2. Penunjukan Langsung
Sesuai Permen ESDM No. 01 Tahun 2006 jo No. 04 Tahun 2007,
pembelian tenaga listrik melalui penunjukan langsung dapat dilakukan dalam
hal:
a. Pengadaan IPP yang menggunakan energi terbarukan, gas marjinal,
batubara mulut tambang dan energi setempat lainnya. Pembangkit tenaga
listrik yang menggunakan energi terbarukan antara lain pembangkit listrik
tenaga minihidro / mikrohidro, panas bumi, biomas, air, angin dan surya.
Kriteria pembangkit tenaga listrik mulut tambang antara lain
menggunakan bahan bakar batubara kalori rendah, lokasi pembangkit di
sekitar mulut tambang, tidak memperhitungkan biaya transportasi
batubara dan harus dilakukan oleh perusahaan tersendiri di luar
pemegang Kuasa Pertambangan (KP) dan Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara (PKP2B).
b. Pembelian kelebihan tenaga listrik (excess power). Pembelian excess
power dilakukan terhadap kelebihan / sisa daya dari pemegang Izin
Operasi (izin untuk melakukan penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan sendiri), setelah dipakai untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri dan kelebihan daya tersebut tidak boleh lebih besar dari daya
pembangkit yang dipakai sendiri.
c. Kondisi krisis penyediaan tenaga listrik. Kondisi krisis penyediaan tenaga
listrik di suatu daerah adalah suatu kondisi dimana kapasitas penyediaan
tenaga listrik tidak mencukupi kebutuhan beban di daerah tersebut, yang
dapat disebabkan antara lain karena pertumbuhan beban yang jauh
melampaui kemampuan penyediaan tenaga listrik, bencana alam dan
adanya konflik / kerusuhan. Kondisi krisis tersebut ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Ketenagalistrikan atas nama MESDM atas usulan PLN.
d. Ekspansi pada lokasi pembangkit eksisting. Ekspansi IPP adalah
penambahan kapasitas pembangkit tenaga listrik pada pusat pembangkit
tenaga listrik yang telah beroperasi komersil di lokasi yang sama.
Kapasitas pembangkit tambahan paling besar sama dengan kapasitas
terpasang pembangkit yang telah beroperasi. Kecuali untuk pembangkit
yang memakai teknologi yang lebih efisien, lebih ramah lingkungan dan
sesuai dengan kebutuhan sistem penyediaan tenaga listrik setempat,
penambahan kapasitas pembangkit dapat lebih besar dari kapasitas
pembangkit yang telah terpasang, sesuai dengan Peraturan Direktur
Jenderal Ketenagalistrikan Nomor 50-12/20/600.3/2012.
Untuk semua kondisi di atas, PLN harus terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan dari Pemerintah c.q. MESDM sebelum melakukan pengadaan IPP
melalui penunjukan langsung tersebut. Dan sebagaimana dalam pelelangan
umum, proses pengadaan IPP melalui penunjukan langsung juga dilakukan
dengan prakualifikasi, untuk memastikan bahwa calon pengembang memiliki
kemampuan yang cukup, baik secara keuangan maupun teknis, untuk
mengembangkan IPP hingga mencapai COD. Setelah calon pengembang
dinyatakan telah lulus prakualifikasi, proses selanjutnya adalah penerbitan
Dokumen RFP yang telah disetujui dan disahkan oleh Pengguna Barang /
Jasa.
Urutan proses lebih lanjut adalah sama dengan Pelelangan Umum
tetapi dalam Penunjukan Langsung, sesuai Kepdir PLN No. 305/2010,
Pengembang tidak diwajibkan untuk menyampaikan Jaminan Penawaran
kepada Panitia. Selain itu, proses evaluasi juga akan meliputi proses
klarifikasi dan konfirmasi lebih detail serta negosiasi terhadap proposal
pengembang tersebut.
