Anda di halaman 1dari 22

Struktur dan Mekanisme Pernapasan pada Manusia

I Gede Aditya Baru Christian


Mahasiswa Fakultas Kedokteran Tahun 2010 Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
NIM: 102010239, Email: bc_aditya@yahoo.com
Pendahuluan
Skenario Problem Based Learning (PBL) yang di bahas kali ini tentang seseorang anak
perempuan yang dibawa ke dokter karena sesak napas. Sesak napas yang dirasakan sejak
semalam akibat batuk pilek yang terus menerus. Makalah PBL blok 7 kali ini akan membahas
secara mendetail kasus ini sehingga diharapkan menambah pengetahuan penulis tentang topik
sistem respirasi yang menjadi topik perkuliahan di blok 7 ini. Oleh sebab itu, makalah ini akan
membahas tentang struktur saluran pernapasan, pengukuran volume paru, fungsi dan mekanisme
pernapasan.
Pembahasan
Saluran pernapasan terdiri dari cabang-cabang saluran dari lingkungan sampai ke paruparu. Fungsi sistem pernapasan adalah untuk mengambil oksigen (O 2) dari atmosfer ke dalam
sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh
kembali ke atmosfer. Organ-organ respiratorik juga berfungsi dalam produksi wicara dan
berperan dalam keseimbangan asam basa, pertahanan tubuh melawan benda asing, dan
pengaturan hormonal tekanan darah.

Ventilasi pulmonar (pernapasan) adalah jalan masuk dan keluar udara dari saluran
pernapasan dan paru-paru.

Respirasi eksternal adalah difusi O2 dan CO2 antara udara dalam paru dan kapilar
pulmonar.

Respirasi internal adalah difusi O2 dan CO2 antara sel darah dan sel-sel jaringan.

Respirasi selular adalah penggunaan O2 oleh sel-sel tubuh untuk produksi energy, dan
pelepasan produk oksidasi (CO2 dan air) oleh sel-sel tubuh.

Hidung
Berbentuk pyramid; pangkalnya berkesinambungan dengan dahi dan ujung bebasnya
disebut puncak hidung. Ke arah inferior hidung memiliki dua pintu masuk berbentuk bulat
panjang, yakni nostril atau nares, yang terpisah oleh septum nasi. Permukaan infero-lateral
hidung berakhir sebagai alae nasi yang bulat. Ke arah medial permukaan lateral ini berlanjut
pada dorsum nasi ditengah. Penyangga hidung terdiri atas tulang dan tulang-tulang rawan hialin.
Rangka bagian tulang terdiri atas os nasale, processus frontalis maxillae dan bagian nasal ossis
frontalis. Rangka tulang rawannya terdiri atas cartilage septi nasi, cartilage nasi lateralis dan
cartilage ala nasi major dan minor, yang bersama-sama dengan tulang dekatnya saling
dihubungkan.
Otot-otot yang melapisi hidung merupakan bagian dari otot wajah. Otot hidung tersusun
dari M. nasalis dan M. depressor septi nasi.
Pendarahan hidung bagian luar disuplai oleh cabang-cabang A. facialis, A. dorsalis cabang A.
opthalmica dan A. infraorbitalis cabang A. maxillaries interna. Pembuluh baliknya menuju V.
facialis dan V. opthalmica.
Persarafan otot-otot hidung oleh N. facialis; kulit sisi medial punggung hidung sampai
ujung hidung dipersarafi oleh cabang-cabang infratrochlearis dan nasalis eksternus N.
opthalmicus/N. V 1; kulit sisi lateral hidung dipersarafi oleh cabang infraorbitalis N.
maxillaries/N. V 2.1
Hidung terdiri atas kerangka tulang dan tulang rawan yang dibungkus jaringan ikat dan
kulit. Ia dibagi dalam rongga hidung (cavum nasale) kiri dan kanan oleh septum hidung (septum
nasale). Rongga hidung terbuka di anterior pada nares dan di posterior ke dalam faring. Luas
permukaannya diperbesar oleh tiga tonjolan mirip gulungan dari dinding lateral, yang disebut
konka superior, media, dan inferior. Kulit yang menutupi hidung dilapisi rambut sangat halus,
dengan kelenjar sebasea besar-besar. Bagian dalam hidung dilapisi empat jenis epitel. Epitel
berlapis gepeng kulit berlanjut ke dalam melalui nares ke dalam vestibulum, dimana sejumlah
rambut kaku dan besar menonjol ke saluran udara. Mereka ini diduga membantu menahan
partikel debu yang besar dalam udara yang dihirup. Beberapa meilimeter ke dalam vestibulum,
epitel berlapis gepeng ini beralih menjadi epitel kolumnar atau kuboid tanpa silia. Mereka ini
berlanjut menjadi epitel bertingkat kolumnar bersilia, yang menutupi sisa dari rongga hidung,
kecuali daerah kecil di dinding dorsal, yang dilapisi epitel olfaktoris sensoris.
2

Epitel hidung terdiri atas sel-sel kolumnar bersilia, sel goblet, dan sel-sel basofilik kecil
pada dasar epitel, yang dianggap sebagai sel-sel induk bagi penggantian jenis sel yang lebih
berkembang. Pada manusia, jumlah sel goblet berangsur bertambah dari anterior ke posterior.
Selain muskus, epitel juga mensekresi sedikit cairan yang membentuk lapisan di antara bantalan
muskus dan permukaan epitel. Silia melecut di dalam lapis cairan ini, mendorong lapis muskus
diatasnya ke arah faring. Di bawah epitel terdapat lamina propria tebal yang mengandung
kelenjar submukosa, terdiri atas sel-sel mukosa dan serosa. Di dalam lamina propria juga
terdapat sel plasma, sel mast, dan kelompok jaringan limfoid. Di bawah epitel konka inferior
terdapat pleksus vena luas yang merupakan tempat terkadinya mimisan.2
Rongga Hidung
Secara sagital rongga hidung dibagi oleh sekat hidung . kedua belah rongga ini terbuka
kea rah wajah melalui nares dan ke arah posterior berkesinambungan dengan nasopharynx
melalui aperture nasi posterior (choana). Masing-masing belahan rongga hidung mempunyai
dasar, atap, dinding lateral dan dinding medial (sekat hidung).
Rongga hidung terdiri atas tiga regio, yakni vestibulum, penghidu dan pernapasan. Vestibulum
hidung merupakan sebuah pelebaran yang letaknya tepat disebelah dalam nares. Vestibulum ini
dilapisi kulit yang mengandung bulu hidung, berguna untuk menahan aliran partikel yang
terkandung didalam udara yang dihisap. Region penghidu berada di sebelah cranial; dimulai dari
atap rongga hidung daerah ini meluas sampai setinggi concha nasalis superior dan bagian septum
nasi yang ada dihadapan concha tersebut. Region pernapasan adalah bagian rongga hidung
selebihnya.1
Epitel Olfaktoria
Reseptor bagi sensasi mencium terdapat di dalam epitel olfaktoria, daerah khusus pada
mukosa hidung, yang terdapat di atap rongga hidung dan meluas ke bawah sampai 8-10 m pada
kedua sisi septum, dan sedikit ke atas konka nasalis superior. Daerah khusus pada epitel ini tidak
rata dan mencakup luas sekitar 500 mm2.
Epitel olfaktorius adalah epitel bertingkat tinggi dengan tebal sekitar 60 m. Ia terdiri
atas tiga jenis sel: sel sustentakular, sel basal, dan sel olfaktorius. Sel olfaktorius adalah neuron
bipolar, tersebar merata di antara sel-sel sustentakular. Inti bulatnya menempati zona lebih
3

