Anda di halaman 1dari 9

PERMODELAN HIDROLOGI

A. MODEL USLE
Model USLE (universal soil loss equation), MUSLE (modified USLE), RUSLE
(revised USLE), CREAMS (chemical runoff and erosion from agricultural management
system) dan GLEAMS (groundwater loading effect of agricultural management
system), tergolong dalam lumped parameter, yaitu model yang mentransformasi curah
hujan (input) ke dalam aliran permukaan (output) dengan konsep bahwa semua proses
dalam DAS terjadi pada satu titik spasial. WEPP (water erosion predicting project),
KINEROS (kinematic erosion simulation), EUROSEM (european soils erosion model),
TOP MODEL (topografically and physically based, variable contributing area model of
basin hidrology) dan ANSWERS (areal nonpoint source watershed environmental
response simulation) tergolong distributed parameter, yaitu model yang berusaha
menggambarkan proses dan mekanisme fisik dan keruangan, memperlakukan masing
komponen DAS atau proses sebagai komponen mandiri dengan sifatnya masingmasing. Model tersebut secara teori sangat memuaskan, tetapi data lapangan sering
terbatas untuk mengkalibrasi dan memverifikasi hasil simulasi.
Model HEC-1 adalah event model yang mensimulasikan respon hujan tunggal
sebagai input data. Sedangkan SWM-IV (stanford watershed model) dan SWMM
(storm water management model) merupakan continous model yang didasarkan pada
persamaan kesetimbangan air dalam jangka yang lebih panjang. Model tersebut cocok
untuk digunakan pada DAS yang memiliki ukuran yang lebih luas.
Model AGNPS (agricultural non point source pollution model) merupakan
gabungan antara model distribusi dan model sekuensial. Sebagai model distribusi,
penyelesaian persamaan keseimbangan massa dilakukan serempak untuk semua sel.
Sedangkan sebagai model sekuensial, air dan cemaran ditelusuri dalam rangkaian aliran
dipermukaan lahan dan di saluran secara berurutan (Pawitan 1999).
Model SWAT (soil and water assessment toll) adalah model yang dikembangkan
untuk memprediksi dampak pengelolaan lahan (land management practices) terhadap
air, sedimen dan bahan kimia pertanian yang masuk ke sungai atau badan air pada suatu
DAS yang kompleks, dengan tanah, penggunaan tanah dan pengelolaannya yang
bermacam-macam sepanjang waktu yang lama (Arsyad 2006).
2. MODEL EROSI
a). Model USLE
Model penduga erosi USLE (universal soil loss equation) merupakan model
empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas
Penelitian Pertanian, Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) bekerja sama
dengan Universitas Purdue pada tahun 1954 (Kurnia 1997). Model tersebut
dikembangkan berdasarkan hasil penelitian erosi pada petak kecil (Wischmeier plot)
dalam jangka panjang yang dikumpulkan dari 49 lokasi penelitian. Berdasarkan data
dan informasi yang diperoleh dibuat model penduga erosi dengan menggunakan data
curah hujan, tanah, topografi dan pengelolaan lahan. Secara deskriptif model tersebut
diformulasikan sebagai (Arsyad 2006) :
A = RKLSCP
Di mana:
A : jumlah tanah yang tererosi (ton/ha/tahun)

R : faktor erosivitas hujan


K : faktor erodibilitas tanah
L : faktor panjang lereng
S : faktor kemiringan lereng
C : faktor penutupan dan pengelolaan tanaman
P : faktor tindakan konservasi tanah
Pada awalnya model penduga erosi USLE dikembangkan sebagai alat bantu para
ahli konservasi tanah untuk merencanakan kegiatan usahatani pada suatu landscape
(skala usahatani). Akan tetapi mulai tahun 1970, model ini menjadi sangat populer
sebagai model penduga erosi lembar (sheet erosion) dan erosi alur (rill erosion) dalam
rangka mengaplikasikan kebijakan konservasi tanah. Model ini juga pada awalnya
digunakan untuk menduga erosi dari lahan-lahan pertanian, tetapi kemudian digunakan
pada daerah-daerah penggembalaan, hutan, pemukiman, tempat rekreasi, erosi tebing
jalan tol, daerah pertambangan dan lain-lain (Wischmeier 1976).