Evaluasi terhadap proposal harga dapat dilakukan setelah proposal
administrasi dan teknis dari calon pengembang telah dinyatakan lulus tahap
evaluasi administrasi dan teknis. Evaluasi harga dilakukan dengan
memastikan kesesuaian proposal terhadap Dokumen RFP dan selanjutnya
dilakukan negosiasi dengan calon pengembang dengan acuan HPS yang
telah dimiliki oleh Panitia Pengadaan. Dalam proses pengadaan IPP melalui
penunjukan langsung, selain terhadap harga penawaran, negosiasi juga
dapat dilakukan terhadap terms & conditions dari perjanjian jual beli tenaga
listriknya. Sampai dengan tahapan tersebut jangka waktu yang ditetapkan
adalah 90 hari.
Setelah tercapai kesepakatan, Panitia melaporkan hasil proses
negosiasi kepada Pengguna Barang / Jasa untuk mendapatkan persetujuan.
Surat penunjukan langsung atau letter of intent (LoI) selanjutnya diterbitkan
oleh Pengguna Barang / Jasa kepada Pengembang. Kemudian PLN harus
melaporkan hasil dari proses penunjukan langsung dan mengajukan usulan
harga jual beli tenaga listrik tersebut kepada MESDM untuk dimintakan
persetujuannya. Sampai dengan tahapan tersebut jangka waktu yang
ditetapkan adalah 10 hari. Kemudian setelah MESDM memberikan
persetujuan harga, kemudian PKUK menandatangi kontrak paling lambat
dalam jangka waktu 10 hari. Urutan proses lebih lanjut adalah sama dengan
proses Pelelangan Umum.
3. Pemilihan Langsung
Sesuai Permen ESDM No. 01 Tahun 2006 jo No. 04 Tahun 2007,
pembelian tenaga listrik melalui pemilihan langsung dapat dilakukan dalam
hal:
a. Terdapat lebih dari 1 (satu) pengembang yang mengajukan permohonan
untuk penunjukan langsung di suatu sistem PKUK atau PIUKU, dan
b. Jumlah kapasitas yang ditawarkan oleh para pengembang tersebut lebih
besar dari kebutuhan tambahan kapasitas sistem PKUK atau PIUKU
setempat.
Untuk semua kondisi di atas, PLN harus terlebih dahulu mendapatkan
persetujuan dari Pemerintah c.q. MESDM sebelum melakukan pengadaan IPP
melalui pemilihan langsung tersebut. Dan sebagaimana dalam pelelangan
umum dan penunjukan langsung, proses pengadaan IPP melalui pemilihan
langsung juga dilakukan dengan prakualifikasi, untuk memastikan bahwa
calon pengembang memiliki kemampuan yang cukup, baik secara keuangan
maupun teknis, untuk mengembangkan IPP hingga mencapai COD sesuai
jadwal.
Ketetapan jangka waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses
pemilihan langsung (prakualifikasi, negosiasi harga jual tenaga listrik, dan
kesepakatan kontrak, serta menyampaikan usulan harga kepada MESDM)
adalah 150 hari. Kemudian MESD menyetujui usulan harga tersebut
selambat-lambatnya dalam waktu 10 hari. Kemudian setelah MESDM
memberikan persetujuan harga, kemudian PKUK menandatangi kontrak
paling lambat dalam jangka waktu 10 hari. Urutan proses lebih lanjut adalah
sama dengan proses Pelelangan Umum.
Keterangan rumus :
Current Asset minimal 30% dari Total Project Cost, yang terdiri atas:
Kas, Surat Berharga (Marketable Securities), Piutang (Account
Receivables) dan Persediaan (Inventory) (di dalam Neraca terletak di
sisi Aktiva).
Current Liabilities terdiri atas semua hutang jangka pendek (kurang
dari satu tahun), antara lain Hutang Usaha (Account Payable),
Hutang Wesel (Promessory Notes Payable), Salaries Payable dan
Hutang Pajak (di dalam Neraca terletak di sisi Pasiva).
iii. Debt Service Coverage Ratio (DSCR) 1,2 (mencakup hutang pokok
dan biaya interest).
DSCR dihitung dengan menggunakan rumus :
Keterangan rumus :
Angsuran sewa: biaya untuk sewa suatu material yang akan
menjadi asset. Tarif pajak yang umum dipergunakan sebesar 25%.
Laba sebelum Bunga dan Pajak (EBIT), diambil dari Laporan
Laba/Rugi Audited selama tiga tahun terakhir, dengan perhitungan
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Bunga merupakan kewajiban pembayaran bunga data diambil dari
Laporan Arus Kas Operasi (Cash Flow of Operation).
