Anda di halaman 1dari 3

Abstrak

Paper ini dibuat menyelesaikan Ujian Tengah Semester, yang mana akan mengulas tentang
pemahaman dari kasus proyek penambahan pembangkit 35.000 MW yang dilihat dari
proses bisnis perencanaan sistem tenaga litrik mulai dari filosofi PMO, pengantar RUPTL
atau undang undang yang mengatur sistem tenaga listrik, perkiraan beban, sampai dengan
perencaan sistem pembangkitan. Pembuatan paper dengan menggunakan metode analisis
dari beberapa jurnal yang terkait.

Jelasin secara umum isi paper : Analisis Proyek 35000 MW berdasarkan perencanaan STL
27baris

Pendahuluan

Proyek penambahan pembangkit pada Peluncuran Program Pembangunan Pembangkit


35.000 MW, merupakan komitmen pemerintah dalam menjawab permasalahan bangsa dan
negara untuk menciptakan kedaulatan energi. Peluncuran program ini ditandai dengan
penandatanganan Power Purchased Agreement (PPA) dan Letter of Intent (LoI) untuk EPC
(engineering, procurement, construction) serta Groundbreaking beberapa pembangkit.
Untuk mensukseskan program 35.000 MW ini, Pemerintah mendorong peran swasta untuk
berpartisipasi dalam usaha penyediaan tenaga listrik melalui proyek Engineering,
Procurement, and Construction (EPC), skema Independent Power Producer (IPP),
Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS), sewa beli (Build, Lease and Transfer) serta Private
Power Utility (PPU) atau penetapan wilayah usaha.

Jelasin tentang proyek 35000 MW 15 baris

Masalah/metodologi

Apakah proyek 35000MW telah memenuhi prinsp+ip bisnis PMO?

Berdasarkan data PLN, berikut rincian progres pembangunan proyek listrik 35.000 MW
hingga Juni 2021; Beroperasi 10.600 MW, Konstruksi 17.690 MW, Telah kontrak/PPA 6.060
MW, Pengadaan 800 MW, Perencanaan 700 MW.

pemerintah memprogramkan 35.000 MW pemnagkit listrik diseluruh wilayah Indonesia


dalam kurun waktu tahun dari (2015-2019) Program 35.000 MW ini bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Hal ini tentu
akan berdampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi di luar Jawa, yang sebelumnya
kekurangan suplai listrik. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 6-7% pertahun.
Penambahan listrik dalam negri membutuhkan tambahan sedikitnya 7.000 megawaat (MW)
pertahun tertuang di RPTL (Rencana Penyediaan Tenaga Listrik)2015-2024. Dalam program
35.000 MW di bagi menjadi 2 pemerintah dan swasta. Dimana pemerintah mendapatkan 29%
(10.681 MW) dan swasta mendapatkan 79% ( 25.904 MW ).dalam program ini pemerintah
membagi ada beberapa pembangkit listrik yaitu : PLTU(Pembangkit Listrik Tenaga Uap)
25.58%, PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) 1.18% , PLTG (Pembangkit Listrik
Tenaga Gas) 26.12% , PLTMG( Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas )7.84% , PLTGU
( Pembangkit Tenaga Gas Uap ) 40.68% dan PLTM ( Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro )
0.59% .

Menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, setelah dilakukan
revaluasi aset, kemampuan keuangan Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah meningkat
sekitar 65%. Dengan kemampuan keuangan tersebut, PLN yakin dapat membangun
pembangkit tenaga listrik sebesar 29% dari total kapasitas 35.000 MW.

Program pembangunan pembangkit listrik yang telah direncanakan sejak 2015 ini sebagian
besar telah memasuki masa konstruksi dan akan segera beroperasi. Namun, sebagian
pihak menilai tingkat oversupply PLN berpotensi naik karena pasokan listriknya bertambah,
namun permintaannya masih rendah.Rendahnya permintaan listrik kian tertekan seiring
dengan kontraksi perekonomian Indonesia pada 2020 akibat pandemi Covid-19. Menurut
data PLN, penjualan listrik pada tahun 2020 terkontraksi sebesar 0,79%. Dengan demikian,
dalam RUPTL 2021-2030 PLN memproyeksikan pertumbuhan listrik akan berada di level
4,9% per tahun. Angka ini lebih rendah dibanding proyeksi sebelumnya, di mana
pertumbuhan listrik diprediksi sebesar 6,4% per tahun dalam RUPTL 2019-2028.

Kebijakan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan terkait ketahanan energi yang tepat untuk
masalah energi pada masa pandemi saat ini yaitu Arah pengembangan pembangkitan tenaga
listrik berdasarkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) adalah sebagai
berikut(KESDM, 2019):

a. Lokasi pembangkit harus sedekat mungkin dengan sumber energi primer

b. Setiap pembangkit tenaga listrik harus menyediakan pasokan bagi masyarakat disekitarnya
c. Prioritas pertama adalah sumber EBT, berikutnya adalah batubara mulut tambang dan gas
mulut sumur (wellhead)

d. Porsi EBT dalam bauran energi pembangkitan tenaga listrik sekitar 23% pada 2025
e. Pembangkit base load dapat sekaligus berfungsi sebagai load follower dengan
meningkatkan fleksibilitas operasinya

f. PLTU menggunakan teknologi yang lebih ramah lingkungan dan memiliki efisiensi tinggi
seperti Clean Coal Technology (CCT)

g. PLTG dan PLTMG didorong menjadi close cycle/combined cycle sehingga menjadi
PLTGU dan PLTMGU

h. Pembangkit BBM hanya untuk pasokan tenaga listrik mendesak dan sementara seperti
daerah krisis, black start, dan cadangan emergency

i. PLTG/GU/MG/MGU di sistem kecil diarahkan untuk menggunakan platform maupun


barge dengan moda transportasi gas milk run.

j. Pembangkit yang bersifat sementara (kontrak jangka pendek 1 s.d. 5 tahun) harus dibatasi
dan dikendalikan secara ketat.

Pembahasan

Jawab pertanyaan di atas dan jelasin detail

Penutup

Kesimpulan dan saran

Anda mungkin juga menyukai