Anda di halaman 1dari 19

Laporan Praktikum

Hari, tanggal: Rabu, 29 April 2015

Teknologi Pati,

Golongan

: P2

Gula, dan Sukrokimia

Dosen

: Dr. Farah Rahma, MT.

Asisten
:
1. Andrian Novadiansyah (F34110064)
2. Nur Kholiq
(F34110105)

MODIFIKASI TEPUNG KASAVA DAN PATI TERMODIFIKASI


Oleh :
Desti Maulani Walla
Maulana Rausyan Fikri
Isma Nurhikmah Apupianti

(F34120045)
(F34120052)
(F34120071)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumber daya lokal, seperti umbi-umbian, telah banyak dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan baik pangan maupun industri. Potensi umbi-umbian sebagai
sumber karbohidrat sekaligus bahan baku tepung lokal ini tidak kalah dengan terigu,
seperti ganyong, gembili, ubi jalar, garut, dan ubi kayu.

Ubi kayu dapat dimanfaatkan menjadi tepung dan pati dengan berbagai
kelebihan yang dipertimbangkan, yaitu teknologi budidaya sederhana, dapat tumbuh
pada berbagai kondisi tanah dan relatif tidak banyak membutuhkan pemeliharaan, tahan
terhadap penyakit, dan ketersediaannya luas. Ubi kayu pada umumnya diolah menjadi
produk setengah jadi berupa pati, tepung ubi kayu, gaplek, dan chips. Usaha
diversifikasi dalam pengolahan ubi kayu yang lain adalah mocaf atau tepung ubi kayu
yang dibuat dengan cara fermentasi. Modifikasi tepung dan pati kasava bertujuan untuk
mendapatkan produk asam seperti garri, fufu, akyeke, dan agbelima serta produk pati
termodifikasi yang dapat digunakan untuk substitusi bahan baku industri. Tepung dan
pati kasava termodifikasi ini dibuat dengan berbagai macam tahapan yang tentunya
mempengaruhi karakteristik dan rendemennya. Oleh karena itu pengetahuan dan
praktek mengenai pembuatan tepung dan pati kasava termodifikasi ini penting
dilakukan sehingga dapat diketahui prinsip dan rendemennya.
Tujuan
Tujuan praktikum kali ini antara lain untuk mengetahui proses pembuatan
tepung dan ekstraksi pati, pembuatan tepung dan pati termodifikasi, serta melakukan
karakterisasi pati, tepung, dan pati termodifikasi.

METODOLOGI
Alat dan Bahan
A. Modifikasi Tepung Kasava
Bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain umbi dari umbi kayu
segar, ragi roti, ragi tape, dan garam dapur. Sedangkan alat yang digunakan antara lain
pisau, tampah, baskom, alat pengukus, panci, kompor, alat pengering dan alat
penggiling.
B. Pati Termodifikasi
Bahan yang digunakan antara lain pati singkong, sagu, beras, dan jagung, serta
HCl 0.1 N. Sedangkan alat yang diguanakan antara lain gelas piala, pengaduk, drum
dryer, ayakan tepung, baskom, fluidized bed dryer, penggorengan, kompor, loyang, dan
blender.
Metode
A. Modifikasi Tepung Kasava
Tepung Kasava Termodifikassi
Umbi dari ubi kayu sebanyak 3
buah disiapkan

Partial Parboiling Cassava Flour (Rava)


Umbi dari ubi kayu sebanyak 3 buah

Timbang bobotnya

Kupas kulitnya kemudian ditimbang kembali bobot umbi bersihnya


Iris umbi setebal 2 cm

Iris umbi setebal 2 cm


Rebus irisan umbi dalam air mendidih 5 menit kemudian ditiriskan
Buat starter dengan komposisi : 1 g dry yeast dalam 1L aquades

Penjemuran dilakukan dengan sinar matahari selama 36 jam atau dioven be

bi dalam larutan selama 24 jam kemudian jemur dan keringkan dengan sinar matahari

Giling irisan umbi yang telah kering dan ayak dengan saringan 80 m
Giling irisan umbi yang telah kering dan
ayak dengan saringan 80 mesh

Rava

Rava

Farina

gari

Umbi segar disiapkan sebanyak 3 buah


Umbi

Umbi disiapkan sebanyak 3 buah dan ditimbang bobotnya

Timbang bobotnya

Umbi diparut kemudian diperas untuk dikeluarkan cairannya


Umbi diparut kemudian pulp dibungkus dalam kain

Umbi yang
telah
diparut disangrai dengan wadah pada api kecil hingga
Pulp dibiarkan terfermentasi spontan
selama
3 hari

Hasil
sangrai
digiling dan diayak dengan saringan 80 mesh
lp dikeringkan dengan penjemuran matahari atau
oven
pengering

Hasil pengeringan digiling dan diayak dengan saringan 80 mesh

Farina

Gari

Gaplek

B. Pati Termodifikasi

Umbi disiapkan sebanyak 3 buah

Pati Tergelatinisasi
15% Larutanpati 500 ml

Ditimbang bobotnya

Umbi diiris setebal 2 sampai 3 cm

Panaskan + aduk
50C-70C (30 menit)

an umbi direndam dalam larutan garam dapur 5% selama 30 menit


Keringkan dalam drum drier (80C, 4 Rpm)

man kemudian dikeringkan dengan penjemuran matahari atau Giling


oven pengering
+ ayak (80 mesh)

Hasil pengeringan digiling dan diayak dengan saringan 80 mesh

200 gram
pati + 800 ml aquades
Gaplek

Keringkan dalam drum drier (80C, 4 Rpm)

Giling + ayak (80 mesh)

Pati Pragelatinisasi
(-starch)

Quick Cooking Rice

pirodekstrin

Beras
500 g pati

Cuci + Tiriskan
Rendamdalam 500 ml air (30 menit)

Tiriskan
Kukus 15 menit

Disemprot dengan HCN 0.1 N 50 ml

Diaduk hingga rata

Disangrai selama 30-60 menit

Keringkan di fluidized bed drier

Quick cooking rice

Heat Moisture Treated Starch


SuspensiPati 50%

Tuangkan Loyang

Keringkan dalam oven 50-60C

Giling&Ayak

Tepung pirodekstrin

C.

