Anda di halaman 1dari 11

Tinjauan Pustaka

Asites dan Melena Akibat Sirosis Hati


Reyner Sebastian Mulyadi
102010193 /D5
11 Juni 2012
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email: Reyner_sebastian@hotmail.com

Pendahuluan :
Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Hampir
semua kasus hepatitis virus akut disebabkan oleh virus hepatitis A,B,C,D,E. jenis virus lain yang
ditularkan pascatransfusi seperti Hepatitis G dan virus TT telah dapat diidentifikasikan akan
tetapi tidak menyebabkan hepatitis. Selain itu hepatitis juga dapat disebabkan oleh karena
pemakaian obat yang menyebabkan kerusakan pada sel hati atau toksik terhadap sel hati. Auto
imun juga dapat menjadi alasan terjadi nya hepatitis. Pada banyak kasus hepatitis yang
disebabkan oleh HBV dan HVC berlanjut menjadi kronik hepatitis dan pada akhir nya dapat
berkembang menjadi hepatoma maupun sirosis hati yang menimbulkan banyak komplikasi
lainnya seperti hipertensi portal, varises esophagus, hemoroid, caput medusa, splenomegali dan
lainnya. Gejala klinis hepatitis sangat lah bervariasi mulai dari infeksi asimtomatik tanpa kuning
sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminan yang dapat menimbulkan kematian dalam
beberapa hari. Pentingnya mengetahui etiologi penyebab hepatitis yaitu dalam penatalaksanaan
penyakit itu sendiri yang memiliki penatalaksanaan yang berbeda.

Anamnesis
Pada pasien dengan kelainan hepar beberapa hal yang perlu diperhatikan dan ditanyakan
kepada pasien yaitu kondisi umun pasien ada atau tidak nya tanda-tanda lesu dan lemah, tandatanda ikterus, apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan narkotik, pernah mendapat
transfuse darah dulu, apakah ada demam dan gejala prodromal lainnya sebelum adanya ikterus,
apakah ada perubahan warna urin dan tinja, sudah pernah mendapatkan vaksin hepatitis atau
belum, apakah baru saja bepergian ke tempat-tempat endemis dan riwayat mengkonsumsi obat
pada 2 bulan terakhir.1,2
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Sebelum itu dilakukan anamnesis. Pada pemeriksaan untuk Hepatitis B pasien diminta untuk
menanggalkan baju dan dilakukan pemeriksaan abdomen, pada pemeriksaan jika pasien
mengalami komplikasi sirosis hati yang disebabkan oleh hepatitis B maka akan terlihat perutnya
membuncit (Ascites), pembesaran parotid, spider nervi, kulit menjadi kuning dan dilihat juga
adakah terdapat pergerakan atau pulsasi di bahagian abdomen. Diinspeksi juga adakah terdapat
benjolan seperti pembesaran hati serta melihat sclera mata penderita apakah berubah menjadi
kuning. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan palpasi, pada pemeriksaan palpasi dirasakan
adakah terdapat rigiditas, dan juga jangan lupa untuk meminta pasien untuk memberitahu jika
terdapat rasa sakit apabila ditekan. Pada hepatitis B juga terdapat nyeri tekan di bagian
Hipokondrium kanan yang mungkin disebabkan oleh Kolesistitis dan sakit hepar. Jika terdapat
kelainan di hepar harus dilaporkan bagaimana permukaan, tepi, konsistensi, nyeri dan
pembesarannya. 1,2
Pada pemeriksaan perkusi, dilakukan perkusi secara acak dahulu kemudian perkusi
untuk mencari ukuran pembesaran hati. Seterusnya dilakukan pemeriksaan abdomen patologis
seperti berikut pada asites dilakukan tes shifting dullness/perkusi pekak berpindah, pada keadaan
asites, dullness berpindah kearah sisi berbaring pasien, sedang timpani akan terdengar di atasnya.
lakukan perkusi dan beri tanda antara daerah timpani dan dullness, kemudian mintalah pasien
berbaring kearah satu sisi dan buatlah tanda perubahan timpani dan dullness yang berubah. tes
gelombang cairan (Fluid wave ) Undulasi dengan cara meminta pasien atau asisten untuk