Model penduga erosi USLE juga telah secara luas digunakan di Indonesia.
Disamping digunakan sebagai model penduga erosi wilayah (DAS), model tersebut juga
digunakan sebagai landasan pengambilan kebijakan pemilihan teknik konservasi tanah
dan air yang akan diterapkan, walaupun ketepatan penggunaan model tersebut dalam
memprediksi erosi DAS masih diragukan (Kurnia 1997). Hal ini disebabkan karena
model USLE hanya dapat memprediksi rata-rata kehilangan tanah dari erosi lembar dan
erosi alur, tidak mampu memprediksi pengendapan sedimen pada suatu landscape dan
tidak menghitung hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai
(Wischmeier 1976)
Berdasarkan hasil pembandingan besaran erosi hasil pengukuran pada petak
erosi standar (Wischmeier plot) dan erosi hasil pendugaan diketahui bahwa model
USLE memberikan dugaan yang lebih tinggi untuk tanah dengan laju erosi rendah, dan
erosi dugaan yang lebih rendah untuk tanah dengan laju erosi tinggi. Dengan kata lain
kekurang-akuratan hasil pendugaan erosi pada skala plot, mencerminkan hasil dugaan
model ini pada skala DAS akan mempunyai keakuratan yang kurang baik. Disamping
itu, model USLE tidak menggambarkan proses-proses penting dalam proses hidrologi
(Risse et al.1993). Berdasarkan beberapa kelemahan tersebut, model erosi USLE
disempurnakan menjadi RUSLE (Revised USLE) dan MUSLE (Modified USLE)
dengan menggunakan teori erosi modern dan data-data terbaru (Renard 1992dalam
Risse et al. 1993), tetapi masih tetap berbasis plot.
Hasil-hasil penelitian pengujian model penduga erosi USLE baik yang
dilakukan di Indonesia maupun di luar negeri seperti Afrika, Eropa, negara-negara Asia
dan di Amerika Serikat itu sendiri, menunjukkan bahwa model penduga erosi USLE
tidak dapat digunakan secara universal (Kurnia 1997) dan memberikan hasil pendugaan
yang bias jika digunakan untuk memprediksi erosi DAS. Hal tersebut disebabkan
karena ekstrapolasi hasil penelitian dari areal yang sempit ke areal yang lebih luas
(DAS) akan memberikan hasil yang keliru (Lal 1988).

b) Model ANSWERS
Model ANSWERS (areal nonpoint source watershed environmental response
simulation) merupakan sebuah model hidrologi dengan parameter terdistribusi yang
mensimulasikan hubungan hujan-limpasan dan memberikan dugaan hasil sedimen.
Model hidrologi ANSWERS dikembangkan dari US-EPA (United States Environment
Protection Agency)oleh Purdue Agricultural Enviroment Station (Beasley and Huggins
1991).
Salah satu sifat mendasar dari model ANSWERS adalah termasuk kategori model
deterministik dengan pendekatan parameter distribusi. Model distribusi parameter DAS
dipengaruhi oleh variabel keruangan (spatial), sedangkan parameter- parameter
pengendalinya, antara lain : topografi, tanah, penggunaan lahan dan sifat hujan.
Struktur Model ANSWERS
Model ANSWERS adalah model deterministik yang didasarkan pada hipotesis
bahwa setiap titik di dalam DAS mempunyai hubungan fungsional antara laju aliran
permukaan dan beberapa parameter hidrologi yang mempengaruhi aliran, seperti
intensitas hujan, infiltrasi, topografi, jenis tanah dan beberapa faktor lainnya. Laju aliran
yang terjadi dapat digunakan untuk memodelkan fenomena pindah massa, seperti erosi
dan polusi dalam wilayah DAS.