Karakterisasi Pati dan Tepung

Uji Iod

Kejernihan Pasta

Bahan

Pasta pati 1%

Letakkan pada test plate

Celupkan dalam air mendidih 30 menit

Tambahkan iod

Kocok tabung tiap 5 menit, dan


dinginkan pada suhu kamar

Warna bahan menjadi


hitam

Kelarutan dan Swelling Point


0.5 g pati
Masukkan sheker water bath
30 ml larutan jernih ditempatkan
pada cawan petri

Nilai transmittance (%T)

Suhu Gelatinisasi
Suspensi pati

Ukur tinggi volume awal

Letakkan panaskan, setelah 35oC


turunkan, ukur tinggi larutan

Oven pada suhu 100oC


Bobot

Lanjutkan sampai 45oC, ukur


kembali tinggi larutan
Suhu gelatinisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Pengamatan
(Terlampir)
Pembahasan
Mocaf adalah produk tepung dari singkong yang diproses menggunakan prinsip
modifikasi sel singkong secara fermentasi, dimana mikroba BAL (bakteri asam laktat)
mendominasi selama fermentasi. Kata mocaf merupakan singkatan dari Modified
Cassava Flour yang berarti tepung singkong yang dimodifikasi dengan perlakuan
fermentasi sehingga dihasilkan tepung yang memiiliki karakteristik mirip dengan terigu
(Rasulu dkk 2012).
Tepung mocaf dapat dijadikan pengganti terigu atau campuran terigu 30%-100%
dan dapat menekan biaya konsumsi tepung terigu 20%-30%. Dibandingkan dengan
tepung singkong atau tepung gaplek , mocaf memiliki performance yang lebih baik
yaitu lebih putih, lembut, dan tidak bau apek. Kunci pembuatan mocaf adalah proses
fermentasi yang menyebabkan teksturnya berbeda.
Prinsip pembuatan tepung mocaf adalah dengan memodifikasi sel ubi kayu atau
singkong secara fermentasi sehingga menyebabkan perubahan karakteristik. Secara
umum proses pembuatan mocaf meliputi tahap penimbangan, pengupasan, pemotongan,
perendaman (fermentasi), pengepresan, pengeringan, penepunga, dan pengayakan.
Singkong yang digunakan sebagai bahan baku adalah yang masih segar dan cukup umur
(8 12 bulan) kemudian dikupas kulitnya dan dicuci hingga bersih. Umbi direndam
dalam air untuk mencegah perubahan warna. Pemotongan bertujuan untuk
mempermudah dalam pengeringan chips. Proses fermentasi dengan starter sangat
menentukan keberhasilan dalam pembuatan mocaf karena tanpa melalui proses
fermentasi maka tepung yang dihasilkan adalah tepung cassava biasa. Lama fermentasi
sekitar 8-12 jam. Chips singkong yang telah direndam selanjutnya diangkat, dicuci,
ditiriskan, lalu dipres agar airnya berkurang. Adanya proses pengepresan dapat
membantu dalam mempercepat proses pengeringan chips. Pengeringan lebih baik
menggunakan sinar matahari langsung agar kadar air dapat berkurang hingga 12 -14 %.
Setelah kering, potongan singkong langsung digiling menggunakan mesin penepung
beras. Jika tidak langsung digiling maka chips singkong kering disimpan dalam wadah
plastik kedap udara. Pengayakan bertujuan untuk menyeragamkan ukuran butiran
tepung. Umumnya menggunakan ayakan 80 mesh. Setelah diayak, tepung mocaf siap
digunakan untuk beragam penanganan sesuai kebutuhan. Pengemasan bertujuan untuk
menjaga kualitas tepung mocaf. Tepung mocaf dapat dikemas dengan kantong plastik
tebal kedap udara atau wadah plastik yang memiliki tutup (Wahjuningsih 2013).
Menurut Subagyo (2006), penemu tepung Mocaf dari Universitas Jember,
penggunaan bakteri asam laktat dalam memfermentasi singkong yang akan mengubah
karakter singkong sehingga menjadi tepung bercita rasa tinggi. Bakteri ini akan
menghancurkan selulosa sehingga didapat tepung yang secara mikroskopis bertekstrur
halus. Secara alami, selulosa membungkus pati. Jika selulosa tidak dipecah maka
produk olahan singkong yang dihasilkan berupa tepung gaplek yang memiliki viskositas
rendah. Makin rendah tingkat viskositas tepung maka tepung tersebut bisa lengket

