Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM UOB I

Fluidisasi

Disusun oleh:
Kelompok 3
Ega Adi Surya

(1306412174)

Fakhri Rafiki

(1306447751)

Faustina Prima Martha

(1306404802)

Giovanni Anggasta Paulika. T

(1306412155)

TEKNOLOGI BIOPROSES
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat karunia-Nya lah laporan akhir praktikum ini dapat selesai disusun. Laporan akhir
praktikum ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Operasi Bioproses I
dengan topik Fluidisasi.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dianursanti sebagai
dosen praktikum UOB modul fluidisasi yang telah memberikan bimbingan dalam
penulisan laporan akhir praktikum ini. Selain itu, penulis juga ingin berterimakasih kepada
asisten laboratorium fluidisasi, saudara Kasandika Ganiarsa, yang telah memberikan
arahan dalam tersusunnya laporan akhir praktikum ini. Juga kepada orangtua penulis yang
telah memberikan dukungan dan cinta tanpa syarat dalam kegiatan perkuliahan penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan untuk
dapat menjadikan makalah ini menjadi lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar
makalah ini dapat memberikan pembahasan yang jelas dan komprehensif sesuai dengan
tema yang diangkat dalam makalah ini.

Depok, 28 September 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Kata
Pengantar.................................................................................................................
.1
Daftar
Isi............................................................................................................................
2
BAB I
Pendahuluan............................................................................................................
.........3
BAB II
Tinjauan
Pustaka................................................................................................................5
BAB III
Alat
&
Bahan
Prosedur.................................................................................................10

dan

BAB IV
Analisis....................................................................................................................
..........15
Daftar
Pustaka...................................................................................................................
19

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Suatu fluida tidak hanya akan ditemui dalam dunia Teknik Kimia, tetapi juga
akan ditemui dalam dunia Teknologi Bioproses. Suatu gas ataupun cairan akan
mengalir dalam suatu unggun. Dalam dunia Bioproses seringkali ditemukan contoh
aliran fluidisasi dalam bentuk laminar, misalnya untuk mukrofluida atau fluida yang
mengalir antar mikroorgnaisme. Selain itu, dalam dunia Bioproses suatu fluida juga
dapat mengalir secara turbulenbiasanya ditemukan dalam suatu oabrik perusahaan di
bidang Teknologi Bioproses, biofilter, dan lain sebagainya (Modul Praktikum Unit
Operasi Bioproses I)
Fluidisasi adalah suatu fenomena berubahnya sifat suatu padatan (bed) dalam
suatu reaktor menjadi bersifat seperti fluida dikarenakan adanya aliran fluida ke
dalamnya baik berupa liquid maupun gas. Pada saat suatu aliran gas dilewatkan
melalui bagian bawah partikel padat yang diam, aliran gas akan bergerak ke atas dan
mengisi bagian partikel yang kosong. Partikel padat disebut juga sebagai partikel
unggun. Laju alir udara pada kolom yang kosong disebut kecepatan superfisial,
sementara kecepatan udara di antara partikel unggun disebut kecepatan interstitial.
(Laboratorium Proses dan Operasi Teknik I, 1989).
Peristiwa fluidisasi ini secara sederhana bisa dilihat pada percobaan fluidsasi
yang terjadi apabila ada suatu aliran fluida yang mengalir melewati partikel unggun
yang berada di dalam tabung. Sehingga aliran tersebut memberikan pressure drop

