Anda di halaman 1dari 16

LINGKUNGAN

PENGENDAPAN
Makalah yang ditujukan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Petrologi

Disusun Oleh

Adventus Suriady (270110120040)


GEOLOGI C

Fakultas Teknik Geologi


Universitas Padjadjaran
2013

I.

PENDAHULUAN

Lingkungan pengendapan adalah suatu daerah di permukaan litosfer, baik


diatas maupun dibawah permukaan laut, yang dicirikan oleh serangkain
ciri kimia, fisika dan biologi yang khusus (Raymond, 2002). Intinya
lingkungan pengendapan adalah lingkungan (daerah) di permukaan bumi
tempat diendapkannya sedimen. Disanalah proses sedimentasi terjadi.
Karakteristik batuan sedimen yang terbentuk dari hasil proses
sedimentasi (teksturnya dan strukturnya, serta komposisinya) merupakan
data penting yang merekam (mencirikan) lingkungan pengendapannya.
Kombinasi-kombinasi ini (karakter fisik dari batuan sedimen yang memiliki
ciri khas baik secara fisik, kimia, biologi) dari batuan sedimen akan
mebentuk fasies sedimen. Secara khusus untuk ciri tekstural dan
struktural akan membentuk litofasies.
Maka inilah salah satu goal dari mempelajari batuan sedimen yaitu
mensintesis berbagai informasi dari data produk sedimentasi yang ada
(tekstural, struktural, pengelompokan fasies dan asosiasi fasiesnya) untuk
mengetahui lingkungan pengendapannya. Menurut Boggs (2006) ciri-ciri
ini (pada batuan sedimen yang mencirikan proses yang terjadi pada
lingkungan pengendapan) termasuk: struktur dan teksutr (yang
mencirikan proses pengendapan seprti aliran arus dan suspnesi jatuhnya
butiran), asosiasi fasies, yang mengindikasikan perubahan kondisi
lingkungan), dan fosil (yang berguna untuk indikator salinitas,temperatur,
kedalaman air dan energi air dan trubditias di laut purba). Ciri ini berguna
untuk merekonstruksi model fasies untuk semua lingkungan pengendapan
secara umum.

II. ISI
Lingkungan pengendapan adalah bagian dari permukaan bumi
dimana proses fisik, kimia dan biologi berbeda dengan daerah yang
berbatasan dengannya (Selley, 1988). Sedangkan menurut Boggs (1995)
lingkungan pengendapan adalah karakteristik dari suatu tatanan
geomorfik dimana proses fisik, kimia dan biologi berlangsung yang
menghasilkan suatu jenis endapan sedimen tertentu. Nichols (1999)
menambahkan yang dimaksud dengan proses tersebut adalah proses
yang berlangsung selama proses pembentukan, transportasi dan
pengendapan sedimen. Perbedaan fisik dapat berupa elemen statis
ataupun dinamis. Elemen statis antara lain geometri cekungan, material
endapan, kedalaman air dan suhu, sedangkan elemen dinamis adalah
energi, kecepatan dan arah pengendapan serta variasi angin, ombak dan
air. Termasuk dalam perbedaan kimia adalah komposisi dari cairan
pembawa sedimen, geokimia dari batuan asal di daerah tangkapan air
(oksidasi dan reduksi (Eh), keasaman (Ph), salinitas, kandungan karbon
dioksida dan oksigen dari air, presipitasi dan solusi mineral). Sedangkan
perbedaan biologi tentu saja perbedaan pada fauna dan flora di tempat
sedimen diendapkan maupun daerah sepanjang perjalanannya sebelum
diendapkan.
Permukaan bumi mempunyai morfologi yang sangat beragam, mulai
dari pegunungan, lembah sungai, pedataran, padang pasir (desert), delta
sampai ke laut. Dengan analogi pembagian ini, lingkungan pengendapan
secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yakni darat
(misalnya sungai, danau dan gurun), peralihan (atau daerah transisi
antara darat dan laut; seperti delta, lagun dan daerah pasang surut) dan
laut. Banyak penulis membagi lingkungan pengendapan berdasarkan versi
masing-masing.
Selley
(1988)
misalnya,
membagi
lingkungan
pengendapan menjadi 3 bagian besar: darat, peralihan dan laut . Namun
beberapa penulis lain membagi lingkungan pengendapan ini langsung
menjadi lebih rinci lagi. Lingkungan pengendapan tidak akan dapat
ditafsirkan secara akurat hanya berdasarkan suatu aspek fisik dari batuan
saja. Maka dari itu untuk menganalisis lingkungan pengendapan harus
ditinjau mengenai struktur sedimen, ukuran butir (grain size), kandungan
fosil (bentuk dan jejaknya), kandungan mineral, runtunan tegak dan
hubungan lateralnya, geometri serta distribusi batuannya.

