Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN

NOVEMBER 2015

UNIVERSITAS HASANUDDIN

SIROSIS HEPATIS DEKOMPENSATA

DISUSUN OLEH:
MUHAMAD HAKIMI BIN KASUAHDI
C 111 11 822
PEMBIMBING:
dr. ARNIS FANASARI

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:
Nama

: Muhamad Hakimi bin Kasuahdi

Nim

: C 111 11 822

Universitas

: Universitas Hasanuddin

Judul Laporan Kasus: Sirosis Hepatis Dekompensata


Telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makasar,
Disusun Oleh:

Muhamad Hakimi Bin Kasuahdi

September 2015

PEMBIMBING :

dr Arnis Fanasari

LAPORAN KASUS
SIROSIS HEPATIS DEKOMPESATA
IDENTITAS PASIEN:
Nama

: Tn As

Tanggal Lahir

: 27-06-1970

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Takalar

Status Perkawinan : Kawin


ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA: Perut membesar
ANAMNESIS TERPIMPIN:
Pasien datang ke IRD RSWS dengan keluhan perut membesar yang
disertai dengan pembengkakan pada kedua kaki sejak 2 minggu terakhir. Tidak
ada pembengkakan pada wajah. Perut dirasakan membesar disertai rasa penuh,
rasa kembung, penurunan selera makan, dan penurunan berat badan >18kg dalam
2 bulan terakhir. Mual, muntah dan nyeri perut tidak ada. Pasien juga mengeluh
demam dialami sejak 2 minggu yang lalu, tidak terus-menerus, mengigil tidak
ada, sakit kepala tidak ada. Tidak ada batuk atau sesak napas. BAB biasa warna
kuning, riwayat BAB hitam tidak ada. BAK warna seperti teh sejak 2 minggu
terakhir, ada riwayat sakit saat BAK sejak 4 hari yang lalu. Mata dan tubuh
tampak kuning sejak 2 minggu terakhir. Riwayat sakit kuning sebelumnya tidak
ada.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat Diabetes mellitus selama 5 tahun, berobat dengan
glibenclamide 2 x 2mg, sejak 2 minggu yang lalu pernah berobat
insulin di takalar tapi tidak diketahui dosisnya

Riwayat Hipertensi tidak ada


Riwayat berobat paru tidak ada
Riwayat pendarahan tidak ada
Riwayat pernah transfusi darah tidak ada
Riwayat Penyakit dalam keluarga:
-

Riwayat HCV ada

Riwayat Diabetes Mellitus ada

Riwayat Gaya Hidup:


Merokok (-)
Alkohol (-)

PEMERIKSAAN FISIK:
Status Present: Sakit Sedang/ Gizi Cukup/ Compos Mentis
Tekanan Darah: 110/70 mmHg

Nadi: 86 kali/ menit

Pernapasan

Suhu: 36,6'C

: 20 kali/ menit

Tinggi Badan : 168 cm

IMT :18.06

Berat Badan Koreksi : 51 kg


Kepala:
Deformitas

: Tidak ada

Simetris muka : Simetris kiri sama dengan kanan


Rambut

: Hitam, pendek, lurus

Ukuran

: Normocephal

Gerakan

: Dalam batas normal

Mata:
Eksoftalmus : Tidak ada
Konjungtiva : Anemis (-)
Kornea

: Refleks kornea (+)

Enoptalmus : Tidak ada


Sklera

: Ikterus (+)