ketika diadon bersama air. Viskositas tepung gaplek pada suhu 95C dengan konsentrasi
2% hanya 45mPa.s dibandingkan tepung mocaf yang mencapai 75 mPa.s dan tepung
terigu 65 m.Pa.s.
Tepung gaplek mengandung energi sebesar 363 kilokalori, protein 1.1 gram,
karbohidrat 88.2 gram, lemak 0.5 gram, kalsium 84 miligram, fosfor 125 miligram, dan
zat besi 1 miligram. Selain itu didalam tepung juga terkandung vitamin A sebanyak 0
IU, vitamin B1 0.04 miligram, dan vitamin C 0 miligram. Hasil tersebut didapat dari
penelitian 100 gram tepung gaplek dengan jumlah yang dapat dimakan 100%.
Setelah fermentasi yaitu proses pengeringan dan penepungan sehingga diperoleh
tepung singkong termodifikasi yang memiliki citarasa dan bau netral, berwarna putih,
viskositas tinggi yang karakteristik, dan kualitas hampir menyerupai tepung terigu
sehingga cocok untuk menggantikan sebagian atau seluruh bahan terigu yang digunakan
dalam pengolahan pangan.
Proses fermentasi dalam pembuatan gaplek atau jenis mocaf lainnya berperan
dalam memicu singkong menghasilkan asam laktat. Ketika bakteri memecah selulosa
dan melubangi dinding granula pati dihasilkan glukosa. Mikroba tertentu mengubah
glukosa menjadi asam laktat yang baunya seperti susu. Bau ini yang menutupi bau khas
singkong sehingga bau tepung mocaf menjadi netral, itulah sebabnya mocaf tidak
berbau seperti tepung gaplek. Proses fermentasi menghilangkan protein penyebab warna
hita, seperti pada tepung gaplek sehingga warna mocaf lebih putih.
Menurut Wahjuningsih (1990) tepung kasava modifikasi dalam bentuk gari
merupakan tepung ubi kayu yang dihasilkan dari fermentasi. Mikroba yang tumbuh
selama fermentasi menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat
menghancurkan dinding sel singkong sedemikian rupa sehingga teradi liberasi granula
pati. Proses liberas ini akan menyebabkan prubahan karakteristik dari tepung yang
dihasilkan (Subagyo 2006). Proses pembuatan tepung mocaf secara enzimatis adalah
sebagai berikut, ubu kayu dikupas, dikerok lendirnya, dicuci bersih, dan dipotong tipis
dengan ukuran tertentu, difermentasi 12 72 jam dengan penambahan enzim selulatik.
Ubi kayu terfermentasi dikeringkan, kemudian digiling dan diayak dengan ukuran 80
120 mesh.
Mikroba yang digunakan saat fermentasi gari juga menghasilkan enzim-enzim
yang menghidrolisis pati menjadi gula dan selanjutnya mengubahnya menjadi asamasam organik, terutama asam laktat. Hal ini akan menyebabkan perubahan karakteristik
dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya
rehidrasi, dan kemudahan melarut. Demikian pula cita rasa mocaf menjadi netral
dengan menutupi cita rasa singkong sampai 70%. Walaupun dari komposisi kimianya
tidak jauh berbeda, mocaf memiliki karakteristik fisik dan organoleptik yang spesifik
jika dibandingkan dengan tepung singkong pada umumnya. Kandungan nitrogen mocaf
lebih rendah dibandingkan tepung singkong dimana senyawa ini dapat menyebabkan
warna coklat ketika pengerinan atau pemanasan. Dampaknya adalah warna yang
dihasilkan lebih putih (Wahjuningsih 2013).
Gari adalah makanan berbentuk butiran yang berwarna putih krem atau kuning
jika ditambahkan dengan minyak palem dalam masakan. Gari dengan kualitas bagus
biasanya berwarna kuning krem dengan bentuk yang seragam dan akan mengembang
tiga kali dari volume awal saat dicampur dengan air. Batas kadar air yang aman untuk
penyimpanan gari adalah di bawah 12%. Pembuatan gari hampir sama dengan farina
yaitu umbi diparut, tetapi bukan cairannya yang dikeluarkan melainkan pulpnya yang
diambil kemudian dibungkus di dalam kain selama 3 hari sehingga terjadi proses

fermentasi. Conynebactherium manihot dan Geotrichum candidum merupakan


organisme yang digunakan untuk membantu proses fermentasi. Pulp yang telah
difermentasi selanjutnya dikeringkan. Pulp yang telah kering digiling dan diayak
sehingga dihasilkan gari.
Rava adalah makanan berbasis tepung yang biasa digunakan sebagai bahan baku
dalam pembuatan berbagai macam resep sarapan, seperti uppuma dan halwa. Proses
pembuatan rava terdiri dari: gelatinisasi parsial umbi ubi kayu yang berbentuk irisan,
pengeringan dan penghancuran. Dengan gelatinisasi parsial, granula mengembang
sedikit dan menghasilkan produk yang berbentuk butiran. Pembuatan rava hampir sama
dengan pembuatan tepung kasava termodifikasi. Perbedaannya, pada pengolahan rava
tidak dilakukan perendaman tetapi dilakukan perebusan selama 5 menit. Hal itu
membuat kadar air umbi menjadi lebih banyak. Oleh sebab itu, pengeringan umbi
dilakukan lebih lama, yaitu selama 36 jam. Selanjutnya umbi yang telah kering digiling
dan diayak dengan saringan 80 mesh sehingga dihasilkan rava.
Farina merupakan ampas ubi kayu yang dimodifikasi. Farina dibuat melalui
proses pemarutan dan pemerasan. Umbi bersih diparut lalu diperas untuk dikeluarkan
cairannya. Hasil parutan yang telah diperas selanjutnya disangrai sampai kering. Pada
pembuatan farina, proses pemerasan dilakukan untuk mengurangi kadar air yang
terkandung didalamnya, sedangkan proses sangrai bertujuan meratakan pengeringan.
Hasil dari penyangraian kemudian digiling dan diayak sehingga dihasilkan farina.
Pati alami (native) menyebabkan beberapa permasalahan yang berhubungan
dengan retrogradasi, kestabilan rendah, dan ketahanan pasta yang rendah. Hal tersebut
menjadi alasan dilakukan modifikasi pati. Berbagai jenis pati yang ditemukan secara
alami mempunyai sifat-sifat yang khas dan berbagai macam. Sifat sifat
pati native dapat ditentukan berdasarkan bentuk dan ukuran granula pati, suhu
gelatinisasi, viskositas, retrogradasi, sineresis dan lain sebagainya. Sifat sifat pati
mempengaruhi karakterisitik pati native. Pati termodifikasi adalah pati yang gugus
hidroksilnya telah diubah lewat suatu reaksi kimia (esterifikasi, sterifikasi atau oksidasi)
atau dengan menggangu struktur asalnya. Pati diberi perlakuan tertentu dengan tujuan
untuk menghasilkan sifat yang lebih baik, memperbaiki sifat sebelumnya, atau untuk
mengubah beberapa sifat lainnya. Perlakuan ini dapat mencakup penggunaan panas,
asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus
kimia baru dan atau perubahan bentuk, ukuran serta struktur molekul pati (Reilly, 1985).
Sementara menurut Glicksman (1969), pati termodifikasi adalah pati yang diberi
perlakuan tertentu untuk menghasilkan sifat yang lebih baik, memperbaiki atau
mengubah beberapa sifat lainnya atau merupakan pati yang gugus hidroksilnya telah
diubah lewat reaksi kimia (esterifikasi atau oksidasi) atau dengan mengganggu struktur
asalnya. Pati termodifikasi berfungsi sebagai bahan pengisi, pengental, pengemulsi dan
pemantap bagi makanan (Eliasson, 2004).
Dilakukannya pembuatan pati termodifikasi didasari oleh alasan bahwa tepungtepung yang belum mengalami modifikasi memiliki sifat yang sangat kohesif, memiliki
viskositas yang tinggi, dan mudah rusak jika ada perlakuan panas dan asam. Selain itu,
pati alami mempunyai beberapa permasalahan yang berhubungan dengan retrogradasi,
kestabilan rendah, dan ketahanan pasta yang rendah. Hal tersebut menjadi alasan
dilakukan modifikasi pati. Modifikasi yang dilakukan ini dapat menurunkan daya cerna
pati dan meningkatkan kadar pati resisten.
Secara umum pati alami memiliki kekurangan yang sering menghambat
aplikasinya di dalam proses pengolahan pangan (Pomeranz, 1985) dan non pangan, di