rendah dari yang berasal dari sel-sel penyokong. Terdapat kompleks Golgi supranuklear kecil
dan beberapa elemen tubulovesikular dari reticulum endoplasma licin. Bagian apikal sel
menyempit menjadi juluran silindris halus, yang meluas ke atas ke permukaan epitel, tempatnya
berakhir dengan melebar, yang disebut bulbus olfaktorius. Mereka sedikit menonjol di atas
permukaan sel-sel penyokong sekitarnya dan mengandung badan-badan basal dari enam sampai
delapan silia olfaktoria yang memancar darinya parallel terhadap permukaan epitel. Silia ini nonmotil, dengan struktur dalamnya yang atipis. Mereka sangat panjang, mencapai 70 m pada
kucing dan 150 m pada katak. Bagian basal batang silia berdiameter normal (250 nm), dengan
susunan biasa 9 plus 2, seperti pada mikrotubul panjang. Beberapa micrometer dari basis
terdapat bagian batang yang menyempit mendadak sampai menjadi 150 nm dan bagian tipis ini
berlanjut ke ujung, mencakup sekitar 80% panjangnya silia. Aksonema bagian tipis ini terdiri
atas 11 mikrotubul tunggal, sebagai gantinya doublet biasa. Mereka ini bervariasi antar spesies,
dan pada spesies tertentu, bagian sempit pada silia ini dapat mengandung hanya satu atau dua
mikrotubul. Bagian basal sel olfaktorius meruncing menjadi juluran licin berdiameter sekitar 0,5
m, yang adalah akson dari sel saraf. Mereka menembus lamina basal ke dalam jaringan ikat di
bawahnya, tempatnya berhubungan dengan lainnya untuk membentuk fasikel-fasikel akson tanpa
mielin yang dibungkus sel-sel Schwann. Setelah melewati lempeng kribosa dari tulang etmoid,
mereka membentuk sekitar 20 fila olfaktorius yang tampak secara makroskopik, yang memasuki
dan bersinaps dalam bulbus olfaktorius otak.2
Histofisiologi Hidung
Sementara berfungsi sebagai jalan udara yang dihirup, hidung berfungsi lain yang
cenderung melindungi asini paru yang halus. Pendarahan mukosa hidung, khususnya pleksus
venosa pada konka inferior, menghangatkan udara. Lapis muskus yang berpindah-pindah,
menangkap partikel debu dan membawanya ke faring, tempat mereka ditelan, bukan dihirup
masuk.
Fungsi mukosa tidak terbatas pada sekresi dan transport mucus. Sel-sel plasma dalam
lamina propria menghasilkan IgA yang terikat pada unsure sekresi pada permukaan basal sel-sel
kelenjar submukosa dan ditranspor bersama hasil sekresinya ke permukaan mukosa hidung.
Albumin serum, IgA, IgE, dan IgG uang berdifusi dari kapiler bertingkap sekitar kelenjar
submukosa juga sampai pada permukaan epitel, tempatnya member perlindungan setempat
4

terhadap infeksi bakteri. Pada orang yang menderita flu atau rhinitis alergika (demam jerami),
maka IgE bergabung dengan sel mast, menyebabkan dibebaskannya histamine dan mediator lain,
yang berakibat peningkatan sekresi hidung dan edema submukosa, yang menjadi sebab obstruksi
parsial dari jalan hidung yang merupakan gejala tidak menyenangkan dari kelainan ini.2
Pharynx
Pharynx adalah sebuah pipa musculomembranosa, panjang 12-14cm, membentang dari
basis crania sampai setinggi vertebra cervical 6 atau tepi bawah cricoidea. Paling lebar dibagian
superior, berukuran 3,5cm. disebelah caudal dilanjutkan dengan oesophagus (kerongkongan).
Pada batas pharynx dengan oesophagus lebarnya menjadi sekitar 1,5 cm; tempat ini merupakan
bagian tersempit saluran pencernaan, selain appendix vermiformis.
Disebelah cranial pharynx dibatasi oleh bagian posterior corpus ossis occipitalis. Di
sebelah dorsal dan lateral pharynx terdapat jaringan penyambung longgar yang menempati
spatium peripharyngeale. Disebelah dorsal, jaringan penyambung longgar tersebut memisahkan
pharynx dari fascia alaris (lembar depan fascia prevertebralis). Disebelah ventral, pharynx
terbuka ke dalam rongga hidung, mulut dan larynx; dengan demikian dinding anteriornya tidak
sempurna.
Pharynx dibagi menjadi tiga bagian, yakni:
1. Nasopharynx
2. Oropharynx
3. Laryngopharynx.1
Larynx
Larynx merupakan saluran udara yang bersifat sphincter dan juga organ pembentuk
suara, membentang antara lidah sampai trachea atau pada laki-laki dewasa setinggi vertebra
cervical 3 sampai 6, etapi sedikit lebih tinggi pada anak dan perempuan dewasa. Larynx berada
diantara pembuluh-pembuluh besar leher dan disebelah ventral tertutup oleh kulit, fascia-fascia
dan otot-otot depressor lidah. Ke arah atas larynx terbuka ke dalam laryngopharynx; dinding
posterior larynx menjadi dinding anterior laryngopharynx. Ke arah bawah, larynx dilanjutkan
sebagai trachea.