Pupil

: Isokor 2,5 mm/2,5 mm

Telinga:
Pendengaran : Dalam batas normal
Otorrhea

: Tidak ada

Hidung:
Epistaksis : Tidak ada
Rhinorrhea : Tidak ada

Mulut:
Bibir : Tidak kering, tidak pucat

Lidah : Dalam batas normal

Tonsil : T1-T1 Tidak Hiperemis

Faring : Tidak Hiperemis

Leher:
KGB : Tidak ada pembesaran

DVS : R+0 cmH2O

Kelenjar Gondok : Tidak ada pembesaran

Kaku kuduk : Tidak Ada

Dada:
Bentuk

: Normochest simetris kiri sama dengan kanan

Buah dada

: Dalam batas normal

Sela iga

: Simetris kiri sama dengan kanan

Pulmo:
Palpasi

: Fremitus raba dalam batas normal


Nyeri tekan tidak ada

Perkusis

: Batas paru hepar ICS VI dekstra


Batas paru belakang kanan ICS IX
Batas paru belakang kiri ICS X

Auskultasi : Bunyi Pernapasan : Vesikuler


Bunyi Tambahan : Ronkhi tidak ada, Wheezing tidak ada
Jantung:
Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: Batas atas ICS III sinistra


Batas kanan linea parasternalis dekstra
Batas kiri linea midclavicularis sinistra

Aukultasi : BJ I/II murni reguler


Bising jantung tidak ada
Abdomen:
Inspeksi

: Cembung simetris, ikut gerak napas, dinding abdomen tampak


distensi

Palpasi

: Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba


Massa tumor tidak ada, Nyeri tekan tidak ada

Perkusi

: Timpani, Ascites ada shifting dullness

Auskultasi

: Peristaltik kesan normal

Ekstremitas :
Edema pretibial ada bilateral, Eritema Palmaris ada bilateral, Flapping tremor
tidak ada.

PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Laboratorium
Darah rutin :
WBC : 7.8 x 10'3
RBC : 3.61 x 106
HGB

: 11.3

HCT : 32.7 %
PLT : 106 x 10'3
GDS : 259
Ureum : 16
Creatinin : 0,8
SGOT : 144
SGPT : 141
Bilirubin total : 21.99
Bilirubin direk : 18.01
Protein total : 6.4
Albumin : 1.9
Hbs Ag : reaktif
Anti HCV : non reaktif
Urinalisa:
Protein : +++/500
Bilirubine : ++/5.1
Lekosit : ++/15
Sedimen lain-lain : bakteri (+)
Foto thorax PA:
Pleural reaction sinistra
USG Abdomen atas + bawah:
-Hepar: Mengecil, permukaan irregular, tip tumpul.
-GB: Distended, dinding tipis

-Lien: Sedikit membesar, echo parenkim normal homogeny


-Tampak cairan bebas pada cavum peritoneum dan cavum pleural bilateral

RESUME:
Pasien datang ke IRD RSWS dengan keluhan perut membesar yang
disertai dengan pembengkakan pada kedua kaki sejak 2 minggu terakhir. Tidak
ada pembengkakan pada wajah. Perut dirasakan membesar disertai rasa penuh,
rasa kembung, penurunan selera makan, dan penurunan berat badan >18kg dalam
2 bulan terakhir. Mual, muntah dan nyeri perut tidak ada. Pasien juga mengeluh
demam dialami sejak 2 minggu yang lalu, tidak terus-menerus, mengigil tidak
ada, sakit kepala tidak ada. Tidak ada batuk atau sesak napas. BAB biasa warna
kuning, riwayat BAB hitam tidak ada. BAK warna seperti teh sejak 2 minggu
terakhir, ada riwayat sakit saat BAK sejak 4 hari yang lalu. Mata dan tubuh
tampak kuning sejak 2 minggu terakhir. Riwayat sakit kuning sebelumnya tidak
ada. Riwayat Diabetes mellitus selama 5 tahun, berobat dengan glibenclamide 2 x
2mg, sejak 2 minggu yang lalu pernah berobat insulin di takalar tapi tidak
diketahui dosisnya. Didapatkan adanya riwayat HCV dan riwayat diabetes
mellitus. Pola hidup, pasien tidak merokok dan tidak pernah konsumsi alcohol.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan sclera ikterus, palpasi abdomen didapatkan
ascites (shifting dullness), pada ekstremitas adanya adema pretibia bilateral dan
eritema palmaris bilateral.