Data Angsuran Pokok Pinjaman diambil dari Laporan Arus Kas
Pendanaan (Cash Flow of Financing).
Catatan : Karena calon pengembang berbentuk konsorsium, maka
perhitungan dilakukan secara agregat.
Credit Rating
Credit Rating adalah proses pemeringkatan terhadap suatu
perusahaan atas unsur-unsur seperti kekuatan finansial (financial
strength) dan indikator risiko (risk indicator).
Credit rating suatu perusahaan dapat berupa D&B Rating yang proses
pemeringkatannya dilakukan oleh PT Dun & Bradstreet (D&B)
Indonesia (di Indonesia) atau berupa credit rating lain yang dikeluarkan
oleh lembaga-lembaga pemeringkatan setara lainnya.
Calon pengembang harus memenuhi sebagai berikut :
D&B Rating minimal harus 5A2 untuk ketua konsorsium;
D&B Rating minimal harus 5A3 untuk anggota konsorsium;
D&B Rating harus masih berlaku minimal sampai dengan tanggal
pemasukan proposal penawaran pada saat tahap RFP (Bid
Submission);
Kesanggupan Membuka Project Account
Project Account atau Rekening Proyek adalah rekening milik calon
pengembang yang khusus didedikasikan untuk proyek, dengan nilai
sebesar, mana yang lebih rendah di antara 10% dari Total Project Cost
atau 5 juta US Dollar.
Dalam tahap kualifikasi ini, calon pengembang hanya dimintakan
pernyataan tertulis tentang kesanggupannya untuk membuka Project
Account tersebut.
Kesanggupan Menyediakan Equity
Equity atau Ekuitas adalah sebagian porsi dari Total Project Cost yang
harus disediakan sendiri oleh calon pengembang.
Dalam tahap kualifikasi ini, calon pengembang hanya dimintakan
pernyataan tertulis tentang kesanggupannya untuk menyertakan
ekuitas minimal 25% dari Total Project Cost.
Kesanggupan Menyediakan Surat Dukungan dari Penyandang
Dana/Bank
Dalam tahap kualifikasi ini, calon pengembang hanya dimintakan
pernyataan tertulis tentang kesanggupannya untuk menyediakan surat
dukungan dari penyandang dana/bank bahwa proposal penawaran
yang akan diajukan telah mendapatkan verifikasi kelayakan finansial
dan administrasi dari penyandang dana/bank.
Catatan terhadap kriteria finansial:
i. Apabila laporan keuangan teraudit untuk tahun fiskal paling terakhir di
antara 3 (tiga) tahun terakhir belum tersedia saat pemasukan
proposal kualifikasi, maka:
Harus disampaikan laporan keuangan teraudit untuk 2 (dua) tahun
fiskal yang pertama dan laporan keuangan belum teraudit untuk
tahun fiskal yang terakhir, dilampirkan dengan surat pernyataan dari
akuntan publik independen yang sedang mengaudit laporan
keuangan yang isinya menyatakan bahwa laporan keuangan tahun
fiskal terakhir sedang diaudit; dan
Harus disampaikan laporan keuangan teraudit untuk tahun fiskal
paling terakhir tersebut pada saat tanggal pemasukan penawaran
(Bid Submission). Apabila tidak disampaikan maka proposal
penawaran akan ditolak sebagai akibat dari calon pengembang yang
tidak responsif.
ii. Anggota konsorsium dapat menggunakan laporan keuangan audited
dan/atau D&B Rating dari perusahaan induknya, sepanjang
perusahaan induk tersebut merupakan pemegang saham mayoritas di
perusahaan anggota konsorsium tersebut;
iii. Apabila anggota konsorsium menggunakan laporan keuangan audited
dan/atau D&B Rating perusahaan induk maka perusahaan induk
tersebut harus menyediakan surat pernyataan (dalam format sendiri)
yang akan bertanggung jawab atas risiko finansial terkait proyek, jika
ada, yang timbul di kemudian hari.