Fasies merupakan bagian yang sangat penting dalam mempelajari


ilmu sedimentologi. Boggs (1995) mengatakan bahwa dalam mempelajari
lingkungan pengendapan sangat penting untuk memahami dan
membedakan dengan jelas antara lingkungan sedimentasi (sedimentary
environment) dengan lingkungan facies (facies environment). Lingkungan
sedimentasi dicirikan oleh sifat fisik, kimia dan biologi yang khusus yang
beroperasi menghasilkan tubuh batuan yang dicirikan oleh tekstur,
struktur dan komposisi yang spesifik. Sedangkan facies menunjuk kepada
unit stratigrafi yang dibedakan oleh litologi, struktur dan karakteristik
organik yang terdeteksi di lapangan. Kata fasies didefinisikan yang
berbeda-beda oleh banyak penulis. Namun demikian umumnya mereka
sepakat bahwa fasies merupakan ciri dari suatu satuan batuan sedimen.
Ciri-ciri ini dapat berupa ciri fisik, kimia dan biologi, seperti ukuran tubuh
sedimen, struktur sedimen, besar dan bentuk butir, warna serta
kandungan biologi dari batuan sedimen tersebut. Sebagai contoh, fasies
batupasir sedang bersilangsiur (cross-bed medium sandstone facies).
Beberapa contoh istilah fasies yang dititikberatkan pada kepentingannya:
Litofasies: didasarkan pada ciri fisik dan kimia pada suatu batuan
Biofasies: didasarkan pada kandungan fauna dan flora pada batuan
Iknofasies: difokuskan pada fosil jejak dalam batuan
Berbekal pada ciri-ciri fisik, kimia dan biologi dapat dikonstruksi
lingkungan dimana suatu runtunan batuan sedimen diendapkan. Proses
rekonstruksi tersebut disebut analisa fasies.

Klasifikasi lingkungan pengendapan (Selley, 1988) :


1) Terestrial Padang pasir (desert)
2) Glasial
3) Daratan
4) Sungai
5) Encer (aqueous) Rawa (paludal)
6) Lakustrin
7) Delta
8) Peralihan
9) Estuarin
10)
Lagun
11)
Litoral (intertidal)
12)
Reef
13)
Laut
14)
Neritik ( kedalaman 0-200 m)
15)
Batial ( kedalaman 200-2000 m)
16)
Abisal ( kedalaman > 2000 m)

1. LINGKUNGAN SUNGAI
Berdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4 tipe
sungai, sungai lurus (straight), sungai teranyam (braided), sungai
anastomasing, dan sungai kekelok (meandering).

a. Sungai Lurus (Straight)