ASSESSMENT :
1. Sirosis hepatis dekompensata CTP Class C ec HBV
2. Asites grade II
3. Hepatitis B virus
4. Diabetes Mellitus Tipe 2 Non Obese
5. ISK non komplikata

PLANNING :
A. Plan Diagnositik
-

PT/APTT, Gamma-glutamil Transpeptidase (Gamma GGT), Alkali


Fosfatase

GDP, GD2PP. HbA1C, Profil Lipid, EKG

Kultur urin dan tes sensitifitas antibiotic.

Analisa cairan ascites.

B. Plan Terapi
-

Restriksi cairan

Diet Hepar

Furosemide 40mg/24jam/oral

Spironolactone 100mg/24jam/oral

Inj. Novorapid 6-6-6/SC

Inj. Levemir 0-0-10/SC

Koreksi Hipoalbumin

Ciprofloxacin 500mg/12jam

C. Plan Monitoring Pengobatan:


-

Ukur lingkar perut dan berat badan/hari

GDS Pre-meal P, S, M.

PROGNOSIS :
Ad Sanationam : malam
Ad Vitam

: Dubia ad bonam

FOLLOW UP:
TANGGAL

PERJALANAN PENYAKIT

10.09.2015
T:110/70
mmHg
N:87 x/i
P:22 x/i
S:37.2 c
LP:94 cm
BB:68 KG

Perawatan Hari I
S: perut membesar (+)
O: anemis(-), ikterus(+),sianosis (-).
Bp: bronkovesikuler
Bt: Rh -/-, wh -/Jantung: BJ I/II murni reguler
H/L sulit dinilai, Shifting
dullness(+)
Ext: udem pretibial (+)/(+),
eritema palmaris (+)/(+)

INSTRUKSI DOKTER
R/

Diet DM 1300 kkal &


Diet rendah garam 1gr/hari &
Diet hepar III

Furosemid
40
mg/pagi/24jam/oral

Spironolactan
100mg/pagi/24jam/oral

Maxiliv 1 kapsul /
12jam/intravena

HASIL LAB:
WBC : 7.8 x 10'3
Hb : 11
PLT : 106 x 10'3
GDS : 259
Ureum : 16
Creatinin : 0,8
SGOT : 144
SGPT : 141
Bilirubin total : 21.99
Bilirubin direk : 18.01
Protein total : 6.4
Albumin : 1.9
Hbs Ag : reaktif
Anti HCV : non reaktif

Anjuran :
-Koreksi albumin
-GDP,G2PP, HbA1C

A . Sirosis hepatis dekompensata


CTP Class C ec HBV
B. Hepatitis B virus
C. Diabetes Mellitus Tipe 2 Non
Obese
D. ISK non komplikata
E. Asites grade II
11.09.2015
T:120/80
mmHg
N:86x/i

Perawatan Hari II
S: perut membesar (+)
O: anemis(-), ikterus(+),sianosis (-).
Bp: bronkovesikuler

R/
Diet DM 1300 kkal &
Diet rendah garam 1gr/hari &

P:22x/i
S:36.6c
LP:94 cm
BB:68 kg

Bt: Rh -/-, wh -/Jantung: BJ I/II murni reguler


H/L sulit dinilai, Shifting
dullness(+)
Ext: udem pretibial (+)/(+),
eritema palmaris (+)/(+)

GDS : 352

Diet hepar III


Furosemid 40
mg/pagi/24jam/oral
Spironolactan
100mg/pagi/24jam/oral
Novorapid 6-6-6/unit
- Ciprofloxacin
250mg/12jam/oral
Transfusi albumin 20 %
1 kolf /24 jam

A . Sirosis hepatis dekompensata


CTP Class C ec HBV
B. Hepatitis B virus
C. Diabetes Mellitus Tipe 2 Non
Obese
D. ISK non komplikata
E. Asites grade II

Anjuran :
Ukur lingkar perut/hari
Ukur BB/hari
PT/APTT, DR,Elektrolit,
Alkaline fosfatase, Profil lipid
GDP, G2PP, HbA1C
GDS pagi, siang, malam