sepanjang unggun. Pressure drop akan naik jika kecepatan superficial (superficial
velocity) naik.
Kecepatan superficial adalah kecepatan aliran fluida pada saat tabung kosong.
Pada kecepatan superficial fluida yang rendah, unggun di dalam tabung mula mula
diam. Jika kemudian kecepatan superficial dinaikkan maka pada suatu saat gaya seret
fluida menyebabkan unggun mengembang dan menyebabkan tahanan terhadap aliran
udara mengecil, sampai akhirnya gaya seret tersebut cukup untuk mendukung gaya
berat partikel unggun. Kemudian unggun terfluidisasi dan sistem solid-fluida
menunjukkan sifat sifat seperti fluida. Agar partikel partikel solid bisa terfluidisasi
maka dibutuhkan kecepatan tertentu dari fluida yang dialirkan, kecepatan ini disebut
sebagai kecepatan minimun fluidiasai (minimum fludization velocity).
Fluidisasi pada aplikasinya memiliki kegunaan yang luas di industri. Salah
satu alasan unggun terfluidisasi memiliki aplikasi yang luas adalah karakteristik
transfer panasnya yang sangat baik. Hal ini didukung kuat oleh berubahnya sifat dari
unggun tersebut menjadi seperti fluida sehingga transfer panas yang terjadi adalah
transfer panas konveksi. Dengan demikian partikel yang memasuki unggun
terfluidisasi segera mencapai temperatur unggun dan partikel dalam unggun bersifat
isothermal pada semua situasi. Gas yang memasuki unggun juga akan segera
mencapai temperatur unggun. Hampir tidak adanya variasi temperatur dalam unggun
yang terfluidisasi dikarenakan pencampuran merata dan area kontak yang luas antara
gas dan partikel.
Jadi kita sebagai mahasiswa teknologi Bioproses merasa penting dan perlu
untuk mempelajari fluidisasi dan aspek aplikasinya dalam industri. Karena pada
proses industri Teknologi Bioproses juga berkaitan dengan perlakuan gas-solid,
liquid-solid, sehingga fluidisasi berperan penting dalam proses tersebut.
1.2.

Perumusan Masalah
Dalam laporan ini terdapat beberapa rumusan makalah yang selanjutnya akan
dijawab dalam pembahasan. Rumusan-rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh laju alir fluida terhadap ketingian unggun dan Pressure
drop serta bagaimana pengaruh/hubungan keduanya satu sama lain?
2. Bagaimanakah menentukan laju alir udara untuk memperoleh kondisi fluidisasi
yang optimum?
3. Bagaimana pengaruh laju alir fluida terhadap transfer panas dalam unggun
terfluidisasi yang meliputi suhu heater, koefisien transfer panas, kedalaman
heater dan kedalaman termokopelnya?
4. Bagaimanakah proses terjadinya transfer panas dalam unggun?
5. Bagaimana karakteristik fluidisasi dengan mengamati hubungan laju alir fluida
terhadap ketinggian unggun dan perubahan tekanan?
6. Bagaimana menentukan laju alir fluida minimun untuk mencapai fluidisasi?
7. Bagaimana hubungan pengaruh perilaku increasing dan decreasing laju alir fluida
terhadap ketinggian unggun dan perubahan tekanan?

1.3.

Tujuan
Percobaan ini memiliki tujuan sebagai berikut:
4

1. Percobaan I bertujuan untuk mengetahui korelasi antara laju alir udara dengan
tinggi unggun dan penurunan tekanan sepanjang unggun.
2. Percobaan II bertujuan untuk mengetahui hubungan antara laju alir udara dengan
koefisien transfer panas pada unggun.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Pustaka
Fluidisasi merupakan suatu peristiwa saat benda padat (atau disebut bed atau unggun)
bersifat seperti fluida. Fluidisasi dapat terjadi saat partikel-partikel unggun dikontakkan
dengan fluida. Ketika fluida dialirkan melewati partikel-partikel pada unggun, maka fluida
akan mengalami pressure drop. Pressure drop ini disebabkan oleh adanya resistansi/hambatan
yang dialami oleh aliran fluida saat bergerak akibat adanya partikel unggun yang
menghalangi aliran fluida. Dalam bidang industri kimia, hal ini merupakan fenomena yang
umum terjadi. Contohnya adalah ketika mereaksikan SO 2 menjadi SO3 dimana gas dialirkan
melewati unggun berisi katalis.
Aliran fluida melewati unggun yang diam dapat digambarkan oleh hukum Darcy.
Darcy mengatakan bahwa kecepatan rata-rata dari fluida yang mengalir melewati unggun
berbanding lurus dengan penurunan tekanan yang terjadi sepanjang unggun dan berbanding
terbalik dengan ketebalan unggun. Dengan demikian, berdasarkan hukum Darcy diketahui
bahwa terdapat hubungan yang linier antara laju aliran fluida dengan beda tekanan yang
terjadi pada unggun, selama aliran yang terbentuk adalah aliran yang streamline. Asumsi
aliran streamline ini dapat diambil karena nilai bilangan Reynold, bilangan tak berdimensi
yang menggambarkan jenis aliran fluida, kecil, mengingat bahwa baik kecepatan fluida
maupun jarak antar partikel unggun relatif kecil. Hukum Darcy dapat digambarkan sebagai:
5

uc =

K ( P)
..............................................................
l
....(1)

