Anda di halaman 1dari 29

Sistem Magnitudo

Magnitudo adalah tingkat kecemerlangan suatu bintang. Skala magnitudo


berbanding terbalik dengan kecemerlangan bintang, artinya makin terang suatu
bintang makin kecil skala magnitudonya. Pada zaman dulu, bintang yang paling
terang diberikan magnitudo 1 dan yang cahayanya paling lemah yang masih dapat
dilihat oleh mata diberi magnitudo 6. Sekarang diberikan ketentuan bintang dengan
beda magnitudo satu memiliki beda kecerlangan 2,512 kali (selisih lima magnitudo
berarti perbedaan kecerlangan seratus kali), jadi jika bintang A memiliki magnitudo
1 dan bintang B memiliki magnitudo 3 berarti bintang A 6,25 kali tampak lebih
terang dari bintang B. Perbandingan magnitudo semu bintang dapat menggunakan
rumus Pogson berikut:

Pengukuran magnitudo berdasarkan keadaan yang tampak dari Bumi seperti di atas
disebut magnitudo semu, m. Magnitudo mutlak (M) adalah perbandingan nilai
terang bintang yang sesungguhnya. Seperti yang Anda ketahui, jarak antara
bintang yang satu dan bintang yang lain dengan Bumi tidaklah sama. Akibatnya,
bintang terang sekalipun akan nampak redup bila jaraknya sangat jauh. Oleh karena
itu, dibuatlah perhitungan magnitudo mutlak, yaitu tingkat kecerlangan bintang
apabila bintang itu diletakkan hingga berjarak 10 parsec dari Bumi. Dengan
mengingat persamaan radiasi E = L /4r2, dengan E energi radiasi, L luminositas
(daya) dan r jarak, maka perhitungan jarak bintang, magnitudo semu dan
magnitudo mutlak (absolut) adalah:

Perlu diingat jarak dalam persamaan modulus di atas (d) harus dinyatakan dalam
satuan parsec. Satu parsec ialah jarak suatu bintang yang mempunyai sudut
paralaks satu detik busur, yang sebanding dengan 3,26 tahun cahaya (ly) atau

206265 satuan astronomi (AU). Jika yang ditanyakan ialah jarak, maka rumus diatas
dapat dibalik menjadi:

Jika magnitudo absolut dan magnitudo semunya diketahui, jaraknya dapat dihitung.
Kuantitas m M dikenal sebagai modulus jarak. Adapun hubungan antara
magnitudo mutlak dan luminositas (daya) bintang, L dapat diterapkan berdasarkan
rumus Pogson.

Misalkan magnitudo semu matahari tampak dari Bumi, m = -26,83, maka


magnitudo mutlak matahari, M ialah:

M = m + 5 - 5 log d.

mengingat jarak Bumi-Matahari = 1 AU = 1/206265 parsec, maka


M = -26,83 + 5 - 5 log (1/206265)
M = 4,74
SISTEM MAGNITUDO

Magnitudo adalah tingkat kecemerlangan suatu bintang. Skala magnitudo


berbanding terbalik dengan kecemerlangan bintang, artinya makin terang suatu
bintang makin kecil skala magnitudonya. Perbandingan magnitudo semu bintang
dapat menggunakan rumus-rumus berikut:

CONTOH :
1.
Jika magnitudo semu bintang B 1.000 kali lebih besar daripada bintang A,
tentukanlah beda magnitudo kedua bintang !
Penyelesaian : mA mB = -2,5 log (EA/EB)
mA mB = -2,5 log (0,001)
mA mB = -2,5 (-3)
mA mB = 7,5 magnitudo

TABEL MAGNITUDO SEMU (m)


-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10
11
0.0064
0,16
0,4
1
2,5
6,3
16
40
100
250
630
1600
4000
104
25000

MAGNITUDO MUTLAK

Magnitudo mutlak (M) adalah perbandingan nilai terang bintang yang


sesungguhnya. Seperti yang Anda ketahui, jarak antara bintang yang satu dan
bintang yang lain dengan Bumi tidaklah sama. Akibatnya, bintang terang sekalipun

akan nampak redup bila jaraknya sangat jauh. Oleh karena itu, dibuatlah
perhitungan magnitudo mutlak, yaitu tingkat kecerlangan bintang apabila bintang
itu diletakkan hingga berjarak 10 parsec dari Bumi.