menekan dengan tepi telapak tangan pada garis tengah abdomen, hal ini akan menghalangi
transmisi gelombang melalui lemak. Kemudian ketuklah dengan ujung jari anda pada sisi
abdomen dan rasakan adanya gelombang yang menyentuh telapak tangan yang anda letakan di
sisi lain abdomen. Kita juga perlu meng identifikasi Organ dalam cairan ascites( Ballotement)
dengan meletakkan ujung jari-jari anda pada dinding abdomen dan lakukanlah tekanan tiba-tiba
di daerah organ terletak. Gerakan cepat ini akan menyebabkan berpindanya cairan sehingga
organ yang dituju mudah teraba. Memeriksa Murphy sign(kolesistitis) letakan jari tangan kanan
anda tepat di bawah Arkus kosta kanan, mintalah pasien untuk bernafas dalam, timbulnya nyeri
tajam saat itu menunjukkan kemungkinan adanya kolesistitis akut. 1,2
Pemeriksaan Penunjang
Breath test dilakukan untuk mengukur kemampuan hati dalam memetabolisir sejumlah
obat. Ultrasonografi (USG) menggunakan gelombang suara untuk menggambarkan hati,kandung
empedu dan saluran empedu. Pemeriksaan ini paling bagus untuk mengetahui kelainan struktural
seperti tumor. USG merupakan pemeriksaan paling murah,paling aman dan paling peka untuk
memberikan gambaran kandung empedu dan saluran empedu. Imanging Radionuklida
(radioisotop) menggunakan bahan yang mengandung perunut radioaktif,yang disutikan ke dalam
tubuh dan diikat ke organ tertentu. Skening hati merupakan gambaran radionuklida yang
menggunakan substansi radioaktif,yang diikat sel-sel hati. Koleskintigrafi menggunakan zat
radioaktif yang akan dibuang dari hati ke saluran empedu. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengetahui peradangan akut dari kandung empedu. CT scan bisa memberikan gambaran hati
yang sempurna dan terutama digunakan untuk mencari tumor. Pemeriksaan ini bisa menemukan
kelainan yang difus (tersebar) seperti perlemakan hati (fatty liver) dan jaringan hati yang
menebal abnormal (hemokromatosis). Tetapi karena pemeriksaan ini mahal maka jarang
digunakan. MRI memberikan gambaran yang sempurna seperti CT scan, Namun pemeriksaan ini
lebih mahal dari CT scan, membutuhkan waktu yang lama dan penderita harus berbaring dalam
ruangan yang sempit,menyebabkan beberapa penderita mengalami klaustrofobia (takut akan
tempat sempit). Kolangiopankreatografi endoskopik retrogard merupakan suatu pemeriksaan
dimana endoskopi dimasukan ke dalam mulut,melewati lambung dan usus duabelas jari menuju
ke saluran empedu. Suatu zat radiopak kemudian disuntikan ke dalam saluran empedu dan
diambil foto rontgen dari saluran empedu. Pemeriksaan ini menyebabkan peradangan pankreas