Terjadinya penurunan tekanan/pressure drop juga dipengaruhi luas permukaan


spesifik partikel unggun serta kekosongan partikel tersebut. Kekosongan partikel atau disebut
sebagai voidage akan berbanding terbalik dengan pressure drop di sepanjang unggun.
Semakin besar kekosongan yang terdapat pada unggun, maka akan semakin besar celah
tempat fluida dapat mengalir dan hambatan yang dialami fluida pun menjadi berkurang.
Sebagai akibatnya, aliran fluida dapat lebih lancar dan penurunan tekanan akibat hambatan
unggun pun berkurang. secara matematis, hubungan ini digambarkan oleh persamaan
Carman-Kozeny:

K } {{e} ^ {3}} over {{S} ^ {2} (1- {e} ^ {2} )} {1} over {} {(-P)} over {
1
uc =
.............................................................(2)
Seperti yang telah dijelaskan dalam hukum Darcy dan persamaan yang digambarkan
oleh Carman-Kozeny, dapat disimpulkan bahwa kenaikan laju alir superficial fluida (laju alir
saat fluida dialirkan pada tabung kosong) akan berakibat pada kenaikan pressure drop.
Seiring dengan naiknnya pressure drop, maka gaya seret yang dikenakan oleh fluida pada
pada partikel unggun akan semakin besar. Gaya seret merupakan gaya yang timbul akibat
adanya kontak antara partikel unggun dengan fluida yang mengalir di sekitarnya.
Gaya seret yang dialami oleh partikel unggun akan terus meningkat seiring dengan
naiknya laju aliran fluida, sampai suatu ketika fluida akan mencapai laju fluidisasi minimum
(umf). Laju fluidisasi minimum adalah laju fluida yang memberikan gaya seret yang sebanding
dengan gaya berat yang dimiliki oleh partikel unggun. Dengan demikian, total gaya yang
berpengaruh pada partikel unggun akan sama dengan nol dan unggun dikatakan tepat akan
terfluidisasi. Saat unggun tepat akan terfluidisasi, maka kenaikan kecepatan aliran fluida yang
sedikit saja akan menyebabkan gaya seret pada partikel unggun lebih besar dari pada gaya
berat, sehingga unggun akan terangkat oleh gaya seret tersebut. Saat unggun terbawa oleh
aliran fluida inilah yang disebut sebagai unggun terfluidisasi.
Karena partikel unggun kini sudah terangkat oleh aliran fluida, maka kini kekosongan
antar partikel akan menjadi sama. Karena kekosongan pada tiap daerah menjadi sama, maka
penurunan tekanan pada unggun akan menjadi konstan. Hal ini karena tahanan yang dialami
fluida pada setiap titik dalam unggun sama, sehingga tidak ada perbedaan yang terjadi pada
setiap titik dalam unggun. Secara umum, hubungan antara laju aliran fluida dan penurunan
tekanan dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Pressure drop pada unggun diam dan unggun terfluidisasi


