Anda di halaman 1dari 2

Mega Proyek Listrik 35000 MW

LATAR BELAKANG
Indonesia kini di ambang krisis energi. Lebih dari 37 juta penduduk Indonesia, atau
setara sekitar 15% dari total jumlah penduduk, saat ini tidak memiliki akses listrik untuk
kebutuhan mendasar seperti penerangan dan kesehatan(Wanhar 2015). Angka ini belum
termasuk pemadaman bergilir dan gangguan yang sering terjadi di sejumlah daerah di
seantero Indonesia.
Proyeksi kelistrikan menyebutkan indeks elastisitas energi Indonesia diperkirakan
sekitar 1.6, yang berarti untuk meningkatkan satu persengross domestic product
national (National GDP) dibutuhkan 1.6 persen pertumbuhan energi. Dengan kata lain,
untuk menopang pertumbuhan ekonomi sebesar 6% per tahun diperlukan setidaknya
peningkatan energi sebesar 9.6%setiap tahunnya(Panigoro 2015). Sementara itu, kapasitas
listrik terpasang sampai akhir tahun 2014 baru mencapai 53.585 MW dengan rasio
elektrifikasi nasional sebesar 84.3 %. Kondisi ini tentu saja sangat mengkhawatirkan,
pasalnya ketersediaan dan keandalan pasokan listrik mutlak dibutuhkan dalam pergerakan
ekonomi suatu negara.
Pemerintahan Jokowi - Jusuf Kalla baru-baru ini mencanangkan program
pembangunan pembangkit listrik dengan kapasitas 35.000 MW beserta infrastruktur
ketenagalistrikan lainnya yang akan dilaksanakan selama tahun 2015-2019 untuk mengatasi
krisis kelistrikan.Dengan penambahan kapasitas sebesar 7.968 MW yang sedang dalam
tahap konstruksi, total penambahan kapasitas pembangkit hingga tahun 2019 diharapkan
akan mencapai 42,9 GW. Total kapasitas pembangkit listrik ini terdiri dari pembangkitan oleh
PT PLN (persero) sebesar sebesar 42% (18 GW) dan swasta melalui
mekanisme Independent Power Producers (IPP) sebesar 58% (24,9 GW)(Direktorat Jendral
Ketenagalistrikan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral 2015).
Untuk membangun infrastruktur pembangkit dan memenuhi jumlah kapasitas yang
ditargetkan, Kementrian ESDM mengeluarkan peraturan menteri no. 3/2015 yang mengatur
harga dan prosedur pembangkitan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) mulut tambang,
PLTU Batubara, Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) dan Pembangkit Listrik Tenaga
Air(PLTA). Setidaknya ada delapan terobosan hal baru yang akan dilakukan untuk
menyukseskan target mega-proyek 42,9 GW ini dalam 5 tahun, diantaranya: proses
pemilihan pengembang swasta (IPP) dengan mekanisme penunjukkan langsung, penetapan
harga patokan tertinggi untuk IPP,danpemberlakuan uji tuntas (due diligence) untuk kinerja
pengembang dan kontraktor(Wanhar 2015).
Meskipun demikian, sejumlah praktisi kelistrikanmeragukan target proyek 42,9 GW
ini akan berhasil tepat pada waktu yang direncanakan. Keterbatasan dalam pembiayaan
yang diperkirakan mencapai Rp. 608,5 triliunmenjadi kendala utama, belum lagi PT PLN
(persero) masih harus menanggung kewajiban sejumlah pembayaran. Laporan keuangan
PT PLN tahun 2014 lalu mengindikasikan PT PLN masih menyisakan utang pembayaran
dengan nilai lebih dari Rp 700 juta (PT PLN (Persero) 2014). Oleh karena itu,fasilitasfasilitas pembiayaan ulang (refinancing) mutlak diperlukan untuk menunjang mega-proyek
ini. Beberapa diantaranya adalah bank-bank pembangunan seperti Asian Development Bank

(ADB) dan Islamic Development Bank (IDB) yang memberikan jangka pengembalian yang
relatif panjang.
Tantangan lainnya adalah permasalahan penyediaan lahan wilayah kerja pembangkit
listrik. Telah jamak diketahui, kendala saat pembangunan yang paling sering dihadapi
adalah pembebasan lahan yang kerap memakan waktu bertahun-tahun. Penyebab
utamanya adalah seringkali ketidaksepahaman skema ganti rugi dan klaim sepihak lahan
oleh penduduk sekitar. Namun demikian, rintangan yang tak ringan itu diharapkan dapat
terpecahkan dengan dimulainya pemberlakuan UU 2/2012 tentang pembebasan dan
penyediaan lahan. Selain itu, perlu adanya solusi lain dengan mengikutsertakan peran
masyarakat sekitar dalam pembangunan pembangkit listrik untuk menumbuhkan rasa
memiliki bersama.
Pertumbuhan penggunaan energi Indonesia tidak dapat dibendung seiring dengan
pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat. Perkembangan proyek 42,9 GW ini menjadi
titik penting untuk menggerakkan roda perekonomian Indonesia yang lebih maju dan
merata. Di sisi lain,mega proyek35 ribu MW dapat menghematpenggunaan diesel sehingga
dapat menekan beban impor produk migas yang mencapai 28 milyar US dollar (Badan
Pusat Statistik 2014). Pada akhirnya, keberhasilan mega proyek 35 ribu MW tidak terlepas
peran serta aktif bahu membahu dari pemerintah, swasta dan masyarakat sehingga tujuan
ketahanan energi Indonesia bukan hanya sekedar wacana

Anda mungkin juga menyukai