Sungai lurus umumnya berada pada daerah bertopografi terjal
mempunyai energi aliran kuat atau deras. Energi yang kuat ini berdampak
pada intensitas erosi vertikal yang tinggi, jauh lebih besar dibandingkan
erosi mendatarnya. Kondisi seperti itu membuat sungai jenis ini
mempunyai pengendapan sedimen yang lemah, sehingga alirannya lurus
tidak berbelok-belok (low sinuosity). Karena kemampuan sedimentasi
yang kecil inilah maka sungai tipe ini jarang yang meninggalakan endapan
tebal. Sungai tipe ini biasanya dijumpai pada daerah pegunungan, yang
mempunyai topografi tajam. Sungai lurus ini sangat jarang dijumpai dan
biasanya dijumpai pada jarak yang sangat pendek.
b. Sungai Kekelok (Meandering)
Sungai kekelok adalah sungai yang alirannya berkelok-kelok atau
berbelok-belok . Leopold dan Wolman (1957) dalam Reineck dan Singh
(1980) menyebut sungai meandering jika sinuosity-nya lebih dari 1.5.
Pada sungai tipe ini erosi secara umum lemah sehingga pengendapan
sedimen kuat. Erosi horisontalnya lebih besar dibandingkan erosi vertikal,
perbedaan ini semakin besar pada waktu banjir. Hal ini menyebabkan
aliran sungai sering berpindah tempat secara mendatar. Ini terjadi karena
adanya pengikisan tepi sungai oleh aliran air utama yang pada daerah
kelokan sungai pinggir luar dan pengendapan pada kelokan tepi dalam.
Kalau proses ini berlangsung lama akan mengakibatkan aliran sungai
semakin bengkok. Pada kondisi tertentu bengkokan ini terputus, sehingga
terjadinya danau bekas aliran sungai yang berbentuk tapal kuda atau
oxbow lake.

c. Sungai Teranyam (Braided)

Sungai teranyam umumnya terdapat pada daerah datar dengan energi


arus alirannya lemah dan batuan di sekitarnya lunak. Sungai tipe ini
bercirikan debit air dan pengendapan sedimen tinggi. Daerah yang rata
menyebabkan aliran dengan mudah belok karena adanya benda yang
merintangi aliran sungai utama.
Tipe sungai teranyam dapat dibedakan dari sungai kekelok dengan
sedikitnya jumlah lengkungan sungai, dan banyaknya pulau-pulau kecil di
tengah sungai yang disebut gosong. Sungai teranyam akan terbentuk
dalam kondisi dimana sungai mempunyai fluktuasi dischard besar dan
cepat, kecepatan pasokan sedimen yang tinggi yang umumnya berbutir
kasar, tebing mudah tererosi dan tidak kohesif (Cant, 1982). Biasanya tipe
sungai teranyam ini diapit oleh bukit di kiri dan kanannya. Endapannya
selain berasal dari material sungai juga berasal dari hasil erosi pada bukitbukit yang mengapitnya yang kemudian terbawa masuk ke dalam sungai.
Runtunan endapan sungai teranyam ini biasanya dengan pemilahan dan
kelulusan yang baik, sehingga bagus sekali untuk batuan waduk
(reservoir).
d. Sungai Anastomasing
Sungai anastomasing terjadi karena adanya dua aliran sungai yang
bercabang-cabang, dimana cabang yang satu dengan cabang yang lain
bertemu kembali pada titik dan kemudian bersatu kembali pada titik yang
lain membentuk satu aliran. Energi alir sungai tipe ini rendah. Ada
perbedaan yang jelas antara sungai teranyam dan sungai anastomosing.
Pada sungai teranyam (braided), aliran sungai menyebar dan kemudian
bersatu kembali menyatu masih dalam lembah sungai tersebut yang
lebar. Sedangkan untuk sungai anastomasing adalah beberapa sungai
yang terbagi menjadi beberapa cabang sungai kecil dan bertemu kembali
pada induk sungai pada jarak tertentu . Pada daerah onggokan sungai
sering diendapkan material halus dan biasanya ditutupi oleh vegetasi.

2. LACUSTRIN
Lacustrin atau danau adalah suatu lingkungan tempat berkumpulnya air
yang tidak berhubungan dengan laut. Lingkungan ini bervariasi dalam
kedalaman, lebar dan salinitas yang berkisar dari air tawar hingga
hipersaline. Pada lingkungan ini juga dijumpai adanya delta, barried island
hingga kipas bawah air yang diendapkan dengan arus turbidit. Danau juga
mengendapkan klastika dan endapan karbonat termasuk oolit dan
terumbu dari alga. Pada daerah beriklim kering dapat terbentuk endapan