2. Kriteria dalam Dokumen RFP
a. Dokumen Penawaran / Bid Document
Kriteria dalam menyusun Dokumen Penawaran antara lain, namun tidak
terbatas pada hal-hal sebagai berikut :
Skema proyek IPP dapat berupa skema Built-Own-Operate-Transfer
(BOOT) atau Built-Own-Operate (BOO);
Ekuitas minimum yang harus disediakan sendiri oleh calon
pengembang adalah 25% dari Total Project Cost;
Penjaminan dari Pemerintah Republik Indonesia hanya akan diberikan
apabila proyek IPP diatur melalui peraturan perundang-undangan
seperti Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, dsb. Sebagai contoh :
i. Proyek IPP dengan skema business-to-business tidak mendapatkan
jaminan pemerintah;
ii. Proyek IPP dengan skema Fast Track Program 2 mendapatkan
jaminan pemerintah berupa Jaminan Kelayakan Usaha bagi PLN,
sesuai dengan Perpres 4 Tahun 2010;
iii. Proyek IPP dengan skema Public-Private-Partnership (PPP) atau
Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) mendapatkan jaminan
pemerintah berupa direct support melalui PT PII.
Proyek IPP dirancang untuk memenuhi profil pembebanan pembangkit
yang dapat berupa beban dasar (base load) atau beban puncak (peak
load);
Komposisi konsorsium, baik keanggotaan maupun saham, tidak boleh
berubah sampai dengan 5 (lima) tahun setelah COD. Setelah itu,
komposisi konsorsium dapat berubah dengan syarat Lead Member dan
salah satu anggota, masingmasing mempunyai porsi saham minimal
25% dari total saham konsorsium;
Masa berlaku PPA adalah sebagai berikut :
PLTU : 25 tahun (kecuali untuk PLTU Mulut Tambang, 30 tahun);
PLTG/GU: 20 tahun;
PLTA : 30 tahun;
PLTP : 30 tahun;
PLTD : 15 tahun.
Pembukaan Project Account yang didedikasikan untuk keperluan
proyek sebelum tanda tangan PPA dengan ketentuan :
Untuk Total Project Cost sampai dengan 50 juta US Dollar, nilai
Project Account sebesar 10% dari Total Project Cost;
Untuk Total Project Cost lebih besar dari 50 juta US Dollar, nilai
Project Account sebesar 5 juta US Dollar.
b. Model PPA
Kriteria dalam menyusun Model PPA antara lain, namun tidak terbatas
pada hal-hal sebagai berikut :
Penerapan denda terhadap pengembang IPP berupa Liquidated
Damage (LD) dalam hal sebagai berikut :
i. Pengembang IPP gagal mencapai jadwal Commercial Operation
Date (COD) yang disepakati. Nilai LD dihitung dengan formula 0,2
per mil per hari dari nilai transaksi Komponen Tarif A setahun
dengan maksimum 180 hari. LD ditagihkan pada saat IPP beroperasi
dengan cara mengurangi tagihan tahun pertama;
ii. Pengembang IPP gagal mencapai kapasitas yang dijanjikan
(contracted capacity) saat melakukan Uji Kapasitas Andal Bersih
(Net Dependable Capacity Test). Nilai LD ditetapkan pada saat
pembahasan PPA.
Penyelesaian perselisihan yang terjadi antara PLN dan pengembang
IPP, apabila sampai ke tingkat arbitrase, akan menggunakan
International Chamber of Commerce of Singapore;
Bahasa yang digunakan :
Untuk Dokumen Kualifikasi, Dokumen RFP dan Model PPA : Bahasa
Inggris;
Untuk PPA : Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia
a. Offtaker, dalam konteks ini adalah PLN sebagai pihak yang secara
kontraktual akan membeli tenaga listrik.
b. Sponsor, adalah pihak yang mengikuti proses pelelangan dan yang
mendirikan SPC. Sponsor juga bertanggungjawab untuk mendapatkan
pembiayaan dari Pemberi Pinjaman (Lender) dan menyediakan modal kerja
(equity) yang merupakan bagian dari keseluruhan biaya proyek.
c. Special Purpose Company (SPC), adalah perusahaan yang dibentuk
oleh Sponsor untuk menandatangani dan melaksanakan perjanjian jual beli
tenaga listrik dengan PLN.
d. Lender, atau Pemberi Pinjaman adalah pihak yang memberikan pinjaman
kepada SPC yang pada umumnya pinjaman yang diberikan tersebut
merupakan porsi terbesar dari biaya keseluruhan proyek (senior debt).