Dalam model ini suatu DAS yang akan dianalisis responnya dibagi menjadi
satuan elemen yang berukuran bujursangkar, sehingga derajat variabilitas spasial dalam
DAS dapat terakomodasi. Konsep distribusi disefinisikan melalui hubungan matematika
untuk semua proses simulasi, model ini mengasumsikan bahwa suatu DAS merupakan
gabungan dari banyak elemen yang diartikan sebagai suatu areal yang memiliki
paramater hidrologi yang sama. Setiap elemen akan memberikan kontribusi sesuai
dengan karakteristik yang dimiliki. Model ini juga mengikut sertakan semua parameter
kontrol secara spasial. Oleh karena itu model ANSWERS melakukan analisis pada
setiap satuan elemen.
Parameter Masukan Model ANSWERS
Data masukan model ANSWERS dikelompokkan dalam lima bagian (de Roo
1993), yaitu :
1) Data curah hujan, yaitu : jumlah dan intensitas hujan pada suatu kejadian hujan.
2) Data tanah, yaitu : porositas total (TP), kapasitas lapang (FP), laju infiltrasi konstan (FC)
selisih laju infiltrasi maksimum dengan laju infiltrasi konstan (A), eksponen infiltrasi
(P), kedalaman zona kontrol iniltrasi (DF), kandungan air tanah awal (ASM), dan
erodibilitas tanah (K).
3) Data penggunaan dan kondisi permukaan lahan, meliputi : volume intersepsi
potensial (PIT), persentase penutupan lahan (PER), koefisien kekasaran permukaan
(RC), tinggi kekasaran maksimum (HU), nilai koefisien manning untuk permukaan
lahan (N), faktor tanaman dan pengelolaannya (C).
4) Data karakteristik saluran, yaitu lebar saluran (CW) dan koefisien manning (N).
5) Data satuan individu elemen, yaitu : kemiringan lereng, arah lereng, jenis tanah, jenis
penggunaan lahan, liputan penakar hujan, kemiringan saluran, dan elevasi elemen ratarata.

Mekanisme model ANSWERS dapat dijelaskan sebagai berikut (de Roo 1993) :
1) Hujan yang jatuh pada suatu DAS dengan vegetasi tertentu, sebagian akan
diintersepsi oleh tajuk vegetasi (PER) sampai potensial simpanan intersepsi (PIT)
tercapai.
2) Apabila laju hujan lebih kecil dari laju intersepsi, maka air hujan tidak akan mencapai
permukaan tanah. Sebaliknya jika laju hujan lebih besar dari laju intersepsi, maka
terjadi infiltrasi.
3) Laju infiltrasi awal tersebut dipengaruhi oleh kandungan air tanah awal (ASM =
anticedent soil moisture), porositas tanah total (TP), kandungan air tanah pada kapasitas
lapang (FP), laju infiltrasi pada saat konstan (FC), laju infiltrasi maksimum (FC+A),
dan kedalaman zona kontrol infiltrasi (DF). Laju infiltrasi akan menurun secara
eksponensial dengan bertambahnya kelembaban tanah.
4) Jika hujan terus berlanjut, maka laju hujan menjadi lebih besar dari laju infiltrasi dan
intersepsi. Pada kondisi ini air mulai mengumpul dipermukaan tanah dalam depresi
mikro (retention storage) yang dipengaruhi oleh kekasaran permukaan tanah, yaitu RC
dan HU.
5) Jika retensi permukaan melebihi kapasitas depresi mikro, maka akan terjadi limpasan
permukaan, di mana besarnya limpasan permukaan tersebut dipengaruhi oleh kekasaran
permukaan (N), kelerengan dan arah aliran.