Larynx laki-laki dewasa beukuran lebih besar, oleh karena petumbuhan yang pesat
menjelag pubertas; cartilage thyroideanya berproyeksi lebih nyata kearah anterior garis tengah.1
Trakea
Merupakan pipa udara yang terbentuk dari tulang rawan dan selaput fibro-muskular,
panjangnya sekitar 10-11 cm, sebagai lanjutan dari larynx, membentang mulai setinggi cervical 6
sampai tepi atas vertebra thoracal 5. Ujung caudal trachea terbagi menjadi bronchus principalis
(primer, utama) dexter dan sinister. Trachea terletak hamper di bidang sagital, tetapi biasanya
bifurkasi trachea sedikit terdesak kearah kanan oleh arcus aortae. Selama inspirasi dalam,
mungkin bifurkasi ini turun sampai setinggi vertebra thoracal 6. Bentuk trachea sedikit kurang
silindrik, karena datar di sebelah posterior.1
Dinding trakea diperkuat oleh sederetan (16-20) keeping tulang rawan hialin berbentuk-C
yang mengelilingi bagian ventral dan lateralnya. Cincin tulang rawan tidak utuh ini dipisahkan
oleh celah-celah yang dijembatani jaringan ikat fibro-elastis. Susunan demikian member trakea
keleluasaan gerak yang besar, sedangkan cincin-cincin tulang rawannya memungkinkannya
menahan tekanan dari luar yang dapat menutup jalan napas. Di luar tulang rawan terdapat lapis
jaringan ikat padat dengan banyak serat elastin. Dinding posterior trakea tidak dilengkapi tulang
rawan. Sebagai gantinya terdapat pita tebal dari otot polos yang terorientasi melintang, yang
ujung-ujungnya berbaur dengan lapis jaringan ikat padat di luar tulang rawan tadi.
Trakea dilapisi epitel bertingkat kolumnar bersilia, dengan lamina basal sangat tebal.
Banyak sel goblet tersebar di dalam epitel. Pada mikrograf elektron, sel-sel bersilia memiliki
tepian bermikrovili, melalui mana terjulur silia ke dalam lumen. Sitoplasma apikal mengandung
sejumlah mitokondris dan sebuah kompleks Golgi kecil. Reticulum endoplasmanya tidak luas
dan tidak relative sedikit ribosom bebas. Sel gobletnya tampak serupa dengan yang terdapat di
epitel hidung dan saluran cerna. Bagian apikalnya yang melebar dipenuhi granul musigen
berdensitas electron rendah dan mereka cenderung menekan kompleks Golgi dibawahnya. Di
bagian basal sel yang lebih sempit terdapat banyak sisterna dari reticulum endoplasma kasar.
Sel sikat (brush cell), lebih sedikit dari sel-sel bersilia dan sel goblet, adalah sel kolumnar
langsing dengan tepian lumen bermikrovili sepanjang 2 m. filament aktin di pusat mikrovili
terjulur ke bawah, memasuki sedikit sitoplasma apikal. Tidak ada granul sekresi namun agregat
glikogen kecil-kecil tertsebar di dalam sitoplasma. Fungsi sel sikat dan hubungannya terhadap
6

jenis sel lain dari epitel belum diketahui. Mereka dikatakan sebagai sel goblet kosong atau tahap
perantara dalam perkembangan sel basal untuk menggantikan sel bersilia. Adanya ujung saraf
intraepitel yang berhubungan dengannya menjadi dasar spekulasi bahwa mereka dapat berfungsi
sebagai reseptor sensoris, namun tidak ada dukungan secara fisiologik.
Jenis sel tanpa silia lain yang telah dibahas dalam epitel adalah sel serosa. Ia agaknya
serupa dengan sel serosa pada asini dari kelenjar submukosa bronki. Ia memiliki granul apikal
yang padat electron dan diduga menghasilkan secret berviskositas lebih rendah daripada yang
dari sel mukosa.
Sel basal pyramidal kecil terselip di antara dasar sel-sel kolumnar. Letak intinya yang di
bawah letak inti sel-sel kolumnar member epitel ini tampilan khas bertingkat. Sel-sel basal
memiliki sedikit organel dan dipandang sebagai cadangan sel induk yang sanggup berkembang
dan menggantikan sel-sel bersilia dan sel goblet yang rusak.
Jenis sel kedua di basal sel tersebar jarang dalam epitel trakeobronkial. Sitoplasmanya
jarang-elektron dan mengandung banyak vesikel berpusat padat, dengan halo terang di antara
pusat dan membrane pembatasnya. Vesikel-vesikel ini sering mengumpul dekat lamina basal. Sel
ini, disebut sel Kulchisky bronchial, mirip sel argentafin yang terdapat di antara sel-sel pelapis
kriptus mukosa usus dan diduga mempunyai fungsi neuroendokrin. Mungkin terdapat lebih dari
satu kategori sel ini. ada yang memiliki sifat pulasan dari ciri fluoresens dari sel yang
mengandung katekolamin. Lainnya mirip sel penghasil hormone peptide dari system enteroendokrin. Sekarang ini sel-sel kecil pengandung granul dari saluran napas ini kurang menarik
minat para peneliti dibanding yang dari epitel usus.2
Sel Granul Kecil dan Badan Neuroepitel
Epitel yang melapisi bagian konduksi jalan napas mengandung sel granul kecil dan
kelompok sel serupa dengan saraf terkait membentuk badan neuroepitelial. Sel granul kecil
bersifat argirofilik dan sebagian darinya memancarkan fluoresensi pada panjang gelombang yang
khas untuk serotonin, sementara yang lain tidak. Jadi, agaknya mereka adalah populasi heterogen
yang dapat disamakan dengan sel-sel dari system endokrin difus yang telah dibahas dalam epitel
gastrointestinal. Mereka terdapat di semua tingkat jalan napas bagian konduksi dan merupakan
sel-sel tinggi dengan dasar lebar dan apeks sempit, dengan mikrovili pendek terpapar terhadap
lumen. Inti serta organel sitoplasmanya tidaklah jarang. Sentriol dan kompleks Golginya terletak
7

