Anda di halaman 1dari 38

PROSES BISNIS

SATUAN INDEPENDENT POWER PRODUCER (SIPP)


PT. PLN (PERSERO)

I. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud Proses Bisnis ini disusun untuk memberikan informasi
mengenai rangkaian Proses manajemen IPP di PT. PLN (Persero).
Tujuan Proses Bisnis ini disusun untuk memberikan gambaran
mengenai Proses Bisnis manajemen IPP secara menyeluruh dalam
penyediaan, pengelolaan dan pengendalian operasi IPP secara terintegrasi
sesuai peran dan tanggung jawab fungsi Korporat, Bisnis Regional, dan Unit
Pelaksana Induk di PT. PLN (Persero).

II. INFORMASI UMUM


Independent Power Producers (IPP) (dalam Bahasa Indonesia
diistilahkan sebagai Pembangkit Listrik Swasta (PLS)) adalah suatu
perusahaan yang didirikan untuk melaksanakan pembangunan pembangkit
tenaga listrik dan menjual produksi listriknya kepada pihak yang secara
kontraktual akan membeli tenaga listrik tersebut (offtaker), dalam sebuah
kerangka perjanjian/kontrak yang disebut sebagai Perjanjian Jual Beli Tenaga
Listrik (PJBTL) atau Power Purchase Agreement (PPA). Pada konteks bisnis
tenaga listrik di Indonesia, PT PLN (Persero) (PLN) adalah offtaker tersebut
dan pihak swasta yang berkontrak dengan PLN disebut sebagai IPP.
Poses Bisnis Manajemen IPP ini menegaskan kembali peran dan
tanggung jawab antara Fungsi Korporat, Bisnis Regional, dengan unit
operasionalnya. Peran dan tanggung jawab fungsi Korporat, Bisnis Regional
dan Unit Pelaksana lnduk dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai
dengan Poses Bisnis Manajemen IPP yang telah ditetapkan, apabila
pelaksanaan pekerjaan belum ditetapkan Poses Bisnis Manajemen IPP maka
pelaksanaannya mengacu kepada Peraturan Direksi dan Peraturan
Perundangan yang berlaku. Hal-hal yang terkait dengan perubahan yang
belum cukup diatur dalam proses bisnis dan alur proses bisnis akan
ditetapkan lebih lanjut oleh pemilik fungsi proses bisnis (Business Process
Owner') sesuai dengan kewenangan dan tupoksi masing masing BPO.

III. DEFINISI DAN ISTILAH


Untuk memahami konteks bisnis IPP di PLN, perlu diketahui istilah-
istilah yang sering dan secara umum digunakan antara lain sebagai berikut:
a. Special Purpose Company (SPC) atau kadang disebut sebagai Special
Purpose Vehicle (SPV), adalah suatu perusahaan yang dibentuk oleh para
sponsor/investor untuk menandatangani dan melaksanakan PPA, yang
kewajiban utamanya adalah mengembangkan (termasuk diantaranya,
namun tidak terbatas pada, mendapatkan pembiayaan dan memperoleh
perijinan), membangun dan mengoperasikan dan memiliki pembangkit
tenaga listrik, untuk dijual kepada PLN. SPC inilah yang disebut sebagai
IPP.
b. Seller atau Penjual, adalah istilah yang digunakan untuk pihak IPP dalam
PPA.
c. Buyer atau Pembeli, adalah istilah yang digunakan untuk pihak PLN
dalam PPA.
d. Performance Security (PS) atau Jaminan Pelaksanaan, adalah suatu
jaminan dalam bentuk Garansi Bank (Bank Guarantee) dalam nilai yang
ditentukan oleh PLN, yang harus diserahkan oleh IPP kepada PLN sebagai
jaminan untuk melaksanakan kewajibannya dalam PPA. PS terdiri dari dua
jenis yaitu:
i. PS I (tahap pertama) yang menjamin perolehan pembiayaan untuk
proyek (pencapaian Financing Date (FD)); dan
ii. PS II (tahap kedua) yang menjamin pencapaian Commercial Operation
Date (COD) proyek;
PLN berhak mencairkan Jaminan Pelaksanaan tersebut apabila IPP gagal
menunjukkan performa dalam pencapaian masing-masing tahapan
sebagaimana yang diatur dalam PPA.
e. PreQualification (PQ) atau prakualifikasi, adalah suatu proses menilai
kualifikasi calon peserta pengadaan/lelang berdasarkan kriteria-kriteria
yang ditentukan PLN, yang jika dapat dipenuhi maka peserta
pengadaan/lelang yang ditunjuk sebagai pemenang, nantinya diperkirakan
akan mampu melaksanakan proyek IPP yang dilelang.
Kriteria-kriteria utama untuk PQ antara lain:
i. Kriteria umum (meliputi ketentuan umum misalnya: tidak masuk dalam
daftar hitam (blacklist), tidak lalai melaksanakan kewajiban pajak, tidak
mempunyai catatan kriminal, dll),
ii. Kriteria bisnis (meliputi susunan konsorsium peserta dan persyaratan
administratif lainnya),
iii. Kriteria teknis (meliputi pengalaman pengembangan IPP, Operation &
Maintenance pembangkit tenaga listrik dan Engineering Procurement
Construction pembangkit tenaga listrik), dan
iv. Kriteria keuangan (current ratio, EBITDA, Debt to Service Coverage
Ratio (DSCR), dll).
Penentuan besaran masing-masing kriteria berdasarkan kapasitas
proyek IPP yang dilelang.
f. Request for Proposal (RFP), adalah dokumen yang diterbitkan kepada
peserta yang sudah lulus kualifikasi yang menandai dimulainya
pelelangan. RFP berisi ketentuan lelang dan instruksi kepada peserta
lelang. Peserta yang berminat mengikuti lelang harus menyampaikan
Proposal Administrasi & Teknis serta Proposal Harga. Kedua proposal
tersebut disampaikan dalam waktu bersamaan dalam dua sampul (satu
tahap dua sampul). Sampul pertama yang berisi Proposal Administrasi &
Teknis dibuka lebih dahulu untuk selanjutnya dievaluasi. Hanya peserta
yang lulus evaluasi Administrasi & Teknis yang dapat melanjutkan ke
pembukaan Proposal Harga, sedangkan yang tidak lulus maka Proposal
Harganya dikembalikan.
g. Power Purchase Agreement (PPA), adalah perjanjian jual beli tenaga
listrik yang ditandatangani oleh IPP dengan PLN yang berisi syarat dan
ketentuan (terms and conditions) jual beli tenaga listrik yang mengikat
kedua belah pihak. Kapasitas (MW) yang diperjanjikan adalah kapasitas
bersih (net) dari pembangkit tenaga listrik (tidak termasuk untuk
pemakaian sendiri).
h. Financial Close (FC), adalah hari terjadinya penarikan pertama dana
pinjaman (initial drawdown) dari Pemberi Pinjaman (Lender).
i. Financing Date (FD), adalah hari terjadinya pemenuhan semua syarat
tangguh (conditions precedent) tercapainya tahap pembiayaan proyek IPP,
diantaranya: terjadinya FC, selesainya EPC Contract, tersedianya lahan,
terbentuknya SPC dan diserahkannya PS II. FD ini menandai dimulainya
tahap konstruksi.
j. Commercial Operation Date (COD), adalah hari terjadinya operasi
komersial pembangkit tenaga listrik. Masa operasi pembangkit tenaga
listrik dihitung dari saat COD ini.

IV. PERENCANAAN PENGADAAN IPP


Pengadaan IPP diawali dengan identifikasi terhadap kebutuhan IPP
dalam RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) yang berlaku.
Identifikasi dilakukan terhadap kebutuhan jenis pembangkit, kapasitas serta
tahun COD (Commercial Operation Date) IPP tersebut. Dari identifikasi
tersebut dapat direncanakan pelaksanaan pengadaan IPP dengan target COD
sesuai RUPTL. Pada umumnya, pelaksanaan pengadaan IPP dimulai pada 4-6
tahun sebelum tahun COD, utamanya tergantung pada metoda pengadaan
yang akan digunakan serta perkiraan periode konstruksi yang diperlukan.
Metoda pengadaan IPP yang akan diterapkan ditentukan berdasar
peraturan yang berlaku; saat ini adalah Peraturan Menteri ESDM No. 001
Tahun 2006 jo Peraturan Menteri ESDM No. 004 Tahun 2007 tentang Prosedur
Pembelian Tenaga Listrik dan/atau Sewa Menyewa Jaringan dalam Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum dan Permen ESDM No.
03 tahun 2015 tentang Prosedur Pembelian Tenaga Listrik dan Harga Patokan
Pembelian Tenaga Listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG /
PLTMG, dan PLTA oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) melalui
Pemilihan Langsung dan Penunjukan Langsung.
Berdasarkan Permen tersebut, pembelian tenaga listrik (atau
pengadaan IPP) oleh PLN dapat dilakukan melalui pelelangan umum,
penunjukan langsung, atau pemilihan langsung. Pada dasarnya, pengadaan
IPP oleh PLN harus dilakukan melalui pelelangan umum. Pengadaan IPP
melalui penunjukan langsung atau pemilihan langsung harus memenuhi
kondisi-kondisi tertentu yang diatur secara spesifik dalam Peraturan Menteri
ESDM tersebut. Bila ditentukan bahwa pengadaan IPP tersebut akan
dilakukan melalui pemilihan langsung atau penunjukan langsung, PLN harus
menyampaikan surat permohonan persetujuan pembelian tenaga listrik
melalui pemilihan langsung / penunjukan langsung kepada MESDM, disertai
dengan justifikasinya. Selain PLN, calon pengembang juga dapat mengajukan
usulan penjualan tenaga listrik melalui penunjukan langsung kepada MESDM,
setelah ada kesediaan PLN untuk membeli tenaga listrik yang ditawarkan
tersebut. Proses pengadaan dapat dimulai setelah PLN atau calon
pengembang mendapatkan persetujuan tersebut dari MESDM.