Dapat dilihat berdasarkan gambar 1. bahwa pressure drop akan naik secara linier
sampai mencapai titik A seiring dengan terjadinya kenaikan laju alir fluida, sampai pada titik
A, penurunan tekanan tidak lagi linier. Pada titik A inilah terjadi laju fluidisasi minimum yang
mengakibatkan unggun terfluidisasi. Saat fluidisasi partikel sudah stabil maka hambatan yang
dialami fluida pada setiap titik dalam unggun akan menjadi sama dan pressure drop akan
menjadi konstan (C-D).
Jika laju fluidisasi kembali diturunkan maka partikel unggun yang tadinya berjauhan
akan saling mendekat dan suatu saat akan menempel satu sama lain (titik E). Pada saat ini
maka unggun akan kembali diam namun porositasnya akan cenderung lebih stabil dari
sebelumnya sehingga penurunan tekanan yang terjadi akan lebih kecil jika dibandingkan
dengan saat awal unggun terfluidisasi. Selama partikel dalam unggun tidak mengalami
getaran dan fluidisasi ideal, maka perubahan pressure drop akan sesuai dengan garis F-E-C-D
dan akan sama dengan gaya bouyansi partikel. Akan tetapi, pada unggun yang nyata hal ini
sulit terjadi karena sulit menghindari terjadinya getaran pada unggun. Selain itu, terdapat
peristiwa channelling dalam unggun serta efek dari gaya friksi partikel dengan dinding
unggun yang mengakibatkan fluidisasi tidak ideal. Hubungan antara pressure drop dengan
kekosongan bed saat terfluidisasi dapat digambarkan dengan persamaan:
P=( 1e ) ( s ) lg ......................................................(3)
Laju fluidisasi minimum juga dapat diperhitungkan dengan menggunakan persamaan
Carman-Kozeney. Akan tetapi, persamaan Karman-Kozeney memiliki rezim aliran tertentu
sehingga saat alira fluida tidak berada pada batas rezim alirannya, persamaan ini tidak dapat
digunakan. Oleh sebab itu, sering kali digunakan persamaan yang lebih umum untuk
menghitung besar laju fluidisasi minimum yaitu dengan menggunakan persamaan ergun:
2
( 1e mf )
P
=150
l
e3mf

)( ) ( )( )
umf
1e mf
+1,75
2
d
e 3mf

u2mf
d

...................................

(4)
7

Fluidisasi pada unggun tidak hanya berpengaruh pada pressure drop yang terjadi di
dalam unggun, namun juga berpengaruh pada terjadinya perubahan pada tinggi unggun. Pada
awal sebelum fluida dialirkan melewati unggun, partikel-partikel unggun akan bertumpuk
satu sama lain. Partikel unggun yang telah tersusun dan bertumpuk akan memiliki ketinggian
tertentu dengan nilai kekosongan tertentu. Ketika fluida mulai dialirkan melewati unggun,
fluida akan mengalir melewati celah-celah yang terdapat pada unggun.
Saat laju alir superfisial fluida berada di bawah laju fluidisasi minimum, fluida belum
memiliki energi yang cukup untuk dapat melawan gaya berat dari tiap partikel yang
bertumpuk satu sama lain. Sebagai akibatnya, fluida akan menngalir melewati celah yang
terdapat antar partikel. Saat fluida mencapai laju fluidisasi minimumnya, maka gaya pada
partikel menjadi sama dengan nol dan kenaikkan laju alir superfisial fluida sedikit saja akan
mengakibatkan unggun terfluidisasi. Partikel unggun yang kini dipengaruhi gaya seret oleh
fluida terbawa oleh aliran fluida yang bergerak naik dan tinggi unggun pun akan meningkat.
Secara teoritis, besarnya gaya seret yang terjadi pada partikel unggun akan terus
meningkat seiring dengan adanya kenaikan laju alir superfisial fluida. Dengan demikian,
semakin tinggi laju alir fluida, maka tinggi bed akan semakin tinggi. Kenaikan tinggi ini akan
terus disertai dengan adanya gerak jatuh bebas dari partikel unggun yang terangkat naik. Pada
saat kecepatan fluida cukup besar untuk membawa partikel mengalir bersama fluida (laju
superfisial fluida lebih besar dari kecepatan terminal partikel unggun), maka tekanan akan
mengalami peningkatan karena adanya gaya seret antara fluida dengan dinding yang nilainya
menjadi signifikan. Pada saat inilah partikel unggun akan berekspansi maksimum dan ikut
mengalir dengan aliran fluida.