antaranya adalah kebanyakan pati alami menghasilkan suspensi pati dengan viskositas
dan kemampuan membentuk gel yang tidak seragam (konsisten). Hal ini disebabkan
profil gelatinisasi pati alami sangat dipengaruhi oleh iklim dan kondisi fisiologis
tanaman, sehingga jenis pati yang sama belum tentu memiliki sifat fungsional yang
sama. Selain itu kebanyakan pati alami juga tidak tahan pada pemanasan suhu tinggi.
Dalam proses gelatinisasi pati, biasanya akan terjadi penurunan kekentalan suspensi pati
(viscosity breakdown) seiring dengan meningkatnya suhu pemanasan. Apabila dalam
proses pengolahan digunakan suhu tinggi (misalnya pati alami digunakan sebagai
pengental dalam produk pangan yang diproses dengan sterilisasi), maka akan dihasilkan
kekentalan produk yang tidak sesuai karena inkonsistensi kemampuan membentuk gel
dari pati. Pati juga tidak tahan pada kondisi asam. Pati mudah mengalami hidrolisis
pada kondisi asam yang mengurangi kemampuan gelatinisasinya. Pada kenyataannya
banyak produk pangan yang bersifat asam dimana penggunaan pati alami sebagai
pengental menjadi tidak sesuai, baik selama proses maupun penyimpanan, misalnya
pada pembuatan saus. Pati alami juga tidak tahan proses mekanis, dimana viskositas pati
akan menurun dengan adanya proses pengadukan atau pemompaan. Gel pati alami juga
mudah mengalami sineresis (pemisahan air dari struktur gelnya) akibat terjadinya
retrogradasi pati, terutama selama penyimpanan dingin. Retrogradasi terjadi karena
kecenderungan terbentuknya ikatan hidrogen dari molekul-molekul amilosa dan
amilopektin selama pendinginan sehingga air akan terpisah dari struktur gelnya.
Kendala-kendala tersebut menyebabkan pati alami terbatas penggunaannya
dalam industri. Industri pengguna pati menginginkan pati yang mempunyai kekentalan
yang stabil baik pada suhu tinggi maupun rendah, mempunyai ketahanan yang baik
terhadap perlakuan mekanis, dan daya pengentalannya tahan pada kondisi asam dan
suhu tinggi, kecerahannya lebih tinggi (pati lebih putih), retrogradasi yang rendah,
kekentalannya lebih rendah, gel yang terbentuk lebih jernih, tekstur gel yang dibentuk
lebih lembek, kekuatan regang yang rendah, granula pati lebih mudah pecah, waktu dan
suhu gelatinisasi yang lebih tinggi, serta waktu dan suhu granula pati untuk pecah lebih
rendah (Jane, 1992).
Modifikasi pati dilakukan untuk mengatasi sifat-sifat dasar pati alami yang
kurang menguntungkan seperti dijelaskan di atas, sehingga dapat memperluas
penggunaannya dalam proses pengolahan pangan dan non pangan serta menghasilkan
karakteristik produk yang diinginkan. Modifikasi disini dimaksudkan sebagai perubahan
struktur molekul dari yang dapat dilakukan secara kimia, fisik maupun enzimatis (James
N. BeMiller et al., 1997). Pati alami dapat dibuat menjadi pati termodifikasi atau
modified starch, dengan sifat-sifat yang dikehendaki atau sesuai dengan kebutuhan. Pati
termodifikasi banyak digunakan dalam pembuatan salad cream, mayonaise, saus kental,
jeli marmable, produk-produk konfeksioneri (permen, coklat dan lain-lain), breaded
food, lemon curd, pengganti gum arab dan lain-lain (Kusworo, 2006). Dewasa ini
metode yang banyak digunakan untuk memodifikasi pati adalah modifikasi dengan
asam, modifikasi dengan enzim, modifikasi dengan oksidasi dan modifikasi ikatan
silang. Setiap metode modifikasi tersebut menghasilkan pati termodifikasi dengan sifat
yang berbeda-beda.
Beberapa keunggulan pati modifikasi dibandingkan pati alami antara lain pati
modifikasi dapat memiliki sifat fungsional yang tidak terdapat pada pati alami, pati
modifikasi dapat lebih luas penggunaannya dalam skala industri besar, dan memiliki
sifat yang lebih konsisten sehingga memudahkan pengontrolan dan pembuatan produk
dengan kualitas bagus. Menurut Wurzburg (1989), modifikasi pati dapat dilakukan