Perhitungan jarak bintang, magnitudo semu dan magnitudo mutlak (absolut)


adalah:

Jadi, magnitudo semu (m) dan magnitudo absolut (M) sebuah bintang dengan jarak
(d) dalam parsek dapat dihubungkan oleh persamaan

Jika magnitudo absolut dan magnitudo semunya diketahui, jaraknya dapat dihitung.
Kuantitas m M dikenal sebagai modulus jarak. Adapun hubungan antara
magnitudo mutlak dan luminositas (daya) bintang, L dapat diterapkan berdasarkan
rumus Pogson

CONTOH :
Diketahui m = 10, M = 5,hitung jaraknya !

Penyelesaian : m M = -5 + 5 log d

d = 100,2(10-

5+5)
5 log d = m-M + 5

d = 102 = 100 pc

log d =

d = 100,2(m-M+5)

Diketahui m = -2, jarak = 6,3 parsek,tentukan M-nya!


Penyelesaian : 6,3

= 100,2(-2-M+5)

log 6,3 0,8

0,8 = 0,2(-2-M+5)
4

= -2-M+5

= -1

Dapat pula menggunakan tabel berikut ini :


m M = 10 5 = 5
Carilah angka m-M dikolom atas, kemudian jarak tercantum dibawahnya
Tabel Modulus Jarak (m-M) dan jarak (parsek)

-4
-3
-2
-1
0
1

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
15
20
1,6
2,5
4
6,3
10
16
25
40
63
100
160
250
400
630

1000
1600
104
105

Magnitudo semu Sirius -1,46 dan magnitude absolutnya +1,42.


Tentukan berapa tahun cahaya jarak Sirius ke Bumi!
Penyelessaian :

d = 100.2(m-M+5)
d = 100.2(-1.46-1.42+5)
= 10 0.2(2.12)
= 100.424
= 2,654 parsec = 8,64 tahun cahaya

Diketahui m8 = -26,73, M8 = 4,74, tentukan jarak dari Bumi ke Matahari !


Penyelesaian :

= 100,2(m-M+5)

= 100,2(-26,73-4,74+5)
= 10-5,314
= 0.00000485 parsek 150.000.000 km = 1 AU
Jika terdapat 2 buah bintang yang berbeda 5 magnitudo, maka bintang yang satu
akan 100 kali lebih terang dari bintang yang lain.

Perbedaan terang dirumuskan : (2,512) ^5 = 100


Contoh: Bintang A : 1 m
Bintang B : 3 m (selisih magnitudo keduanya adalah 2 m)
Maka, Bintang A (2,512)^2 kali lebih terang dari Bintang B

Jika Bintang A : a m

Bintang B : b m (m-Bintang B lebih besar dari Bintang A)


Maka,Bintang A (2,512)^b-a kali lebih besar dari Bintang B

Contoh : m-Matahari : -26,73 (a)


m-Bulan Purnama : -12,10 (b)
Selisih Magnitudonya : b - a : -12,10-(-26,73)
:14,63
Maka, Matahari mempunyai tingkat (2,512)^14,63 kali lebih terang dari Bulan
purnama.
Cara Penyelesaian : (2,512)^14,63 = x
log x = 14,63 . log 2,512
log x = 14,63 . 0,4000
log x = 5,852
x = 711.213,5
Jadi Matahari mempunyai tingkat 711.213,5 lebih terang dari Bulan Purnama

Jika m - Bintang B 1000 kali lebih besar dari Bintang A, tentukan beda magnitudo
kedua bintang tersebut.
Cara penyelesaian: mA - mB = -2,5 . log (EA / EB)
= -2,5 . log (1 / 1000)
= -2,5 . log 0,001
= -2,5 . -3
= 7,5
Jadi, perbedaan magnitudo kedua Bintang tersebut adalah 7,5
Sistem Magnitudo