Gambar 2. Gradien tekanan dalam unggun dibandingkan dengan laju alir superfisial fluida.
Proses perpindahan panas pada unggun terfluidisasi dikatakan dapat berlangsung
secara lebih baik. Bahkan dikatakan bahwa pada sistem gas-padat, koefisien perpindahan
panas dapat meningkat hingga 100 kali lipat (Coulson, 2002.). Salah satu penyebab proses
perpindahan panas yang baik adalah karena pada unggun terfluidisasi, partikel-partikel di
8

dalamnya terdistribusi dengan baik. Unggun yang telah terfluidisasi penuh memiliki
temperatur unggun yang seragam. Luas permukaan kontak transfer panas antara fluida
dengan partikel unggun juga sangat tinggi, sehingga transfer panas antar fasa sangat baik.
Saat terfluidisasi, transfer panas terjadi dalam bentuk konveksi, berlawanan dengan padatan
yang pada umumnya mentransfer panas dengan konduksi.
Terdapat tiga mekanisme perpindahan kalor yang diduga mengakibatkan adanya
peningkatan dalam koefisien perpindahan kalor yang diakibatkan oleh adanya partikel
unggun. Yang pertama adalah karena partikel memiliki kapasitas kalor per unit volume yang
lebih besar di bandingkan udara, sehingga dapat berperan sebagai agen pembawa kalor. Pada
unggun terfluidisasi, terjadi pergerakan unggun yang cepat, partikel berpindah dari limbak ke
lapisan gas dan berdekatan dengan permukaan perpindahan kalor. Partikel ini memindahkan
kalor lalu kembali ke aliran limbaknya. Mekanisme kedua adalah erosi dari laminar sub layer
dari permukaan perpindahan kalor partikel, sehingga mengurangi tebal efektifnya.
Mekanisme ketiga adalah bahwa terdapat paket partikel yang bergerak menuju permukaan
perpindahan kalor, dimana proses perpindahan kalor tak tunak terjadi.

Gambar 3. Hubungan antara koefisien perpindahan kalor dengan laju alir fluida.
Koefisien perpindahan kalor pada unggun terfluidisasi dapat dihitung dengan
menggunakan rumus perhitungan kalor konveksi:
h=

Q
A h ( T 1T 2) ............................................................

....(5)

Nilai Q dalam persamaan dapat dihitung dengan menggunakan data daya pada
heater/pemanas yang digunakan, yaitu dengan mengalikan nilai tegangan dengan nilai arus
listrik yang mengalir.

10

BAB III
ALAT & BAHAN dan PROSEDUR
3.1 Instrumentasi Peralatan dan Bahan
Percobaan fluidisasi ini menggunakan alat perpindahan panas dalam unggun
terfluidisasi Fluid Bed Heat Transfer Unit. Sesuai dengan namanya, alat fluidisasi
pemindah panas ini berfungsi untuk memindahkan atau mendistribusikan panas yang berasal
dari heater dalam chamber secara merata dengan proses fluidisasi. Peralatan utama alat ini
berupa tabung yang telah terisi partikel unggun yang telah dilengkapi dengan saluran udara
masuk pada bagian bawah dan saluran udara keluar pada bagian atas. Tabung tersebut telah
dipasangi alat pengukur tekanan yang telah dihubungkan dengan manometer, heater dan alat
pengukur suhu yang telah dihubungkan dengan controller dan termometer.

Gambar . Fluid Bed Heat Transfer Unit H692


Berikut adalah penjelasan tiap komponen dari alat fluid bed heat transfer unit H692
yang digunakan pada percobaan ini :
1.

Chamber
Data spesifikasi chamber :
o Diameter chamber : 105 mm
o Luas chamber : 8,66 x 10-3 m2
o Panjang chamber: 220 mm
11