dengan cara kimia dan dengan cara fisika. Metode kimia dilakukan dengan penambahan
asam, basa, garam, dan unsur halogen. Modifikasi kimia dilakukan dengan tujuan untuk
membuat pati memiliki karakteristik yang sesuai untuk aplikasi tertentu. Beberapa
metodenya antara lain cross linking (ikatan silang), konversi dengan hidrolisis asam,
serta oksidasi. Teknik modifikasi pati dibagi dalam tiga tipe yaitu modifikasi sifat
reologi, modifikasi stabilisasi, dan modifikasi spesifik. Secara fisika terdiri dari
pengolahan secara pasting dan dekstrinisasi. Beberapa produk pati termodifikasi yang
dibuat pada praktikum ini adalah pati pregelatinisasi, pati pregelatinisasi dengan
menggunakan -starch, quick cooking rice, pirodekstrin, dan heat moisture treated
starch.
Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang
sering disebut granula. Bentuk dan ukuran granula pati merupakan karakteristik setiap
jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi. Pati memiliki bentuk granula yang
berbeda untuk setiap tumbuhan. Granula pati dapat dilihat dengan menggunakan
mikroskop cahaya.
Pengamatan bentuk granula dilakukan dengan melihat sampel pati termodifikasi
yang telah ditetesisedikit air melalui mikroskop pada perbesaran tertentu. Biasanya
digunakan perbesaran 10 x 10. Bentuk granula dari pati pregelatinisasi terlihat memiliki
granula berbentuk bulat dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan granula
dari pati pregelatinisasi 50oC dan pati pregelatinisasi 60oC. Berdasakan hasil yang
diperoleh memang pada umumnya bentuk granula adalah bulat. Pada pati
pregelatinisasi, terlihat seperti adanya bintik-bintik kecil. Ini dapat mengindikasikan
bahwa granula pati pregelatinisasi memiliki bentuk yang lebih besar akibat terjadinya
pengembangan karena absorbsi air yang dilakukan oleh pati. Pada pati pregelatinisasi
60oC, akan terjadi kondisi intermediet, dimana perubahan yang terjadi dipengaruhi oleh
kecepatan pemanasan, kondisi pati, dan faktor lainnya. Sedangkan pada proses
gelatinisasi di suhu 50oC, air lebih banyak diabsorbsi di permukaan granula dan ikatan
hidrogen antar polimer pati di dalam granula mulai hilang. Kondisi ini memungkinkan
air berpenetrasi ke dalam granula dan diabsorbsi oleh granula.
Distribusi ukuran granula pati berpengaruh terhadap kekuatan pembengkakan
pati. Ukuran granula pati yang kecil, maka kekuatan pembengkakannya juga kecil. Bila
pati mentah dimasukkan dalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan
membengkak. Namun demikian jumlah air yang terserap dan pembengkakannya
terbatas. Air yang terserap tersebut hanya dapat mencapai kadar 30%. Peningkatan
volume granula pati yang terjadi di dalam air yang terjadi di dalam air pada suhu antara
550-650C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya, dan setelah pembengkakan itu
granula pati masih dapat kembali pada kondisi semula. Namun granula pati dapat pula
dibuat membengkak secara luar biasa, tetapi bersifat tidak dapat kembali pada kondisi
semula. Hal inilah yang disebut dengan gelatinisasi, suhu pada saat granula pati pecah
tersebutlah yang dikenal dengan istilah suhu gelatinisasiyang hanya dapat dilakukan
dengan penambahan air panas (Winarno, 1997).
Smith (1982) menambahkan bahwa Pada struktur granula pati, amilosa dan
amilopektin tersusun dalam suatu cincin-cincin. Jumlah cincin dalam suatu granula
kurang lebih berjumlah 16, dimana sebagian berbentuk lapisan amorf dan sebagian
berbentuk lapisan semikristal. Amilosa dan amilopektin di dalam granula pati
dihubungkan dengan ikatan hidrogen. Apabila granula pati dipanaskan di dalam air,