evaporit. Endapan danau ini dibedakan dari endapan laut dari kandungan
fosil dan aspek geokimianya.
Danau dapat terbentuk melalui beberapa mekanisme, yaitu berupa
pergerakan tektonik sebagai pensesaran dan pemekaran; proses glasiasi
seperti ice scouring, ice damming dan moraine damming (penyumbatan
oleh batu); pergerakan tanah atau hasil dari aktifitas volkanik sebagai
penyumbatan lava atau danau kawah hasil peledakan.
Visher (1965) dan Kukal (1971) dalam selley (1988) membagi lingkungan
lacustrin menjadi dua yaitu danau permanen dan danau ephemeral .
Danau permanen mempunyai 4 model dan danau ephemeral mempunyai
2 model.
a. Danau Permanen
Danau permanen model pertama adalah danau yang terisi oleh
endapan klastika yang terletak di daerah pegunungan. Danau ini
mempunyai hubungan dengan lingkungan delta sungai yang berkembang
ke arah danau dengan mengendapkan pasir dan sedimen suspensi
berukuran halus. Ciri dari endapan danau ini dan juga endapan model
lainnya adalah berupa varve yaitu laminasi lempung yang reguler. Pada
endapan danau periglasial, varves berbentuk perselingan antara lempung
dan lanau. Lanau diendapkan pada saat mencairnya es, sedangkan
lempung diendapkan pada musim dingin dimana tidak ada air sungai yang
mengallir ke danau. Contoh danau ini adalah Danau Costance dan Danau
Zug di Pegunungan Alpen.
Danau permanen model kedua adalah danau yang terletak di dataran
rendah dengan iklim yang hangat. Material yang dibawa oleh sungai
dalam jumlah yang sedikit. Endapan karbonat terbentuk pada daerah
yang jauh dari mulut sungai disekitar pantai. Cangkang-cangkang
molluska dijumpai pada endapan pantai, yang dapat membentuk
kalkarenit jika energi gelombang cukup besar. Kearah dalam dijumpai
adanya ganggang merah berkomposisi gampingan. Contoh danau ini
adalah Danau Schonau di Jerman dan Danau Great Ploner di Kanada
Selatan.
Danau permanen model ketiga adalah danau dengan endapan
sapropelite (lempung kaya akan organik) pada bagian dalam yang
dikelilingi oleh karbonat di daerah dangkal. Endapan pantai berupa
ganggang dan molluska.
Danau permanen model ke empat dicirikan oleh adanya marsh pada
daerah dangkal yang kearah dalam menjadi sapropelite. Contoh dari
danau ini adalah Danau Gytta di Utara Kanada.

b. Danau Ephermal
Danau ephemeral adalah danau yang terbentuk dalam jangka waktu yang
pendek di daerah gurun dengan iklim yang panas. Hujan hanya terjadi
sesekali dalam setahun. Danau playa antar-gunung pada bagian dekat
pegunungan berupa fan alluvial piedmont yang kearah luar berubah
menjadi pasir dan lempung. Ciri dari danau playa ini adalah lempung
berwarna merah-coklat yang setempat disisipi oleh lanau dan gamping.
Contoh danau ini adalah Danau Qa Saleb dan Qa Disi di Jordania.
Karena adanya pengaruh evaporasi, danau ephemeral ini dapat
membentuk endapan evaporite pada lingkungan sabkha. Contoh dari
danau ini adalah Danau Soda di Amerika Utara dan di Gurun Sahara dan
Arab.

3. LAGUN ( LAGOON )
Lagun adalah suatu kawasan berair dangkal yang masih berhubungan
dengan laut lepas, dibatasi oleh suatu punggungan memanjang (barrier)
dan relatif sejajar dengan pantai (Gambar VII.15). Maka dari itu lagun
umumnya tidak luas dan dangkal dengan energi rendah. Beberapa lagun
yang dianggap besar, misalnya Leeward Lagoon di Bahama luasnya hanya
10.000 km dengan kedalaman + 10 m (Jordan, 1978, dalam Bruce W.
Sellwood, 1990).
Akibat terhalang oleh tanggul, maka pergerakan air di lagun
dipengaruhi oleh arus pasang surut yang keluar/masuk lewat celah
tanggul (inlet). Kawasan tersebut secara klasik dikelompokkan sebagi
daerah peralihan darat - laut (Pettijohn, 1957), dengan salinitas air dari
tawar (fresh water) sampai sangat asin (hypersalin). Keragaman salinitas
tersebut akibat adanya pengaruh kondisi hidrologi, iklim dan jenis
material batuan yang diendapkan di lagun. Lagun di daerah kering
memiliki salinitas yang lebih tinggi dibanding dengan lagun di daerah
basah (humid), hal ini dikarenakan kurangnya air tawar yang masuk ke
daerah itu.
Berdasarkan batasan-batasan tersebut diatas maka batuan sedimen
lagun sepintas kurang berarti dalam aspek geologi. Akan tetapi bila
diamati lebih rinci mengenai aspek lingkungan pengendapannya, lagun
akan dapat bertindak sebagai penyekat perangkap stratigrafi minyak.
Transportasi material sedimen di lagun dilakukan oleh, air pasang
energi ombak, angin yang dengan sendirinya dikendalikan iklim sehingga
akan mempengaruhi kondisi biologi dan kimia lagun. Endapan delta (tidal