Chamber merupakan tabung yang berisi partikel unggun (bed). Chamber terdiri dari
sebuah tabung kaca dengan pelat logam di bagian atas dan di bagian bawah bed. Chamber
memiliki saluran udara pada bagian bawah untuk jalur masuk udara ke dalam chamber dan
pada bagian atas untuk jalur keluar udara tersebut dari chamber.
2. Cylinder Mounting
Bagian ini terdiri dari elemen pemanas (heater), termokopel, dan pengukur tekanan.
Ketiga alat tersebut dapat digerakkan secara vertikal untuk disesuaikan dengan ketinggian
bed di dalam bed chamber. Tiga elemen ini sudah terhubung dengan masing-masing alat
pengukurnya yaitu indikator suhu, indikator tekanan manometer, dan kontrol suhu pemanas.
Spesifikasi elemen heater :
o 12.7 mm diameter x 37 mm panjang
o Surface area 16 cm2
3. Indikator suhu dan
Pada permukaan heater, terdapat dua buah termokopel yang berfungsi untuk
mengukur temperatur permukaan heater dan yang lainnya berfungsi untuk melindungi dari
nilai setting yang berlebih. Temperatur yang terbaca adalah temperatur heater (T1),
temperatur di sekitar probe temperatur (T2), dan temperatur udara yang keluar dari kompresor
dan masuk ke dalam unggun (T3)
Variabel transformer merupakan alat untuk mengontrol laju perpindahan panas dari
heater. Pada permukaan heater, terdapat dua buah termokopel yang berfungsi untuk
mengukur temperatur permukaan heater dan yang satunya lagi berfungsi untuk melindungi
dari nilai setting yang berlebih.

Gambar . Alat Indikator dan Kontrol Suhu

12

4. Unggun
Spesifikasi elemen unggun :

Fused Alumina (Al2O3 putih)


Densitas 3770 kg/m3

Ukuran material 250m-320m

Partikel unggun (bed) yang digunakan dalam percobaan ini adalah alumina.

Gambar . Unggun Terfluidisasi


5.

Manometer
Pada bagian lain alat ini terdapat dua buah manometer yang berisi fluida air.
Manometer pertama digunakan untuk mengukur penurunan tekanan unggun
sedangkan manometer kedua digunakan untuk mengukur penurunan tekanan udara
sebelum dan sesudah melewati orifice.

6.

Pengukur Laju Alir


Spesifikasi pengukur laju alir :

Fluida yang digunakan : udara


Densitas fluida : 1.2 kg/m3

Nilai yang tertera pada tabung ini berkisar antara 0,2-1,7 m 3/s. Kita dapat menentukan
besarnya laju alir dengan memutar valve yang ada pada bagian bawah. Pada alat pengukur
laju alir udara ini, terdapat penunjuk besanya kecepatan berupa beban yang akan terangkat
saat udara diperbesar.
13

Gambar . Pengukur Laju Alir

14

3.2 Prosedur Percobaan


3.2.1 Percobaan 1
Terdapat dua tujuan yang akan dicapai pada percobaan pertama ini, yaitu mengetahui
hubungan antara laju alir udara dengan tinggi unggun dan mengetahui hubungan antara laju
alir udara dengan penurunan tekanan sepanjang unggun. Adapun prosedur yang kami lakukan
adalah sebagai berikut:
Mastikan pipa manometer yang berada di dalam chamber berada di dalam unggun
1. Mencatat tinggi awal unggun (Hb0)
2. Mengatur laju alir udara menjadi 0.2 L/s
3. Mencatat ketinggian unggun (Hb) dan tekanan di dalam unggun pada manometer
(h1)
4. Menarik pipa manometer yang berada di dalam unggun ke luar unggun, lalu
mencatat nilai tekanan pada manometer (h2)
5. Mengulang langkah 3-5 untuk laju alir 0.4, 0.6, 0.8, 1.0, 1.2, 1.4, 1.6, 1.7 L/s
(secara berurutan)
6. Mengulang percobaan dengan laju alir mulai dari 1.7 L/s, berkurang hingga 0 L/s.

3.2.2 Percobaan 2
tujuan yang akan dicapai pada percobaan pertama ini, yaitu mengetahui hubungan antara laju
alir udara dengan koefisien transfer panas pada unggun. Adapun prosedur yang kami lakukan
adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.