A. METODE PENGADAAN IPP


1. Pelelangan Umum
Proses pelelangan dimulai dengan penyusunan dokumen-dokumen
pengadaan (termasuk Jadwal Pengadaan, Dokumen Prakualifikasi, Dokumen
RFP [Request for Proposal] dan Harga Perkiraan Sendiri [HPS]) oleh Panitia
Pengadaan, yang selanjutnya harus mendapatkan persetujuan dan
pengesahan dari Pengguna Barang / Jasa. Panitia kemudian mengumumkan
rencana pengadaan IPP melalui pelelangan umum tersebut di media massa.
Sampai peserta lelang mendaftar dan mengambil Dokumen Prakualifikasi,
waktu yang dibutuhkan adalah 10 hari. Kemudian panitia menjelaskan
kepada peserta mengenai Dokumen Prakualifikasi selambat-lambatnya 7 hari
setelah peserta mendaftar dan mengambil Dokumen Prakualifikasi. Setelah
itu peserta harus melengkapi seluruh dokumen yang dipersyaratkan,
kemudian disampaikan secara lengkap kepada panitia paling lambat 15 hari
sejak panitia menjelaskan mengenai Dokumen Prakualifikasi.
Pelelangan proyek IPP dilakukan dengan prakualifikasi, yang bertujuan
untuk menjaring calon peserta lelang yang kredibel dalam mengembangkan
IPP. Untuk itu, prakualifikasi dilakukan dengan menggunakan kriteria-kriteria
tertentu guna memastikan kemampuan keuangan maupun kemampuan
teknis para peserta dalam melaksanakan bisnis pengembangan IPP.
Evaluasi kemampuan keuangan dimaksudkan untuk menjaring peserta
yang memiliki kemampuan keuangan yang cukup untuk meng-cover nilai
equity yang diperlukan untuk pengembangan proyek (minimal 25% dari nilai
Total Project Cost). Sedangkan evaluasi kemampuan teknis diperlukan untuk
menjaring peserta yang memiliki pengalaman dalam mengembangkan dan
mengoperasikan atau memelihara IPP yang telah mencapai COD dengan
jenis dan kapasitas tertentu. Dengan kemampuan-kemampuan tersebut,
diharapkan nantinya peserta yang ditunjuk sebagai pemenang lelang akan
dapat mendapatkan pendanaan dari Lenders dan mencapai COD sesuai yang
dijadwalkan.
Sesuai Permen ESDM di atas, proses prakualifikasi harus diikuti oleh
paling sedikit 3 (tiga) peserta, dengan paling sedikit 3 (tiga) peserta juga
yang dinyatakan lulus prakualifikasi. Bila peserta yang lulus prakualifikasi
kurang dari 3 (tiga), maka Panitia harus melakukan prakualifikasi ulang. Jika
setelah dilakukan prakualifikasi ulang peserta yang lulus ternyata hanya 2
(dua) peserta yang dinyatakan lulus, maka kedua peserta tersebut dapat
ditetapkan sebagai calon peserta lelang. Namun bila ternyata peserta yang
lulus prakualifikasi ulang hanya 1 (satu) peserta, maka proses pengadaan
dapat diteruskan melalui penunjukan langsung kepada peserta tersebut.
Waktu yang dibutuhkan sampai panitia mengumumkan calon peserta lelang
yang lulus tahap prakualifikasi adalah 15 hari sejak peserta menyampaikan
dokumen secara lengkap. Kemudian panitia memberikan waktu 5 hari
kepada peserta untuk melakukan sanggahan (jika ada). Setelah itu, terhitung
7 hari sejak masa sanggah, panitia mengumumkan jadwal pelelangan umum
kepada seluruh peserta yang lolos prakualifikasi.
Setelah Panitia mengumumkan calon peserta lelang yang lulus tahap
prakualifikasi, proses selanjutnya adalah penerbitan Dokumen RFP yang
telah disetujui dan disahkan oleh Pengguna Barang / Jasa. Waktu yang
dibutuhkan peserta untuk mengambil Dokumen RFP adalah 5 hari sejak
panitia mengumumkan jadwal lelang. Dokumen RFP pada intinya berisikan
tentang deskripsi proyek, persyaratan proposal penawaran, form-form yang
harus disampaikan peserta, prosedur evaluasi, serta penjelasan singkat
tentang Power Purchase Agreement (PPA). Kemudian panitia akan
menyampaikan penjelasan mengenai Dokumen RFP 5 hari sejak peserta
mengambil Dokumen RFP. Calon peserta diberikan waktu yang cukup, pada
umumnya 90 (sembilan puluh) hari kerja dari penjelasan lelang, untuk
menyusun dan mempersiapkan proposal (dokumen penawaran). Dokumen
penawaran tersebut akan terdiri dari Proposal Administrasi & Teknis serta
Proposal Harga.
Calon peserta diwajibkan menyampaikan proposalnya sebelum atau
pada saat Bid Closing Date disertai dengan Jaminan Penawaran dengan nilai
dan masa berlaku sesuai yang telah ditetapkan dalam Dokumen RFP. Nilai
Jaminan Penawaran untuk Pengadaan IPP, sesuai Kepdir PLN No. 305/2010
adalah sebesar 1% (satu persen) dari perkiraan nilai transaksi penjualan kWh
selama 1 (satu) tahun. Dalam hal peserta lelang, Permen ESDM
mensyaratkan minimal ada 2 (dua) peserta lelang yang memasukkan
proposal. Bila hanya ada 1 (satu) peserta lelang yang menyampaikan
proposal, maka harus dilakukan proses pelelangan ulang. Bila ternyata
dalam proses pelelangan ulang hanya ada 1 (satu) peserta yang
menyampaikan proposal, proses pengadaan dapat dilanjutkan melalui
penunjukan langsung terhadap peserta lelang tersebut.
Evaluasi terhadap proposal dari peserta dilakukan dalam 2 (dua) tahap,
pertama adalah evaluasi administrasi dan teknis, dan kedua adalah evaluasi
proposal harga. Evaluasi ini dilakukan 30 hari sejak peserta menyampaikan
Dokumen RFP. Evaluasi administrasi dilakukan untuk memastikan
kelengkapan dan kesesuaian proposal terhadap Dokumen RFP. Sedangkan
evaluasi teknis dilakukan untuk menilai kesesuaian teknis proposal terhadap
persyaratan dalam Dokumen RFP dan Minimum Functional Specification.
Selanjutnya, evaluasi proposal harga dilakukan terhadap proposal peserta
yang dinyatakan lulus tahap evaluasi administrasi dan teknis. Evaluasi harga
dilakukan dengan memastikan kesesuaian proposal terhadap Dokumen RFP,
membandingkan dengan nilai HPS yang telah ditetapkan dan selanjutnya
membandingkan nilai Simple Average Levelized Tariff antara proposal harga
dari masing-masing peserta.
Berdasarkan hasil dari evaluasi administrasi & teknis serta evaluasi
harga, selanjutnya Panitia mengusulkan Urutan Pemenang kepada Pengguna
Barang / Jasa untuk dapat disetujui dan ditetapkan. Surat penunjukan
pemenang lelang atau letter of intent (LoI) akan diterbitkan oleh Pengguna
Barang / Jasa kepada Pemenang Urutan Pertama selaku peserta lelang
terpilih (preferred bidder) 7 hari setelah panitia menetapkan urutan calon
pemenang. Kemudian peserta diberi kesempatan untuk melakukan
sanggahan dalm waktu 5 hari sejak PKUK menetapkan peserta lelang
terpilih. Setelah peserta lelang terpilih (Pengembang) menyetujui syaratn
dan ketentuan dalam LoI dengan menandatangani balik LoI tersebut, akan
dilakukan proses finalisasi PPA, paralel dengan persiapan dokumen-dokumen
persetujuan korporasi dan persyaratan lain yang diperlukan baik oleh PLN
maupun oleh Pengembang.
Dari sisi PLN, persetujuan korporasi yang diperlukan antara lain
persetujuan harga dari MESDM dan persetujuan direksi, persetujuan DEKOM
atau persetujuan RUPS, tergantung kewenangannya. Waktu yang dibutuhkan
untuk mendapatkan persetujuan MESDM adalah 10 hari sejak PKUK
melaporkan hasil pelelangan dan usulan harga kepada MESDM. Dari sisi
Pengembang, selain persetujuan korporasi, sesuai peraturan Pengembang
juga harus mendapatkan IUPTLS (Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
Sementara) dari MESDM sebagai salah satu syarat penandatanganan PPA.
Kondisi lain yang disyaratkan PLN kepada Pengembang untuk
penandatanganan PPA adalah pembentukan SPC (Special Purpose Company),
Jaminan Pelaksanaan untuk pencapaian pendanaan yang diperlukan
(Jaminan Pelaksanaan Tahap I), Sponsors Agreement serta bukti adanya
project account dengan nilai yang telah ditentukan dalam LoI untuk pre-
development proyek IPP tersebut. Sampai kontrak tersebut ditandatangani
waktu yang dibutuhkan adalah 10 hari.