delta) dapat terbentuk dibagian ujung alur pemisah tanggul, yaitu didalam
lagun atau dibagian laut terbuka (Boggs, 1995). Material delta tersebut
agak kasar sebagai sisipan pada fraksi halus, yaitu bila terjadi aktifitas
gelombang besar yang mengerosi tanggul dan terendapkan di lagun
melalui celah tersebut.
Lingkungan lagun karena ada tanggul maka berenergi rendah
sehingga material yang diendapkan berupa fraksi halus, kadang juga
dijumpai batupasir dan batulumpur. Beberapa lagun yang tidak bertindak
sebagai muara sungai, maka material yang diendapkan didominasi oleh
material marin. Material pengisi lagun dapat berasal dari erosi barrier
(wash over) yang berukuran pasir dan lebih kasar. Apabila ada
penghalang berupa reef, dapat juga dijumpai pecahan-pecahan cangkang
di bagian backbarier atau di tidal delta. Akibat angin partikel halus dari
tanggul dapat terangkut dan diendapkan di lagun. Angin tersebut dapat
juga menyebabkan terjadinya gelombang pasang yang menerpa garis
pantai dan menimbulkan energi tinggi sehingga terjadi pengikisan dan
pengendapan fraksi kasar. Struktur sedimen yang berkembang umumnya
pejal (pada batulempung abu-abu gelap) dengan sisipan tipis batupasir
halus (batulempung Formasi Lidah di Kendang Timur), gelembur gelombang dengan beberapa internal small scale cross lamination yang
melibatkan batulempung pasiran. Struktur bioturbasi sering dijumpai pada
batulempung pasiran (siltstone) yang bersisipan batupasir dibagian dasar
lagun (Boggs, 1995). Batupasir tersebut ditafsirkan sebagai hasil endapan
angin, umumnya berstruktur perarian sejajar dan kadang juga berstruktur
ripple cross-lamination.

4. DELTA
Kata Delta digunakan pertama kali oleh Filosof Yunani yang bernama
Herodotus pada tahun 490 SM, dalam penelitiannya pada suatu bidang
segitiga yang dibentuk oleh oleh alluvial pada muara Sungai Nil.
Sebagian besar Delta modern saat ini berbentuk segitiga dan
sebagian besar bentuknya tidak beraturan (Gambar VII.19). Bila
dibandingkan dengan Delta yang pertama kali dinyatakan oleh Herodotus
pada sungai nil. Ada istilah lain dari Delta adalah seperti yang
dikemukakan oleh Elliot dan Bhatacharya (Allen, 1994) adalah Discrette
shoreline proturberance formed when a river enters an ocean or other
large body of water.
Proses pembentukan delta adalah akibat akumulasi dari sedimen
fluvial (sungai) pada lacustrine atau marine coastline. Delta

