Pengukuran magnitudo berdasarkan keadaan yang tampak dari Bumi seperti di atas
disebut magnitudo semu, m. Magnitudo mutlak (M) adalah perbandingan nilai
terang bintang yang sesungguhnya. Seperti yang Anda ketahui, jarak antara
bintang yang satu dan bintang yang lain dengan Bumi tidaklah sama. Akibatnya,
bintang terang sekalipun akan nampak redup bila jaraknya sangat jauh. Oleh karena
itu, dibuatlah perhitungan magnitudo mutlak, yaitu tingkat kecerlangan bintang
apabila bintang itu diletakkan hingga berjarak 10 parsec dari Bumi. Dengan
mengingat persamaan radiasi E = L /4r2, dengan E energi radiasi, L luminositas
(daya) dan r jarak, maka perhitungan jarak bintang, magnitudo semu dan
magnitudo mutlak (absolut) adalah:
Perlu diingat jarak dalam persamaan modulus di atas (d) harus dinyatakan dalam
satuan parsec. Satu parsec ialah jarak suatu bintang yang mempunyai sudut
paralaks satu detik busur, yang sebanding dengan 3,26 tahun cahaya (ly) atau
206265 satuan astronomi (AU). Jika yang ditanyakan ialah jarak, maka rumus diatas
dapat dibalik menjadi:
Jika magnitudo absolut dan magnitudo semunya diketahui, jaraknya dapat dihitung.
Kuantitas m M dikenal sebagai modulus jarak. Adapun hubungan antara
magnitudo mutlak dan luminositas (daya) bintang, L dapat diterapkan berdasarkan
rumus Pogson.
M = m + 5 - 5 log d.
CONTOH :
1.
Jika magnitudo semu bintang B 1.000 kali lebih besar daripada bintang A,
tentukanlah beda magnitudo kedua bintang !
Penyelesaian : mA mB = -2,5 log (EA/EB)
mA mB = -2,5 log (0,001)
mA mB = -2,5 (-3)
mA mB = 7,5 magnitudo
10
11
0.0064
0,16
0,4
1
2,5
6,3
16
40
100
250
630
1600
4000
104
25000
MAGNITUDO MUTLAK
akan nampak redup bila jaraknya sangat jauh. Oleh karena itu, dibuatlah
perhitungan magnitudo mutlak, yaitu tingkat kecerlangan bintang apabila bintang
itu diletakkan hingga berjarak 10 parsec dari Bumi.
Jadi, magnitudo semu (m) dan magnitudo absolut (M) sebuah bintang dengan jarak
(d) dalam parsek dapat dihubungkan oleh persamaan
Jika magnitudo absolut dan magnitudo semunya diketahui, jaraknya dapat dihitung.
Kuantitas m M dikenal sebagai modulus jarak. Adapun hubungan antara
magnitudo mutlak dan luminositas (daya) bintang, L dapat diterapkan berdasarkan
rumus Pogson
CONTOH :
Diketahui m = 10, M = 5,hitung jaraknya !
Penyelesaian : m M = -5 + 5 log d
d = 100,2(10-
5+5)
5 log d = m-M + 5
d = 102 = 100 pc
log d =
d = 100,2(m-M+5)
= 100,2(-2-M+5)
0,8 = 0,2(-2-M+5)
4
= -2-M+5
= -1
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
15
20
1,6
2,5
4
6,3
10
16
25
40
63
100
160
250
400
630
1000
1600
104
105
d = 100.2(m-M+5)
d = 100.2(-1.46-1.42+5)
= 10 0.2(2.12)
= 100.424
= 2,654 parsec = 8,64 tahun cahaya
= 100,2(m-M+5)
= 100,2(-26,73-4,74+5)
= 10-5,314
= 0.00000485 parsek 150.000.000 km = 1 AU
Jika terdapat 2 buah bintang yang berbeda 5 magnitudo, maka bintang yang satu
akan 100 kali lebih terang dari bintang yang lain.
Jika Bintang A : a m
Jika m - Bintang B 1000 kali lebih besar dari Bintang A, tentukan beda magnitudo
kedua bintang tersebut.