2. Penunjukan Langsung
Sesuai Permen ESDM No. 01 Tahun 2006 jo No. 04 Tahun 2007,
pembelian tenaga listrik melalui penunjukan langsung dapat dilakukan dalam
hal:
a. Pengadaan IPP yang menggunakan energi terbarukan, gas marjinal,
batubara mulut tambang dan energi setempat lainnya. Pembangkit tenaga
listrik yang menggunakan energi terbarukan antara lain pembangkit listrik
tenaga minihidro / mikrohidro, panas bumi, biomas, air, angin dan surya.
Kriteria pembangkit tenaga listrik mulut tambang antara lain
menggunakan bahan bakar batubara kalori rendah, lokasi pembangkit di
sekitar mulut tambang, tidak memperhitungkan biaya transportasi
batubara dan harus dilakukan oleh perusahaan tersendiri di luar
pemegang Kuasa Pertambangan (KP) dan Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara (PKP2B).
b. Pembelian kelebihan tenaga listrik (excess power). Pembelian excess
power dilakukan terhadap kelebihan / sisa daya dari pemegang Izin
Operasi (izin untuk melakukan penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan sendiri), setelah dipakai untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri dan kelebihan daya tersebut tidak boleh lebih besar dari daya
pembangkit yang dipakai sendiri.
c. Kondisi krisis penyediaan tenaga listrik. Kondisi krisis penyediaan tenaga
listrik di suatu daerah adalah suatu kondisi dimana kapasitas penyediaan
tenaga listrik tidak mencukupi kebutuhan beban di daerah tersebut, yang
dapat disebabkan antara lain karena pertumbuhan beban yang jauh
melampaui kemampuan penyediaan tenaga listrik, bencana alam dan
adanya konflik / kerusuhan. Kondisi krisis tersebut ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Ketenagalistrikan atas nama MESDM atas usulan PLN.
d. Ekspansi pada lokasi pembangkit eksisting. Ekspansi IPP adalah
penambahan kapasitas pembangkit tenaga listrik pada pusat pembangkit
tenaga listrik yang telah beroperasi komersil di lokasi yang sama.
Kapasitas pembangkit tambahan paling besar sama dengan kapasitas
terpasang pembangkit yang telah beroperasi. Kecuali untuk pembangkit
yang memakai teknologi yang lebih efisien, lebih ramah lingkungan dan
sesuai dengan kebutuhan sistem penyediaan tenaga listrik setempat,
penambahan kapasitas pembangkit dapat lebih besar dari kapasitas
pembangkit yang telah terpasang, sesuai dengan Peraturan Direktur
Jenderal Ketenagalistrikan Nomor 50-12/20/600.3/2012.
Untuk semua kondisi di atas, PLN harus terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan dari Pemerintah c.q. MESDM sebelum melakukan pengadaan IPP
melalui penunjukan langsung tersebut. Dan sebagaimana dalam pelelangan
umum, proses pengadaan IPP melalui penunjukan langsung juga dilakukan
dengan prakualifikasi, untuk memastikan bahwa calon pengembang memiliki
kemampuan yang cukup, baik secara keuangan maupun teknis, untuk
mengembangkan IPP hingga mencapai COD. Setelah calon pengembang
dinyatakan telah lulus prakualifikasi, proses selanjutnya adalah penerbitan
Dokumen RFP yang telah disetujui dan disahkan oleh Pengguna Barang /
Jasa.
Urutan proses lebih lanjut adalah sama dengan Pelelangan Umum
tetapi dalam Penunjukan Langsung, sesuai Kepdir PLN No. 305/2010,
Pengembang tidak diwajibkan untuk menyampaikan Jaminan Penawaran
kepada Panitia. Selain itu, proses evaluasi juga akan meliputi proses
klarifikasi dan konfirmasi lebih detail serta negosiasi terhadap proposal
pengembang tersebut.
Evaluasi terhadap proposal harga dapat dilakukan setelah proposal
administrasi dan teknis dari calon pengembang telah dinyatakan lulus tahap
evaluasi administrasi dan teknis. Evaluasi harga dilakukan dengan
memastikan kesesuaian proposal terhadap Dokumen RFP dan selanjutnya
dilakukan negosiasi dengan calon pengembang dengan acuan HPS yang
telah dimiliki oleh Panitia Pengadaan. Dalam proses pengadaan IPP melalui
penunjukan langsung, selain terhadap harga penawaran, negosiasi juga
dapat dilakukan terhadap terms & conditions dari perjanjian jual beli tenaga
listriknya. Sampai dengan tahapan tersebut jangka waktu yang ditetapkan
adalah 90 hari.
Setelah tercapai kesepakatan, Panitia melaporkan hasil proses
negosiasi kepada Pengguna Barang / Jasa untuk mendapatkan persetujuan.
Surat penunjukan langsung atau letter of intent (LoI) selanjutnya diterbitkan
oleh Pengguna Barang / Jasa kepada Pengembang. Kemudian PLN harus
melaporkan hasil dari proses penunjukan langsung dan mengajukan usulan
harga jual beli tenaga listrik tersebut kepada MESDM untuk dimintakan
persetujuannya. Sampai dengan tahapan tersebut jangka waktu yang
ditetapkan adalah 10 hari. Kemudian setelah MESDM memberikan
persetujuan harga, kemudian PKUK menandatangi kontrak paling lambat
dalam jangka waktu 10 hari. Urutan proses lebih lanjut adalah sama dengan
proses Pelelangan Umum.

3. Pemilihan Langsung
Sesuai Permen ESDM No. 01 Tahun 2006 jo No. 04 Tahun 2007,
pembelian tenaga listrik melalui pemilihan langsung dapat dilakukan dalam
hal:
a. Terdapat lebih dari 1 (satu) pengembang yang mengajukan permohonan
untuk penunjukan langsung di suatu sistem PKUK atau PIUKU, dan
b. Jumlah kapasitas yang ditawarkan oleh para pengembang tersebut lebih
besar dari kebutuhan tambahan kapasitas sistem PKUK atau PIUKU
setempat.
Untuk semua kondisi di atas, PLN harus terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan dari Pemerintah c.q. MESDM sebelum melakukan pengadaan IPP
melalui pemilihan langsung tersebut. Dan sebagaimana dalam pelelangan
umum dan penunjukan langsung, proses pengadaan IPP melalui pemilihan
langsung juga dilakukan dengan prakualifikasi, untuk memastikan bahwa
calon pengembang memiliki kemampuan yang cukup, baik secara keuangan
maupun teknis, untuk mengembangkan IPP hingga mencapai COD sesuai
jadwal.
Ketetapan jangka waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses
pemilihan langsung (prakualifikasi, negosiasi harga jual tenaga listrik, dan
kesepakatan kontrak, serta menyampaikan usulan harga kepada MESDM)
adalah 150 hari. Kemudian MESD menyetujui usulan harga tersebut
selambat-lambatnya dalam waktu 10 hari. Kemudian setelah MESDM
memberikan persetujuan harga, kemudian PKUK menandatangi kontrak
paling lambat dalam jangka waktu 10 hari. Urutan proses lebih lanjut adalah
sama dengan proses Pelelangan Umum.

B. PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN PENGADAAN IPP


Dokumen Kualifikasi dan Dokumen RFP akan disusun berdasarkan
ketentuan Komite Direktur IPP dan Kerjasama Kemitraan sebagai berikut:
1. Pedoman Penyusunan Dokumen Kualifikasi
Pedoman yang digunakan untuk menyusun Dokumen Kualifikasi adalah
berupa :
Keputusan Komite Direktur IPP dan Kerjasama Kemitraan yang terdiri
dari Direktur Bisnis dan Manajemen Risiko dan Direktur Pengadaan
Strategis, yang ditetapkan di Jakarta, tanggal 03 Januari 2011 tentang
Pedoman Kriteria Finansial dan Pengalaman Pengadaan Pembelian
Tenaga Listrik dari IPP Skala Besar (Pengadaan di PT PLN (Persero));
Keputusan Direksi Nomor 0623.K/DIR/2013 tanggal 4 Oktober 2013
tentang Statement of Corporate Intent untuk Penilaian Kualifikasi Calon
Penyedia Barang/Jasa di Lingkungan PT. PLN (Persero).
2. Pedoman Penyusunan Dokumen RFP
Pedoman yang digunakan untuk menyusun Dokumen RFP berupa
Keputusan Komite Direktur IPP dan Kerjasama Kemitraan yang terdiri dari
Direktur Bisnis dan Manajemen Risiko dan Direktur Pengadaan Strategis,
yang ditetapkan di Jakarta tanggal 30 September 2010 tentang Pedoman
Dokumen Pengadaan Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik
Swasta IPP.