Materi yang berikutnya akan dibahas sebagai rangkaian pengenalan akan fotometri
adalah sistem magnitudo. Magnitudo adalah suatu sistem skala ukuran kecerlangan
bintang. Sistem magnitudo ini dibuat pertama kali oleh Hipparchus pada abad 2
sebelum masehi. Dia membagi terang bintang menjadi 6 kelompok berdasarkan
penampakkannya dengan mata telanjang. Bintang yang paling terang diberi
magnitudo 1 sedangkan bintang yang paling lemah yang bisa diamati oleh mata
telanjang diberi magnitudo 6. Hal yang perlu diperhatikan bahwa semakin terang
suatu bintang, semakin kecil magnitudonya. Kelemahan sistem ini adalah tidak
adanya suatu standar baku tentang terang bintang dan penentuan skala ini sangat
tergantung pada kejelian dan kualitas mata pengamat (karena bersifat kualitatif)

Ilmuwan John Herschel mendapatkan bahwa kepekaan mata dalam menilai terang
bintang bersifat logaritmik. Bintang yang bermagnitudo 1 ternyata 100 kali lebih
terang dibandingkan bintang yang bermagnitudo 6. Berdasarkan fakta ini, Pogson
merumuskan skala magnitudo secara kuantitatif. Hal ini menyebabkan sistem
magnitudo semakin banyak digunakan hingga saat ini.

Skala Pogson untuk magnitudo (semu):


m1 - m2 = -2,5log(E1/E2)
dengan :
m1 : magnitudo (semu) bintang 1
m2 : magnitudo (semu) bintang 2
E1 : Fluks pancaran yang diterima pengamat dari bintang 1
E2 : Fluks pancaran yang diterima pengamat dari bintang 2

Harga acuan (pembanding standar) skala magnitudo mula-mula digunakan bintang


Polaris. Bintang Polaris ditetapkan memiliki magnitudo 2 dan bintang lainnya
dibandingkan terhadap bintang Polaris. Bintang Polaris, yang juga bintang kutub
langit utara, dipilih karena bintang ini terlihat dari seluruh observatorium yang ada
di belahan bumi utara (karena pada masa itu, belahan bumi utara lebih
berkembang dan maju secara teknologi). Namun, bintang ini ternyata memiliki
kecerlangan yang berubah-ubah (Polaris ternyata adalah sebuah bintang variabel
Cepheid) sehingga kecerlangan Polaris tidak bisa digunakan sebagai
patokan/standar baku. Oleh sebab itu, astronom menentukan bintang - bintang
lainnya untuk dijadikan standar.

Untuk mengukur kecerlangan suatu bintang digunakan alat yang dinamakan


fotometer. Prinsip kerjanya adalah dengan memanfaatkan gejala fotolistrik. Efek
fotolistrik inilah yang membuat Einstein memperoleh hadiah Nobel (dan bukan
karena hukum relativitas). Penerapan efek fotolistrik ini antara lain diterapkan pada
sel surya, chip CCD, dll. Cahaya (atau gelombang elektromagnetik lainnya) ketika
menyentuh kelompok bahan tertentu akan menyebabkan elektron yang ada di
permukaan bahan akan terlepas. Jumlah elektron yang terlepas tergantung dari
intensitas radiasi gelombang elektromagnetik yang diterimanya. Jumlah elektron
yang dihasilkan ini dapat menghasikan arus listrik yang dapat kita ukur. Dengan
prinsip inilah, kita dapat mengukur intensitas cahaya sebuah bintang.

Cara terbaik untuk mengukur magnitudo adalah dengan membandingkan


kecerlangan suatu bintang dengan bintang standar yang ada di dekatnya. Hal ini
disebabkan perbedaan keadaan atmosfer antara kedua bintang (bintang standar
dan bintang program/yang diamati) tidaklah besar. Atmosfer Bumi dapat menyerap
sebagian cahaya bintang dan besarnya penyerapan tergantung dari ketinggian dan
kondisi atmosfer yang dilewati cahaya bintang sebelum sampai ke detektor
pengamat. Pada saat ini, sudah banyak bintang standar, baik di langit belahan utara
maupun selatan.