Perawatan Hari III


S: perut membesar (+).
O: anemis(-), ikterus(+),sianosis (-).
Bp: bronkovesikuler
Bt: Rh -/-, wh -/Jantung: BJ I/II murni reguler
H/L sulit dinilai, Shifting
dullness(+)
Ext: udem pretibial (+)/(+),
eritema palmaris (+)/(+)

R/
Diet DM 1300 kkal &
Diet rendah garam 1gr/hari &
Diet hepar III
Novorapid 6-6-6
IU/subcutan
Furosemid 40
mg/pagi/24jam/oral
Spironolactan
100mg/pagi/24jam/oral

Ciprofloxacin
250mg/12jam/oral
GDS pagi, siang, malam
Kontrol albumin
Ukur lingkar perut/hari
Ukur BB/hari

HASIL LAB :

12.09.2015
T:120/80mmHg
N:80x/i
P:22x/i
S:37.2c
LP:94 cm
BB:68 kg

Lingkar perut : 94cm 92 cm


Berat badan : 68kg 64kg
HASIL LAB:
PT/APTT : 18.5/38.6
GDP : 274
Hb1AC : 7.0
Alkaline fosfatase : 245
Gamma GT : 311
Kolesterol total : 101
Kolesterol HDL : 3
Kolesterol LDL : 44
Trigliserida : 171
GD2PP : 338
Natrium : 137
Kalium : 3.6
Klorida : 108

Anjuran :
CT-Scan abdomen
tanpa kontras

Albumin : 2.1
Ureum/Kreatinin :18/ 0.70
SGOT/SGPT : 230/154
A . Sirosis hepatis dekompensata
CTP Class C ec HBV
B. Hepatitis B virus
C. Diabetes Mellitus Tipe 2 Non
Obese
D. ISK non komplikata
E. Asites grade II
13.09.2015
T:120/80
mmHg
N:88x/i
P:20x/i
S:37c
BB : 67 kg
LP :93 cm

Perawatan Hari IV
S: perut membesar (+).
O: anemis(-), ikterus(+),sianosis (-).
Bp: bronkovesikuler
Bt: Rh -/-, wh -/Jantung: BJ I/II murni reguler
H/L sulit dinilai, Shifting
dullness (+)
Ext: udem pretibial (+)/(+),
eritema palmaris (+)/(+)

HASIL LAB:

GDP : 214

A . Sirosis hepatis dekompensata


CTP Class C ec HBV
B. Hepatitis B virus
C. Diabetes Mellitus Tipe 2 Non
Obese
D. ISK non komplikata
E. Asites grade II
14.09.2015
T:130/80
mmHg
N: 80x/I
P: 24x/I
S: 36.7 c
LP : 93
BB: 66 kg

R/
-

Perawatan Hari V
S: perut membesar (+).
O: anemis(-), ikterus(+),sianosis (-).
Bp: bronkovesikuler
Bt: Rh -/-, wh -/Jantung: BJ I/II murni reguler
H/L sulit dinilai, Shifting
dullness(+)
Ext: udem pretibial (+)/(+),
eritema palmaris (+)/(+)

R/
-

Diet DM 1300 kkal &


Diet rendah garam
1gr/hari & Diet hepar
III
Novorapid 6-6-6
IU/subcutan
Furosemid 40
mg/pagi/24jam/oral
Spironolactan
100mg/pagi/24jam/oral
Ciprofloxacin
250mg/12jam/oral
GDS pagi, siang,
malam
ukur lingkar perut/hari
ukur BB/hari

Diet DM 1300 kkal &


Diet rendah garam
1gr/hari & Diet hepar
III, Restriksi cairan
Novorapid 6-6-6
IU/subcutan
Furosemid 40
mg/pagi/24jam/oral
Spironolactan

A . Sirosis hepatis dekompensata


CTP Class C ec HBV
B. Hepatitis B virus
C. Diabetes Mellitus Tipe 2 Non
Obese
D. ISK non komplikata
E. Asites grade II

100mg/pagi/24jam/oral
GDS pagi, siang,
malam
ukur lingkar perut/hari
ukur BB/hari