6) Bila hujan terus berlanjut, maka akan tercapai laju infiltrasi konstan (FC).
7) Pada saat hujan reda, proses infiltrasi masih terus berlangsung sampai simpanan
depresi sudah tidak tersedia lagi.
Parameter Keluaran Model ANSWERS
Keluaran model berupa hasil prediksi, yaitu : ketebalan aliran permukaan, debit
puncak, waktu puncak, rata-rata kehilangan tanah, laju erosi maksimum tiap elemen,
laju deposisi maksimum tiap elemen dan pengurangan jumlah sedimen akibat tindakan
konservasi tanah.
Model ANSWERS juga menampilkan grafik yang berisi hyetograf hujan terpilih,
hidrograf aliran permukaan, dan sedimentasi. Dari setiap kajadian hujan dapat dianalisis
debit puncak dan waktu puncak. Debit puncak adalah nilai puncak (tertinggi) dari suatu
hidrograf aliran, dan waktu puncak adalah selang waktu mulai dari awal terjadinya
aliran permukaan sampai terjadinya debit puncak (Beasley and Huggin 1991).
Asumsi yang digunakan untuk memprediksi erosi dengan model ini adalah : 1)
erosi tidak terjadi di lapisan bawah permukaan; 2) sedimen dari suatu elemen ke elemen
lain akan meningkatkan lapisan permukaan elemen tempat pengendapan; dan 3) pada
segmen saluran tidak terjadi erosi akibat hempasan butir hujan (Beasley and Huggin
1991).
Penghancuran dan pengangkutan partikel tanah disebabkan oleh pukulan butir
hujan (DTR) dan energi limpasan permukaan. Jumlah partikel tanah yang dapat
dipindahkan tergantung dari besarnya sedimen yang dihasilkan dan kapasitas
transpornya (TC). Air limpasan dan sedimen yang dapat mencapai elemen yang
memiliki saluran, akan bergerak menuju outlet DAS, di mana sedimentasi yang terjadi
dalam saluran akan terjadi ketika besarnya kapasitas transpor telah terlewati (de Roo
1993).
Kelebihan dan Kelemahan Model ANSWERS
Beasley dan Huggins (1991) menyebutkan bahwa model ANSWERS dapat

digunakan untuk DAS yang luasnya kurang dari 10.0000 ha. Kelebihan dan model
ANSWERS adalah : a) analisis parameter distribusi yang dipergunakan dapat
memberikan hasil simulasi yang akurat terhadap sifat daerah tangkapan; b) dapat
mensimulasi secara bersamaan dari berbagai kondisi dalam DAS; c) memberikan
keluaran berupa limpasan dan sedimen dari suatu DAS yang dianalisis.
Beasley dan Huggins (1991), mengemukakan bahwa model ANSWERS sebagai
sebuah model hidrologi mempunyai kelebihan, antara lain :
1) Dapat mendeteksi sumber-sumber erosi di dalam DAS serta memiliki kemampuan
sebagai alat untuk strategi perencanaan dan evaluasi kegiatan RLKT DAS.
2) Dapat mengetahui tanggapan DAS terhadap mekanisme pengangkutan sedimen ke
jaringan aliran yang ditimbulkan oleh kejadian hujan
3) Sebagai suatu paket program komputer yang ditulis dalam bahasafortran, mempunyai
kemampuan untuk melakukan simulasi hujan-limpasan dari berbagai perubahan kondisi
penggunaan lahan dalam DAS.
4) Untuk melakukan inputing data base (topografi, tanah, penggunaan lahan, sistem
saluran) ke dalam model dapat diintegrasikan dengan data dari remote sensing maupun
SIG.
5) Adanya variasi pemilihan parameterinput danoutput dari model disesuaikan dengan
kebutuhan pengguna.
6) Sesuai untuk diterapkan pada lahan pertanian, hutan, maupun perkotaan.
7) Satuan pengukuran dapat berupa metrik ataupun British unit.