Lender bisa berupa bank komersial misalnya Bank BNI, Bank Mandiri,
HSBC, Citibank dll, atau dari Export Credit Agency (ECA) misalnya JBIC,
JICA, CDB, dan KEXIM.
e. Fuel Supplier, adalah pemasok bahan bakar misalnya batubara, gas dan
bakar bakar minyak untuk keperluan pembangkit tenaga listrik.
f. Operation & Maintenance (O&M) Contractor, adalah pihak yang
dikontrak oleh SPC untuk melaksanakan pekerjaan Operasi dan
Pemeliharaan pembangkit tenaga listrik.
g. Engineering Procurement Construction (EPC) Contractor, adalah
pihak yang dikontrak oleh SPC untuk melaksanakan pekerjaan EPC
pembangkit tenaga listrik.
Adapun hubungan antara para pihak di atas, sebagaimana
digambarkan dalam diagram dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pada saat proses lelang dimulai, para sponsor membentuk sebuah
konsorsium untuk mengikuti proses lelang. Konsorsium yang dibentuk
umumnya terdiri dari 2 s/d 4 anggota. Anggota-anggota konsorsium tersebut
adalah perusahaan-perusahaan yang akan melakukan investasi di proyek IPP
dan mempunyai kemampuan baik teknis maupun keuangan.
Jika konsorsium yang dibentuk memenangkan proses lelang maka
selanjutnya konsorsium ini diantaranya akan memproses penyelesaian PPA,
menyediakan sebagian pembiayaan dari modal sendiri, mencari pembiayaan
selebihnya dari Lender, dan membentuk suatu perusahaan baru (SPC).
SPC yang dibentuk adalah pihak yang menandatangani PPA dengan
PLN, menandatangani kontrak peminjaman modal (shareholder loan
agreement), menandatangani pinjaman dengan Lender (financing
agreement), melakukan kontrak EPC, melakukan kontrak O&M dan
melakukan kontrak suplai bahan bakar dengan pemasok bahan bakar
(batubara, gas atau BBM).
Terkait dengan kewajiban dan skema kepemilikan proyek, saat ini di
PLN dikenal skema sebagai berikut:
a. Build-Own-Operate (BOO), dimana IPP berkewajiban membangun
pembangkit tenaga listrik, memiliki, dan mengoperasikannya sampai
dengan akhir masa kontrak.
b. Build-Lease-Transfer (BLT), dimana IPP berkewajiban membangun
pembangkit tenaga listrik, menyewakan kepada PLN dan mengalihkan
kepemilikannya kepada PLN pada kurun waktu kontrak yang disepakati.
c. Build-Own-Operate-Transfer (BOOT), dimana IPP berkewajiban
membangun pembangkit tenaga listrik, memiliki pembangkit,
mengoperasikannya sampai akhir kontrak, dan mengalihkan
kepemilikannya kepada PLN pada akhir masa kontrak.
VIII. REFERENSI
1. Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 Tahun 2014.
3. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 05 Tahun
2009 tentang Pedoman Harga Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN
(Persero) dari Koperasi Atau Sadan Usaha Lain.
4. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 19 Tahun
2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral Nomor 09 Tahun 2014 tentang Tarif Tenaga Listrik yang
Disediakan oleh Perusahaan Perseoran (Persero) PT Perusahaan Listrik
Negara.
5. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 001 Tahun
2006 jo Nomor 004 Tahun 2007 tentang Prosedur Pembelian Tenaga
Listrik Dan/Atau Sewa Menyewa Jaringan Dalam Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum.
6. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 003 Tahun
2015 tentang Prosedur Pembelian Tenaga Listrik Dan Harga Patokan
Harga Pembelian Tenaga Listrik Dari PLTU Mulut Tambang, PLTU
Batubara, PLTG/PLMG, Dan PLTA Oleh PT Perusahaan Listrik Negara
(Persero) Melalui Pemilihan Langsung Dan Penunjukan Langsung.
7. Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 0620 K/DIR/2013 tentang
Pedoman Umum Pengadaan Barang/Jasa PT. PLN (Persero).