pada 3-5% penderita. Kolangiografi transhepatik perkutaneus menggunakan jarum panjang yang
dimasukkan melalui kulit ke dalam hati kemudian disuntikan zat radiopak ke dalam salah satu
saluran empedu. Bisa digunakan USG untuk menuntun masuknya jarum. Rontgen secara jelas
menunjukkan saluran empedu, terutama penyumbatan di dalam hati.1
Biopsi hati suatu contoh jaringan hati bisa diambil selama pembedahan eksplorasi, tetapi
lebih sering diperoleh melalui sebuah jarum yang dimasukkan lewat kulit menuju ke
hati.Sebelum dilakukan prosedur ini, diberikan bius lokal kepada penderita.Skening ultrasonik
atau CT bisa digunakan untuk menentukan lokasi daerah yang abnormal, darimana contoh
jaringan hati diambil.Biasanya penderita yang menjalani prosedur ini tidak perlu menjalani rawat
inap. Setelah biopsi hati sering timbul nyeri ringan di perut kanan bagian atas, yang kadang
menjalar ke bahu kanan, dan biasanya akan menghilang setelah pemberian analgesik (obat
pereda nyeri). Pada biopsi hati transvenosa, sebuah kateter dimasukkan kedalam suatu vena
leher, menuju ke jantung dan ditempatkan ke dalam vena hepatik yang berasal dari hati. Jarum
kateter kemudian dimasukkan melalui dinding vena kedalam hati. Dibandingkan dengan biopsi
hati perkutaneus, tehnik ini tidak terlalu mencederai hati, dan bahkan bisa digunakan pada
seseorang yang mudah mengalami perdarahan.1
Tes Fungsi Hati sebagian besar pemeriksaan bertujuan untuk mengukur kadar enzim atau
bahan-bahan lainnya dalam darah, sebagai cara untuk mendiagnosis kelainan di hati.
Pemeriksaan untuk mengukur hasil pemeriksaan menunjukkan.3
Asites
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum. Asites dapat di
sebabkan oleh banyak penyakit. Pada dasarnya penimbunan cairan di rongga peritoneum dapat
terjadi melalui 2 mekanisme dasar yakni transudasi dan eksudasi. Asites yang ada hubungannya
dengan sirosis hati dan hipertensi porta adalah salah satu contoh penimbunan cairan di rongga
peritoneum yang terjadi melalui mekanisme transudasi.1
Grade 1: Sedang, hanya tampak pada pemeriksaan USG
Grade 2: dapat terdeteksi dengan pemeriksaan puddle sign dan shifting dullness
Grade 3: tampak dari pemeriksaan inspeksi, dapat dikonfirmasi dengan tes undulasi

Patofisiologi
Ada beberapa teori yang menerangkan patofisiologi asites transudasi. Teori-teori itu misalnya
underfilling, overfilling, dan

peripheral vasodilatation. Menurut teori underfilling

asites

dimulai dari volume cairan plasma yang menurun akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia.
Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan hidrostatik venosa ditambah hipoalbuminemia akan
menyebabkan transudasi, sehingga volume cairan intravascular menurun. Akibat volume cairan
intravascular menurun, ginjal akan bereaksi dengan melakukan reabsorpsi air dan garam melalui
mekanisme neurohormonal. Sindroma hepatorenal terjadi bila penurunan cairan intravaskuler
sangat menurun. Teori ini tidak sesuai dengan hasil penelitian selanjutnya yang menunjukkan
bahwa pada pasien sirosis hati terjadi vasodilatasi perifer, vasodilatasi splanchnic bed,
peningkatan volume cairan intravaskuler dan curah jantung. Teori overfilling mengatakan bahwa
asites dimulai dari ekspamsi cairan plasma akibat reabsorpsi air oleh ginjal. Gangguan fungsi itu
terjadi akibat peningkatan aktivitas hormone anti-diuretik (ADH) dan penurunan aktivitas
hormone natriuretik karena penurunan fungsi hati. Teori overfilling tidak dapat menerangkan
kelanjutan asites menjadi sindrom hepatorenal. Teori ini juga gagal menerangkan gangguan
neurohormonal yang terjadi pada sirosis hati dan asites. Evolusi dari kedua teori itu adalah teori
vasodilatas perifer. Menurut teori ini, factor patogenesis pembentukan asites yang amat penting
adalah hipertensi portal yang sering disebut sebagai factor local dan gangguan fungsi ginjal yang
sering disebut factor sistemik.1
Gambaran Klinis
Pada asites derajat sedang sulit untuk dideteksi, tapi pada derajat yang lebih berat bisa
menimbulkan distensi abdomen. Pasien dengan asites biasanya akan mengeluh perutnya yang
bertambah berat dan tekanan yang meningkat, yang berakibat terjadinya napas pendek (shortness
of breath) karena keterbatasan gerak dari diafragma. Dari pemeriksaan fisik, ada tiga
pemeriksaan yang dapat dilakukan berdasar jumlah cairan asites. Pada asites yang minimal dapat
dilakukan pemeriksaan puddle sign, untuk derajat yang lebih berat dapat dilakukan pemeriksaan
shifting dullness dan tes undulasi (pada asites yang berjumlah 1,5 sampai 2 liter).1
Pemeriksaan Penunjang