Mencatat temperatur udara ruangan yang digunakan (T3)


Memastikan bahwa heater dan thermocouple berada di dalam unggun.
Mengatur temperatur heater menjadi AoC (tergantung asisten)
Mengatur laju alir udara menjadi 0 L/s
Menunggu selama kira-kira 2 menit, lalu mencatat temperatur
thermocouple (T2)
6. Mengulang langkah 5 untuk laju alir 0.4, 0.8, 1.2, dan 1.7 L/s
7. Mengulang langkah 4-6 untuk temperatur heater BoC dan CoC.

BAB IV
PEMBAHASAN
15

Analisis Korelasi Laju Alir dan Tinggi Bed

Grafik Hubungan Laju Alir & Tinggi Bed


16
14
12
10
8
Tinggi Bed (cm)
6
4
2
0

Laju Alir Naik


Laju Alir Turun

0.5

1.5

Laju Alir (L/s)

Grafik 1. Hubungan Laju Alir dan Tinggi Bed


Dari grafik 1 diatas, pada percobaan dengan menaikkan laju alir dari 0 L/s sampai
dengan 1,7 L/s, dapat dilihat bahwa bed mulai bergerak (terfluidisasi) dan menyebabkan
tinggi bed bertambah saat diberikan laju alir 0,8 L/s. Saat laju alir volumetrik udara
dinaikkan, tinggi bed terus mengalami kenaikan hingga mencapai ketinggian paling
besar saat diberikan laju alir 1,7 L/s. Saat laju alir volumetrik diturunkan dari 1,7 L/s
sampai dengan 0 L/s dapat dilihat bahwa ketinggian bed turun seiring dengan penurunan
laju alir, hingga pada saat laju alir 0,8 L/s bed tidak lagi mengalami penurunan tinggi.
Saat laju alir superfisial fluida berada di bawah laju fluidisasi minimum, fluida belum
memiliki energi yang cukup untuk dapat melawan gaya berat dari tiap partikel yang
bertumpuk satu sama lain. Sebagai akibatnya, fluida akan menngalir melewati celah yang
terdapat antar partikel. Saat fluida mencapai laju fluidisasi minimumnya, maka gaya
pada partikel menjadi sama dengan nol dan kenaikkan laju alir superfisial fluida sedikit
saja akan mengakibatkan unggun terfluidisasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kecepatan fluidisasi minimum pada percobaan ini adalah 0,8 L/s.
Namun, data yang didapat kurang akurat perubahan ketinggian unggun hanya diukur
pada satu titik. Seharusnya minimal tiga titik unggun yang diukur sehingga error atau
standar devisi dari hasil dapat diketahui. Penyimpangan dapat disebabkan karena adanya
kebocoran pada chamber sehingga udara yang dialirkan tidak sepenuhnya mengalir ke
unggun, tetapi sebagian mengalir keluar chamber. Selain itu, kompressor yang tidak
stabil menyebabkan supply udara yang masuk ke chamber tidak stabil sehingga
mempengaruhi data hasil percobaan.
Analisis Korelasi Laju Alir dan Pressure Drop

16

Grafik Hubungan Laju Alir dan Pressure Drop


1.4
1.2
1
0.8

Laju Alir Naik

Pressure Drop (Pa) 0.6

Laju Alir Turun

0.4
0.2
0
0

0.5

1.5

Laju Alir (L/s)

Grafik 2. Hubungan Laju Alir dan Pressure Drop


Pressure drop dalam percobaan ini didapat dari selisih tekanan pada chamber dan
tekanan pada bed (unggun). Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa pressure drop terus
naik seiring dengan naiknya laju alir udara, bahkan setelah unggun terfluidisasi. Secara
teoritis, pressure drop akan terus naik seiring dengan kenaikan laju alir udara. Namun,
setelah kecepatan minimum fluidisasi tercapai atau dalam kata lain unggun telah
terfluidisasi, hambatan yang dialami fluida pada setiap titik dalam unggun akan menjadi
sama dan pressure drop akan menjadi konstan. Begitu pula saat laju alir udara
diturunkan, pressure drop akan konstan hingga mencapai titik kecepatan minimum
fluidisasi. Setelah melewati titik tersebut, pressure drop akan turun seiring dengan
penurunan laju alir udara yang diberikan.
Penyimpangan dari teori tersebut disebabkan karena adanya kebocoran pada chamber
sehingga udara yang dialirkan tidak sepenuhnya mengalir ke unggun, tetapi sebagian
mengalir keluar chamber. Selain itu, kompressor yang tidak stabil menyebabkan supply
udara yang masuk ke chamber tidak stabil sehingga mempengaruhi data hasil percobaan.
Ketidaktelitian membaca skala pada pengukuran tekanan bed maupun chamber juga
mempengaruhi data hasil percobaan ini.
Analisis Korelasi Laju Alir dan Perpindahan Panas