maka energy panas akan menyebabkan ikatan hidrogen terputus, dan air masuk ke
dalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya membentuk ikatan hidrogen dengan
amilosa dan amilopektin. Meresapnya air ke dalam granula menyebabkan terjadinya
pembengkakan granula pati. Ukuran granula akan meningkat sampai batas tertentu
sebelum akhirnya granula pati tersebut pecah. Pecahnya granula menyebabkan bagian
amilosa dan amilopektin berdifusi keluar. Proses masuknya air ke dalam pati yang
menyebabkan granula mengembang dan akhirnya pecah. Karena jumlah gugus hidroksil
dalam molekul pati sangat besar, maka kemampuan menyerap air sangatlah besar pula.
Terjadi peningkatan viskositas disebabkan air yang dulunya berada di luar granula dan
bebas bergerak sebelum suspense dipanaskan, kini sudah berada dalam butir-butir pati
dan tidak dapat bergerak bebas lagi.
Ukuran granula terutama berpengaruh pada profil gelatinisasi, interaksiamilosalipid, kelarutan dan swelling volume serta kemudahan didegradasi oleh enzim. Semakin
besar ukuran granula menyebabkan granula bersifat lebih kristalin, lebih sedikit
membentuk kompleks dengan lemak, lebih sedikit larut dan mengembang serta lebih
lambat didegradasi enzim (Lindeboom et al., 2004).
Pengujian bentuk dan ukuran granula ini pun dilakukan pada pati termodifikasi
yang menggunakan bahan tapioka dan beras. Menurut Mulyohardjo (1988), granula pati
komersial berukuran terkecil ialah granula pati beras, yaitu sekitar 3-8 m. Granula pati
beras berbentuk segi banyak, dengan berkecenderungan membentuk kelompokkelompok. Granula pati tapioka berbentuk bulat dan bulat seperti terpotong pada salah
satu sisi membentuk seperti drum ketel. Ukuran granula pati tapioka sekitar 4-5 m,
banyak granula-granula menunjukkan keberadaan hilum di bagian tengahnya.
Pregelatinisasi adalah pati yang telah dikeringkan untuk merusak struktur
granula (Rogol, 1986). Teknik modifikasi pati pregelatinisasi prinsipnya cukup
sederhana yakni dengan cara memasak pati di dalam air sehingga tergelatinisasi
sempurna, kemudian mengeringkannya dengan menggunakan rol-rol (drum drying)
yang dipanaskan. Pada proses ini terjadi kerusakan butir pati tetapi amilosa dan
amilopektinnya tidak terdegradasi. Pati pregelatinisasi mempunyai kemampuan
menyerap air yang lebih tinggi daripada pati biasa dan mudah larut dalam air dingin
(cold water soluble) serta cepat membentuk pasta dalam air dingin. Viskositasnya juga
lebih rendah dibanding pati yang tidak di pregeltinisasi. Sifat fungsional pati pregel ini
sangat dipengaruhi oleh kondisi pengeringan. Tingkat dan teknik modifikasi serta
metode pengeringan merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya keragaman sifat
fungsional pati pregelatinisasi.
Pati pregelatinisasi dengan metode -starch hampir sama perlakuannya dengan pati
pregelatinisasi tanpa -starch, perbedaannya terletak pada proses pemanasan yang
hanya dilakukan oleh pati pregelatinisasi sedangkan pati pregelatinisasi -starch tidak
mengalami proses pemanasan. Pati pregelatinisasi diantaranya dapat digunakan untuk
formula makanan bayi dan pudding (Kusnandar, 2010).
Quick cooking rice disebut juga instant rice yang merupakan salah satu produk
dari pati termodifikasi yang bentuknya mirip dengan beras pada umumnya, namun bila
quick cooking rice ini mengalami proses pemasakan maka akan masak atau matang
dengan lebih cepat dan penyajiannya pun dapat lebih mudah dan cepat. Instant rice
membutuhkan waktu sekitar 5-10 untuk menjadi nasi yang matang dengan bantuan air
panas. Instant rice dibuat dengan cara pemberian perlakukan pemasakan awal

(precooking) dan digelatinisasi (beras diaron sampai berubah menjadi bening warnanya)
dengan menggunakan air, uap atau gabungan keduanya. Hasilnya berupa beras matang
atau setengah matang. Selanjutnya beras matang atau setengah matang tersebut
dikeringkan sedemikian rupa sehingga diperoleh butir-butir beras kering yang berpori
sehingga air atau uap panas lebih cepat masuk ke dalamnya sehingga membuatnya cepat
masak. Produk akhirnya harus kering, tidak melekat satu sama lain, tetapi harus berupa
butir-butir beras yang terpisah. Biasanya butir-butir instant rice mempunyai volume
yang lebih besar yaitu antara 1,5-3 kali beras biasa.
Instant rice memiliki beerapa kelebihan seperti mudah disajikan dan sangat
cocok untuk pangan darurat. Namun demikian instant rice memiliki beberapa
kekurangan seperti harganya yang lebih mahal daripada beras, kandungan nutrisi yang
lebih rendah, serta adanya perubahan rasa dari nasi yang dihasilkan. Namun demikian
perusahaan penghasil instant rice telah melakukan inovasi untuk mengatasi
permasalahan tersebut seperti penambahan vitamin B dan flavor sehingga instant rice
lebih enak dan bernutrisi.
Produk-produk tepung modifikasi sudah banyak digunakan baik dalam
kehidupan sehari-hari dalam skala industri.Dalam skala industri, produk tepung
modifikasi digunakan dalam bidang confectionery, dairy products, meat products,
bakery products, produk ekstrusi, saus dan sup salad dressing, fat replacer, emulsion
stabilizer, dan resistant starch. Dalam bidang confectionery, pati termodifikasi
digunakan sebagai pembentuk film dan penstabil tekstur seperti pada produk gum
candy, hard candy, dan marshmallow. Dalam bidang dairy products, pati termodifikasi
digunakan sebagai pembentuk tekstur, penstabil dan agen pengental seperti pada produk
susu UHT, yogurt dan es krim. Dalam bidang meat products, pati termodifikasi
digunakan untuk memperbaiki tekstur dan memperpanjang daya simpan. Dalam bidang
bakery products, pati termodifikasi digunakan untuk menahan air, memperbaiki tekstur,
memperbaiki struktur roti, meningkatkan volume roti dan meningkatkan daya simpan.
Dalam produk sup dan saus, pati termodifikasi digunakan untuk pengental, pembentuk
tekstur dan mouthfeel.
Pada praktikum karakterisasi tepung dan pati, uji pertama yang dilakukan adalah
uji iod. Uji Iod dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan amilosa dan
amilopektin pada pati. Pati akan memberikan reaksi dengan larutan iodin dan
memberikan warna spesifik tergantung pada jenisnya. Hasil uji iod pada tabel
menunjukkan bahwa pati tapioka alami, pati pregelatinisasi (-Starch) dan pati
pregelatinisasi (50oC) lebih banyak mengandung amilosa dibanding dengan
amilopektin. Hal ini ditunjukkan oleh warna yang dihasilkan yaitu berwarna biru gelap.
Seperti yang telah diketahui bahwa larutan iodin akan bereaksi dengan amilosa
menghasilkan warna biru (Poedjiadi & Supriyanti 2007). Warna biru yang timbul
disebabkan karena struktur molekul pati yang berbentuk spiral sehingga bisa mengikat
iodin. Amilosa memiliki polimer glukosa yang lebih dari 20 sehingga menghasilkan
warna biru tersebut. Pada pati pregelatinisasi (60 oC), quick cooking rice, heat moisture
treated starch dan pirodekstrin hasil iod menunjukkan warna hitam keunguan yang
disebabkan oleh pati tersebut masih memiliki rantai terpanjang dari polimer glukosa.
Uji kedua adalah uji kejernihan pasta. Pada beberapa produk pangan, pasta pati
diharapkan jernih. Hal ini disebabkan kejernihan pasta adalah salah satu parameter
penting dalam menentukan kualitas pasta pati, terutama berdasarkan penampakan visual
terkait pada sifat jernih atau buram dari pasta yang dihasilkan. Kejernihan pasta ini
dihitung dengan mempertimbangkan persen transmisi. Pengukuran persen transmisi