supranuklear, namun mereka mengandung banyak granul berpusat padat sebesar 100-300 m
yang mengumpul di dasar sel. Tidak banyak bukti kuat mengenai fungsi sel granul kecil, namun
struktur halus serta lokasinya memberi kesan bahwa mereka diperutukkan menerima rangsangan
dari lumen dan berespons dengan membebaskan satu atau lebih amin dan peptide pengatur.
Badan neuroepitelial terdapat dalam epitel jalan napas ke distal sampai bronkiolus
terminalis. Mereka agaknya cenderung menempati lokasi dekat atau pada bifurkasi dari saluran.
Mereka terdiri atas 3 sampai lebih dari 50 sel dengan tinggi 15 m yang mirip sel granul kecil
dalam hal ciri inti dan sitoplasmanya. Pada hamster terdapat sekitar 10 badan demikian per
millimeter panjang jalan napas dan pada manusia sedikitnya sama banyaknya, namun tidak ada
studi perbandingannya. Semua sel berkontak dengan lumen, namun permukaan basalnya paling
sedikit lima kali lebih besar dari daerah yang terpapar pada lumen. Vesikel atau granul berpusat
padat paling banyak ditemukan di sitoplasma basal. Pada kelinci dan tikus, akson saraf
menembus lamina basal dan bercabang-cabang di antara sel-sel dari badan neuroepitelial.
Pelebaran bulbosa sepanjang jalannya mengandung vesikel sinaptik. Cabang-cabang sel terjulur
dari dasar sel melalui lamina basal dan berkontak dengan saraf di lamina propria. Saraf mana
yang aferen atau eferen belum jelas.2
Thorax
Merupakan bagian superior batang badan, antara leher dan perut. Mempunyai bentuk
kerucut yang terpancung horizontal. Di dalam thorax ini terkandung rongga thorax. Rongga
thorax memiliki akses masuk ke dalam lewat pintu atas dan pintu bawah thorax.
Pintu atas thorax (apertura thoracis superior) yang sempit, terbuka dan berkesinambungan
dengan leher; pintu bawah thorax (aperture thoracis inferior) yang relatif luas, tertutup oleh
diafragma.
Hampir separuh bagian bawah dinding thorax lebih banyak melindungi alat dalaman
perut daripada alat dalaman dada. Oleh karena itu, batas-batas rongga thorax lebih kecil daripada
batas-batas dinding thorax yang tampak sebelah luar.
Rongga thorax yang dibatasi oleh dinding thorax dan diafragma ini terbagi menjadi tiga
kompartemen utama, yakni: cavum pleurae (rongga pleura) kanan dan kiri, yang masing-masing
mengelilingi sebuah paru; mediastinum.

Dengan sempurna cavum pleurae saling terpisah oleh mediastinum; kelainan dalam satu
cavum pleurae tidak melibatkan rongga lainnya. Ini juga berarti bahwa mediastinum dapat
dicapai tanpa membuka cavum pleurae.
Cavum pleurae meluas di atas ketinggian iga 1, ke dalam pangkal leher. Dengan
demikian, kelainan pada pangkal leher dapat melibatkan pleura dan paru dekatnya, begitu pula
sebaliknya.1
Pleura
Merupakan selaput serosa yang membentuk sebuah kantong tertutup yang terinvaginasi
oleh paru. Bagian pleura yang melekat pada permukaan paru dan fissura-fissura interlobaris paru
disebut pleura visceralis atau pleura pulmonalis. Pleura yang melapisi permukaan dalam separuh
dinding thorax, menutupi sebagian besar diaphragm dan struktur-struktur yang menempati
daerah tengah thorax disebut pleura parietalis. Pleura pulmonalis dan pleura parietalis saling
berkesinambungan disekitar hilus. Ruang potensial antara pleura parietalis dan pleura pulmonalis
disebut rongga pleura. Daerah antara kedua rongga pleura disebut mediastinum (ruang
interpleural). Rongga pleura kiri lebih kecildari rongga pleura kanan, karena sebagian besar
jantung menempati sisi kiri garis tengah.1
Pulmo
Masing-masing organ pernapasan ini terletak bebas didalam cavum pleurae. Kedua paru
saling terpisah oleh jantung dan isi mediastinum lainnya, kecuali struktur-struktur yang melintasi
hilus pulmonis. Paru berupa spons, mengapung dalam air, sangat elastic dan berkrepitasi bila
diraba, karena ada udara dalam alveoli. Paru-paru janin dan bayi lahir mati yang belum bernapas
berbeda dengan paru-paru bayi yang lahir hidup, yakni padat, tidak krepitasi dan tidak terapung
dalam air. Permukaannya halus, mengkilat dan ditandai oleh garis-garis halus dan gelap ke dalam
lobulus-lobulus.
Sewaktu lahir paru-paru berwarna merah muda; pada orang dewasa tampak bercak dan
berwarna kelabu. Semakin berusialanjut bercak ini menjadi hitam, karena granul dengan
kandungan bahan karbon yang dihirup, tersimpan pada jaringan penyambung dekat permukaan.
Biasanya, apex pulmonis dan tepi belakang paru, yang kurang dapat bergerak, berwarna lebih
gelap.
9

Paru-paru memiliki apex (puncak), basis, tiga tepid an dua permukaan.bentuk paru
menyerupai separuh kerucut. Normal paru kanan sedikit lebih besar daripada paru kiri, karena
mediatinum medius yang berisi jantung, menonjol kea rah lebih kiri daripada kearah kanan.1
Mekanisme Pernapasan (Ventilasi Pulmonar)
Toraks adalah rongga tertutup kedap udara di sekeliling paru-paru yang terbuka ke
atmosfer hanya melalui jalur sistem pernapasan. Pernapasan adalah proses inspirasi (inhalasi)
udara ke dalam paru-paru dan ekspirasi (ekshalasi) udara dari paru-paru ke lingkungan luar
tubuh. Sebelum inspirasi dimulai, tekanan udara atmosfer (sekitar 760 mmHg) sama dengan
tekanan udara dalam alveoli yang disebut sebagai tekanan intra-aveolar (intrapulmonar). Tekanan
intrapleura dalam rongga pleura (ruang antar pleura) adalah tekanan sub-atmosfer, atau kurang
dari tekanan intra-alveolar. Peningkatan atau penurunan volume rongga toraks mengubah
tekanan intrapleura dan intra-alveolar yang secara mekanik menyebabkan pengembangan
atau pengempisan paru-paru. Otot-otot inspirasi memperbesar rongga toraks dan meningkatkan
volumenya. Otot-otot ekspirasi menurunkan volume rongga toraks.
Inspirasi membutuhkan kontraksi otot dan energi.
(1) Diafragma, yaitu otot berbentuk kubah yang jika sedang relaks akan memipih saat
berkontraksi dan memperbesar rongga toraks ke arah inferior.
(2) Otot interkostal eksternal mengangkat iga ke atas dan ke depan saat berkontraksi
sehingga memperbesar rongga toraks ke arah anterior dan superior.
(3) Dalam pernapasan aktif atau pernapasan dalam, otot-otot sternokleidomastoid,
pektoralis mayor, serratus anterior, dan otot skalena juga akan memperbesar
rongga toraks.
Ekspirasi pada pernapasan yang tenang dipengaruhi oleh relaksasi otot dan disebut
proses pasif. Pada ekspirasi dalam, otot interkostal internal menarik kerangka iga ke
bawah dan otot abdomen berkontraksi sehingga mendorong isi abdomen menekan
diafragma.3
Mekanisme Difusi dan Transport Gas
Secara umum, respirasi terdiri dari 2 proses: respirasi eksternal dan respirasi internal.
Respirasi eksternal meliputi pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida) antara cairan
10

interstisial tubuh dengan lingkungan luar. Tujuan dari respirasi eksternal adalah untuk memenuhi
kebutuhan respirasi sel. Respirasi internal adalah proses absorpsi oksigen dan pelepasan karbon
dioksida dari sel. Proses respirasi internal ini disebut juga respirasi selular, terjadinya di
mitokondria.
Berikut adalah tahapan-tahapan dalam respirasi eksternal:
1

Ventilasi pulmoner atau bernapas, melibatkan perpindahan udara secara fisik keluar
masuk paru-paru.