8) Dapat diterapkan pada DAS dengan ukuran lebih kecil dari 10.000 ha.
Sedangkan kekurangan nodel ANSWERS antara lain :
1) Semakin kompleks, terutama pada data perlukan dan waktu penghitungan, dimana
besarnya tergantung dari berbagai faktor, seperti luas DAS dan jumlah grid.
2) Model terdistribusi relatif masih bari dibanding lumped parameter, sehingga masih perlu
pengembangan dan penyesuaian.
3) Karena hanya untuk tiap kejadian hujan (individual event), maka model ini
tidak memiliki sub model untuk evapotranspirasi.
4) Erosi dari saluran belum diperhitungkan ke dalam model.
5) Batas grid kemugkinan tidak menggambarkan batas yang sebenarnya.
6) Untuk sebuah grid dalam kenyataan dapat lebih besar dari luas sub-sub DAS.
Aplikasi Model ANSWERS
Hipotesis yang dikembangkan dalam model ini adalah bahwa setiap bagian dalam
DAS terjadi hubungan antara laju aliran dan parameter-parameter hidrologi, serta tipe
tanah, topografi, infiltrasi, penggunaan lahan dan sifat hujan. Laju aliran yang terjadi
dapat digunakan untuk mengkaji hubungan antara komponen hidrologi yang menjadi
dasar dalam pemodelan fenomena transport, seperti erosi tanah dan pengangkutan serta
pergerakan bahan kimia tanah.
Model ANSWERS ini telah diaplikasikan penggunaannya pada beberapa DAS di
Indonesia melalui beberapa riset, di antaranya :
1) Irianto (1993) mempelajari model ANSWERS untuk memprediksi erosi dan aliran
permukaan pada areal waduk Batujai Nusa Tenggara Timur agar dapat memanfaatkan
sumberdaya air dan lahan secara lestari. Kesimpulan: Model ANSWERS cukup
informatif dalam menampilkan arah lereng, kelas lereng dan areal penyuplai sedimen.

Di samping itu, dapat menampilkan hasil prediksi aliran permukaan per satuan waktu
pada tiap elemen. Informasi yang diberikan berupa: hasil sedimen maksimum, hasil
sedimen rata-rata, hasil sedimen tiap elemen, total hasil sedimen; dan aliran permukaan
dari suatu DAS, sehingga akan meningkatkan akurasi penanganannya.
2) Rauf (1994) melakukan penelitian di DAS Palu Timur dengan tujuan: a) memprediksi
limpasan dan sedimen di DAS Palu Timur dengan menggunakan model ANSWERS; b)
menentukan kawasan yang memiliki potensi erosi tinggi melalui simulasi; dan c)
mempelajari pengaruh penggunaan lahan terhadap respon hidrologi DAS. Kesimpulan:
Penggunaan model ANSWERS dalam analisis respon Hidrologi DAS, dapat diperoleh
informasi berupa limpasan dan sedimen rata-rata, pengurangan sedimen akibat tindakan
konservasi tanah, serta dapat diidentifikasi daerah pemasok sedimen. Akan tetapi model
ini lebih sesuai untuk DAS yang berukuran kecil karena model ini hanya mampu
mensimulasi satu liputan penakar hujan.
3) Rompas (1996) melakukan penelitian di daerah tangkapan Citere, DAS Citarik,
Pangalengan, Jawa Barat. Tujuan penelitian adalah memprediksi aliran permukaan dan
sedimen dengan model ANSWERS, serta melakukan simulasi dengan model
ANSWERS untuk digunakan dalam perencanaan pengelolaan daerah tangkapan Citere
pangalengan. Kesimpulan: Uji statistik menunjukkan bahwa aliran permukaan dan
sedimen hasil prediksi model ANSWERS tidak berbeda dengan hasil observasi. Model
ANSWERS cukup baik digunakan untuk memprediksi aliran permukaan dan sedimen di
dalam DAS.