pasta pati dapat digunakan sebagai indikator perubahan kadar zat warna yang terdapat
dalam pasta pati tersebut.
Kejernihan pasta dapat digunakan sebagai indikator kemampuan pati dalam
melakukan retrogradasi. Semakin tinggi kemampuan retrogradasi, maka kejernihan
pasta semakin rendah (Suriani 2008). Retrogradasi merupakan pembentukan kembali
ikatan-ikatan hidrogen dari molekul-molekul amilosa. Molekul-molekul amilosa saling
berikatan kembali dengan ikatan yang sangat kuat. Pembentukan ikatan hidrogen yang
semakin kuat antarmolekul amilosa mengakibatkan terjadinya sineresis, yaitu air
terpisah dari stuktur gel pati (Kusnandar 2010).
Hasil uji kejernihan pasta menunjukkan bahwa %T tertinggi yaitu pati
pregelatinisasi (-Starch). Semakin tinggi nilai % T maka semakin kecil kadar zat warna
yang terdapat dalam larutan pati tersebut. Tingginya nilai kejernihan pasta pada pati
pregelatinisasi (-Starch) menunjukkan bahwa kemampuan retrogradasi pati
pregelatinisasi (-Starch) rendah sehingga sineresis yang terjadi tidak menyebabkan air
yang keluar banyak. Pada quick cooking rice tidak dilakukan penjernihan pasta
melainkan dilakukannya penyeduhan dengan air panas setelah dikeringkan. Quick
cooking rice yang sudah diseduh tidak bisa menjadi nasi seperti pada umumnya pada
saat diberi air panas (nasi pera tekstur keras tidak matang) hal ini disebabkan oleh
pengukusan yang tidak maksimal, setelah pengukusan tekstur pada nasi masih keras dan
pada kondisi tersebut beras langsung dikeringkan sehingga pada saat diseduh dengan air
panas quick cooking rice masih keras dan belum bisa dikategorikan sebagai nasi.
Mocaf (Modified Cassava Flour) atau modifikasi tepung kasava merupakan
produk olahan terbaru dari singkong yang juga merupakan temuan pertama di dunia
karena mocaf sanggup menggantikan kebutuhan tepung gandum yang selama ini masih
diimpor. Untuk membuat 1 kg mocaf diperlukan 3 kg singkong segar, dan untuk
membuat 1 kg mie misalnya, mocaf mampu mensubstitusi 50% tepung gandum atau
terigu. Sementara untuk membuat kue, terigu bisa diganti seluruhnya oleh mocaf
(Suryana, 1990). Nilai rendemen tepung kasava termodifikasi dengan bahan baku ubi
kayu segar 750 ton adalah sebesar 30% (Balai Penelitian Pascapanen Pertanian, 2002).
Berdasarkan data hasil praktikum, diketahui bobot bahan yang digunakan sebesar 1000
gram dan dihasilkan nilai rendemen tepung kasava termodifikasi yang menggunakan
dry yeast sebesar 31.77%, sedangkan yang menggunakan bakteri asam laktat memiliki
rendemen sebesar 19.66%. Pada tepung kasava menggunakan bakteri asam laktat nilai
rendemen tersebut tidak sesuai dengan literatur, seharusnya nilai rendemen yang
dihasilkan lebih besar dari 30% karena perbandingan bahan awal yang digunakan
adalah 1000 gram. Ketidaksesuaian data praktikum dengan literatur dapat disebabkan
banyaknya tepung yang loss selama proses pembuatan, seperti pada saat pengayakan
pada tepung, banyak tepung yang terbuang akibat adanya angin.
Berdasarkan data hasil praktikum diketahui nilai rendemen rava sebesar 32.43%
dengan bobot bahan yang digunakan sebesar 1000 gram. Nilai rendemen tersebut tidak
dapat dibandingkan dengan literatur karena tidak ditemukan literatur terkait. Pada
pembuatan farina tidak ada data hasil rendemennya, hal ini karena tepung farina hilang
pada saat proses pembuatan farina.
Pembuatan gari hampir sama dengan farina yaitu umbi diparut, tetapi bukan
cairannya yang dikeluarkan melainkan pulpnya yang diambil kemudian dibungkus di
dalam kain selama 3 hari sehingga terjadi proses fermentasi. Pulp yang telah
difermentasi selanjutnya dikeringkan. Pulp yang telah kering digiling dan diayak
sehingga dihasilkan gari. Berdasarkan data hasil praktikum diperoleh nilai rendemen

gari sebesar 25.31% dengan bobot bahan yang digunakan sebanyak 1000 gram. Nilai
ini merupakan nilai rendemen terkecil kedua selain mocaf menggunakan bakteri asam
laktat. Hal ini juga mungkin disebabkan selama proses pembuatan gari banyak terjadi
loss. Nilai rendemen gari pada praktikum ini tidak dapat diketahui sesuai tidaknya
dengan standar karena tidak ditemukan literatur terkait.
Pembuatan gaplek hampir sama dengan pembuatan tepung kasava, yaitu adanya
perendaman setelah umbi diiris setebal 2-3 cm, namun pada pebuatan gaplek,
perendaman dilakukan dalam larutan garam dapur 5% selama 30 menit. Selanjutnya
dilakukan pengeringan, penggilingan, dan pengayakan sehingga dihaslkan gaplek.
Berdasarkan data hasil praktikum diketahui nilai rendemen gaplek sebesar 53.96%
dengan bobot bahan sebanyak 1000 gram. Nilai rendemen tersebut tidak dapat
dibandingkan dengan standar karena tidak ditemukan literatur terkait. Berdasar data
tersebut diketahui bahwa nilai rendemen gaplek lebih tinggi dibandingkan nilai
rendemen tepung kasava termodifikasi. Hal itu mungkin disebabkan perbedaan proses
pembuatan sehingga loss yang terjadi kemungkinan juga lebih kecil, seperti pengayakan
yang baik dilakukan ditempat yang tidak banyak angin sehingga rendemen yang
didapatkan juga lebih besar dibandingkan dengan yang lain.