C. KRITERIA DALAM DOKUMEN PENGADAAN


1. Kriteria dalam Dokumen Kualifikasi
Di dalam pelaksanaan pengadaan pembelian tenaga listrik dari IPP, seleksi
dilakukan terhadap calon-calon pengembang IPP untuk memastikan bahwa
calon pengembang yang dipilih untuk mengembangkan proyek IPP akan
mampu menyelesaikan proyek IPP tersebut dengan baik. Adapun kriteria
kualifikasi untuk menjaring calon pengembang dibedakan atas 2 (dua)
kriteria kualifikasi:
a. Kriteria Umum
Kriteria umum yang harus dipenuhi oleh calon pengembang adalah
sebagai berikut:
Tidak termasuk dalam daftar hitam (black list) yang dikeluarkan oleh
PLN atau Institusi Pemerintah;
Tidak mempunyai catatan cidera janji dalam proses pengadaan
maupun kontrak (termasuk, namun tidak terbatas pada, pembatalan
LOI, kegagalan melakukan penandatanganan kontrak maupun
terminasi kontrak), terlambat menyelesaikan pekerjaan, riwayat klaim
yang berlebihan dan tenaga kerja yang tidak terampil;
Tidak lalai melaksanakan kewajiban pembayaran pajak, royalty,
asuransi dan kewajiban-kewajiban lain sesuai Peraturan yang berlaku
baik di Indonesia maupun di negara asal;
Tidak mempunyai catatan kriminal atau pengadilan sipil menyangkut
ketidakpatuhan pembayaran pajak dan pabean atau kewajiban lainnya
kepada PLN atau lembaga Pemerintah;
Tidak terikat pada kontrak dengan pihak lain yang secara khusus tidak
mengijinkan melakukan aktivitas niaga yang kemungkinan melanggar
kontrak tersebut.
b. Kriteria Bisnis
Kriteria bisnis yang harus dipenuhi oleh calon pengembang adalah
sebagai berikut:
Harus berbentuk konsorsium yang dapat terdiri dari beberapa
Perusahaan Domestik, Perusahaan PMA, atau Perusahaan Asing,
dengan ketentuan bahwa salah satu anggota konsorsium harus berupa
Perusahaan Domestik yang memiliki saham di dalam konsorsium
sekurang-kurangnya 5% (mengacu pada Peraturan Presiden nomor
39/2014);
Jumlah maksimum anggota konsorsium adalah 4 (empat) perusahaan;
Menyampaikan dokumen asli perjanjian konsorsium yang
ditandatangani semua anggota Konsorsium di atas materai Rp. 6.000
yang harus menyatakan antara lain namun tidak terbatas pada
komposisi konsorsium (anggota dan saham) dan peranan masing-
masing anggota Konsorsium;
Ketua Konsorsium dapat berupa perusahaan domestik atau
perusahaan asing atau perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA)
yang harus memiliki prosentase saham terbesar di antara masing-
masing anggota konsorsium lainnya dan ditunjuk oleh seluruh anggota
konsorsium lainnya untuk menjadi Ketua Konsorsium;
Setiap anggota di dalam suatu Konsorsium tidak boleh menjadi
anggota pada Konsorsium lainnya (khusus untuk proses pengadaan
lelang atau pemilihan langsung);
Komposisi keanggotaan dan saham dari SPC yang telah terbentuk
harus tidak berubah sampai dengan tahun ke-5 setelah COD;
Pembentukan SPC harus dilakukan sebelum penandatanganan PPA;
Setiap calon pengembang yang telah memenuhi kualifikasi namun
jumlah anggota di dalam konsorsiumnya kurang dari 4 (empat)
perusahaan, maka calon pengembang tersebut dapat menambah
anggota baru untuk konsorsiumnya dengan batasan waktu sampai
dengan pelaksanaan pemasukan proposal penawaran pada saat tahap
RFP (Bid Submission). Penambahan anggota yang dimaksud tidak
boleh menyebabkan calon pengembang tersebut gagal untuk
memenuhi semua kriteria kualifikasi yang telah ditetapkan.
c. Kriteria Pengalaman
Kriteria pengalaman yang harus dipenuhi oleh calon pengembang
adalah sebagai berikut :
Minimal 1 (satu) anggota konsorsium dari calon pengembang
harus mempunyai pengalaman sebagai pengembang IPP yang
telah berhasil mengembangkan proyek IPP yang telah mencapai
COD, sesuai dengan jenis pembangkit listrik yang akan
dilaksanakan pengadaannya (contoh : PLTA, PLTU, dsb.). Anggota
konsorsium tersebut harus memiliki saham minimal 10% di proyek
IPP yang disebutkan sebagai pengalamannya;
Minimal 1 (satu) anggota konsorsium dari calon pengembang
harus mempunyai pengalaman, dalam kurun waktu 10 (sepuluh)
tahun terakhir, sebagai kontraktor EPC yang telah berhasil
membangun pembangkit listrik sesuai dengan jenis pembangkit
listrik yang akan dilaksanakan pengadaannya, dengan kapasitas
unit pembangkit minimal 50% dari kapasitas unit pembangkit
yang akan dilaksanakan pengadaannya; ATAU mempunyai
pengalaman, selama minimal 3 (tiga) tahun dalam kurun waktu 10
(sepuluh) tahun terakhir, sebagai kontraktor O&M yang telah
berhasil mengoperasikan dan memelihara pembangkit listrik
sesuai dengan jenis pembangkit listrik yang akan dilaksanakan
pengadaannya, dengan kapasitas unit pembangkit minimal 50%
dari kapasitas unit pembangkit yang akan dilaksanakan
pengadaannya. Anggota konsorsium tersebut harus memiliki porsi
pekerjaan minimal 10% di dalam Kontrak EPC atau Kontrak O&M
yang disebutkan sebagai pengalamannya;
Menyampaikan Pernyataan Minat dari pabrikan peralatan utama
(main equipment) dilampiri dengan pengalaman memasok
peralatan pada kapasitas unit minimal sama dengan kapasitas
pembangkit listrik yang akan dilaksanakan pengadaannya.
Catatan terhadap kriteria pengalaman :
i. Anggota konsorsium dapat menggunakan pengalaman teknis dari
perusahaan induknya, sepanjang perusahaan induk tersebut memiliki
saham minimal 25% di perusahaan anggota konsorsium tersebut;
ii. Apabila anggota konsorium menggunakan pengalaman teknis
perusahaan induk maka perusahaan induk tersebut harus
menyediakan surat pernyataan (dalam format sendiri) yang akan
bertanggung jawab atas risiko teknis terkait proyek, jika ada, yang
timbul di kemudian hari.
d. Kriteria Kemampuan Finansial
Kriteria kemampuan finansial yang harus dipenuhi oleh calon
pengembang adalah sebagai berikut :
Laporan Keuangan Teraudit (Audited Financial Statement)
Setiap anggota konsorsium harus menyampaikan laporan untuk 3
(tiga) tahun terakhir yang telah diaudit (oleh akuntan publik
independen) dan harus memenuhi unsur-unsur finansial sebagai
berikut:
i. EBITDA (Earning Before Interest Tax, Depreciation and Amortization)
yang dihitung dari Laporan Laba/Rugi (Income Statement) Audited
dalam 3 (tiga) tahun terakhir, rata-rata minimal sebesar 20% dari
perkiraan Total Project Cost.
EBITDA dihitung dengan menggunakan rumus:
EBITDA = EBIT + Biaya Penyusutan + Amortisasi
EBIT = Pendapatan Penjualan Biaya Usaha
Biaya Usaha antara lain terdiri atas :
- Biaya pembelian dan sewa
- Biaya bahan bakar
- Biaya pemeliharaan
- Biaya kepegawaian
- Biaya administrasi
- Biaya penyusutan
Catatan : Karena calon pengembang berbentuk konsorsium, maka
perhitungan EBITDA dilakukan secara agregat.
ii. Current Ratio rata-rata yang diambil dari Balance Sheet (Neraca)
Audited selama 3 (tiga) tahun periode pelaporan terakhir 1.
Current Ratio dihitung dengan menggunakan rumus :

Current Asset ( Aktiva Lancar )


Current Ratio=
Current Liabilities(Utang Lancar)

Keterangan rumus :
Current Asset minimal 30% dari Total Project Cost, yang terdiri atas:
Kas, Surat Berharga (Marketable Securities), Piutang (Account
Receivables) dan Persediaan (Inventory) (di dalam Neraca terletak di
sisi Aktiva).
Current Liabilities terdiri atas semua hutang jangka pendek (kurang
dari satu tahun), antara lain Hutang Usaha (Account Payable),
Hutang Wesel (Promessory Notes Payable), Salaries Payable dan
Hutang Pajak (di dalam Neraca terletak di sisi Pasiva).
iii. Debt Service Coverage Ratio (DSCR) 1,2 (mencakup hutang pokok
dan biaya interest).
DSCR dihitung dengan menggunakan rumus :

Laba sebelum Bunga dan Pajak


DSCR=
Angsuran Pokok Pinjaman
Bunga+ Angsuran Sewa+
(1Tarif Pajak )