Magnitudo yang kita bahas di atas merupakan ukuran terang bintang yang kita lihat
atau terang semu (ada faktor jarak dan penyerapan yang harus diperhitungkan).
Magnitudo yang menyatakan ukuran fluks energi bintang yang kita terima/ukuran
terang bintang yang kita lihat/jumlah foton yang kita terima disebut magnitudo
semu (apparent magnitude).

Untuk menyatakan luminositas atau kuat sebenarnya sebuah bintang, kita


definisikan besaran magnitudo mutlak (intrinsic/absolute magnitude), yaitu
magnitudo bintang yang diandaikan diamati dari jarak 10 pc.

Skala Pogson untuk magnitudo mutlak (M) :


M1 - M2 = -2,5log(L1/L2)
dengan :
M1 : magnitudo mutlak bintang 1

M2 : magnitudo mutlak bintang 2


L1 : Luminositas bintang 1
L2 : Luminositas bintang 2

Hubungan antara magnitudo semu (m) dan magnitudo mutlak (M) disebut modulus
jarak.
m - M = -5 + 5 log d
dengan d adalah jarak bintang (dalam pc) dan (m-M) disebut modulus jarak.

Persamaan modulus jarak umumnya digunakan dalam menentukan jarak bintangbintang yang jauh secara tidak langsung (metode indirect). Seperti yang sudah
pernah dibahas sebelumnya bahwa metode paralaks trigonometri hanya bisa
menentukan jarak secara akurat untuk beberapa bintang dengan jarak kurang dari
500 pc. Untuk bintang yang lebih jauh lagi, perlu digunakan metode-metode tak
langsung (indirect). Salah satunya adalah dengan mengukur magnitudo semu
bintang lalu memperkirakan magnitudo mutlaknya. Cara memperkirakan magnitudo
mutlak ini banyak metode/caranya. Dengan mengetahui magnitudo semu dan
perkiraan magnitudo mutlak, maka kita bisa memperkirakan jarak suatu bintang
dengan modulus jarak.

Hal yang perlu diperhatikan adalah persamaan modulus jarak di atas


valid/benar/akurat jika diasumsikan tidak ada materi antar bintang yang terletak di
antara arah pandang kita ke bintang. Materi antar bintang tersebut dapat
mengabsorpsi sebagian cahaya bintang. Jika keberadaan serapan oleh materi antar
bintang (MAB) tidak diabaikan, maka persamaan modulus jaraknya :
m - M = -5 + 5 log d + AV
dengan AV : konstanta serapan materi antar bintang.

Contoh:
Magnitudo mutlak sebuah bintang adalah M = 5 dan magnitudo semunya adalah m
= 10. Jika absorpsi oleh materi antar bintang diabaikan, berapakah jarak bintang
tersebut ?

Jawab : m = 10 dan M = 5, dari rumus Pogson


m M = -5 + 5 log d
diperoleh, 10 5 = -5 + 5 log d
5 log d = 10
log d = 2 --> d = 100 pc

Sebelum perkembangan fotografi, magnitudo bintang ditentukan dengan mata.


Kepekaan mata untuk daerah panjang gelombang yang berbeda tidak sama. Mata
terutama peka untuk cahaya kuning hijau di daerah = 5 500 , karena itu
magnitudo yang diukur pada daerah ini disebut magnitudo visual atau mvis.

Dengan berkembangnya fotografi, magnitudo bintang selanjutnya ditentukan


secara fotografi. Pada awal fotografi, emulsi fotografi mempunyai kepekaan di
daerah biru-ungu pada panjang gelombang sekitar 4.500 . Magnitudo yang diukur
pada daerah ini disebut magnitudo fotografi atau mfot .

Jadi, untuk suatu bintang, mvis berbeda dari mfot. Selisih kedua magnitudo
tersebut, yaitu magnitudo fotografi dikurang magnitudo visual disebut indeks warna
(Color Index CI).
Semakin panas atau makin biru suatu bintang, semakin kecil indeks warnanya.

Dengan berkembangnya fotografi, selanjutnya dapat dibuat pelat foto yang peka
terhadap daerah panjang gelombang lainnya, seperti kuning, merah bahkan
inframerah.