DISKUSI
Pasien masuk dengan keluhan perut membesar yang terjadi secara perlahanlahan akibat penimbunan cairan secara patologis ke dalam rongga peritoneum,
yang disebut asites. Asites bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan
suatu gejala. Mekanisme terjadinya suatu asites dapat disebabkan oleh adanya
hipertensi portal dan non hipertensi portal.
Asites pada sirosis hepatis terjadi akibat hipertensi portal (peningkatan tekanan
hidrostatik), hipoalbuminemia (penurunan tekanan onkotik), vasodilatasi perifer,
penurunan inaktifasi aldosteron oleh hati dan peningkatan sekresi aldosteron
(sekunder akibat peningkatan produksi renin).
Untuk membedakan asites dengan tumor, dilakukan pemeriksaan fisis
abdomen. Pada perkusi, didapatkan shifting dullness positif sehingga sudah dapat
dipastikan bahwa perut membesar yang dimaksud akibat penumpukan cairan
ronggga peritoneum (asites).
Asites dapat ditemukam pada berbagai penyakit, seperti sirosis hepatis, CHF,
CKD, SN, atau kondisi hipoalbuminemia. Pada anamnesis terpimpin kasus
didapatkan bahwa pasien tidak mengalami sesak sehingga bukan suatu CHF.
Selain itu, pada pemeriksaan penunjang diperoleh kadar ureum dan kreatinin
dalam batas normal, maka bukan merupakan suatu CKD. Selanjutnya, didapatkan
kadar bilirubin yang tinggi dalam urin, serta SGOT, SGPT, bilirubin direk, dan
indirek yang tinggi dalam darah, rasio albumin dan globulin yang terbalik. Dari
hasil pemeriksaan penunjang yang bermakna tersebut di atas, sangat khas untuk
penyakit sirosis hati. Oleh karena itu, pasien ini didiagnosis dengan penyakit
sirosis hepatis dekompesata, dimana gejala dan tanda klinis sudah mulai tampak,
seperti asites dan ikterus. Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi
tubuh terhadap kerusakan hati masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala
sehingga sering ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan
rutin. Gejala-gejala awal sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera
makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun. Pada
kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan, didapatkan beberapa
gejala yang dapat mengarah pada keluhan yang sering didapat pada sirosis hati

yaitu terkait dengan kegagalan fungsi hati, diantaranya perut yang membesar dan
bengkak pada kedua kaki, air kencing yang berwarna seperti teh, ikterus pada
kedua mata dan kulit.
Untuk lebih memastikan bahwa pasien ini mengalami sirosis, maka dilakukan
pemeriksaan USG abdomen. Hasil dari pemeriksaan ini, didapatkan tanda-tanda
sirosis hepar, distended gall bladder, slight splenomegaly, efusi pleural bilateral
dan asites
Penyebab dari sirosis sangat banyak, antara lain alkohol, hepatitis virus, zat
hepatotoksik, penyakit autoimun, gagal jantung kanan kronik, dan masih banyak
lagi penyebab lainnya. Pada pemeriksaan HbsAg dan antiHCV, didapatkan HbsAg
positif dan anti HCV negatif, sehingga dapat diketahui penyebab dari sirosis
pasien ini adalah virus hepatitis B.
Penatalaksanaan awal pada pasien ini diberikan diet rendah garam dan terapi
asitesnya

diberikan

diuretik.

Oleh

karena

pada

pasien

sirosis

terjadi

hipoaldosteronisme dan sering hipokalemia, maka spironolakton merupakan


diuretik pilihan pertama dalam terapi karena berfungsi menghalangi reabsorbsi
garam/Na pada tubulus ginjal. Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan
berat badan 0,5 kg.hari.

TINJAUAN PUSTAKA
SIROSIS HEPATIS DEKOMPESATA

I.