Analisa cairan asites untuk memeriksa warna, kadar protein, hitung sel bakteri, dan
keganasan. Asites biasanya berwarna kekuningan pada sirosis, kemerahan pada keganasan, dan
keruh pada infeksi. Hitung leukosit adalah >250 PMN/mL pada peritonitis bakterialis.
Pemeriksaan sitologi bisa menegakkan diagnosis keganasan. Pada pankreatitis juga bisa terjadi
asites, jadi amilase harus diukur. USG abdomen digunakan untuk mengukur ukuran hati (kecil
pada sirosis), tanda-tanda hipertensi portal (splenomegali), dan lebamya vena portal dan vena
hepatika (untuk menyingkirkan dugaan trombosis vena hepatika dan sindrom Budd-Chiari). Juga
bermanfaat untuk menemukan kelainan fokal (mengarahkan dugaan ke keganasan diseminata)
dan untuk diagnosis tumor intraabdomen (misalnya tumor ovarium). Tes darah Tes biokimia dan
tes fungsi hati untuk mencari penanda sirosis hepatis (kadar albumin rendah, hiperbilirubinemia,
kenaikan enzim hati, trombositopenia, dan lain-lain). Pemeriksaan penanda tumor jika ada
dugaan keganasan (terutama -fetoprotein untuk hepatoma, CA 125 untuk kanker ovarium).1
Tatalaksana
Tirah baring, diet rendah garam dan diuretika.1
Hepatitis B
Hepatitis B adalah peradangan pada hati. Selain tipe A, virus hepatitis B paling sering
ditemui. Sebagian penderita hepatitis B akan sembuh sempurna dan mempunyai kekebalan
seumur hidup, tapi sebagian lagi gagal memperoleh kekebalan. Orang itu akan terus menerus
membawa virus hepatitis B dan bisa menjadi sumber penularan. Penularannya dapat terjadi lewat
jarum suntik atau pisau yang terkontaminasi, transfusi darah dan gigitan manusia. Hepatitis B
sangat beresiko bagi pecandu narkotika dan orang yang mempunyai banyak pasangan seksual.
Gejala hepatitis B adalah lemah, lesu, sakit otot, demam ringan, mual, kurang nafsu makan, mata
dan kulit kuning dan air kencing berwarna gelap. Pengobatan penyakit ini dilakukan dengan
interferon alfa-2b, lamivudine dan imunoglobulin yang mengandung antibodi terhadap hepatitisB (diberikan 14 hari setelah paparan). Vaksin hepatitis B yang aman dan efektif sudah tersedia
sejak beberapa tahun lalu. Untuk mencegah penularan hepatitis B adalah dengan imunisasi
hepatitis B terhadap bayi yang baru lahir, menghindari hubungan badan dengan orang yang
terinfeksi, menghindari penyalah-gunaan obat dan pemakaian bersama jarum suntik,