merupakan sebuah lingkungan yang sangat komplek dimana beberapa


faktor utama mengontrol proses distribusi sedimen dan morfologi delta,
faktor-faktor tersebut adalah regime sungai, pasang surut (tide),
gelombang, iklim, kedalaman air dan subsiden (Tucker, 1981). Untuk
membentuk sebuah delta, sungai harus mensuplai sedimen secara cukup
untuk membentuk akumulasi aktif, dalam hal ini prograding system.
Secara sederhana ini berarti bahwa jumlah sedimen yang diendapkan
harus lebih banyak dibandingkan dengan sedimen yang terkena dampak
gelombang dan pasang surut. Dalam beberapa kasus, pengendapan
sedimen fluvial ini banyak berubah karena faktor diatas, sehingga banyak
ditemukan variasi karakteristik pengendapan sedimennya, meliputi
distributary channels, river-mouth bars, interdistributary bays, tidal flat,
tidal ridges, beaches, eolian dunes, swamps, marshes dan evavorites flats
(Coleman, 1982).
Ketika sebuah sungai memasuki laut dan terjadi penurunan
kecepatan secara drastis, yang diakibatkan bertemunya arus sungai
dengan gelombang, maka endapan-endapan yang dibawanya akan
terendapkan secara cepat dan terbentuklah sebuah delta.
Deposit (endapan) pada delta purba telah diteliti dalam urutan umur
stratigrafi, dan sedimen yang ada di delta sangat penting dalam
pencarian minyak, gas, batubara dan uranium. Delta - delta modern saat
ini berada pada semua kontinen kecuali Antartica. Bentuk delta yang
besar diakibatkan oleh sistem drainase yang aktif dengan kandungan
sedimen yang tinggi.

5. ESTUARIN
Pritchard, 1967 (Reineck & Singh, 1980) mengemukakan bahwa estuarin
adalah a semi-enclosed coastal body of water which has a free
connection with the open sea and within which sea water is measurably
diluted with fresh water derived from land drainage. Ada dua faktor
penting yang mengontrol aktivitas di estuarin, yaitu volume air pada saat
pasang surut dan volume air tawar (fresh water) serta bentuk estuarin.
Endapan sedimen pada lingkungan estuarin dibawa dua aktivitas, yaitu
oleh arus sungai dan dari laut terbuka. Transpor sedimen dari laut lepas
akan sangat tergantung dari rasio besaran tidal dan disharge sungai.
Estuarin diklasifikasikan menjadi tiga daerah yaitu :
1. Marine atau lower estuarin, yaitu estuarine yang secara bebas
berhubungan dengan laut bebas, sehingga karakteristik air laut sangat
terasa pada daerah ini.

2. Middle estuarin, yaitu daerah dimana terjadi percampuran antara fresh


water dan air asin secara seimbang.
3. Fluvial atau upper estuarin, yaitu daerah estuarin dimana fresh water
lebih mendominasi, tetapi tidal masih masih berpengaruh (harian)

6. TIDAL FLAT
Tidal flat merupakan lingkungan yang terbentuk pada energi
gelombang laut yang rendah dan umumnya terjadi pada daerah dengan
daerah pantai mesotidal dan makrotidal. Pasang surut dengan amplitudo
yang besar umumnya terjadi pada pantai dengan permukaan air yang
sangat besar/luas. Danau dan cekungan laut kecil yang terpisah dari laut
terbuka biasanya hanya mengalami efek yang kecil dari pasang surut ini,
seperti pada laut mediterania yang ketinggian pasang surutnya hanya
berkisar dari 10 20 cm. Luas dari daerah tidal flat ini berkisar antara
beberapa kilometer sampai 25 km (Boggs, 1995).
Berdasarkan pada elevasinya terhadap tinggi rendahnya pasang
surut, lingkungan tidal flat dapat dibagi menjadi tiga zona, yaitu subtidal,
intertidal dan supratidal . Pembagian serta hubungan antara zona-zona
pada lingkungan tidal flat (Boggs, 1995).
Zona subtidal meliputi daerah dibawah rata-rata level pasang surut
yang rendah dan biasanya selalu digenangi air secara terus menerus.
Zona ini sangat dipengaruhi oleh tidal channel dan pengaruh gelombang
laut, sehingga pada daerah ini sering diendapkan bedload dengan ukuran
pasir (sand flat). Pada zona ini sering terbentuk subtidal bar dan shoal.
Pengendapan pada daerah subtidal utamanya terjadi oleh akresi lateral
dari sedimen pasiran pada tidal channel dan bar. Migrasi pada tidal
channel ini sama dengan yang terjadi pada lingkungan sungai
meandering.
Zona intertidal meliputi daerah dengan level pasang surut rendah
sampai tinggi. Endapannya dapat tersingkap antara satu atau dua kali
dalam sehari, tergantung dari kondisi pasang surut dan angin lokal. Pada
daerah ini biasanya tidak tumbuh vegetasi yang baik, karena adanya
aktifitas air laut yang cukup sering (Boggs, 1995). Karena intertidal
merupakan daerah perbatasan antara pasang surut yang tinggi dan
rendah, sehinnga merupakan daerah pencampuran antara akresi lateral
dan pengendapan suspensi, maka daerah ini umumnya tersusun oleh
endapan yang berkisar dari lumpur pada daerah batas pasang surut tinggi
sampai pasir pada batas pasang surut rendah (mix flat).