Anatomi dan Fisiologi Hepar


Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1.500 gr
atau 2 % berat badan orang dewasa normal. Letaknya sebagian besar di regio
hipokondria dekstra, epigastrika, dan sebagian kecil di hipokondria sinistra.
Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi
menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan. Lobus
kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis.
Di bawah peritonium terdapat jaringan ikat padat yang disebut kapsula
Glisson yang meliputi seluruh permukaan hati. Setiap lobus hati terbagi
menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus, yang merupakan unit
mikroskopis dan fungsional organ yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati
dimana diantaranya terdapat sinusoid. Selain sel-sel hati, sinusoid vena
dilapisi oleh sel endotel khusus dan sel Kupffer yang merupakan makrofag
yang melapisi sinusoid dan mampu memfagositosis bakteri dan benda asing
lain dalam darah sinus hepatikus.1,2
Hati memiliki suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta
hepatika dan dari aorta melalui arteri hepatika. Vena-vena yang mengalir dari
saluran cerna tidak langsung menuju vena cava inferior, vena besar yang
mengembalikan darah ke jantung. Namun, vena-vena dari lambung dan usus
masuk ke vena porta hati, yang membawa produk yang diserap dari saluran
cerna langsung ke hati untuk diproses, disimpan, atau didetoksifikasi sebelum
produk-produk ini memperoleh akses ke sirkulasi umum.2
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Beberapa di
antaranya yaitu:1,2
-

Pembentukan dan ekskresi empedu. Dalam hal ini terjadi metabolisme


pigmen dan garam empedu. Garam empedu penting untuk pencernaan dan

absorbsi lemak serta vitamin larut-lemak di dalam usus.


Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak,
protein) setelah penyerapan dari saluran pencernaan.

Metabolisme karbohidrat: menyimpan glikogen dalam jumlah besar, konversi


galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, serta pembentukan
banyak senyawa kimia dari produk antara metabolisme karbohidrat.
Metabolisme lemak: oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi
tubuh yang lain, sintesis kolesterol, fosfolipid, dan sebagian besar lipoprotein,
serta sintesis lemak dari protein dan karbohidrat
Metabolisme protein : deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk
mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma, serta
interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari asam amino.
-

Penimbunan vitamin dan mineral Vitamin larut-lemak ( A,D,E,K )


disimpan dalam hati, juga vitamin B12, tembaga, dan besi dalam bentuk
ferritin. Vitamin yang paling banyak disimpan dalam hati adalah vitamin
A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan B12 juga disimpan secara normal.
Hati menyimpan besi dalam bentuk ferritin: Sel hati mengandung
sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang dapat bergabung
dengan besi baik dalam jumlah sedikit maupun banyak. Oleh karena itu,
bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi akan berikatan
dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam bentuk ini di
dalam sel hati sampai diperlukan. Bila besi dalam sirkulasi cairan tubuh
mencapai kadar rendah, maka ferritin akan melepaskan besi.
Hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam
jumlah banyak: Zat-zat yang dibentuk di hati yang digunakan pada proses
koagulasi meliputi fibrinogen, protrombin, globulin akselerator, faktor VII,
dan beberapa faktor koagulasi lainnya. Vitamin K dibutuhkan oleh proses
metabolisme hati, untuk membentuk protrombin dan faktor VII, IX, dan X.

Hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon, dan


zat lain

Medium kimia yang aktif dari hati dikenal kemampuannya dalam melakukan
detoksifikasi atau ekskresi berbagai obat-obatan meliputi sulfonamid, penisilin,
ampisilin, dan eritromisin ke dalam empedu. Beberapa hormon yang disekresi

oleh kelenjar endokrin diekskresi atau dihambat secara kimia oleh hati meliputi
tiroksin dan terutama semua hormon steroid seperti estrogen, kortisol, dan
aldosteron.
-

Hati berfungsi sebagai gudang darah dan filtrasi

Hati adalah organ venosa yang mampu bekerja sebagai tempat penampungan
darah yang bermakna saat volume darah berlebihan dan mampu menyuplai darah
ekstra di saat kekurangan volume darah. Sinusoid hati merupakan depot darah
yang mengalir kembali dari vena cava (gagal jantung kanan). kerja fagositik sel
Kupffer membuang bakteri dan debris dari darah.
II.