Keterangan rumus :
Angsuran sewa: biaya untuk sewa suatu material yang akan
menjadi asset. Tarif pajak yang umum dipergunakan sebesar 25%.
Laba sebelum Bunga dan Pajak (EBIT), diambil dari Laporan
Laba/Rugi Audited selama tiga tahun terakhir, dengan perhitungan
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Bunga merupakan kewajiban pembayaran bunga data diambil dari
Laporan Arus Kas Operasi (Cash Flow of Operation).
Data Angsuran Pokok Pinjaman diambil dari Laporan Arus Kas
Pendanaan (Cash Flow of Financing).
Catatan : Karena calon pengembang berbentuk konsorsium, maka
perhitungan dilakukan secara agregat.
Credit Rating
Credit Rating adalah proses pemeringkatan terhadap suatu
perusahaan atas unsur-unsur seperti kekuatan finansial (financial
strength) dan indikator risiko (risk indicator).
Credit rating suatu perusahaan dapat berupa D&B Rating yang proses
pemeringkatannya dilakukan oleh PT Dun & Bradstreet (D&B)
Indonesia (di Indonesia) atau berupa credit rating lain yang dikeluarkan
oleh lembaga-lembaga pemeringkatan setara lainnya.
Calon pengembang harus memenuhi sebagai berikut :
D&B Rating minimal harus 5A2 untuk ketua konsorsium;
D&B Rating minimal harus 5A3 untuk anggota konsorsium;
D&B Rating harus masih berlaku minimal sampai dengan tanggal
pemasukan proposal penawaran pada saat tahap RFP (Bid
Submission);
Kesanggupan Membuka Project Account
Project Account atau Rekening Proyek adalah rekening milik calon
pengembang yang khusus didedikasikan untuk proyek, dengan nilai
sebesar, mana yang lebih rendah di antara 10% dari Total Project Cost
atau 5 juta US Dollar.
Dalam tahap kualifikasi ini, calon pengembang hanya dimintakan
pernyataan tertulis tentang kesanggupannya untuk membuka Project
Account tersebut.
Kesanggupan Menyediakan Equity
Equity atau Ekuitas adalah sebagian porsi dari Total Project Cost yang
harus disediakan sendiri oleh calon pengembang.
Dalam tahap kualifikasi ini, calon pengembang hanya dimintakan
pernyataan tertulis tentang kesanggupannya untuk menyertakan
ekuitas minimal 25% dari Total Project Cost.
Kesanggupan Menyediakan Surat Dukungan dari Penyandang
Dana/Bank
Dalam tahap kualifikasi ini, calon pengembang hanya dimintakan
pernyataan tertulis tentang kesanggupannya untuk menyediakan surat
dukungan dari penyandang dana/bank bahwa proposal penawaran
yang akan diajukan telah mendapatkan verifikasi kelayakan finansial
dan administrasi dari penyandang dana/bank.
Catatan terhadap kriteria finansial:
i. Apabila laporan keuangan teraudit untuk tahun fiskal paling terakhir di
antara 3 (tiga) tahun terakhir belum tersedia saat pemasukan
proposal kualifikasi, maka:
Harus disampaikan laporan keuangan teraudit untuk 2 (dua) tahun
fiskal yang pertama dan laporan keuangan belum teraudit untuk
tahun fiskal yang terakhir, dilampirkan dengan surat pernyataan dari
akuntan publik independen yang sedang mengaudit laporan
keuangan yang isinya menyatakan bahwa laporan keuangan tahun
fiskal terakhir sedang diaudit; dan
Harus disampaikan laporan keuangan teraudit untuk tahun fiskal
paling terakhir tersebut pada saat tanggal pemasukan penawaran
(Bid Submission). Apabila tidak disampaikan maka proposal
penawaran akan ditolak sebagai akibat dari calon pengembang yang
tidak responsif.
ii. Anggota konsorsium dapat menggunakan laporan keuangan audited
dan/atau D&B Rating dari perusahaan induknya, sepanjang
perusahaan induk tersebut merupakan pemegang saham mayoritas di
perusahaan anggota konsorsium tersebut;
iii. Apabila anggota konsorsium menggunakan laporan keuangan audited
dan/atau D&B Rating perusahaan induk maka perusahaan induk
tersebut harus menyediakan surat pernyataan (dalam format sendiri)
yang akan bertanggung jawab atas risiko finansial terkait proyek, jika
ada, yang timbul di kemudian hari.
2. Kriteria dalam Dokumen RFP
a. Dokumen Penawaran / Bid Document
Kriteria dalam menyusun Dokumen Penawaran antara lain, namun tidak
terbatas pada hal-hal sebagai berikut :
Skema proyek IPP dapat berupa skema Built-Own-Operate-Transfer
(BOOT) atau Built-Own-Operate (BOO);
Ekuitas minimum yang harus disediakan sendiri oleh calon
pengembang adalah 25% dari Total Project Cost;
Penjaminan dari Pemerintah Republik Indonesia hanya akan diberikan
apabila proyek IPP diatur melalui peraturan perundang-undangan
seperti Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, dsb. Sebagai contoh :
i. Proyek IPP dengan skema business-to-business tidak mendapatkan
jaminan pemerintah;
ii. Proyek IPP dengan skema Fast Track Program 2 mendapatkan
jaminan pemerintah berupa Jaminan Kelayakan Usaha bagi PLN,
sesuai dengan Perpres 4 Tahun 2010;
iii. Proyek IPP dengan skema Public-Private-Partnership (PPP) atau
Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) mendapatkan jaminan
pemerintah berupa direct support melalui PT PII.
Proyek IPP dirancang untuk memenuhi profil pembebanan pembangkit
yang dapat berupa beban dasar (base load) atau beban puncak (peak
load);
Komposisi konsorsium, baik keanggotaan maupun saham, tidak boleh
berubah sampai dengan 5 (lima) tahun setelah COD. Setelah itu,
komposisi konsorsium dapat berubah dengan syarat Lead Member dan
salah satu anggota, masingmasing mempunyai porsi saham minimal
25% dari total saham konsorsium;
Masa berlaku PPA adalah sebagai berikut :
PLTU : 25 tahun (kecuali untuk PLTU Mulut Tambang, 30 tahun);
PLTG/GU: 20 tahun;
PLTA : 30 tahun;
PLTP : 30 tahun;
PLTD : 15 tahun.
Pembukaan Project Account yang didedikasikan untuk keperluan
proyek sebelum tanda tangan PPA dengan ketentuan :
Untuk Total Project Cost sampai dengan 50 juta US Dollar, nilai
Project Account sebesar 10% dari Total Project Cost;
Untuk Total Project Cost lebih besar dari 50 juta US Dollar, nilai
Project Account sebesar 5 juta US Dollar.
b. Model PPA
Kriteria dalam menyusun Model PPA antara lain, namun tidak terbatas
pada hal-hal sebagai berikut :
Penerapan denda terhadap pengembang IPP berupa Liquidated
Damage (LD) dalam hal sebagai berikut :
i. Pengembang IPP gagal mencapai jadwal Commercial Operation
Date (COD) yang disepakati. Nilai LD dihitung dengan formula 0,2
per mil per hari dari nilai transaksi Komponen Tarif A setahun
dengan maksimum 180 hari. LD ditagihkan pada saat IPP beroperasi
dengan cara mengurangi tagihan tahun pertama;
ii. Pengembang IPP gagal mencapai kapasitas yang dijanjikan
(contracted capacity) saat melakukan Uji Kapasitas Andal Bersih
(Net Dependable Capacity Test). Nilai LD ditetapkan pada saat
pembahasan PPA.
Penyelesaian perselisihan yang terjadi antara PLN dan pengembang
IPP, apabila sampai ke tingkat arbitrase, akan menggunakan
International Chamber of Commerce of Singapore;
Bahasa yang digunakan :
Untuk Dokumen Kualifikasi, Dokumen RFP dan Model PPA : Bahasa
Inggris;
Untuk PPA : Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia

V. SKEMA BISNIS IPP


1. Skema IPP
Pada umumnya, proyek IPP dilaksanakan dengan skema Project
Financing, yaitu suatu proyek yang pembiayaan kepada SPC untuk
melaksanakan proyek disediakan oleh para investor/sponsor (umumnya
dengan porsi antara 25-30%) dan selebihnya (70-75%) disediakan oleh
Pemberi Pinjaman (Lender). Dalam skema pembiayaan tersebut, pembangkit
tenaga listrik yang dibangun menjadi agunan pinjaman kepada Lender.
Namun demikian, untuk pembiayaan IPP di Indonesia yang berasal dari
perbankan dalam negeri, umumnya skema Project Financing diatas tidak
sepenuhnya dilaksanakan, karena para investor/sponsor masih harus
memberikan penjaminan menggunakan asset yang dimilikinya kepada
Lender.
Adapun secara umum, skema bisnis dan pihak-pihak yang terlibat
dalam proyek IPP dapat dilihat dalam diagram berikut:

a. Offtaker, dalam konteks ini adalah PLN sebagai pihak yang secara
kontraktual akan membeli tenaga listrik.
b. Sponsor, adalah pihak yang mengikuti proses pelelangan dan yang
mendirikan SPC. Sponsor juga bertanggungjawab untuk mendapatkan
pembiayaan dari Pemberi Pinjaman (Lender) dan menyediakan modal kerja
(equity) yang merupakan bagian dari keseluruhan biaya proyek.
c. Special Purpose Company (SPC), adalah perusahaan yang dibentuk
oleh Sponsor untuk menandatangani dan melaksanakan perjanjian jual beli
tenaga listrik dengan PLN.
d. Lender, atau Pemberi Pinjaman adalah pihak yang memberikan pinjaman
kepada SPC yang pada umumnya pinjaman yang diberikan tersebut
merupakan porsi terbesar dari biaya keseluruhan proyek (senior debt).
Lender bisa berupa bank komersial misalnya Bank BNI, Bank Mandiri,
HSBC, Citibank dll, atau dari Export Credit Agency (ECA) misalnya JBIC,
JICA, CDB, dan KEXIM.
e. Fuel Supplier, adalah pemasok bahan bakar misalnya batubara, gas dan
bakar bakar minyak untuk keperluan pembangkit tenaga listrik.
f. Operation & Maintenance (O&M) Contractor, adalah pihak yang
dikontrak oleh SPC untuk melaksanakan pekerjaan Operasi dan
Pemeliharaan pembangkit tenaga listrik.
g. Engineering Procurement Construction (EPC) Contractor, adalah
pihak yang dikontrak oleh SPC untuk melaksanakan pekerjaan EPC
pembangkit tenaga listrik.
Adapun hubungan antara para pihak di atas, sebagaimana
digambarkan dalam diagram dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pada saat proses lelang dimulai, para sponsor membentuk sebuah
konsorsium untuk mengikuti proses lelang. Konsorsium yang dibentuk
umumnya terdiri dari 2 s/d 4 anggota. Anggota-anggota konsorsium tersebut
adalah perusahaan-perusahaan yang akan melakukan investasi di proyek IPP
dan mempunyai kemampuan baik teknis maupun keuangan.
Jika konsorsium yang dibentuk memenangkan proses lelang maka
selanjutnya konsorsium ini diantaranya akan memproses penyelesaian PPA,
menyediakan sebagian pembiayaan dari modal sendiri, mencari pembiayaan
selebihnya dari Lender, dan membentuk suatu perusahaan baru (SPC).
SPC yang dibentuk adalah pihak yang menandatangani PPA dengan
PLN, menandatangani kontrak peminjaman modal (shareholder loan
agreement), menandatangani pinjaman dengan Lender (financing
agreement), melakukan kontrak EPC, melakukan kontrak O&M dan
melakukan kontrak suplai bahan bakar dengan pemasok bahan bakar
(batubara, gas atau BBM).
Terkait dengan kewajiban dan skema kepemilikan proyek, saat ini di
PLN dikenal skema sebagai berikut:
a. Build-Own-Operate (BOO), dimana IPP berkewajiban membangun
pembangkit tenaga listrik, memiliki, dan mengoperasikannya sampai
dengan akhir masa kontrak.
b. Build-Lease-Transfer (BLT), dimana IPP berkewajiban membangun
pembangkit tenaga listrik, menyewakan kepada PLN dan mengalihkan
kepemilikannya kepada PLN pada kurun waktu kontrak yang disepakati.
c. Build-Own-Operate-Transfer (BOOT), dimana IPP berkewajiban
membangun pembangkit tenaga listrik, memiliki pembangkit,
mengoperasikannya sampai akhir kontrak, dan mengalihkan
kepemilikannya kepada PLN pada akhir masa kontrak.

