemungkinan (sebagai konsekuensi) yang terjadi bila tindak
medik itu tidak dilakukan
7. Rekam Medis
Dalam pelayanan kedokteran di tempat praktek maupun di Rumah
Sakit yang standar, dokter membuat catatan mengenai berbagai informasi
mengenai pasien tersebut dalam suatu berkas yang dikenal sebagai Status,
Rekam Medis, Rekam Kesebatan atau Medical Record. Berkas ini merupakan
suatu berkas yang memiliki arti penting bagi pasien, dokter, tenaga kesebatan
serta Rumab Sakit. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai Rekam Medis
serta aspek medikolegalnya.
Definisi Rekam Medis
Definisi Rekam Medis dalam berbagai kepustakaan dituliskan dalam
berbagai pengertian, seperti dibawab ini:
Menurut Edna K Huffman: Rekam Medis adalab berkas yang menyatakan
siapa, apa, mengapa, dimana, kapan dan bagaimana pelayanan yang diperoleb
seorang pasien selama dirawat atau menjalani pengobatan.

1. Menurut Permenkes No. 749a/Menkes!Per/XII/1989:


Rekam Medis adalah berkas yang beiisi catatan dan dokumen mengenai
identitas pasien, basil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan
lainnya yang diterima pasien pada sarana kesebatan, baik rawat jalan maupun
rawat inap.
2. Menurut Gemala Hatta
Rekam Medis merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan seseorang dan
riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat

10

lampau yang ditulis oleb para praktisi kesehatan dalam upaya mereka
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.
3. Waters dan Murphy :
Kompendium (ikhtisar) yang berisi informasi tentang keadaan pasien selama
perawatan atau selama pemeliharaan kesehatan.
4. IDI :
Sebagai rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran aktivitas pelayanan
yang diberikan oleh pemberi pelayanan medik/kesehatan kepada seorang
pasien.
Isi Rekam Medis
Isi Rekam Medis merupakan catatan keadaan tubuh dan kesehatan,
termasuk data tentang identitas dan data medis seorang pasien. Secara umum
isi Rekam Medis dapat dibagi dalam dua kelompok data yaitu:
1. Data medis atau data klinis: Yang termasuk data medis adalah segala data tentang
riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisik, diagnosis, pengobatan serta basilnya,
laporan dokter, perawat, hasil pemeriksaan laboratorium, ronsen dsb. Data-data ini
merupakan data yang bersifat rabasia (confidential) sebingga tidak dapat dibuka
kepada pibak ketiga tanpa izin dari pasien yang bersangkutan kecuali jika ada
alasan lain berdasarkan peraturan atau perundang-undangan yang memaksa
dibukanya informasi tersebut.
2. Data sosiologis atau data non-medis:
Yang termasuk data ini adalah segala data lain yang tidak berkaitan langsung
dengan data medis, seperti data identitas, data sosial ekonomi, alamat dsb. Data ini
oleh sebagian orang dianggap bukan rahasia, tetapi menurut sebagian lainnya
merupakan data yang juga bersifat rahasia (confidensial).
Penyelenggaraan Rekam Medis
Secara garis besar penyelenggaraan Rekam Medis dalam Permenkes
tersebut diatur sebagai berikut:
1. Rekam Medis harus segera dibuat dan dilengkapi seluruhnya setelah pasien
menerima pelayanan (pasal 4). Hal ini dimaksudkan agar data yang dicatat masih
original dan tidak ada yang terlupakan karena adanya tenggang waktu.

11

2. Setiap pencatatan Rekam Medis harus dibubuhi nama dan tanda tangan petugas
pelayanan kesehatan. Hal ini diperlukan untuk memudahkan sistim pertanggungjawaban atas pencatatan tersebut (pasal 5).
3. Jika terdapat kesalahan pencatatan, maka pembetulan catatan yang salah harus
dilakukan pada tulisan yang salah dan diparaf oleh petugas yang bersangkutan
(pasal 6 ayat 1). Secara lebih tegas ayat 2 dari pasal yang sama menyatakan bahwa
penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak diperbolehkan.
Pada saat seorang pasien berobat ke dokter, sebenamya telah terjadi
suatu hubungan kontrak terapeutik antara pasien dan dokter. Hubungan
tersebut didasarkan atas kepercayaan pasien bahwa dokter tersebut mampu
mengobatinya,