17

Grafik Hubungan Waktu & Suhu pada Suhu 90 C


56
54
52
50
Suhu ( C) 48
46
44
42

Suhu Bed saat Laju Alir


1 L/s
Suhu Chamber saat Laju
Alir 1 L/s
Suhu Bed saat Laju Alir
1,6 L/s
Suhu Chamber saat Laju
Alir 1,6 L/s
0 10 20 30 40 50 60
waktu (menit)

Grafik 3. Hubungan Waktu dan Suhu pada suhu 90 C

Grafik Hubungan Waktu dan Suhu pada Suhu 120C

Suhu (C)

80

Suhu Bed saat Laju Alir


1 L/s

60

Suhu Chamber saat Laju


Alir 1 L/s

40
20

Suhu Bed Saat Laju Alir


1,6 L/s

Suhu Chamber saat Laju


Alir 1,6 L/s

0 10 20 30 40 50 60
Waktu (menit)

Grafik 4. Hubungan Waktu dan Suhu pada suhu 120 C


Percobaan ini menghasilkan data berupa suhu pada bed dan chamber saat diberikan
laju alir tertentu dan diberikan panas tertentu. Panas pada percobaan ini diberikan lewat
heater yang terletak pada unggun. Secara teoritis, perpindahan panas yang ditunjukkan
oleh pemerataan suhu, akan lebih baik saat laju alir udara yang lebih tinggi yaitu 1,6 L/s.
Berdasarkan data yang disajikan pada kedua grafik di atas, terlihat bahwa suhu bed
maupun chamber saat diberikan laju alir 1,6 L/s lebih tinggi dan seragam. Namun, seperti
yang ditunjukkan pada grafik 3, saat diberikan suhu 90 C dan laju alir 1,6 L/s data suhu
yang didapat fluktuatif dan tidak sesuai dengan teori. Akan tetapi, pada grafik 4, saat
diberikan suhu 120 C suhu bed dan chamber lebih tinggi dan lebih seragam bila
dibandingkan dengan saat diberikan laju alir 1 L/s yang mana sesuai dengan teori.
Penyimpangan dari teori tersebut disebabkan karena adanya kebocoran pada chamber
sehingga udara yang dialirkan tidak sepenuhnya mengalir ke unggun, tetapi sebagian
mengalir keluar chamber. Selain itu, kompressor yang tidak stabil menyebabkan supply
udara yang masuk ke chamber tidak stabil sehingga mempengaruhi data hasil percobaan.
18

Saat mengukur suhu chamber, praktikan menaikkan termokopel dari dalam unggun ke
chamber dan menurunkannya lagi untuk mengukur suhu pada unggun. Pergerakan
termokopel tersebut menyebabkan tidak akuratnya data percobaan berupa suhu yang
dicatat, karena posisi saat mengukur suhu unggun berbeda-beda. Semakin dekat
termokopel dengan heater maka secara otomatis data suhu yang didapat akan semakin
tinggi dan sebalikny

DAFTAR PUSTAKA
Modul Praktikum Unit Operasi Bioproses I
http://akademik.che.itb.ac.id/labtek/wp-content/uploads/2009/02/modul-213fluidisasi.pdf (diakses Sabtu, 24 Oktober 2015)
19

http://repository.upnyk.ac.id/6143/1/widayati__exergi_des_2010.pdf (diakses Sabtu,


24 Oktober 2015)
tekim.undip.ac.id/staf/widiasa/files/2012/03/Fluidisasi_01.ppt(diakses
Sabtu, 24 Oktober 2015)

20

Anda mungkin juga menyukai