2. Struktur Tarif Pembelian Tenaga Listrik


Setidaknya terdapat dua (2) macam struktur tarif pembelian tenaga
listrik, yaitu single tariff dan compound tariff dalam satuan cent USD/kWh
atau rupiah/kWh.
a. Single Tariff, yaitu tarif jual beli tenaga listrik yang hanya berupa tarif
tunggal. Tarif ini sudah mencakup seluruh biaya modal (capital) dan
keuntungannya, serta biaya operasi dan pemeliharaan. Pembayaran yang
dilakukan oleh PLN hanya berdasarkan jumlah tenaga listrik yang tersalur
(kWh) dikalikan langsung dengan tarif tersebut (cent USD/kWh atau
rupiah/kWh). Tarif jenis ini diterapkan antara lain pada: IPP geothermal
(PLTP), beberapa PLTA, dan proyek-proyek energi baru dan terbarukan
skala <10 MW seperti pada PLTM/PLTMH, PLT Surya, dll.
b. Compound Tariff, yaitu tarif jual beli tenaga listrik yang terdiri dari
beberapa komponen biaya. Jenis tarif ini diterapkan pada IPP berbasis
kontrak kapasitas. Pembayaran yang dilakukan oleh PLN tidak hanya
berdasarkan jumlah tenaga listrik yang tersalur namun juga
mempertimbangkan kondisi kontraktual lainnya. Cara penghitungan
pembayaran ini tercantum dalam modul pembelajaran IPP tingkat lanjutan.
Adapun komponen-komponen tarif tersebut adalah sebagai berikut:
a. Fixed Cost atau capacity charge atau biaya tetap, yaitu biaya yang
harus dikeluarkan oleh IPP baik dalam kondisi pembangkitnya beroperasi
atau tidak, yang berupa Komponen A, Komponen B, dan Komponen E. Pada
skema take-or-pay, hal yang diperjanjikan untuk selalu dibayar oleh PLN
adalah Fixed Cost ini.
i. Komponen A (Capital Cost Recovery/CCR), adalah biaya
pengembalian modal (modal sendiri dan pinjaman) dan keuntungan
investor yang dihitung berdasarkan kapasitas tenaga listrik yang
dibangkitkan sesuai dengan rencana operasi pembangkit tenaga listrik
dengan Availability Factor (AF) yang disepakati oleh IPP dan PLN.
ii. Komponen B (Fixed Operation & Maintenance Cost), adalah biaya
operasi dan pemeliharaan yang tetap harus dikeluarkan oleh IPP
meskipun pembangkit tenaga listriknya tidak beroperasi, misalnya gaji
pegawai, biaya asuransi, pajak dan retribusi yang tidak terkait produksi,
suku cadang.
iii. Komponen E (Transmission Cost), adalah biaya pengembalian
modal pembangunan transmission line dari pusat tenaga listrik sampai
dengan titik koneksi PLN. Dalam hal IPP berkewajiban membangun
transmission line, maka transmission line tersebut akan diserahkan
kepada PLN ketika selesai dibangun untuk dimiliki, dioperasikan dan
dipelihara oleh PLN.
b. Variable Cost atau biaya variabel, yaitu biaya yang tidak dikeluarkan
pada saat pembangkit tenaga listrik tidak beroperasi.
i. Komponen C (Fuel Cost / Energy Charge Rate/ECR), adalah biaya
bahan bakar yang dikeluarkan untuk menghasilkan tenaga listrik.
Pembayaran oleh PLN dilakukan berdasarkan jumlah energi listrik
tersalur (kWh) dan efisiensi pembangkit tenaga listrik yang sudah
ditentukan.
ii. Komponen D (Variable Operation & Maintenance Cost), adalah
biaya operasi dan pemeliharaan yang hanya dikeluarkan jika
pembangkit tenaga listrik beroperasi, misalnya pelumas, peralatan
pemeliharaan habis pakai, dan lain-lain.
3. Jaminan Pemerintah dan Penjaminan Lainnya
Jaminan Pemerintah adalah suatu bentuk komitmen dari Pemerintah
Republik Indonesia (Pemerintah) untuk menjamin kelangsungan bisnis IPP
yang diberikan kepada proyek IPP tertentu. Dalam hal ini Pemerintah
menjamin bahwa PLN mampu memenuhi kewajiban kontraktualnya
(pembayaran) kepada IPP. Ada tidaknya Jaminan Pemerintah menjadi salah
satu hal yang dipertimbangkan oleh investor IPP untuk berinvestasi pada
proyek IPP di Indonesia. Investor dari negara tertentu berpendirian bahwa
Jaminan Pemerintah mutlak harus ada, sedangkan dari negara lainnya tidak
mempermasalahkan ada tidaknya jaminan tersebut. Pada proyek-proyek
yang tidak mendapatkan Jaminan Pemerintah, skema kontrak yang ada
adalah murni pendekatan business-to-business antara IPP dan PLN dengan
pembagian risiko yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Saat ini terdapat dua skema penjaminan oleh Pemerintah yaitu untuk:
a. Proyek-proyek yang terdapat dalam daftar proyek Fast Track
Program ke-2 (FTP-2).
Penjaminan Pemerintah yang diberikan adalah dalam bentuk Surat
Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU). SJKU ini menjamin pasal-pasal tertentu
dalam PPA, utamanya yang terkait dengan kewajiban pembayaran PLN
kepada IPP.
b. Proyek-proyek yang diadakan dengan skema Public Private
Partnership (PPP) / Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS).
Penjaminan oleh Pemerintah untuk proyek KPS dilakukan melalui BUMN
yang dibentuk oleh Pemerintah yaitu PT Penjaminan Infrastruktur
Indonesia (Persero) atau PII.
Di samping penjaminan oleh Pemerintah sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya, mekanisme penjaminan yang tersedia antara lain
penjaminan oleh suatu agen yang diratifikasi oleh pemerintah, contohnya
melalui Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA).

VI. TAHAPAN PENGADAAN DAN IMPLEMENTASI IPP


Pada proses pengadaan IPP melalui pelelangan umum dimulai dari
proses Pra-Kualifikasi (PQ), tentunya untuk proyek yang sudah
ditetapkan/direncanakan untuk diadakan sesuai dengan RUPTL PLN. Panitia
Pengadaan yang dibentuk menyusun dokumen PQ yang berisi kriteria untuk
menilai kualifikasi peserta yang meliputi kriteria umum, kriteria bisnis
(komposisi anggota konsorsium dan pemenuhan persyaratan administratif
lainnya), kriteria teknis (seperti kemampuan teknis/engineering, pengalaman
dalam pengembangan IPP, pengalaman sebagai EPC maupun O&M
Contractor, dan kriteria keuangan (kemampuan keuangan
perusahaan/konsorsium yang dapat dilihat dalam laporan keuangan anggota
konsorsium). Konsorsium peserta yang lulus proses PQ selanjutnya diundang
untuk mengikuti proses pelelangan, yaitu dengan mengambil dokumen
Request for Proposal (RFP).
Dokumen RFP yang disusun oleh Panitia Pengadaan berisi ketentuan-
ketentuan pelelangan seperti: jadwal pelelangan yang harus dipatuhi,
instruksi kepada peserta lelang (bidder), ketentuan dalam mengajukan
proposal lelang, dan ketentuan mengenai cara evaluasi lelang. Proposal
lelang yang diajukan peserta lelang disampaikan dalam satu tahap dan
terdiri dari 2 sampul. Sampul pertama berisi proposal administrasi dan
teknis, sedangkan sampul kedua berisi proposal harga. Peserta yang
dinyatakan lulus evaluasi proposal administratif dan teknis dapat mengikuti
proses pembukaan proposal harga.
Selanjutnya PLN menerbitkan Letter of Intent (LOI) yang berisi
diantaranya syarat dan ketentuan utama (misalnya: contract capacity, masa
perjanjian, nilai jaminan pelaksanaan, titik koneksi), harga pembelian tenaga
listrik hasil lelang / hasil negosiasi dan kesepakatan akan menandatangani
PPA setelah kurun waktu tertentu sejak penandatanganan LOI. LOI ini harus
ditandatangani balik oleh pemenang lelang sebagai bukti penerimaan atas
isi LOI.
Setelah PLN dan pemenang lelang menyelesaikan pembahasan naskah
PPA, perijinan-perijinan yang diperlukan sudah didapatkan dan persyaratan-
persyaratan sudah bias dipenuhi oleh pemenang lelang, maka selanjutnya
dilakukan penandatanganan PPA antara PLN dengan perusahaan yang
dibentuk oleh pemenang lelang (SPC) sebagai IPP.
Satu tahun atau periode lain yang ditentukan oleh PLN, sejak
penandatanganan PPA, IPP harus bisa mencapai Financing Date, yaitu
dengan memenuhi segala syarat tangguh (condition precedents). PLN
melakukan pemantauan rutin progres pencapaian syarat tangguh tersebut
dan berkoordinasi dengan IPP guna keberhasilan pencapaian FD. Mengenai
hal ini dibahas dalam Modul Pengelolaan Power Purchase Agreement.
Dengan tercapainya FD, maka IPP telah memiliki segala hal untuk bisa
memulai konstruksi pembangkit IPP.
Commercial Operation Date (COD) menandai selesainya masa
konstruksi pembangkit dan mulainya transaksi jual beli tenaga listrik. COD
dapat diakui jika pembangkit IPP telah melaksanakan prosedur Net
Dependable Capacity Test sesuai ketentuan dalam PPA.