dan akan merahasiakan

semua

rahasia

pasien

yang

diketahuinya pada saat hubungan tersebut terjadi. Dalam hubungan tersebut


secara otomatis akan banyak data pribadi pasien tersebut yang akan diketahui
oleh dokter serta tenaga kesehatan yang memeriksa pasien tersebut. Sebagian
dari rahasia tadi dibuat dalam bentuk tulisan yang kita kenal sebagai Rekam
Medis. Dengan demikian, kewajiban tenaga kesehatan untuk menjaga rahasia
kedokteran, mencakup juga kewajiban untuk menjaga kerahasiaan isi Rekam
Medis.6
Pada prinsipnya isi Rekam Medis adalah milik pasien, sedangkan
berkas Rekam Medis (secara fisik) adalah milik Rumah Sakit atau institusi
kesehatan. Pasal 10 Permenkes No. 749a menyatakan bahwa berkas rekam
medis itu merupakan milik sarana pelayanan kesehatan, yang harus disimpan
sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun terhitung sejak tanggal
terakhir pasien berobat. Untuk tujuan itulah di setiap institusi pelayanan
kesehatan, dibentuk Unit Rekam Medis yang bertugas menyelenggarakan
proses pengelolaan serta penyimpanan Rekam Medis di institusi tersebut.
Karena isi Rekam Medis merupakan milik pasien, maka pada prinsipnya tidak
pada tempatnya jika dokter atau petugas medis menolak memberitahu tentang
isi Rekam Medis kepada pasiennya, kacuali pada keadaan-keadaan tertentu
yang memaksa dokter untuk bertindak sebaliknya. Sebaliknya, karena berkas
Rekam Medis merupakan milik institusi, maka tidak pada tempatnya pula jika
pasien meminjam Rekam Medis tersebut secara paksa, apalagi jika institusi
pelayanan kesehatan tersebut menolaknya.
12

Manfaat rekam medis :


A. Pengobatan Pasien
Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan dan
menganalisis penyakit serta merencanakan pengobatan, perawatan dan
tindakan medis yang harus diberikan kepada pasien.
B. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Membuat Rekam Medis bagi penyelenggaraan praktik kedokteran dengan
jelas dan lengkap akan meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi
tenaga medis dan untuk pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal.
C. Pendidikan dan Penelitian
Rekam medis yang merupakan informasi perkembangan kronologis penyakit,
pelayanan medis, pengobatan dan tindakan medis, bermanfaat untuk bahan
informasi bagi perkembangan pengajaran dan penelitian di bidang profesi
kedokteran dan kedokteran gigi.
D. Pembiayaan
Berkas rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk menetapkan
pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. Catatan
tersebut dapat dipakai sebagai bukti pembiayaan kepada pasien.
E. Statistik Kesehatan
Rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistik kesehatan, khususnya
untuk

mempelajari

perkembangan

kesehatan

masyarakat

dan

untuk

menentukan jumlah penderita pada penyakit-penyakit tertentu.


F. Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin dan Etik
Rekam medis merupakan alat bukti tertulis utama, sehingga bermanfaat dalam
penyelesaian masalah hukum, disiplin dan etik.
G. Rekam Medis Sebagai Alat Bukti
13

Rekam medis dapat digunakan sebagai salah satu alat bukti tertulis di
pengadilan. Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran wajib menyimpan kerahasiaan yang menyangkut riwayat penyakit
pasien yang tertuang dalam rekam medis. Rahasia kedokteran tersebut dapat
dibuka hanya untuk kepentingan pasien untuk memenuhi permintaan aparat
penegak hukum (hakim majelis), permintaan pasien sendiri atau berdasarkan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana, rahasia kedokteran (isi rekam medis) baru
dapat dibuka bila diminta oleh hakim majelis di hadapan sidang majelis.
Dokter dan dokter gigi bertanggung jawab atas kerahasiaan rekam medis
sedangkan kepala sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab menyimpan
rekam medis. Dalam Pasal 79 UU Praktik Kedokteran secara tegas mengatur
bahwa setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak membuat
rekam medis dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Selain tanggung jawab pidana, dokter dan dokter gigi yang tidak membuat
rekam medis juga dapat dikenakan sanksi secara perdata, karena dokter dan
dokter