Difusi gas, melewati membran respiratori antara ruangan alveolar dan kapiler alveolar
serta melewati kapiler alveolar dan kapiler jaringan.

Transportasi oksigen dan karbon dioksida; antara kapiler alveolar dan kapiler jaringan.
Ventilasi pulmoner adalah perpindahan udara secara fisik keluar masuk paru-paru. Fungsi

utamanya adalah untuk menjaga keseimbangan ventilasi alveolar. Tekanan atmosfer memiliki
peranan penting dalam ventilasi pulmoner.
Menurut hukum Boyle, tekanan berbanding terbalik dengan volume. Udara akan
mengalir dari daerah bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Kedua hukum ini merupakan dasar
dari ventilasi pulmoner. Satu siklus respirasi tunggal terdiri dari inhalasi/inspirsi dan
ekshalasi/ekspirasi. Keduanya melibatkan perubahan volume paru-paru. Perubahan ini
menciptakan gradien tekanan yang memindahkan udara keluar atau masuk paru-paru.
Kedua paru-paru memiliki rongga pleural. Parietal dan viseral pleura dipisahkan hanya
oleh selaput tipis cairan pleural. Perbandingan ikatan cairan terjadi antara parietal pleural dan
viseral pleura Hasilnya, permukaan masing-masing menempel pada bagian dalam dada dan
permukaan superior diafragma. Pergerakan dada dan diafragma ini akan menyebabkan
perubahan volume paru-paru. Volume rongga toraks berubah ketika diafragma berubah posisinya
atau tulang rusuk bergerak.
Saat diafragma berkontraksi, volume rongga toraks akan bertambah, ketika diafragma
berelasasi, volume rongga toraks akan berkurang. Sementara pergerakan superior rusuk dan
tulang belakang menyebabkan volume rongga toraks bertambah. Pergerakan inferior rusuk dan
tulang belakang menyebabkan volume rongga toraks berkurang.
Saat bernapas dimulai, tekanan di dalam dan luar paru-paru sama, tidak ada pererakan
keluar masuk paru-paru. Saat rongga toraks membesar, rongga pleural dan paru-paru akan
berekspansi untuk memenuhi rongga dada yang membesar. Ekspansi ini mengurangi tekanan
11

paru-paru, maka udara dapat memasuki saluran pernapasan karena tekanan dalam paru-paru
lebih rendah dari tekanan luar. Udara terus masuk sampai volume paru-paru berhenti bartambah
dan tekanan di dalam sama dengan tekanan udara luar. Saat volume rongga toraks berkurang,
tekanan alam paru-paru naik sehingga udara dari paru-paru dikeluarkan dari saluran pernapasan.
Proses Kimiawi Respirasi Pada Tubuh Manusia:
1

Pembuangan CO2 dari paru-paru : H + HCO3 H2CO3 H2 + CO2

Pengikatan oksigen oleh hemoglobin : Hb + O2 HbO2

Pemisahan oksigen dari hemoglobin ke cairan sel : HbO2 Hb + O2

Pengangkutan karbondioksida di dalam tubuh : CO2 + H2O H2 + CO2.


Dalam darah, oksigen diikat oleh hemoglobin. Selanjutnya darah yang telah mengandung

oksigen mengalir ke seluruh tubuh. Oksigen diperlukan untuk proses respirasi sel-sel tubuh. Gas
karbon dioksida yang dihasilkan selama proses respirasi sel tubuh akan ditukar dengan oksigen.
Selanjutnya, darah mengangkut karbon dioksida untuk dikembalikan ke alveolus paru-paru dan
akan dikeluarkan ke udara melalui hidung saat ekspirasi.4
Difusi Oksigen dari Alveoli ke Darah Kapiler Paru
Alveolus paru yang berbatasan dengan kapiler paru memperlihatkan difusi molekul
oksigen antara udara alveolus dan darah paru. PO2 dari gas oksigen dalam alveolus rata-rata 104
mmHg, sedangkan PO2 darah vena yang masuk kapiler paru pada ujung arterinya, rata-rata
hanya 40 mm Hg karena sejumlah besar oksigen dikeluarkan dari darah ini setelah melalui
jaringan perifer. Oleh karena itu perbendaan tekanan awal yang menyebabkan oksigen berdifusi
ke dalam kapiler paru adalah 104-40, atau 64 mmHg. Terjadi pningkatan PO2 yang cepat dalam
darah sewaktu darah melewati kapiler; PO2 darah meningkat hamipr sebanding dengan
peningkatan yang terjadi pada udara alveolus sewaktu darah telah melewati sepertiga kapiler
yang hampir 104 mmHg.4
Difusi Oksigen dari Kapiler ke Dalam Cairan Intersisial
Bila darah arteri sampai ke jaringan perifer, PO2 dalam kapiler masih 95 mmHg. Namun,
dalam cairan intersisial yang mengelilingi sel jaringan rata-rata hanya 40 mmHg. Dengan
demikian terdapat perbedaan tekanan awal yang sangat besar dan menyebabkan oksigen
berdifusi secara cepat dari darah kapiler ke dalam jaringan, begitu cepat sehingga PO2 kapiler
12

turun hampir sama dengan tekanan dalam intersisium, yaitu 40mmHg. Oleh karena itu, PO2
darah yang meninggalakn kapiler jaringan dan memasuki vena sistemik juga kia-kira 40 mmHg.4
Difusi Oksigen dari Kapiler Perifer ke Sel Jaringan
Oksigen selalu dipakai oleh sel. Oleh karena itu, PO2 intrasel dalam jaringan perifer tetap
lebih rendah daripada PO2 dalam kapiler perifer. Juga, pada beberapa keadaan ada jarak fisik
yang sangat besar antara kapiler dan sel. Oleh karena itu, PO2 intrasel normal berkisar antara 5
mmHg- 40 mmHg, dengan rata-rata 23 mmHg. Karena pada keadaan normal hanya dibutuhkan
tekanan oksigen sebesar 1 sampai 3 mmHg untuk mendukung sepenuhnya proses kimiawi dalam
sel yang menggunakan oksigen, maka kita dapat melihat bahwa PO2 intrasel yang rendah, yaitu
23 mmHg, lebih dari cukup dan meupakan suatu faktor pengaman yang besar.4
Difusi Karbon Dioksida dari Sel Jaringan Perifer ke dalam Kapiler Jaringan dan dari
Kapiler Paru ke dalam Alveoli
Ketika oksigen dipakai oleh sel, sebenarnya seluruh oksigen ini menjadi karbondioksida,
sehingga PCO2 intrasel meningkat, karena PCO2 sel jaringan ini tinggi, karbondioksida
berdifusi dari sel ke dalam kapiler jaringan dan dibawa oleh darah ke paru. Di paru, karbon
dioksida berdifusi dari kapler paru ke dalam alveoli dan kemudian dikeluarkan.
Dengan demikian tiap tempat dalam rantai pengangkutan gas, karbondioksida berdifusi
dalam arah yang berlawanan dengan difusi oksigen. Meskipun demikian, terdapat satu perbedaan
antara difusi karbondioksida dan oksigen; karbondioksida dapat berdifusi kira kira 20 kali lebih
cepat daro oksigen. Oleh karena itu, perbedaan tekanan yang dibutuhkan untuk menimbulkan
difusi karbondioksida, pada setiap keadaan jauh lebih kecil dibanding perbedaan tekanan yang
dibutuhkan untuk menimbulkan difusi oksigen.4
Pertukaran Gas dalam Paru
Pengambilan Contoh Udara Alveolus:
Secara teoritis, udara yang diekspirasikan merupakan udara yang terdapat di dalam alveolus,
kecuali 150 mL udara ekspirasi awal, walaupun selalu terdapat udara campuran pada fase
peralihan antara udara ruang rugi dengan udara alveolus. Dengan demikian, untuk melakukan
analisis gas diambil dibagian terakhir udara ekspirasi. Dengan menggunakan alat yang
13