Cara penyelesaian: mA - mB = -2,5 . log (EA / EB)
= -2,5 . log (1 / 1000)
= -2,5 . log 0,001
= -2,5 . -3
= 7,5
Jadi, perbedaan magnitudo kedua Bintang tersebut adalah 7,5
Sistem Magnitudo
Materi yang berikutnya akan dibahas sebagai rangkaian pengenalan akan fotometri
adalah sistem magnitudo. Magnitudo adalah suatu sistem skala ukuran kecerlangan
bintang. Sistem magnitudo ini dibuat pertama kali oleh Hipparchus pada abad 2
sebelum masehi. Dia membagi terang bintang menjadi 6 kelompok berdasarkan
penampakkannya dengan mata telanjang. Bintang yang paling terang diberi
magnitudo 1 sedangkan bintang yang paling lemah yang bisa diamati oleh mata
telanjang diberi magnitudo 6. Hal yang perlu diperhatikan bahwa semakin terang
suatu bintang, semakin kecil magnitudonya. Kelemahan sistem ini adalah tidak
adanya suatu standar baku tentang terang bintang dan penentuan skala ini sangat
tergantung pada kejelian dan kualitas mata pengamat (karena bersifat kualitatif)
Ilmuwan John Herschel mendapatkan bahwa kepekaan mata dalam menilai terang
bintang bersifat logaritmik. Bintang yang bermagnitudo 1 ternyata 100 kali lebih
terang dibandingkan bintang yang bermagnitudo 6. Berdasarkan fakta ini, Pogson
merumuskan skala magnitudo secara kuantitatif. Hal ini menyebabkan sistem
magnitudo semakin banyak digunakan hingga saat ini.
Magnitudo yang kita bahas di atas merupakan ukuran terang bintang yang kita lihat
atau terang semu (ada faktor jarak dan penyerapan yang harus diperhitungkan).
Magnitudo yang menyatakan ukuran fluks energi bintang yang kita terima/ukuran
terang bintang yang kita lihat/jumlah foton yang kita terima disebut magnitudo
semu (apparent magnitude).
Hubungan antara magnitudo semu (m) dan magnitudo mutlak (M) disebut modulus
jarak.
m - M = -5 + 5 log d
dengan d adalah jarak bintang (dalam pc) dan (m-M) disebut modulus jarak.
Persamaan modulus jarak umumnya digunakan dalam menentukan jarak bintangbintang yang jauh secara tidak langsung (metode indirect). Seperti yang sudah
pernah dibahas sebelumnya bahwa metode paralaks trigonometri hanya bisa
menentukan jarak secara akurat untuk beberapa bintang dengan jarak kurang dari
500 pc. Untuk bintang yang lebih jauh lagi, perlu digunakan metode-metode tak
langsung (indirect). Salah satunya adalah dengan mengukur magnitudo semu
bintang lalu memperkirakan magnitudo mutlaknya. Cara memperkirakan magnitudo
mutlak ini banyak metode/caranya. Dengan mengetahui magnitudo semu dan
perkiraan magnitudo mutlak, maka kita bisa memperkirakan jarak suatu bintang
dengan modulus jarak.
Contoh:
Magnitudo mutlak sebuah bintang adalah M = 5 dan magnitudo semunya adalah m
= 10. Jika absorpsi oleh materi antar bintang diabaikan, berapakah jarak bintang
tersebut ?
Jadi, untuk suatu bintang, mvis berbeda dari mfot. Selisih kedua magnitudo
tersebut, yaitu magnitudo fotografi dikurang magnitudo visual disebut indeks warna
(Color Index CI).
Semakin panas atau makin biru suatu bintang, semakin kecil indeks warnanya.
Dengan berkembangnya fotografi, selanjutnya dapat dibuat pelat foto yang peka
terhadap daerah panjang gelombang lainnya, seperti kuning, merah bahkan
inframerah.
Pada tahun 1951, H.L. Johnson dan W.W. Morgan mengajukan sistem magnitudo
yang disebut sistem UBV, yaitu :
Dalam sistem UBV ini, indeks warna adalah U-B dan B-V. Semakin panas suatu
bintang, semakin kecil nilai (B-V) nya.
Dewasa ini pengamatan fotometri tidak lagi menggunakan pelat film, tetapi
dilakukan dengan kamera CCD, sehingga untuk menentukan bermacam-macam
sistem magnitudo tergantung pada filter yang digunakan.
Contoh:
Tiga bintang diamati magnitudo dalam panjang gelombang visual (V) dan biru (B)
seperti yang diperlihatkan dalam tabel di bawah.
No.
8,52
8,82
7,45
7,25
7,45
6,35
Belum tentu karena terang suatu bintang bergantung pada jaraknya ke pengamat
seperti terlihat pada rumus yang sudah dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu
bintang yang sangat terang bisa tampak sangat lemah cahayanya karena jaraknya
yang jauh.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini kita tentukan dahulu indeks warna
ketiga bintang tersebut, karena makin panas atau makin biru sebuah bintang maka
semakin kecil indeks warnanya.
Nomor bintang
B-V
1.
8,52
8,82
-0,30
2.
7,45
7,25
0,20
3.
7,45
6,35
1,10
Dari tabel di atas tampak bahwa bintang yang mempunyai indeks warna terkecil
adalah bintang no. 1. Jadi bintang terpanas adalah bintang no. 1.
Magnitudo Bolometrik
Sistem magnitudo yang sudah kita bahas di atas hanya diukur pada panjang
gelombang tertentu saja (mvis,mfot,mB,mU). Walaupun berbagai magnitudo
tersebut dapat menggambarkan sebaran energi pada spektrum bintang sehingga
dapat memberikan petunjuk mengenai temperaturnya, namun belum dapat
memberikan informasi mengenai sebaran energi pada seluruh panjang gelombang
yang dipancarkan oleh suatu bintang. Oleh sebab itu, didefinisikanlah sistem
magnitudo bolometrik (mbol) yang menyatakan magnitudo bintang yang diukur
dalam seluruh panjang gelombang.