4) Tikno (1996) melakukan penelitian di DAS Cibarengkok, Cimuntur, Jawa Barat. Tujuan
penelitian adalah: a) memprediksi aliran permukaan dan hasil sedimen di DAS
Cibarengkok dengan menggunakan model ANSWERS; b) membandingkan hasil
prediksi model dengan hasil pengukuran (pengujian model); dan c) aplikasi model
untuk perencanaan pengelolaan DAS. Kesimpulan: Model ANSWERS cukup peka
terhadap perubahan nilai parameter kekasaran permukaan lahan (N) dalam memprediksi
aliran langsung, khususnya pada debit puncak (Qp). Selain itu model ANSWERS juga
sangat peka terhadap parameter faktor tanaman dan pengelolaan tanah (C) dalam
memprediksi kehilangan tanah (Sy).
5) Aswandi (1996) melakukan penelitian di DAS Cikapundung, Jawa Barat. Tujuan
penelitian ini adalah mengevaluasi dan menentukan perencanaan pengelolaan DAS
dengan menggunakan model ANSWERS. Kesimpulan: Perubahan vegetasi (hutan)
paling berpengaruh terhadap fluktuasi debit aliran dan penambahan kebun campuran
menimbulkan ersoi paling besar dalam DAS.
6) Ramdan (1999) melakukan penelitian di DTA Cikumutuk DAS Cimanuk Hulu. Tujuan
penelitian ini adalah: a) memprediksi besarnya erosi dan aliran permukaan yang terjadi
di DAS Cimanuk menggunakan model ANSWERS; dan b) menentukan alternatif
penggunaan lahan yang dapat mengendalikan erosi dan aliran permukaan yang terjadi di
DAS Cimanuk. Hasil simulasi model ANSWERS menunjukkan bahwa penggunaan
lahan yang seluruhnya berupa hutan paling efektif menurunkan erosi, yaitu sebesar
91,8%. Sedangkan penggunaan lahan yang paling besar meningkatkan erosi adalah
penggunaan lahan yang seluruhnya berupa tegalan dengan kenaikan erosi mencapai
328% dari erosi pada saat penelitian.
7) Hidayat (2002) melakukan penelitian di DTA Bodong Jaya dan DAS Way Besay Hulu,
Lampung Barat. Penelitian bertujuan untuk memprediksi erosi dan aliran permukaan di
DTA Bodong Jaya dan DAS Way Besay Hulu, Lampung Barat dengan menggunakan

model ANSWERS dan menentukan alternatif pengelolaan lahan yang efektif


mengendalikan erosi dan aliran permukaan di DTA Bodong Jaya dan DAS Way Besay
Hulu. Kesimpulan: Model ANSWERS memprediksi erosi dan aliran permukaan secara
baik pada curah hujan dengan jumlah dan intensitas yang cukup tinggi. Pada curah
hujan yang rendah, hasil prediksi model mengalami deviasi yang cukup besar, walaupun
secara keseluruhan hasil prediksi model tersebut tidak berbeda nyata dengan hasil
pengukuran.
8) Utami (2002) melakukan penelitian di DAS Padas. Tujuan penelitian ini adalah: a)
memprediksi aliran permukaan dan eosi menggunakan model ANSWERS; dan 2)
mengkaji pengaruh teknik RLKT terhadap hidrologi DAS Padas. Kesimpulan:
Parameter hidrologi-erosi hasil pengukuran dan keluaran model ANSWERS tidak
berbeda nyata dengan nilai koefisien korelasi yang cukup tinggi. Dengan demikian
model ANSWERS cukup baik untuk memprediksi erosi tanah rata-rata, jumlah aliran
permukaan, dan debit puncak aliran permukaan di daerah penelitian.