dilengkapi katup otomatis yang sesuai, dimungkinkan untuk mengmbil 10mL terakhir udara
ekspirasi selama pernapasan tenang. PAO2 dapat pula dihitung dengan persamaan gas alveolus.
Dengan FIO2 adalah fraksi molekul O2 udara kering, PIO2 adalah PO2 inspirasi dan R adalah
rasio pertukaran pernapasan, yaitu kecepatan aliran molekul CO2 melalui membran alveolus per
menit di bagi dengan kecepatan aliran molekul O2 melalui membran tersebut per menit.5
Komposisi udara alveolus
Oksigen terus meners berdifusi dari udara dalam alveoli ke dalam aliran darah, dan CO2
terus menerus berdifusi dari darah ke dalam alveoli. Pada keadaan seimbang, udara inspirasi
bercampur dengan udara alveolus, menggantikan O2 yang telah masuk ke dalam darah dan
mengencerkan CO2 yang telah memasuki alveoli. Sebagian udara campuran ini akan
dikeluarkan. Kandungan O2 udara alveolus akan menurun dan kandungan CO2 nya akan
meningkat sampai inspirasi berikutnya. Pada akhir ekpirasi tenang volume udara di dalam alveoli
sekitar 2L, sehingga setiap perubahan sejumlah 350mL selama inspirasi dan ekspirasi sangat
sedikit mengubah PO2 dan PCO2. Pada kenyataannya, komposisi udara alveolus relatif konstan,
tidak hanya pada saat istirahat tetapi juga pada keadaan lain.5
Difusi Melalui Membran Alveolus-Kapiler
Gas berdifusi dari alveoli ke dalam darah kapiler paru atau sebaliknya melintasi membran
alveolus kapiler yang tipis yang dibentuk oleh epitel pulmonal, endotel kapiler serta membran
basalis masing-masing yang berdifusi. Tercapai atau tidaknya keseimbangan senyawa yang
melintas dari alveoli kedalam darah kapiler dalam waktu 0,75 detik yang diperlkan darah untuk
melewati kapiler paru pada saat istirahat bergantung pada reaksinya dengan senyawa dalam
darah. Sebagai contoh, gas anestesi nitrogen oksida tidak bereaksi, dan N2O mencapai
keseimbangan dalam waktu sekitar 0,1 detik. Pada keadaan ini, jumlah N2) yang diambil tubuh
tidak dibatasi oleh kemampuan difusi melainkan oleh jumlah darah yang mengalir melalui
kapiler paru. Di pihak lain, karbon monoksida diambil oleh hemoglobin dalam sel darah merah
dengan kecepatan yang sangat tinggi sehingga tekanan parsial CO di dalan kapiler tetap sangat
rendah, dan keadaan seimbang tidak dapat tercapai dalam waktu 0,75 detik saat darah berada
dalam kapiler paru. Oleh sebab itu, pada keadaan istirahat perpindahan CO bukan dibatasi oleh
besarnya perfusi, melainkan oleh kemampuan difusi(diffusion limited). Perpindahan O2 terletak
14

antara N2O dan CO; O2 diambil oleh hemoglobin tetapi jauh lebih lambat dibandingkan CO, dan
mencapai keseimbangan dengan darah kapiler dalam waktu sekitar 0,3 detik. Jadi, ambilan O2
juga dibatasi perfusi.
Kapasitas difusi paru untuk suatu gas berbanding lurus dengan luas membran alveolus
kapiler dan berbanding terbalik dengan tebal membran. Kapasitas difusi CO (DLCO) diukur
sebagai indeks kapasitas difusi karena pengambilannya dibatasi oleh kemampuan difusi. DLCO
sebanding dengan jumlah CO yang memasuki darah (VCO) dibagi dengan tekanan parsial CO
dalam darah yang masuk ke kapiler paru. Nilai terakhir ini mendekati nol sehingga dapat
diabaikan, kecuali pada perokok habitual.
Pada keadaan istirahat, nilai normal DLCO sekitar 25mL/menit/mmHG. Nilai ini
meningkat tiga kali lebih besar selama latihan fisik akibat dlatasi kapiler dan peningkatan jumlah
kapiler yang aktif.
PO2 udara alveolus normal adalah 100 mmHg dan PO2 darah yang memasuki kapiler
paru adalah 40mmHg. Seperti halnya CO, kapasitas difusi O2 pada keadaan istirahat adalah
25mL/menit/mmHg, dan PO2 dalam darah meningkat mencapai 97 mmHg, nilai yang sedikit
lebih rendah daripada PO2 alveolus. Nilai ini berkurang menjadi 95 mmHg di dalam aorta akibat
adanya pintas (shunt) fisiologis. DLO2 meningkat mencapai 65mL/menit/mmHg selama latihan
fisik dan menurun pada enyakit seperti sarkoidosis dan keracunan berilium yang menimbulkan
fibrosis pau adalah sekresi PDGF berlebihan oleh makrofag alveolus, yang merangsang sel
mesenkin di sekiarnya.
PCO2 drah vena adalah 46mmHg, sedangkan dalam udara alveolus adalah 40mmHg, sehingga
CO2 berdifusi dari darah ke alveoli sesuai selisih tekanan tersebut. PCO2 darah yang
meninggalkan paru adalah 40mmHg. CO2 mampu menembus seluruh membran biologis dengan
mudah, dan kapasitas difusi paru untuk CO2 jauh lebih besar dari pada O2. Inilah sebabnya
mengapa retensi CO2 jarang merupakan masalah pada penderita fibrosis alveolus walaupun
terdapat penurunan kapasitas difusi O2 yang nyata.5
Volume dan Kapasitas Paru
Volume udara dalam paru-paru dan kecepatan pertukaran saat inspirasi dan ekspirasi
dapat diukur melalui spirometer. Nilai volume paru memperlihatkan suhu tubuh standard an
tekanan ambient serta diukur dalam mililiter udara.
15