Pada tahun 1951, H.L. Johnson dan W.W. Morgan mengajukan sistem magnitudo
yang disebut sistem UBV, yaitu :

U = magnitudo semu dalam daerah ultraungu (ef = 3500 )


B = magnitudo semu dalam daerah biru ( ef = 4350 )
V = magnitudo semu dalam daerah visual ( ef = 5550 )

Dalam sistem UBV ini, indeks warna adalah U-B dan B-V. Semakin panas suatu
bintang, semakin kecil nilai (B-V) nya.

Dewasa ini pengamatan fotometri tidak lagi menggunakan pelat film, tetapi
dilakukan dengan kamera CCD, sehingga untuk menentukan bermacam-macam
sistem magnitudo tergantung pada filter yang digunakan.

Contoh:
Tiga bintang diamati magnitudo dalam panjang gelombang visual (V) dan biru (B)
seperti yang diperlihatkan dalam tabel di bawah.
No.

8,52

8,82

7,45

7,25

7,45

6,35

Tentukan bintang nomor berapakah yang paling terang ? Jelaskanlah alasannya


Bintang yang anda pilih sebagai bintang yang paling terang itu dalam kenyataannya
apakah benar-benar merupakan bintang yang paling terang ? Jelaskanlah jawaban
anda.
Tentukanlah bintang mana yang paling panas dan mana yang paling dingin.
Jelaskanlah alasannya.
Jawab:
Bintang paling terang adalah bintang yang magnitudo visualnya paling kecil. Dari
tabel tampak bahwa bintang yang magnitudo visualnya paling kecil adalah bintang
no. 3, jadi bintang yang paling terang adalah bintang no. 3

Belum tentu karena terang suatu bintang bergantung pada jaraknya ke pengamat
seperti terlihat pada rumus yang sudah dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu
bintang yang sangat terang bisa tampak sangat lemah cahayanya karena jaraknya
yang jauh.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini kita tentukan dahulu indeks warna
ketiga bintang tersebut, karena makin panas atau makin biru sebuah bintang maka
semakin kecil indeks warnanya.
Nomor bintang

B-V

1.

8,52

8,82

-0,30

2.

7,45

7,25

0,20

3.

7,45

6,35

1,10

Dari tabel di atas tampak bahwa bintang yang mempunyai indeks warna terkecil
adalah bintang no. 1. Jadi bintang terpanas adalah bintang no. 1.

Magnitudo Bolometrik

Sistem magnitudo yang sudah kita bahas di atas hanya diukur pada panjang
gelombang tertentu saja (mvis,mfot,mB,mU). Walaupun berbagai magnitudo
tersebut dapat menggambarkan sebaran energi pada spektrum bintang sehingga
dapat memberikan petunjuk mengenai temperaturnya, namun belum dapat
memberikan informasi mengenai sebaran energi pada seluruh panjang gelombang
yang dipancarkan oleh suatu bintang. Oleh sebab itu, didefinisikanlah sistem
magnitudo bolometrik (mbol) yang menyatakan magnitudo bintang yang diukur
dalam seluruh panjang gelombang.

Magnitudo mutlak bolometrik bintang sangat penting karena dapat digunakan untuk
mengetahui luminositas dari sebuah bintang (energi total yang dipancarkan
permukaan bintang per detik) dengan membandingkannya dengan magnitudo
mutlak bolometrik Matahari.
Dengan Mbol = magnitudo mutlak bolometrik bintang
Mbol = magnitudo mutlak bolometrik Matahari (4,74)

Persamaan modulus jarak untuk magnitudo bolometrik (absorpsi MAB diabaikan):


mbol - Mbol = -5 + 5log d
dengan d dalam parsec.

Apabila Mbol suatu bintang dapat ditentukan, maka luminositasnya juga dapat
ditentukan (dapat dinyatakan dalan luminositas Matahari). Luminositas bintang
merupakan parameter yang sangat penting dalam teori evolusi bintang. Sayangnya,
magnitudo mutlak bolometrik sangat sukar ditentukan, karena beberapa panjang
gelombang tidak dapat menembus atmosfer bumi. Untuk bintang yang panas,
sebagian energinya dipancarkan pada daerah ultraviolet. Untuk bintang yang
dingin, sebagian energinya dipancarkan pada daerah inframerah. Oleh karena itu,
pengamatan magnitudo bolometrik harus dilakukan di atas atmosfer.