VII. EVALUASI DOKUMEN DALAM PROSES PENGADAAN IPP


A. KRITERIA EVALUASI PROPOSAL PENAWARAN
1. Kriteria Evaluasi Proposal Penawaran Administrasi dan Teknis
Evaluasi terhadap Proposal Administrasi dan Penawaran Teknis yang
disampaikan oleh calon pengembang dilakukan untuk memeriksa tingkat
kepatuhan secara umum (general responsiveness) dan tingkat kepatuhan
teknis (technical responsiveness) dari Proposal.
i. Tingkat Kepatuhan Proposal secara Umum (General
Responsiveness)
Ditentukan melalui kriteria-kriteria sebagai berikut:
Kelengkapan Proposal (Completeness of Proposal)
Kelengkapan yang harus dipenuhi oleh calon pengembang terkait
dengan kelengkapan Proposal adalah sebagai berikut:
i. Bukti telah menerima Adendum (apabila terbit adendum)
ii. Proposal dicap dan ditandai
iii. Surat pengantar Proposal ditandatangani di atas kertas bermaterai
Rp.6000 dan dengan format yang benar
iv. Jaminan Penawaran sesuai dengan yang dipersyaratkan (nilainya
setara dengan 1% dari pendapatan 1 tahun pembangkit
berdasarkan perkiraan HPS)
v. Masa berlaku Proposal > 6 bulan
vi. Formulir data teknis
vii. Jadwal tahapan proyek
viii. Bagan organisasi calon pengembang, termasuk komposisi
konsorsium saham dan ekuitas
ix. Pernyataan calon pengembang tentang kegiatan bisnisnya
Persyaratan Umum dan Kriteria (General Requirement and
Criteria)
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon pengembang terkait
dengan kelengkapan Proposal adalah sebagai berikut:
i. Calon pengembang sudah lulus kualifikasi
ii. Surat kuasa yang menunjukkan wewenang penandatangan
iii. Pernyataan Direksi dari setiap anggota konsorsium peserta
pengadaan untuk mengikuti proses pelelangan
iv. Consortium Agreement (Perjanjian Konsorsium) atau Joint Venture
Agreement untuk pengikatan kewajiban secara bersama-sama
dalam melakukan penawaran
v. Jadwal tahapan proyek telah lengkap dan sesuai dengan COD yang
dipersyaratkan
vi. Rencana asuransi untuk pembangkit listrik
vii. Memorandum dari para sponsor untuk untuk menyediakan project
account
viii. Proposal tidak menyimpang dari Model PPA
ii. Tingkat Kepatuhan Teknis (Technical Responsiveness)
Ditentukan melalui kriteria-kriteria sebagai berikut :
Kelengkapan Proposal (Completeness of Proposal)
Kelengkapan yang harus dipenuhi oleh calon pengembang terkait
dengan kelengkapan Proposal adalah sebagai berikut:
i. Ruang lingkup telah lengkap dan didefinisikan dengan benar
ii. Pembangkit listrik telah memenuhi spesifikasi fungsional minimum
iii. Kapasitas pembangkit yang diusulkan sesuai besaran kapasitas
MW yang dipersyaratkan dalam RFP dan sesuai dengan kondisi di
lokasi pembangkit
iv. Desain mula dan uraian-uraiannya, termasuk standar-standar yang
berlaku
v. Daftar referensi pengalaman untuk peralatan utama pembangkit,
yang memperlihatkan teknologi yang dipakai telah diuji dan
dibuktikan keandalannya
vi. Standar-standar lingkungan telah dipenuhi
vii. Calon pengembang telah mengusulkan kontraktor konstruksi yang
memiliki kualifikasi sesuai, atau mengajukan strategi pengadaan
alternatif dalam memilih kontraktor konstruksi yang memenuhi
kualifikasi sesuai
viii. Bagan organisasi calon pengembang telah diterima
2. Kriteria Evaluasi Proposal Penawaran Harga
Evaluasi Proposal Harga yang disampaikan oleh calon pengembang
dilakukan untuk memeriksa pemenuhan persyaratan keuangan (financial
responsiveness).
Kelengkapan yang harus dipenuhi oleh calon pengembang terkait dengan
pemenuhan persyaratan keuangan (Financial Responsiveness) adalah
sebagai berikut :
i. Usulan harga telah lengkap disertai dengan seluruh surat-surat,
lampiran-lampiran, formulir-formulir yang sesuai dengan format yang
diberikan, termasuk pembubuhan tanda tangan di atas kertas
bermaterai Rp.6000

B. TATA CARA EVALUASI


1. Tata Cara Evaluasi Proposal Kualifikasi
Calon pengembang yang mengikuti proses kualifikasi harus dapat
memenuhi kriteria kualifikasi yang diminta dari semua kategori dengan
mengisi formulir-formulir yang diberikan di dalam Dokumen Kualifikasi
sesuai dengan masing-masing kategori.
Proposal kualifikasi yang disampaikan oleh calon pengembang dievaluasi
dengan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
Pengecekan kelengkapan formulir-formulir sesuai yang diminta di dalam
Dokumen Kualifikasi
Pengecekan informasi dan data isian formulir, termasuk klarifikasi
terhadap informasi dan data isian yang dianggap kurang jelas dan/atau
kurang lengkap. Terkait informasi dan data isian tentang kategori
kemampuan finansial, klarifikasi dengan pihak perbankan dari calon
pengembang IPP dapat dilakukan jika diperlukan.
Calon pengembang IPP yang tidak memenuhi persyaratan minimum
kriteria pengalaman dan kriteria kemampuan finansial, serta persyaratan
yang diberikan di dalam Dokumen Kualifikasi akan dinyatakan gagal atau
tidak lulus kualifikasi.
Calon pengembang IPP akan dinyatakan lulus kualifikasi apabila dapat
memenuhi persyaratan minimum kriteria pengalaman dan kriteria
kemampuan finansial, serta memenuhi semua persyaratan dalam
dokumen kualifikasi. Bagi para calon pengembang IPP yang telah
dinyatakan lulus kualifikasi mempunyai hak untuk mengikuti proses
pengadaan selanjutnya, yaitu tahap RFP (Request for Proposal).
2. Tata Cara Evaluasi Proposal Administrasi dan Penawaran Teknis
Calon pengembang yang mengikuti proses RFP (Request for Proposal)
tahap administrasi dan teknis, harus dapat memenuhi persyaratan wajib
proposal dan kriteria evaluasi yang diminta di dalam Dokumen Request for
Proposal.
Proposal administrasi dan penawaran teknis yang disampaikan oleh calon
pengembang dievaluasi dengan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
Pengecekan kelengkapan formulir-formulir sesuai yang diminta di dalam
Dokumen Request for Proposal
Pengecekan informasi dan data isian formulir, termasuk klarifikasi
terhadap informasi dan data isian yang dianggap kurang jelas dan/atau
kurang lengkap
Calon pengembang IPP yang tidak dapat menyampaikan proposal
administrasi dan penawaran teknis yang sesuai dengan yang diminta di
dalam Dokumen Request for Proposal akan dinyatakan gagal atau tidak
lulus tahap administrasi dan teknis.
Calon pengembang IPP akan dinyatakan lulus tahap administrasi dan
teknis apabila dapat menyampaikan proposal administrasi dan penawaran
teknis sesuai dengan yang diminta dalam Dokumen Request for Proposal.
Selanjutnya, para calon pengembang akan diundang untuk hadir dalam
rapat pembukaan proposal penawaran harga.
3. Tata Cara Evaluasi Proposal Penawaran Harga
Calon pengembang IPP yang dapat menyampaikan proposal penawaran
harga sesuai dengan yang diminta di dalam Dokumen Request for
Proposal, proposal penawaran harganya akan dievaluasi lebih lanjut.
Calon pengembang yang mengikuti proses permintaan proposal (Request
for Proposal) tahap penawaran harga harus dapat memenuhi persyaratan
wajib proposal dan kriteria evaluasi yang diminta di dalam Dokumen
Request for Proposal.
Calon pengembang IPP yang tidak dapat menyampaikan proposal
penawaran harga yang sesuai dengan yang diminta di dalam Dokumen
Request for Proposal, proposal harganya tidak akan dievaluasi lebih lanjut.
Tahapan dalam proses evaluasi proposal harga adalah sebagai berikut:
Melakukan pencatatan pada saat rapat pembukaan proposal penawaran
harga:
Mencatat tarif yang ditawarkan oleh calon pengembang
Mencatat nilai tara kalor (heat rate) yang ditawarkan oleh calon
pengembang
Mencatat panjang jarak jaringan transmisi (transmission line) dari
lokasi pembangkit ke titik interkoneksi yang telah ditentukan
Memperbandingkan tarif-tarif yang ditawarkan oleh para calon
pengembang dengan cara:
Menghitung levellized base tariff ABCDE pada beberapa titik kapasitas
pembebanan (load capacity) pembangkit, termasuk menghitung rugi-
rugi (losses) jaringan transmisi sesuai dengan jarak yang ditawarkan
oleh para calon pengembang
Menghitung rata-rata tarif (simple average of levellized base tariff)
sesuai dengan hasil perhitungan levellized base tariff ABCDE pada
beberapa titik kapasitas pembebanan (load capacity) pembangkit
Membuat urutan pemenang calon pengembang berdasarkan hasil
perhitungan rata-rata tarif yang terendah