Definisi Sirosis Hepatis

Cirrhosis hepatic (sirosis hepatis) didefinisikan sebagai sekelompok penyakit


hati kronis yang ditandai dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik normal
dengan fibrosis, dan dengan destruksi sel-sel parenkim beserta regenerasinya
berbentuk nodul-nodul. Penyakit ini mempunyai periode laten yang panjang,
biasanya diikuti dengan pembengkakan dan nyeri abdomen, hematemesis, edema
dependen, atau ikterus secara mendadak. Pada stadium lanjut, asites, ikterus,
hipertensi portal, dan gangguan sistem saraf pusat, yang dapat berakhir dengan
koma hepatik, menjadi menonjol. [1]
Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata yang
berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hepatis dekompensata
yang ditandia gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata
merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak
terlihat perbedaan secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui
pemeriksaan biopsi hati. [2]

III.

Klasifikasi dan Etiologi


Sebagian besar jenis Sirosis hepatis dapat diklasifikasikan secara

morfologi dan etiologi sebagai berikut:3,6


1. Morfologi:
a. Makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm)

b. Mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm)


c. Campuran

2. Etiologi
a. Penyakit

infeksi:

bruselosis,

ekinokokus,

skistosomiasis,

toksoplasmosis, dan hepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis


D, dan sitomegalovirus
b. Penyakit keturunan dan metabolic: sindrom Fanconi, galaktosemia,
penyakit Gaucher, hemokromatosis, Tirosinemia herediter, penyakit
Wilsosn
c. Obat dan Toksin: alkohol, amiodarone, arsenic, obstruksi bilier,
penyakit perlemakan hati non alkoholik, sirosis bilier primer,
kolangitis sklerosis primer
d. kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis)
Di negara barat, etiologi sirosis hepatis yang tersering adalah akibat
alkoholik, sedangkan di Indonesia terutama adalah akibat infeksi virus
Hepatitis B dan C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus Hepatitis
B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus Hepatitis C sebesar 3040%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk
kelompok virus non B-non C. Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia
mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya.3
IV.

Patofisiologi
Gambaran patologi hati biasanya mengerut, berbentuk tidak teratur,
dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang
padat dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran
makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar
jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya
tidak teratur. [2]
Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan
adanya peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata
mempunyai

peranan

dalam

keseimbangan

pembentukan

matriks

ekstraselular dan proses degradasi. Pembenrukan fibrosis menunjukkan

perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang


berlangsung secara terus menerus (misal: hepatitis virus, bahan-bahan
hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen.
Jika proses berjalan terus menerus maka fibrosis akan berjalan terus di
dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan digantikan oleh
jaringan ikat. [2]
V.

Diagnosis dan Manifestasi Klinis


V.I. Gejala Sirosis
Stadium

awal

sirosis

sering

kali

dijumpai

tanpa

gejala

(asimptomatis) sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan


pemeriksaan kesehatan rtin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal
sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera
makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun,
pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada
membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis
dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi gangguan
pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid,
ikterus dengan air kemih seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena,
serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung,
agitasi, sampai koma.. Mungkin disertai hilangnya rambut badan,
gangguan tidur, demam tidak begitu tinggi [2]

Gambar 1. Manifestasi klinis dari sirosis hepatis [1]

V.II. Pemeriksaan Fisis

Gambar 2. Manifestasi hipertensi portal [7]

Gambar 3. Manifestasi kegagalan fungsi hati [7]


Pada proses lanjutan dari kompensasi bisa ditegakkan dendan bantuan
pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan
penunjang yang lainnya. Pada saat diagnosis sirosis hati terdidri atas pemeriksaan
fisis, laboratorium dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi
hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang
berat dengan sirosis hati dini.
Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala

dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya kompliksasi.


Gambaran laboratoris dan pemeriksaan penunjang

Kenaikan tes fungsi hati

Kelaian hematologi anemia, penyebabnya bermacam-macam, anemia


normokrom

normositer,

hipokrom

mikrositer

atau

hipokrom

makrositer. Anemia dengan trombisitopenia, lekopenia dan netropenia


akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan hipertensi porta
sehingga terjadi hipersplenisme.

Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk


konfirmsasi adanya hipertensi porta.

Pemeriksaan hati bisa dinilai dengan USG meliputi hati mengecil dan
nodular, permukaan irregular dan peningkatan ekogenitas parenkim
hati. Selain itu dapat melihat asites, splenomegali, trombosis vena
porta dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati
pada pasien sirosis.

VI.

Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas

hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan


komplikasinya. Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis
bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada
bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala,
namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. [2]
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa
oligouri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat
pada penurunan filtrasi glomerulus. [2]
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. 20
sampai 40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan
perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan
meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk

menanggulangi varises ini dengan berbagai cara. [2]


Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat
disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia),
selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.
Pada

sindrom

hepatopulmonal

terdapat

hydrothorax

dan

hipertensi

portopulmonal. [2]

Tabel 1. Grade ensefalopati hepatik [8]

VII. Penatalaksanaan
Sekali diagnosis Sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus
tanpa dapat dibendung. Usaha-usaha yang dapat dilakukan hanya bertujuan untuk
mencegah timbulnya penyulit-penyulit. Membatasi kerja fisik, tidak minum
alcohol, dan menghindari obat-obat dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan
suatu keharusan. Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet yang
mengandung protein 1g/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari. [2]
Penatalaksanaan sirosis dekompensata
i. Ascites
Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram
atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretic.
Awalnya

dengan

pemberian

spironolakton

dengan

dosis

100-200

mg

sehari.Respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari,
tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bilamana pemberian

spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis


20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada
respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat
besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian
albumin. [2]
ii. Ensefalopati hepatik
Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia. Neomisin bisa
digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, diet protein
dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya
asam amino rantai cabang. [2]
iii. Varises esophagus
Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat -blocker. Waktu
perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotid, diteruskan
dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. [2]
Peritonitis bakterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena,
amoksilin, atau aminoglikosida. [2]
iv. Sindrom hepatorenal
Mengatasi perubahan sirkulasi darah hati, mengatur keseimbangan garam dan air.
[2].

Transplantasi hati, terapi definitive pada pasien sirosis dekompensata. Namun

sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi


resipien dahulu. [2]
VIII. Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. [2]
Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan
manjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada
tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari
Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan angka kelangsungan

hidup selama satu tahun pada pasien. Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun
untuk penderita sirosis dengan Child-Pugh A, B, dan C diperkirakan masingmasing 100, 80, dan 45% [2]

Tabel 2. Klasifikasi Child-Pugh [8]

Daftar Pustaka
1. Raymon T. Chung, Daniel K. Podolsky. Cirrhosis and its complication. In:
Kasper DL et.al, eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. 16th Edition.
USA : Mc-Graw Hill; 2005. p. 1858-62
2. Nurdjanah S. Sirosis hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS, Setiati S,
editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 4436.
3. Wilson LM, Lester LB. Hati, saluran empedu, dan pankreas. In Wijaya C, editor.
Patofisiologi konsep klinis proses proses penyakit. Jakarta: ECG; 1994. p. 42663.
4. Guyton AC, Hall JE. The liver as an organ. In Textbook of medical physiology.
11th ed.: Elsevier; 2006. p. 859-64.
5. Netter FH, Machade CAG. Interactive atlas of human anatomy [Electronic
Atlas].: Saunders/Elsevier; 2003.
6. Amiruddin R. Fisiologi dan biokimia hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
K. MS, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. p. 415-9.
7. Porth CM. Alterations

in

hepatobiliary

function.

In

Essentials

of

pathophysiology: concepts of altered health states. 2nd ed.: Lippincott Williams


& Wilkins; 2004. p. 494-516.
8. Ghany M, Hoofnagle JH. Approach to the patient with liver disease. In Kasper
DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors.
Harrison's principles of internal medicine. New York: McGraw-Hill; 2005. p.
1808-13.

Anda mungkin juga menyukai