gigi

tidak

melakukan

yang

seharusnya

dilakukan

(ingkar

janji/wanprestasi) dalam hubungan dokter dengan pasien.7


8. Dampak Hukum Terhadap Keputusan Dokter
Sebenarnya banyak kasus penuntutan hukum kepada dokter
didugamelakukan
proporsinua

kelalaian

berperan

medik

sebagai

upaya

apabila

dilakukan

menjaga

mutu

dengan
pelayanan

kedokteran kepada masyarakat. Penuntutan akan mengakibatkan


tekanan psikologik bagi para dokter yang diduga melakukan kelalaian
medik yang bisa mengakibatkan litigation stress syndrome. Professional
misconduct dapat diartikan sebagai kesengajaan yang dapat dilakukan
dalam bentuk pelanggaran ketentuan etik, ketentuan disiplin profesi,
hukum administratif, serta hukum pidana dan perdata, seperti
melakukan tindakan yang merugikan pasien dan sebagainya. Dari
pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa malpraktek tidak dilihat dari
hasil tindakan medik semata tapi prosedurnya juga harus ditinjau.
Semua kegagalan medik bukanlah akibat malpraktek semata menurut
14

WMA (world medical association). Suatu tindakan yang tidak dapat


diduga sebelumnya yang terjadi saat dilakukan tindakan medik yang
sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk
malpraktek. Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk yaitu malfeasance;
melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat.
Misfeasance; pilihan medik yang tidak tepat pada waktu yang tidak
tepat. Nonfeasance; tidak melakukan tindakan medik yang merupakan
kewajiban baginya. Suatu tindakan dianggap lalai apabila terdapat 4
unsur di bawah ini :
a. Duty
Kewajiban tenaga kesehatan melakukan tindakan medik atau tidak melakukan
sesuatu tindakan pada pasien dalam situasi tertentu.
b. Dereliction of duty
Penyimpangan kewajiban tersebut.
c. Damage
Segala sesuatu yang dirasakan pasien sebagai kerugian akibat dari layanan
kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
d. Direct causal relationship
Dalam hal ini, perlu ada hubungan antara sebab-akibat antar penyimpangan
kewajiban dengan ketugian yang setidaknya merupakan proximate cause.
Gugatan ganti rugi harus ada keempat unsur tersebut. Jika salah satu tidak ada,
gugatan tersebut dinilai tidak cukup bukti.8
Seorang dokter bisa dikernakan tuntutan dengan pasal di bawah ini :

Pasal 55 Undang-undang no. 23 tahun 1992 tentang kesehatan : (1)


setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian
tenaga kesehatan.

15

Pasal 1365 KUH Perdata : tiap perbuatan melanggar hukum, yang


membwa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena
salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian itu.

Pasal 1366 KUH Perdata : seorang tidak saja bertanggungjawab untuk


kerugian yang disebabkan perbuatan sendiri, tetapi juga untuk kerugian
yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatiannya.

Pasal 1367 KUH Perdata : seorang tidak saja bertanggungjawab untuk


kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk
kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi
tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di
bawah pengawasannya.

Pasal 7 Undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang perlindungan


konsumen : Kewajiban pelaku usaha adalah :

memberi kompensasi, gantirugi dan/atau pengantian atas kerugian akibat


penggunaan,

pemakaian,

pemanfaatan

barang

dan/atau

jasa

yang

diperdagangkan.
memberi kompensasi, gantirugi dan/atau pengantian apabila barang dan/atau
jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Pasal 1370 KUH Perdata :Dalam halnya suatu kematian dengan sengaja atau
karena kurang hati-hatinya seorang, maka suami atau isteri yang ditinggalkan,
anak atau orang tua si korban yang lazimnya mendapat nafkah dari pekerjaan
si korban mempunyai hak menuntut suatu gantirugi, yang harus dinilai
menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak, serta menurut keadaan.
Pasal 1371 KUH Perdata : Penyebab luka atau cacatnya sesuatu anggota badan
dengan sengaja atau kurang hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk
selain menggantikan biaya-biaya penyembuhan, menuntut penggantian
kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut. Juga penggantian
kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak
dan menurut keadaaan.