1. Volume
a. Volume tidal (VT) adalah volume udara yang masuk dan keluar paru-paru selama
ventilasi normal biasa. VT pada dewasa muda sehat berkisar 500 ml untuk laki-laki
dan 380 ml untuk perempuan.
b. Volume cadangan inspirasi (VCL) adalah volume udara ekstra yang masuk ke paruparu dengan inspirasi maksimum di atas inpirasi tidal. CDI berkisar 3.100 ml pada
laki-laki dan 1.900 ml pada perempuan.
c. Volume cadangan ekspirasi (VCE) adalah volume ekstra udara yang dapat dengan
kuat dikeluarkan pada akhir ekspirasi tidal normal. VCE biasanya berkisar 1.200 ml
pada laki-laki dan 800 ml pada perempuan.
d. Volume residual (VR) adalah volume udara sisa dalam paru-paru setelah melakukan
ekspirasi kuat. Volume residual penting untuk kelangsungan aerasi dalam darah saat
jeda pernapasan. Rata-rata volume ini pada laki-laki sekitar 1.200 ml dan pada
perempuan 1.000 ml.
2. Kapasitas
a. Kapasitas residual fungsional (KRF) adalah penambahan volume residual dan
volume cadangan ekspirasi (KRF=VR+VCE). Kapasitas ini merupakan jumlah udara
sisa dalam sistem respiratorik setelah ekspirasi normal. Nilai rata-ratanya adalah
2.200 ml.
b. Kapasitas inspirasi (KI) adalah penambahan volume tidal dan volume cadangan
inspirasi (KI=VT+VCL). Nilai rata-ratanya adalah 3.500 ml.
c. Kapasitas vital (KV) adalah penambahan volume tidal, volume cadangan inspirasi,
dan volume cadangan ekspirasi (KT=VT+VCL+VCE). Karena diukur dengan
spirometer, kapasitas vital merupakan jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan
dengan kuat setelah inspirasi maksimum. Kapasitas vital dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti postur, ukuran rongga toraks, dan komplians paru, tetapi nilai rataratanya sekitar 4.500 ml.
d. Kapasitas total paru (KTP) adalah jumlah total udara yang dapat ditampung dalam
paru-paru

dan

sama

dengan

kapasitas

vital

ditambah

volume

residual

(KTP=KV+VR). Nilai rata-ratanya adalah 5.700 ml.

16

3. Volume ekspirasi kuat dalam satu detik (VEK 1) adalah volume udara yang dapat
dikeluarkan dari paru yang terinflasi maksimal saat detik pertama ekhalasi maksimum.
Nilai normal VEK1 sekitar 80% KV.
4. Volume respirasi menit adalah volume tidal dikalikan jumlah pernapasan per menit.3
Tes Fungsi Paru
Evaluasi

spirometri

memungkinkan

perkiraan

kemampuan

keseluruhan

untuk

memventilasi. Variasi dari normal bisa karena penyakt paru generalisata atau karena kelainan
lokalisata. Tes ini sederhana untuk dilakukan, tetapi harus dinilai dengan cermat karena ada
variasi luas di dalam populasi normal. Hasil yang didapat sangat tergantung pada pemahaman
dan kerja sama pasien. Pembagian kapasitas paru total (TLC, liter) dibagi menjadi empat volume
paru seperti yang digambarkan pada gambar 1.1. Pertama, Volume Tidal (VT, L) yaitu volume
udara yang diinspirasi selama pernapasan normal yang tenang, yang dimulai pada akhir ekspirasi
normal dari titik tidal akhir (TTA), yang kedua,Volume Cadangan Inspirasi (VCI, L) yaitu
volume paru diantara titik tidal puncak dan titik inspirasi maksimum, yang ketiga, Volume
Cadangan Ekspirasi (VCE, L) yaitu volume paru diantara TTA dan titik ekspirasi maksimum,
yang keempat, Volume Sisa (VS, L) yaitu volume udara yang masih ada dalam paru pada titik
ekspirasi maksimum.
Sedangkan kapasitas paru didefinisikan dengan spirometri di bagi menjadi empat juga,
yaitu yang pertama, Kapasitas Paru Total (KPT, L) yaitu jumlah udara di dalam paru setelah
insprasi maksimum. Kedua, Kapasitas Vital (KV, L) yaitu jumlah udara yang diekspirasi setelah
inspirasi maksimum. Ketiga, Kapasitas Inspirasi (KI, L) yaitu jumlah udara yang diekspirasi dari
titik inspirasi meksimum ke TTA. Keempat, Kapasitas Sisa Fungsional (KSF, L) yaitu jumlah
udara di dalam paru pada titik tidal akhir.
Jelas bahwa VS adalah satu-satunya volume yang tak dapat ditentukan dari rekaman
spirometri. Tanpa nilai VS, maka KPT dan KSF tak dapat ditentukan. Dalam prakteknya, VS
dapat ditentukan oleh plestismografi tubuh atau dengan teknik pengenceran gas. Nilai volume
dan kapasitas paru bermanfaat dalam kategorisasi umum pasien ke dalam pola klinis khas
penyakit paru.
Obstruksi saluran pernapasan, komponen primer kebanyakan penyakit paru, diukur
dengan rekaman aliran udara terhadap waktu selama tes spirometri. Penentuan ini sering
17

digunakan secara klinis sebagai berikut: Kapasitas Vital Paksa (KVP<L) yaitu volume udara
yang dapat diekspirasi paksa dengan usaha ekspirasi maksimum. Ventilasi Volunter Maksimum
(VVM<L) yaitu jumlah udara yang dapat dihirup dalam satu menit selama usaha maksimum,
yang dihitung 15 detik dari ventilasi sebenarnya.
Telah didapati data rata-rata hasil dari pernapasan normal pria yaitu Volume Tidal
sebanyak 500 ml, Volume Cadangan Inspirasi sebanyak 3000 ml, Volume Cadangan Ekspirasi
sebanyak 1000 ml, Volume Residu sebanyak 1200 ml, Kapasitas Inspirasi sebanyak 3500 ml ,
Kapasitas Sisa Fungsional sebanyak 2200 ml, Kapasitas Vital sebanyak 4500 ml, dan Kapasitas
Paru Total sebanyak 5700 ml. dapat di lihat pada grafik dalam gambar 1.1.6

Gambar 1.1
Untuk mendiagnosis gangguan paru-paru dan seberapa parah gangguan tersebut dapat
dilakukan beberapa macam test, yaitu spirometry yang dilakukan secara rutin, gas diffusion test,
residual volume measurement, body plethysmography, dll. Pada pemeriksaan volume dinamis
paru-paru didapati volume udara maksimum yang dapat dihembuskan secara paksa (kapasitas
vital paksa/FVC) umumnya dicapai dalam 3 detik dan normalnya adalah 4 liter, sedangkan
volume udara yang dapat dihembuskan paksa pada satu detik pertama(FEV 1) normalnya adalah
3,2 liter. Orang sehat dapat menghembuskan 75-80% atau lebih FVC-nya dalam satu detik.
Dapat dilihat pada grafik dalam gambar 1.2.