menghindari pemakaian bersama sikat gigi ataupun alat cukur dan memastikan alat suci-hama
bila ingin bertatto, melubangi terlinga atau tusuk jarum.1,4
Etiologi Hepatitis B
Apabila pasien dengan hasil laboratorium HBsAg positif berarti penyebab kepada
hepatitis B tersebut adalah virus hepatitis B (HBV). HBV merupakan virus yang tergolong di
dalam family Flaviviridae yang merupakan virus DNA dengan genom ganda parsial dan
mempunyai sekitar 3200 pasangan basa. HBV mempunyai selubung yang merupakan proten
surface antigen (HBsAg).5
Cara Transmisi melalui darah seperti penerima donor darah, pasien hemodialisis, pekerja
kesehatan dan pekerja yang terpapar dengan darah, transmisi seksual, penetrasi jaringan atau
permukosa seperti tertusuk jarum, penggunaan ulang alat medis yang terkontaminasi,
penggunaan pisau cukur dan silet, transmisi maternal-neonata, maternal-infant. Penularan infeksi
virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu secara parenteral dimana terjadi penembusan kulit
atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan
pembuatan tattoo. Cara yang kedua adalah secara non parenteral karena persentuhan yang erat
dengan benda yang tercemar virus hepatitis B. Secara epidemiologik penularan infeksi virus
hepatitis B dibagi 2 cara penting yaitu penularan vertikel dan penularan horizontal. Penularan
vertical adalah penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang HBsAg positif kepada anak yang
dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal. Resiko terinfeksi pada bayi mencapai 50-60 % dan
bervariasi antar negara satu dan lain berkaitan dengan kelompok etnik. Penularan horizontal pula
merupakan penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang pengidap virus hepatitis B kepada
orang lain disekitarnya, misalnya melalui hubungan seksual. 1,4,5
Epidemiologi Hepatitis B
Distribusi hampir diseluruh dunia. Prevalensi karier di Amerika <1% sedangkan di Asia
sekitar 5-15%. Di Indonesia sendiri, prevalensi didaerah pedesaan relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan didaerah kota terutama pada kelompok masyarakat yang terpencil
termasuk yang tinggal di pulau pulau kecil. Prevalensi infeksi VHB pada WTS(wanita tuna
susila) relatif lebih tinggi dibanding kan dengan populasi umum sedangkan Hbs pada petugas
kesehatan tidak jauh berbeda dengan angka yang didapatkan pada populasi umum.1

Patofisiologi Hepatitis B
Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B
(VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik dimembran sel hepar kemudian mengalami
penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan mantelnya,
sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati.
Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA
hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB memerintahkan gel hati
untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru. Virus
ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan
karena respon imunologik penderita terhadap infeksi. Apabila reaksi imunologik tidak ada atau
minimal maka terjadi keadaan karier sehat.5
Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah sama yaitu
adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai infiltrasi sel-sel
hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi hepatitis akut fulminan. Bila penyakit
menjadi kronik dengan peradangan dan fibrosis meluas didaerah portal dan batas antara lobulus
masih utuh, maka akan terjadi hepatitis kronik persisten. Sedangkan bila daerah portal melebar,
tidak teratur dengan nekrosis diantara daerah portal yang berdekatan dan pembentukan septa
fibrosis yang meluas maka terjadi hepatitis kronik aktif.5
Profilaksis
Tidak meminum alcohol, hindari aktivitas beresiko tinggi contohnya melakukan suntikan
narkoba bersama dan melakukan seks bebas, menghindari pemakaian bersama barang-barang
pribadi seperti pisau cukur, melakukan seleksi atau pemeriksaan sebelum menerima darah dari
pendonor. Pemberian vaksin dan Immune globulin serum.1
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan hepatitis B khronik adalah mencegah atau menghentikan progresi jejas
hati ( liver injury) dengan cara menekan replikasi virus atau menhilangkan injeksi. Dalam
pengobatan hepatits B, titik akhir yang sering dipakai adalah hilangnya petanda replikasi virus
yang akti secara menetap HBeAg dan DNA VHB). Pada umumnya serokonversi dari HBeAg
menjadi anti anti-HBe dsertai dengan kehilangannya DNA VHB dalam serum dan meredanya