16

Pasal 1372 KUH Perdata : Tuntutan perdata tentang hal penghinaan adalah
bertujuan mendapatkan penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan
nama baik.
Pasal 359 KUHP : Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya)
menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama
lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
Pasal 360 KUHP : (1) Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya)
menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana
paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. (2)
Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain
luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan
paling lama enam bulan atau pidana denda paling ringgi empat ribu lima ratus
rupiah.
Pasal 361 KUHP : JIka kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan
dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah
dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan
pencarian dalam mana dilakukan kejahatan, dan hakim dapat memerintahkan
supaya putusannya diumumkan.8
Seorang dokter yang telah memiliki kewenangan formil dapat melakukan
tindakan medik di suatu sarana kesehatan sesuai dengan surat penugasannya di
bawah supervise pimpinan sarana kesehatan tersebut.

Bayi dengan Fraktur Klavicula


Fraktur atau patah tulang ialah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.(Mansjoer;
Suprohaita; Wardhani; Setiowulan, 2000: 346) Fraktur klafikula adalah
patahnya tulang klavikula pada saat proses persalinan biasanya kesulitan
melahirkan bahu pada letak kepala dan melahirkan lengan pada prosentase
bokong karena adanya penekanan pada lengkung bahu selama persalinan
berlangsung terdapat 1,5 3% dari persalinan pervaginam fractur klavikula ini

17

merupakan trauma lahir pada tulang yang tersering ditemukan dibanding


dengan trauma tulang lainnya. . (Wahab, 1995: 1209). Jenis fraktur pada
trauma lahir ini umumnya jenis fraktur freenstick, walaupun kadang-kadang
dapat juga terjadi suatu fraktur total, fraktur ini sering ditemukan 1 2 minggu
kemudian

setelah

teraba

adanya

pembentukan

kalus.

http://ayurai.wordpress.com/2009/04/10/askeb-neo-trauma-kelahiran-padabayi-baru-lahir/. Penyembuhan sempurna terjadi setelah 7-10 hari dengan


imobilisasi dengan posisi abduksi 60 derajat dan fleksi 90 derajat dari siku
yang tertekan.(Wiknjosastro, 2005: 720) Pembentukan kalus bertambah
beberapa bulan ( 6 8 minggu ) terbentuk tulang normal.
Etiologi
1. Persalinan letak sungsang
2. Persentasi verteks dengan kesukaran mengeluarkan bahu dan pundak (

Faktor predisposisi fraktur klavikula adalah :


1. Bayi yang berukuran besar
2. Distosia bahu
3. Partus dengan letak sungsang
4. Persalinan traumatic
5. Gejala
Diagnosis
1. Diagnosis pasti dibuat dengan palpasi serta rontgen Surgenons
2. Diagnosis pasti dengan jalan melakukan palpasi untuk menemukan letak
fraktur dan melakukan foto rontgen
Tanda dan Gejala terjadinya Fraktur Klavikula
Fraktur klavikula merupakan trauna lahir yang terjadi selama proses
persalinan yang in

sidennya adalah 2-7 per 1000 kelahiran hidup. Bayi

akan mengalami salah satu keadaan sebagai berikut :


1. Gerakan abnormal/ posisi asimetris dengan lengan /tungkai
18

2. Bengkak pada daerah tulang yang terkena


3. Menangis apabila lengan, kaki atau bahu di gerakkan
4.Terdapat perubahan bentuk atau deformitas
5. Hilangnya fungsi anggota gerak dan persendian yang terdekat ( paralisis )
6. Reflek moro negatif pada sisi yang terkena.
7. Pemeriksaan diagnostik foto sinar X dari ekstremitas yang sakit atau lokasi
fraktur.
8. Bayi secara khas tidak menggerakkan lengan secara bebas
9. Pada palpasi teraba ketidakteraturan tulang dan krepitasi.
10. Hilangnya lengkung supraklavikula pada sisi fraktur.
Jenis fraktur pada trauma lahir ini umumnya jenis fraktur greenstick,
walau kadang-kadang dapat juga terjadi suatu fraktur total secara klinis fraktur
jenis greenstick sering tidak diketahui segera setelah bayi lahir, tetapi baru
ditemukan 1 2 mg kemudian setelah teraba adanya pembentukan kalus.