18

Gambar 1.2
FVC: Forced Vital Capacity
FEV1: Forced Expired Volume in one second
Tes fungsi paru secara umum dapat memberikan hasil pemeriksaan sebagai berikut:
Obstructive Lung Disease, tidak dapat menghembuskan udara (unable to get air out)
Dimana volume dinamis paru-paru didapati volume udara maksimum yang dapat dihembuskan
secara paksa atau volume udara yang dapat dihembuskan paksa pada satu detik pertama lebih
kecil dari 75%. Semakin rendah rasionya, semakin parah obstruksinya.
Restrictive Lung Disease, tidak dapat menarik napas (unable to get air in)
Dimana volume dinamis paru-paru didapati volume udara maksimum yang dapat dihembuskan
secara paksa rendah atau Dimana volume dinamis paru-paru didapati volume udara maksimum
yang dapat dihembuskan secara paksa dan volume udara yang dapat dihembuskan paksa pada
satu detik pertama normal atau meningkat.

19

Obstructive
Jalan nafas yang menyempit akan mengurangi voulume udara
yang dapat dihembuskan pada satu detik pertama ekspirasi.
Amati bahwa FVC hanya dapat dicapai setelah ekshalasi yang
panjang. Rasio FEV1/FVC berkurang secara nyata. Ekspirasi
diperlama dgn peningkatan perlahan pada kurva, dan plateau
tidak tercapai sampai waktu 15 detik.
Restrictive
FEV1 dan FVC menurun. Karena jalan nafas tetap terbuka,
ekspirasi bisa cepat dan selesai dlm waktu 2-3 detik. Rasio
FEV1/FVC tetap normal atau malah meningkat, tetapi volume
udara yang terhirup dan terhembus lebih kecil dibandingkan
normal.
Mixed
Ekspirasi diperlama dengan peningkatan kurva perlahan
mencapai plateau. Kapasitas vital berkurang signifikan
dibandingkan gangguan obstruktif. Pola campuran ini, jika tidak
terlalu parah, sulit dibedakan dengan pola obstruktif.7

Keseimbangan Asam Basa


Pengaturan suasana asam basa di dalam tubuh diatur oleh sistem buffer yang ada di
tubuh. Tujuan pengaturan ini adalah agar semua organ berfungsi dengan baik. Keasaman
intraseluler harus dijaga agar tetap di sekitar tingkat keasaman sebesar 7,35-7,45. Dalam keadaan
inilah semua metabolisme berada dalam keadaan terionisasi.
Tingkat keasaman sendiri dilihat dari ada atau tidaknya kemampuan untuk memberikan
ion hidrogen atau menerima. Suatu bahan disebut asam jika bahan tersebut merupakan pendonor
hidrogen sedangkan disebut basa jika bahan tersebut merupakan penerima ion hidrogen. Keadaan
di dalam tubuh kurang lebih selalu pada keadaan asam basa yang stabil akibat pengaruh dari
buffer. Jika nilai dari pH turun (suasana menjadi asam), disebut sebagai asidemia. Sedangkan
20

pada saat nilai pH naik (keadaan menjadi basa), disebut sebagai keadaan alkalemia. Jika terjadi
perubahan asam-basa darah namun suasana telah terkompensasi sehingga pH akan bergerak
menuju 7,4, keadaan ini tidak lagi digolongkan asidemia atau alkalemia, tapi disebut asidosis dan
alkalosis.
Masing-masing keadaan dibagi menjadi 2 jenis yaitu bisa bersifat respiratotik dan metabolik.
1. Asidosis Respiratorik
Keadaan turunnya pH darah yang disebabkan oleh proses abnormal pada paru. Keadaan
ini bisa menyebabkan asidosis akut bila sudah terjadi pada jangka waktu yang cukup
lama dan tidak terkompensasi. Biasanya terjadi karena pengeluaran CO2 di tubuh
tergangu sehingga kompnesasi yang seharusnya dilakukan tidak terjadi.
2. Asidosis Metabolik
Asidosis yang terjadi karena adanya akumulasi asam selain asam karbonat yang
meningkatkan asam dalam tubuh. Hal ini terjadi karena pemberian asam berlebih,
produksi asam berlebihan, berkurangnya ekskresi asam oleh ginjal, dan hilangnya
bikarbonat baik melalui usus atupun ginjal. Si penderita akan bernapas dengan cepat
sehingga bisa CO2 bisa keluar (dari HCO3-) atau hiperventilasi.
3. Alkalosis Respiratorik
Peningkatan pH darah karena hiperventilasi alveolar sehingga CO2 menjadi hilang dalam
jumlah banyak dalam waktu yang singkat.8
Kesimpulan
Sistem pernapasan dibagi atas struktur makroskopis dan struktur mikroskopis.
Mekanisme transportasinya berupa difusi, perfusi, dan ventilasi. Gangguan dari sistem
pernapasan dan ketidakseimbangannya asam basa dapat menyebabkan sesak napas. Salah satu
penyebab sesak napas yaitu saluran pernapasan yang menyempit atau kurangnya oksigen (O2).
Penyumbatan saluran pernapasan juga dapat menyebabkan gangguan pada mekanisme
pernapasan.

21

Daftar Pustaka
1. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007 (h)2-4, 14-5,
19, 33, 50, 54-6, 72, 78.
2. Bloom, Fawcett DW. Buku ajar histologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002
(h)629-31, 633.
3. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2003 (h)269-70, 271-2.
4. Guyton AC. Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2007 (h)516-29.
5. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2007 (h)621-39.
6. Smith PK, Sabiston DC. Segi fisiologi fungsi pernapasan dan penatalaksanaan
insufisiensi pernapasan dalam pasien bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2004 (h)639-51.
7. Ikawati Z. Uji fungsi paru-paru. Jakarta: Dinkes, 2009 (h)30-45.
8. Sherwood, Lauralee. Fisiologi manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2011

(h)254.

22

Anda mungkin juga menyukai