3. Model AGNPS
Model AGNPS (agricultural non point source pollution model) dikembangkan
oleh USDA-ARS, North Central Soil Consrvation Service, Morris, Minnesota yang
bekerjasama dengan USDA-SCS, MPCA (Minnesota Pollution Control Agency),
LCMR (Legeslative Commission in Minnesota Resources) dan EPA (Environmental
Protection Agency) (Young et al. 1994). Model ini terus berkembang dan telah
diterapkan di beberapa negara untuk menentukan langkah-langkah kebijakan dan
evaluasi dalam kegiatan konservasi, seperti di Amerika, Canada dan negara-negara di
Eropa (Yoon 1996).
Struktur Model AGNPS
Model AGNPS bekerja pada basis sel geografis (dirichlet tesselation) yang digunakan
untuk menggambarkan kondisi daratan (upland) dan saluran (channel). Dirichlet
tesselation adalah proses pembagian dan pengelompokan DAS menjadi sel (tiles) yang
juga dikenal dengan nama polygon Thiessen atauVoronoi. Setiap sel berbentuk bujur
sangkar seragam yang membagi DAS secara merata, di mana memungkinkan analisis
pada titik dalam suatu DAS.
Polutan potensial ditelusuri melalui sel-sel dari awal hinggaoutlet secara
bertahap, sehingga aliran pada setiap titik antar sel dapat diperhitungkan. Seluruh
karakteristik DAS dan masukan digambarkan pada tingkatan sel.
Setiap sel mempunyai resolusi 2,5 akre (1,01 ha) hingga 40 akre (16,19 ha).
Ukuran sel yang lebih kecil dari 10 akre direkomendasikan untuk DAS dengan luas
kurang dari 2000 akre (809,36 ha). Untuk DAS yang luasnya lebih dari 2000 akre, maka
ukuran seladapat berukuran 40 akre (Yoon 1996).
Setiap sel utama dapat dibagi lagi menjadi sel-sel yang lebih kecil untuk
memperoleh resolusi yang lebih rinci dari kondisi topografi yang komplek. Ketelitian
hasil dapat ditingkatkan dengan mengurangi ukuran sel, tetapi hal ini akan
membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih banyak untuk menjalankan model.
Nilai-nilai parameter model untuk skala sel ditetapkan berdasarkan kondisi
biofisik aktual pada masing-masing sel. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan satu nilai
parameter yang seragam pada masing-masing sel, perlu ditetapkan nilai tunggal
parameter sel dengan menghitung nilai rata-rata tertimbang dari berbagai kondisi
bergam yang ada (Yoon 1996).
Parameter Masukan Model AGNPS

Ada dua parameter masukan dalam model AGNPS, yaitu inisial data dan data per
sel (spreadseheet data entry) (Yoon 1996). Parameter masukan inisial data, meliputi : 1)
identifikasi DAS; 2) deskripsi DAS; 3) luas sel (akre); 4) jumlah sel; 5) curah hujan
(inci); 6) konsentrasi N dalam curah hujan (ppm); 7) energi intensitas hujan maksimum
30 menit (EI30); 8) durasi hujan (jam); 9) perhitungan debit puncak aliran; 10)
perhitungan geomorfik; dan 11) faktor bentuk hidrograf.
Sedangkan parameter masukan per sel dalam model AGNPS terdiri dari 22
parameter, yaitu : 1) nomor sel; 2) nomor sel penerima; 3) divisi sel; 4) divisi sel
penerima; 5) arah aliran; 6) bilangan kurva aliran permukaan; 7) kemiringan lereng (%);
8) faktor bentuk lereng; 9) panjang lereng; 10) koefisien aliran Manning; 11) faktor
erosibilitas tanah; 12) faktor pengelolaan tanaman; 13) faktor pengelolaan tanah; 14)
konstanta kondisi permukaan; 15) faktor COD; 16) tekstur tanah; 17) indikator
pemupukan; 18) indikator pestisida; 19) indikator point source; 20 ) indikator tambahan
erosi; 21) faktor genangan; dan 22) indikator saluran.