Magnitudo mutlak bolometrik bintang sangat penting karena dapat digunakan untuk
mengetahui luminositas dari sebuah bintang (energi total yang dipancarkan
permukaan bintang per detik) dengan membandingkannya dengan magnitudo
mutlak bolometrik Matahari.
Dengan Mbol = magnitudo mutlak bolometrik bintang
Mbol = magnitudo mutlak bolometrik Matahari (4,74)
Apabila Mbol suatu bintang dapat ditentukan, maka luminositasnya juga dapat
ditentukan (dapat dinyatakan dalan luminositas Matahari). Luminositas bintang
merupakan parameter yang sangat penting dalam teori evolusi bintang. Sayangnya,
magnitudo mutlak bolometrik sangat sukar ditentukan, karena beberapa panjang
gelombang tidak dapat menembus atmosfer bumi. Untuk bintang yang panas,
sebagian energinya dipancarkan pada daerah ultraviolet. Untuk bintang yang
dingin, sebagian energinya dipancarkan pada daerah inframerah. Oleh karena itu,
pengamatan magnitudo bolometrik harus dilakukan di atas atmosfer.
Mv Mbol = BC
Untuk bintang yang sangat panas, sebagian besar energinya dipancarkan pada
daerah ultraviolet sedangkan untuk bintang yang sangat dingin, sebagian besar
energinya dipancarkan pada daerah inframerah (hanya sebagian kecil saja pada
daerah visual). Untuk bintang-bintang seperti ini, harga BC-nya besar. Untuk
bintang-bintang yang bertemperatur sedang, sebagian besar energinya
dipancarkan pada daerah visual, sehingga harga BC-nya kecil.
Karena harga BC bergantung pada warna bintang, maka kita dapat mencari
hubungan antara BC dan indeks warna (B-V). Untuk bintang yang dapat ditentukan
magnitudo bolometriknya. Didefinisikan bahwa harga terkecil BC adalah nol (BC
0). Untuk BC = 0 untuk (B-V) = 0,3.
Hubungan antara nilai BC dengan indeks warna (CI) ditunjukkan dalam grafik di
bawah ini:
Untuk Matahari, magnitudo bolometriknya (mbol) = -26,83, magnitudo mutlak
bolometriknya adalah Mbol = 4,74 dan koreksi bolometriknya BC = 0,08. Berikut
disajikan tabel temperatur efektif dan koreksi bolometrik untuk bintang-bintang
deret utama dan bintang maharaksasa.
B-V
Bintang maharaksasa
Tef
BC
Tef
BC
- 0,25
24500
2,30
26000
2,20
- 0,23
21000
2,15
23500
2,05
- 0,20
17700
1,80
19100
1,72
- 0,15
14000
1,20
14500
1,12
- 0,10
11800
0,61
12700
0,53
- 0,01
10500
0,33
11000
0,14
0,00
9480
0,15
9800
- 0,01
0,10
8530
0,04
8500
- 0,09
0,20
7910
7440
- 0,10
0,30
7450
6800
- 0,10
0,40
6800
6370
- 0,09
0,50
6310
0,03
6020
- 0,07
0,60
5910
0,07
5800
- 0,003
0,70
5540
0,12
546
0,003
0,80
5330
0,19
5200
0,10
0,90
5090
0,28
4980
0,19
1,00
4840
0,40
4770
0,30
1,20
4350
0,75
4400
0,59
Latihan:
Bintang A tampak mempunyai kecerlangan yang sama pada filter merah dan biru.
Bintang B tampak lebih terang pada filter merah daripada filter biru. Bintang C
tampak lebih terang pada filter biru daripada di filter merah. Urutkan bintangbintang itu berdasarkan pertambahan temperaturnya.
The binary star Capella has a total magnitude of 0.21m and the two components
differ in magnitude by 0.5m. The parallax of Capella is 0.063. Calculate the
absolute magnitudes of the two components.
There are about 250 millions of the stars in the elliptical galaxy M32. The visual
magnitude of this galaxy is 9. If the luminosities of all are equal, what is the visual
magnitude of one star in this galaxy?
Two stars have the same apparent magnitude and are of the same spectral type.
One is twice as far away as the other. What is the relative size of the two stars?
Sebuah galaksi diamati memiliki magnitudo visual mV = 21. Magnitudo ini
berasosiasi dengan energi dari 1011 bintang yang ada di dalamnya (terdiri dari 3
jenis). Perkirakan/hitung jarak galaksi tersebut. Untuk itu gunakan asumsi sebagai
berikut
Jenis bintang
MV
Jumlah (%)
a
1
20
b
4
50
c
6
30
Sumbe