Untuk memudahkan, magnitudo bolometrik ditentukan secara teori berdasarkan


pengamatan di bumi. Atau, dapat ditentukan secara tidak langsung, yaitu dengan
memberikan koreksi pada magnitudo visualnya, yang disebut koreksi bolometrik
(Bolometric Correction - BC).
mv mbol = BC

Mv Mbol = BC

Nilai BC tergantung pada temperatur atau warna bintang.

Untuk bintang yang sangat panas, sebagian besar energinya dipancarkan pada
daerah ultraviolet sedangkan untuk bintang yang sangat dingin, sebagian besar
energinya dipancarkan pada daerah inframerah (hanya sebagian kecil saja pada
daerah visual). Untuk bintang-bintang seperti ini, harga BC-nya besar. Untuk
bintang-bintang yang bertemperatur sedang, sebagian besar energinya
dipancarkan pada daerah visual, sehingga harga BC-nya kecil.

Karena harga BC bergantung pada warna bintang, maka kita dapat mencari
hubungan antara BC dan indeks warna (B-V). Untuk bintang yang dapat ditentukan
magnitudo bolometriknya. Didefinisikan bahwa harga terkecil BC adalah nol (BC
0). Untuk BC = 0 untuk (B-V) = 0,3.

Hubungan antara nilai BC dengan indeks warna (CI) ditunjukkan dalam grafik di
bawah ini:
Untuk Matahari, magnitudo bolometriknya (mbol) = -26,83, magnitudo mutlak
bolometriknya adalah Mbol = 4,74 dan koreksi bolometriknya BC = 0,08. Berikut
disajikan tabel temperatur efektif dan koreksi bolometrik untuk bintang-bintang
deret utama dan bintang maharaksasa.

B-V

Bintang deret utama

Bintang maharaksasa

Tef

BC

Tef

BC

- 0,25

24500

2,30

26000

2,20

- 0,23

21000

2,15

23500

2,05

- 0,20

17700

1,80

19100

1,72

- 0,15

14000

1,20

14500

1,12

- 0,10

11800

0,61

12700

0,53

- 0,01

10500

0,33

11000

0,14

0,00

9480

0,15

9800

- 0,01

0,10

8530

0,04

8500

- 0,09

0,20

7910

7440

- 0,10

0,30

7450

6800

- 0,10

0,40

6800

6370

- 0,09

0,50

6310

0,03

6020

- 0,07

0,60

5910

0,07

5800

- 0,003

0,70

5540

0,12

546

0,003

0,80

5330

0,19

5200

0,10

0,90

5090

0,28

4980

0,19

1,00

4840

0,40

4770

0,30

1,20

4350

0,75

4400

0,59

Latihan:
Bintang A tampak mempunyai kecerlangan yang sama pada filter merah dan biru.
Bintang B tampak lebih terang pada filter merah daripada filter biru. Bintang C
tampak lebih terang pada filter biru daripada di filter merah. Urutkan bintangbintang itu berdasarkan pertambahan temperaturnya.
The binary star Capella has a total magnitude of 0.21m and the two components
differ in magnitude by 0.5m. The parallax of Capella is 0.063. Calculate the
absolute magnitudes of the two components.
There are about 250 millions of the stars in the elliptical galaxy M32. The visual
magnitude of this galaxy is 9. If the luminosities of all are equal, what is the visual
magnitude of one star in this galaxy?
Two stars have the same apparent magnitude and are of the same spectral type.
One is twice as far away as the other. What is the relative size of the two stars?
Sebuah galaksi diamati memiliki magnitudo visual mV = 21. Magnitudo ini
berasosiasi dengan energi dari 1011 bintang yang ada di dalamnya (terdiri dari 3
jenis). Perkirakan/hitung jarak galaksi tersebut. Untuk itu gunakan asumsi sebagai
berikut
Jenis bintang
MV
Jumlah (%)
a
1
20
b
4
50

c
6
30

Sumbe

Anda mungkin juga menyukai