Parameter Keluaran Model AGNPS
Young et al. (1989), hasil keluaran (output) dari model AGNPS dapat berupa
grafik dan tabular dengan informasi yang sangat lengkap, baik keluaran DAS
(watershed summary) maupun keluaran per sel. Keluaran DAS, meliputi : 1) volume
aliran permukaan; 2) laju puncak aliran permukaan; 3) total hasil sedimen; 4) total N
dalam sedimen; 5) total N terlarut dalam aliran permukaan; 6) konsentrasi N terlarut
dalam aliran permukaan; 7) total P dalam sedimen; 8) total p terlarut dalam aliran
permukaan; 9) konsentrasi P terlarut dalam aliran permukaan; 10) total COD terlarut
dan konsentrasi COD terlarut dalam aliran permukaan.
Sedangkan keluaran per sel dari masing-masing sel yang terdapat dalam DAS
dapat berupa :
1) Hidrologi, meliputi : a) volume aliran permukaan; b) laju puncak aliran permukaan; dan
c) bagian aliran permukaan yang dihasilkan di dalam sel.
2) Sedimen, meliputi : a) hasil sedimen; b) konsentrasi sedimen; c) distribusi ukuran
partikel sedimen; d) erosi yang dipasok dari sel sebelah atasnya; e) jumlah deposisi; f)
sedimen di dalam sel; g) rasio pengkayaan oleh ukuran partikel; dan h) rasio
pengangkutan oleh ukuran partikel.
3) Kimiawi, meliputi : a) nitrogen (massa N per satuan luas di dalam sedimen, konsentrasi
material terlarut, dan massa dari material terlarut); b) fosfor (massa P per satuan luas di
dalam sedimen, konsentrasi dari material terlarut, dan massa dari material terlarut); dan
c) COD (konsentrasi COD dan massa COD terlarut per satuan luas).
Kelebihan Model AGNPS
Kelebihan model ini terletak pada parameter-parameter model yang terdistribusi
di seluruh areal DAS, sehingga nilai-nilai parameter model benar-benar mencerminkan
kondisi biofisik DAS pada setiap satuan luas di dalam DAS. Selain erosi, model ini
mampu menghasilkan keluaran-keluaran seperti : volume dan laju puncak aliran
permukaan, hasil sedimen, kehilangan N, P dan COD (Young et al. 1994).
Aplikasi Model AGNPS
Model AGNPS ini juga telah diaplikasikan penggunaannya pada beberapa DAS di
Indonesia melalui beberapa penelitian, di antaranya :
1) Muhlis (1999) melakukan penelitian integrasi parsial penginderaan jauh dan sistem

informasi geografi dalam pembangkitan masukan model AGNPS. Tujuan penelitian ini
adalah : a) mengekstraksi bilangan kurva SCS (SCS curve number) sebagai salah satu
masukan dalam model dari data penginderaan jauh; b) mengintegrasikan SIG ke dalam
model, baik sebagai pre-prosesor (masukan data) maupun sebagai sarana tampilan grafis
dan tabel keluaran model; dan c) menilai sensitivitas parameter masukan model yang
berhubungan dengan aliran permukaan. Kesimpulan : Data penginderaan jauh dapat
menurunkan beberapa parameter masukan AGNPS, meliputi faktor pengelolaan
tanaman, koefisien kekasaran permukaan Manning, koefisien kondisi permukaan, dan
bilangan kurva aliran permukaan.
2) Rahayu (2000) melakukan studi ancaman erosi DAS Kelara di Sulawesi Selatan.
DAS seluas 37.175 ha dibagi dalam 1.487 sel dengan luas masing-masing 25 ha.
Prediksi erosi setiap sel menggunakan metode MUSLE. Kesimpulan : Laju erosi DAS
Kelara berkisar antara 0 577 ton/ha/bulan, dengan rata-rata 12,65 ton/ha/bulan pada
musim hujan.

Anda mungkin juga menyukai