Zona supratidal berada diatas rata-rata level pasang surut yang


tinggi. Karena letaknya yang lebih dominan ke arah darat, zona ini sangat
dipengaruhi oleh iklim. Pada daerah sedang, daerah ini kadang-kadang
ditutupi oleh endapan marsh garam , dengan perselingan antara lempung
dan lanau (mud flat) serta sering terkena bioturbasi (skolithtos). Pada
daerah beriklim kering sering terbentuk endapan evaporit flat. Daerah ini
umumnya ditoreh oleh tidal channel (incised tidal channel) yang
membawa endapan bedload di sepanjang alur sungainya. Pengendapan
pada tidal channel umumnya sangat dipengaruhi oleh arus tidal sendiri,
sedangkan pada daerah datar di sekitarnya (tidal flat), pengendapannya
akan dipengaruhi pula oleh aktivitas dari gelombang yang diakibatkan
oleh air ataupun angin. Suksesi endapan pada lingkungan tidal flat
umumnya memperlihatkan sistem progadasi dengan penghalusan ke atas
sebagai refleksi dari batupasir pada pasang surut rendah (subtidal) ke
lumpur pada pasang surut tinggi (supratidal dan intertidal bagian atas).
Blok diagram silisiklastik pada lingkungan tidal flat (Dalrymple, 1992
dalam Walker & James, 1992)

7. NERITIK (Shelf Environment)


Daerah shelf merupakan daerah lingkungan pengendapan yang
berada diantara daerah laut dangkal sampai batas shelf break . Heckel
(1967) dalam Boggs (1995) membagi lingkungan shelf ini menjadi dua
jenis, perikontinental (marginal) dan epikontinental (epeiric).
Perikontinental shelf adalah lingkungan laut dangkal yang terutama
menempati daerah di sekitar batas kontinen (transitional crust) shelf
dengan laut dalam. Perikontinental seringkali kehilangan sebagian besar
dari endapan sedimennya (pasir dan material berbutir halus lainnya),
karena endapan-endapan tersebut bergerak memasuki laut dalam dengan
proses arus traksi dan pergerakan graviti (gravity mass movement).
Karena keberadaannya di daerah kerak transisi (transitional crust),
perikontinental juga sering menunjukan penurunan (subsidence) yang
besar, khususnya pada tahap awal pembentukan cekungan, yang dapat
mengakibatkan
terbentuknya endapan yan tebal pada daerah ini
(Einsele, 1992).
Sedangkan epikontinental adalah lingkungan laut yang berada pada
daerah kontinen (daratan) dengan sisi-sisinya dibatasi oleh beberapa
daratan. Daerah ini biasanya dibentuk jauh dari pusat badai (storm) dan
arus laut, sehingga seringkali terproteksi dengan baik dari kedua
pengaruh tersebut. Jika sebagian dari daerah epeiric ini tertutup, maka ini
akan semakin tidak dipengaruhi oleh gelombang dan arus tidal.