Beberapa gejala klinis fractur klavicula greenstick :


1. Gerakan tangan kanan dan kiri tidak sama.
2. Refleks moro asimetris.
3. Bayi akan menangis pada perabaan kalvicula.
4. Gerakan pasif tangan yang sakit.
5. Riwayat persalinan yang sukar.
Jenis fraktur klavicula yang sakit :
1. Adanya crepitasi.
2. Deformitas pada tulang klavikula yang sakit.
Komplikasi
Timbul penekanan pleksus brakhialis dan pembuluh darah subklavia yaitu
pembuluh darah yang berada diantara klavikula dan iga pertama.
Penatalaksanaan

19

1. Fraktur klavikula dapat di atasi dengan pemasangan balutan klavikula


berbentuk angka delapan. dengan cara dari pundak kanan pembalut di
silangkan dari punggung ketiak kiri, selanjutnya dari ketiak kiri ke depan dan
ke atas pundak kiri. Dari pundak kiri disilangkan lagi ke ketiak kanan lalu ke
pundak kiri. Demikian seterusnya dan akhirnya dengan sebuah peniti di
kaitkan di ujung pembalut pada bagian bawahnya. Bentuk ini akan
mengekstensikan bahu dan meminimalkan besarnya tumpang tindih fragmen
fraktur.
2. Imobilisasi bayi dan informasikan keluarga atau orang tua untuk tidak
sering mengangkat bayi teutama ekstrmitas atas untuk mencegah komplikasi.
3. Bayi tetap di berika ASI yang dapat di lakukan dengan berbaring.9
Pengobatan trauma lahir fraktur tulang kavikula
1) Imobilisasi lengan untuk mengurangi rasa sakit dan mempercepat
pembentukan kalus.
2) Lengan difiksasi pada tubuh anak dalam posisi abduksi 600 dan fleksi
pergelangan siku 900.
3) Umumnya dalam waktu 7 10 hari rasa sakit telah berkurang dan
pembentukan kalus telah terjadi.9

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kesimpulan adanya malpraktek atau bukan dilihat dari hasil tindakan medis
pada pasien melainkan di tinjau dari bagaimana proses tindakan madis tersebut
dilaksanakan.

20

Daftar Pustaka

1. Budi Sampurna, Zulhasmar Syamsu, Tjetjep Dwijdja Siswaja. Informed


concent. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Pengantar bagi Mahasiswa
Kedokteran dan Hukum. Penerbit Pustaka Dwipar, 2005: p77-83
2. Etika Profesi Kedokteran. Diunduh dari www.freewebs.com, pada tanggal 27
Januari 2011.
3. Informed consent:

Anda

berhak

tahu

semuanya.

Diunduh

dari

http://www.freewebs.com/informedconsent. pada tanggal 26 Januari 2011


4. Budi Sampurna, Zulhasmar Syamsu, Tjetjep Dwijdja Siswaja. Bioetika .
Bioetik dan Hukum Kedokteran. Pengantar bagi Mahasiswa Kedokteran dan
Hukum. Penerbit Pustaka Dwipar, 2005: p 29-39.

21

5. Hubungan Dokter-Pasien. Diunduh dari www.scribd.com, pada tanggal 27


Januari 2011
6. Rekam
medis.

Diunduh

dari:

URL:

Hyperlink

http://www.freewebs.com/medicalrecord, pada tanggal 26 januari 2011


7. Sjamsuhidajat, Sabir A. Manual rekam medis. Konsil kedokteran indonesia.
Jakarta: 2006
8. Kelalaian medik. Dalam : Sampurna B., Syamsu Z., Siswaja T.D, editors.
Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. 2nd ed. Jakarta : Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1994. p . 87103.
9. Bayi

dengan

Fraktur

Klavicula.

Di

unduh

dari

http://www.bascommetro.com/2011/10/bayi-dengan-fraktur-klavicula.html.
Pada tanggal 15 januari 2013.

22

Anda mungkin juga menyukai