penyakit hati. Pada kelompok pasien hepatitis B HBeAg negate,serokonversi HBeAg tidak dapat
diapaki sebagai titik akhir terapi dan respons terapi hanya dapat dinilai dengan pemeriksaan
DNA VHB. 1
Terapi dengan Imunomodulator
Intereron (IFN) alfa. IFN adalah kelompok pasien intrasellular yang normal ada dalam tubuh
dan diproduksi oleh berbagai macam sel. IFN alfa diproduksi oleh limfosit , IFN beta diproduksi
oleh monosit fibroepithelial, dan IFn gamma diprosuksi oleh sel limosit T. Produksi IFN
dirangsang oleh berbagai macam stimulasi terutama ineksi virus. Beberapa khasiat IFN adalah
khasiat antivirus, immunolodulator proliretai dan antifibrotik. IFN tidak memiliki khasiat anti
virus langsung tetapi merangsang IFN yang terdapat membran sitoplasma sel hati yang diikuti
dengan diproduksinya protein efektor. Salah satu protein yang terbentuk adalah 2-5
oligodenlyate (OAS) yang merupakan suatu enzim yang berungsi dalam hati terbentuknya
aktivitas antivirus.Khasiat IFN pada hepatits B disebabkan terutama oleh khasiat immunodulator.
Penelitian menunjukkan bahawa pasien Hepatitis B sering didapatkan penururnan produksi IFN.
Sebagai salah satu akibatnya terjadi gangguan penurunan IFN. Sebagai salah satu akibatnya
terjadi gangguan penampilan molekul HLA kelas 1 pada membran hepatosit yang sangat
diperlukan agar sel T sitotoksik dapat mengenali sel-sel hepatosit yang terkena infeksi VHB. Selsel tersebut menampilkan antigen sasaran(target antigen) VHB pada membran hepatosit.
Beberapa faktor yang dapat meramalkan keberhasilan IFN:1
a) Konsentrasi ALT yang tinggi: Konsentrasi DNA VHB yang rendah, timbulnya lare up
selama terapi dan IgM anti Hb-C yang positif.
b) Efek samping IFN: gejala seperti flu, tanda-tanda supresi tulang, lare up. Depresi, rambut
rontok. Berat badan turun dan gangguan fungsi tiroid.
PEG Inteferon. Penambahan poli etin glikol (PEG) menimbulkan senyawa IFN dengan umur
paruh yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan IFN biasa. Dalam suatu penelitian yang
mmbandingkan dengan IFN biasa . Pengunaan steroid sebelum terapi IFN. Pemberian steroid
pada psien Hepatitis B yang kemudian dihentikan mendadak akan menyebabkan lare up yang
disertai dengan keniakan konsentrasi ALT. Beberapa penelitian awal menunjukkan bahwa steroid
withdrawal yang diikuti dengan pemberian IFN lebih efektif dibandingkan pemberian IFN saja.1

Vaksinasi terapi merupakan salah satu sebagai langkah maju dalam bidang vaksinanais
hepatitis B adalah kemungkinana vaksin hepatits B untuk pengobatan ineksi VHB. Prinsip dasar
vaksinasi adalah pengidap VHB tidak memberikan respons terhadap vaksinasi konvesional yang
mengandungi HBsAg karena individu tersebut mengalami immunotolenrasi terhadap HbsAg.
Suatu vaksin terapi yang eektif adalah suatu vaksin yang kuat dapat mengatasi immonotolenrasi

Daftar Pustaka

1. Harryanto RA, Madjid A, Muin RA, Nugroho A, Sanusi TA, Aziz RHA, et al. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Edisi 4. Departemen Ilmu Penyakit Dalam: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia ; 2006.h.427-47
2. Mark HS. Buku Ajar Diagnostik Fisik. EGC : Jakarta; 1995.h.245-52.
3. Kosasih EN, Kosasih AH. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik. 2 nd ed.
Karisma : Jakarta; 2008.p.296-317.
4. Eugene RS, Michael FS, Wills CM. Sciffs Diseases of the Liver. Volume 1. Lippincott
Williams & Wilkins : Philadelphia; 2007.p.20-54, 717-20, 807-35.
5. Egi KY, Esty W, Devi Y. Buku Saku Patofisiologi. 3rd ed. EGC: Jakarta; 2008.h.665-672.

Anda mungkin juga menyukai