LINGKUNGAN TERUMBU (REEF)


Terumbu atau reef merupakan lingkungan yang unik yang sangat
berbeda dari bagian lingkungan pengendapan lainnya di lingkungan
paparan (shelf). Terumbu ini umumnya dijumpai pada bagian pinggir
platform paparan luar (outer-shelf) yang hampir menerus sepanjang arah
pantai, sehingga merupakan penghalang yang efektif terhadap gerakan
gelombang yang melintasi paparan tersebut. Disamping terumbu
berkembang seperti massa yang menyusur sepanjang garis pantai diatas,
juga dapat berkembang sebagai patch yang terisolir dalam paparan
bagian dalam atau inner-shelf .
Istilah lain untuk terumbu ini, ada yang menyebutnya dengan
carbonate buildup atau bioherm. Tetapi para pekerja karbonat tidak
menyetujui penggunaan istilah terumbu hanya dibatasi untuk carbonatbuildup atau inti yang kaku, pertumbuhan koloni organisme, atau
carbonat - buildup lainnya yang tidak memiliki inti kerangka yang kaku.
Wilson (1975) menggunakan istilah carbonat-buildup untuk tubuh yang
secara lokal, terbatas secara lateral, merupakan hasil proses relief
tofografi, dan tanpa mengaitkan dengan hiasan pembentuk internalnya.

III. PENUTUP
Lingkungan pengendapan adalah lingkungan (daerah) di permukaan
bumi tempat diendapkannya sedimen. Disanalah proses sedimentasi
terjadi. Karakteristik batuan sedimen yang terbentuk dari hasil proses
sedimentasi (teksturnya dan strukturnya, serta komposisinya) merupakan
data penting yang merekam (mencirikan) lingkungan pengendapannya.
Kombinasi-kombinasi ini (karakter fisik dari batuan sedimen yang memiliki
ciri khas baik secara fisik, kimia, biologi) dari batuan sedimen akan
mebentuk fasies sedimen. Secara khusus untuk ciri tekstural dan
struktural akan membentuk litofasies.
Klasifikasi lingkungan pengendapan (Selley, 1988) :
1) Terestrial Padang pasir (desert)
2) Glasial
3) Daratan
4) Sungai
5) Encer (aqueous) Rawa (paludal)
6) Lakustrin
7) Delta
8) Peralihan
9) Estuarin
10)
Lagun
11)
Litoral (intertidal)
12)
Reef
13)
Laut
14)
Neritik ( kedalaman 0-200 m)
15)
Batial ( kedalaman 200-2000 m)
16)
Abisal ( kedalaman > 2000 m)
Didalam sedimen umumnya turut terendapkan sisa-sisa organisme
atau tumbuhan, yang karena tertimbun,terawetkan. Dan selama proses
Diagenesis tidak rusak dan turut menjadi bagian dari batuan sedimen
atau membentuk lapisan batuan sedimen. Sisa-sia organisme atau

tumbuhan yang terawetkan ini dinamakan fossil. Jadi fosill adalah bukti
atau sisa-sisa kehidupan zaman lampau. Dapat berupa sisa organisme
atau tumbuhan, seperti cangkang kerang, tulang atau gigi maupun jejak
ataupun cetakan.
Dari studi lingkungan pengendapan dapat digambarkan
direkontruksi geografi purba dimana pengendapan terjadi.

atau

Lingkungan pengendapan merupakan keseluruhan dari kondisi fisik,


kimia dan biologi pada tempat dimana material sedimen terakumulasi.
(Krumbein dan Sloss, 1963) Jadi, lingkungan pengendapan merupakan
suatu lingkungan tempat terkumpulnya material sedimen yang
dipengaruhi oleh aspek fisik, kimia dan biologi yang dapat mempengaruhi
karakteristik sedimen yang dihasilkannya.

Daftar Pustaka

Malau,

V.
2010.
Lingkungan
Pengendapan.
dalam
http://valentinomalau31.blogspot.com/2010/12/lingkunganpengndapan.html

Arrisaldi, T. 2013. Lingkungan Pengendapan Transisi dan Laut. dalam :


http://younggeolog.blogspot.com/2013/01/lingkungan-pengendapantransisi-dan_24.html

Damanhuri,
H.
2010.
Lingkungan
Pengendapan.
dalam
:
http://sedimentologiduaribusembilan.blogspot.com/2010/12/lingkunga
n-pengendapan-sedimen.html

Anonymous.
2012.
Lingkungan
Pengendapan.
dalam
:
http://thekoist.wordpress.com/2012/08/23/lingkungan-pengendapan/

Anda mungkin juga menyukai