C. TATA CARA PENETAPAN DAN PENGUMUMAN HASIL EVALUASI DAN


PEMENANG
1. Tata Cara Penetapan dan Pengumuman Hasil Evaluasi Proposal
Kualifikasi
Daftar calon-calon pengembang yang terjaring dan telah dinyatakan lulus
evaluasi kualifikasi diusulkan kepada Direksi untuk ditetapkan melalui
suatu Berita Acara Hasil Evaluasi Kualifikasi Pengadaan Pembelian Tenaga
Listrik yang dipersiapkan dan ditandatangani oleh Panitia Pengadaan
Pembelian Tenaga Listrik untuk disetujui, disahkan dan ditandatangani
oleh Direksi.
Garis besar isi Berita Acara Hasil Evaluasi Kualifikasi Pengadaan Pembelian
Tenaga Listrik menggambarkan hal-hal sebagai berikut:
Calon pengembang sebagai peserta kualifikasi, yang memberikan
informasi tentang nama-nama peserta kualifikasi
Kriteria-kriteria evaluasi, yang memberikan uraian singkat tentang
kriteria-kriteria yang digunakan dalam melakukan evaluasi proposal
kualifikasi
Hasil evaluasi, yang menggambarkan hasil evaluasi proposal kualifikasi
dari setiap calon pengembang peserta kualifikasi
Kesimpulan, yang memberikan informasi tentang calon-calon
pengembang mana saja yang lulus kualifikasi dan yang tidak lulus
kualifikasi
Hasil evaluasi kualifikasi diumumkan kepada seluruh calon pengembang
baik yang lulus maupun yang tidak lulus melalui surat pemberitahuan hasil
evaluasi kualifikasi yang dikirim oleh Panitia Pengadaan Pembelian Tenaga
Listrik kepada masing-masing calon pengembang peserta kualifikasi.
Kepada setiap calon pengembang peserta kualifikasi diberikan masa
sanggah selama 5 (lima) hari kerja untuk menyampaikan sanggahan
terhadap prosedur evaluasi (bila ada). Sanggahan, disertai dengan
dokumen Jaminan Sanggahan, harus disampaikan kepada Panitia
Pengadaan Pembelian Tenaga Listrik dalam waktu 3 (tiga) hari kerja
setelah menerima surat pemberitahuan hasil evaluasi kualifikasi.
2. Tata Cara Penetapan dan Pengumuman Hasil Evaluasi Proposal
Administrasi dan Penawaran Teknis
Daftar calon-calon pengembang yang telah dinyatakan lulus evaluasi
administrasi dan teknis diusulkan kepada Direksi untuk ditetapkan melalui
suatu Berita Acara Hasil Evaluasi Administrasi dan Teknis Pengadaan
Pembelian Tenaga Listrik yang dipersiapkan dan ditandatangani oleh
Panitia Pengadaan Pembelian Tenaga Listrik untuk disetujui, disahkan dan
ditandatangani oleh Direksi.
Garis besar isi Berita Acara Hasil Evaluasi Administrasi dan Teknis
Pengadaan Pembelian Tenaga Listrik menggambarkan hal-hal sebagai
berikut:
Calon pengembang sebagai peserta pengadaan, yang memberikan
informasi tentang nama-nama peserta pengadaan
Hasil evaluasi, yang menggambarkan hasil evaluasi proposal administrasi
dan penawaran teknis dari setiap calon pengembang peserta pengadaan
Kesimpulan, yang memberikan informasi tentang calon-calon
pengembang mana saja yang memenuhi atau yang tidak memenuhi
persyaratan administrasi dan teknis
Hasil evaluasi administrasi dan teknis diumumkan kepada seluruh calon
pengembang peserta pengadaan baik yang telah memenuhi maupun yang
tidak memenuhi persyaratan administrasi dan teknis, melalui surat
pemberitahuan hasil evaluasi administrasi dan teknis yang dikirim oleh
Panitia Pengadaan Pembelian Tenaga Listrik kepada masing-masing calon
pengembang peserta pengadaan.
Kepada setiap calon pengembang peserta proses pengadaan diberikan
masa sanggah selama 5 (lima) hari kerja untuk menyampaikan sanggahan
terhadap prosedur evaluasi (bila ada). Sanggahan, disertai dengan
dokumen Jaminan Sanggahan, harus disampaikan kepada Panitia
Pengadaan Pembelian Tenaga Listrik dalam waktu 3 (tiga) hari kerja
setelah menerima surat pemberitahuan hasil evaluasi administrasi dan
teknis.
3. Tata Cara Penetapan dan Pengumuman Hasil Evaluasi Proposal
Penawaran Harga
Daftar calon-calon pengembang yang telah dinyatakan memenuhi
persyaratan harga diusulkan kepada Direksi untuk ditetapkan melalui
suatu Berita Acara Hasil Evaluasi Harga Pengadaan Pembelian Tenaga
Listrik yang dipersiapkan dan ditandatangani oleh Panitia Pengadaan
Pembelian Tenaga Listrik untuk disetujui, disahkan dan ditandatangani
oleh Direksi.
Garis besar isi Berita Acara Hasil Evaluasi Harga Pengadaan Pembelian
Tenaga Listrik menggambarkan hal-hal sebagai berikut:
Calon pengembang sebagai peserta pengadaan, yang memberikan
informasi tentang nama-nama peserta pengadaan
Hasil evaluasi, yang menggambarkan hasil evaluasi proposal penawaran
harga dari setiap calon pengembang peserta pengadaan
Kesimpulan, yang memberikan informasi tentang calon-calon
pengembang mana saja yang memenuhi atau yang tidak memenuhi
persyaratan penawaran harga, termasuk urutan calon pengembang
peserta pengadaan berdasarkan penawaran harga terendah
4. Tata Cara Penetapan dan Pengumuman Pemenang
Dari hasil evaluasi proposal penawaran harga, diperoleh urutan pemenang
calon pengembang berdasarkan tarif terendah yang ditawarkan. Urutan
nama-nama calon pengembang diusulkan kepada Direksi untuk ditetapkan
melalui suatu Persetujuan Direksi tentang Penetapan Pemenang
Pengadaan Pembelian Tenaga Listrik.
Setelah Berita Acara Hasil Evaluasi Harga Pengadaan Pembelian Tenaga
Listrik dan Persetujuan Direksi tentang Penetapan Pemenang Pengadaan
Pembelian Tenaga Listrik disetujui, disahkan dan ditandatangani oleh
Direksi, pemenang proses pengadaan diumumkan kepada seluruh calon
pengembang peserta pengadaan melalui surat pemberitahuan pemenang
yang dikirim oleh Panitia Pengadaan Pembelian Tenaga Listrik kepada
masing-masing calon pengembang peserta pengadaan.
Untuk proses pengadaan IPP yang dilaksanakan di luar PLN Kantor Pusat,
maka General Manager adalah pejabat yang berwenang untuk menyetujui
dan mengesahkan penetapan hasil evaluasi proposal kualifikasi, hasil
evaluasi proposal administrasi dan penawaran teknis dan hasil evaluasi
proposal penawaran harga. Namun demikian khusus untuk penetapan
pemenang harus mendapatkan persetujuan Komite Direksi IPP dan
Kerjasama Kemitraan, untuk dapat diterbitkan LOI kepada pemenang
lelang dan proses administrasi lebih lanjut.

D. PERSIAPAN PENANDATANGANAN POWER PURCHASE AGREEMENT


(PPA)
Setelah ditetapkan pemenang pengadaan pembelian tenaga listrik
oleh Komite Direksi IPP dan Kerjasama Kemitraan maka proses pengadaan
dinyatakan selesai dan proses selanjutnya adalah tahap finalisasi PPA guna
membahas syarat dan kondisi (terms and condition) di dalam PPA antara PT
PLN (Persero) dengan pemenang pengadaan yang telah ditunjuk.
Hal-hal yang harus dipersiapkan dan dipenuhi oleh pemenang
pengadaan sebelum dan/atau pada saat penandatanganan PPA adalah
sebagai berikut:
Pendirian Special Purpose Company (SPC)
Pembukaan Project Account
Performance Security Stage I, yang besarnya setara dengan 2% dari
pendapatan total (semua komponen tarif) setahun pembangkit
berdasarkan perkiraan tarif tenaga listrik
Sponsor Agreement

VIII. REFERENSI
1. Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 Tahun 2014.
3. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 05 Tahun
2009 tentang Pedoman Harga Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN
(Persero) dari Koperasi Atau Sadan Usaha Lain.
4. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 19 Tahun
2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral Nomor 09 Tahun 2014 tentang Tarif Tenaga Listrik yang
Disediakan oleh Perusahaan Perseoran (Persero) PT Perusahaan Listrik
Negara.
5. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 001 Tahun
2006 jo Nomor 004 Tahun 2007 tentang Prosedur Pembelian Tenaga
Listrik Dan/Atau Sewa Menyewa Jaringan Dalam Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum.
6. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 003 Tahun
2015 tentang Prosedur Pembelian Tenaga Listrik Dan Harga Patokan
Harga Pembelian Tenaga Listrik Dari PLTU Mulut Tambang, PLTU
Batubara, PLTG/PLMG, Dan PLTA Oleh PT Perusahaan Listrik Negara
(Persero) Melalui Pemilihan Langsung Dan Penunjukan Langsung.
7. Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 0620 K/DIR/2013 tentang
Pedoman Umum Pengadaan Barang/Jasa PT. PLN (Persero).

Anda mungkin juga menyukai