PENUTUP
Simpulan
Mocaf (Modified Cassava Flour) atau modifikasi tepung kasava merupakan
produk olahan terbaru dari singkong. Modifikasi tepung kasava bertujuan untuk
mendapatkan produk asam yang diinginkan, menghilangkan kandungan sianida dalam
jumlah banyak dari varietas ubi kayu yang tinggi kandungan sianida melewati proses
perendaman dan penumpukan, serta untuk memodifikasi tekstur dari produk yang akan
dihasilkan. Hasil modifikasi tepung kasava secara karakteristik dan kualitas hampir
menyerupai tepung terigu sehingga produk mocaf sangat cocok menggantikan bahan
terigu untuk kebutuhan industri makanan.
Pada praktikum ini dibuat lima jenis produk modifikasi tepung kasava, yaitu:
tepung kasava termodifikasi, rava, farina, gari, dan gaplek. Berdasarkan data hasil
praktikum diketahui bahwa produk yang memiliki rendemen paling besar adalah gaplek,
sedangkan produk yang memiliki rendemen paling kecil adalah mocaf bakteri asam
laktat. Besar kecilnya rendemen yang dihasilkan disebabkan adanya loss selama proses
pengolahan produk. Semakin besar rendemen, proses yang dilakukan semakin baik.
Selain rendemen, kadar pati juga menentukan kualitas tepung yang dihasilkan. Semakin
tinggi kadar pati suatu bahan akan semakin baik pula kualitasnya.
Pati termodifikasi dibuat dengan perlakuan tertentu dengan tujuan untuk
menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya atau merubah
beberapa sifar lainnya. Modifikasi pati dapat dilakukan dengan cara kimia dan dengan
cara fisika. Metode kimia dilakukan dengan penambahan asam, basa, garam, dan unsur
halogen. Modifikasi kimia dilakukan dengan tujuan untuk membuat pati memiliki
karakteristik yang sesuai untuk aplikasi tertentu. Beberapa metodenya antara lain cross
linking (ikatan silang), konversi dengan hidrolisis asam, serta oksidasi. Teknik
modifikasi pati dibagi dalam tiga tipe yaitu modifikasi sifat reologi, modifikasi

stabilisasi, dan modifikasi spesifik. Secara fisika terdiri dari pengolahan secara pasting
dan dekstrinisasi.
Hasil kejernihan pasta pati tertinggi yaitu pati pregelatinisasi (-Starch) yang
menunjukan bahwa sifat retrogradasinya rendah, sedangkan nilai %T terendah pada
kejernihan pasta pati yaitu pati tapioka alami.
Saran
Praktikum sudah berjalan dengan lancar dan baik, namun akan lebih efektif dan
efisien apabila peralatan praktikum memiliki jumlah yang proporsional.

DAFTAR PUSTAKA
Balai Penelitian Pascapanen Pertanian. 2002. Petunjuk Teknis Proses Pembuatan Aneka
Tepung dari Bahan Pangan Sumber Karbohidrat Lokal. Jakarta.
Elliason, A. C. 2004. Starch in Food Structure, Function, and Application. Woodhead
Publishing Limited. CRC Press, New York.
Glicksman, M. 1969. Gum Technology in Food Industry. New York : Academic Press.
James N. Be Miller dan West Lafayette, 1997. Starch Modification : Challenges and
Prospects, USA, Review 127-131. Jane, J., 1995, Starch Properties,
Modifications, and Application, Journal of Macromolecular Science, Part
A.32:4,751-757.
Jane, J. L. dan Chen, J.F. 1992. Effect of Amilose Molecular Size and Amilopectin
Branch Chain Length on Paste Properties of Starch.
Kusnandar. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta (ID): Dian Rakyat.
Kusworo. 2006. Teknologi Modifikasi Pati. Ebook Pangan.
Lindeboom et al.. 2004. Analytical, biochemical, and physicochemical aspect of starch
granule size with emphasis on small granulastarches : A Review.
Starch/starke. 56:89-99.
Poedjiadi, Supriyanti. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta (ID): UI Press.
Pomeranz, Y.1991. Functional Properties of Food Components. Second edition.
Academic Press, Inc. Florida.
Rasulu, Yuwono, Kusnadi. 2012. Karakteristik Tepung Ubi Kayu Terfermentasi sebagai
Bahan Pembuatan Sagukasbi. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol 3(1).
Reilly, P.J. 1985. Enzymatic Degradation of Starch. Marcell Deccker Inc.,New York.
Rogol, S. 1986. Pati Termodifikasi Pregelatinisasi. Jakarta: PT. Gramedia
PustakaUtama.

Smith, P.S. 1982. Starch Derivatives and Their Use in Food. Di dalam D.V. Lineback,
Food Carbohydrates, Avi Publishing Company Inc., Wesport.
Subagyo 2006. Ubi Kayu Substitusi berbagai Tepung-Tepungan. Foof Review 1(3).
Jakarta.
Suriani. 2008. Mempelajari Pengaruh Pemanasan dan Pendinginan Berulang terhadap
Karakteristik Sifat Fisik dan Fungsional Pati Garut (Marantha
Arundinacea) Termodifi kasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor
(ID): IPB Press.
Suryana A. 1990. Diversifikasi Pertanian Dalam Proses Mempercepat Laju
Pembangunan Nasional. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Wahjuningsih. 1990. Pengaruh Lama Fermentasi dan Cara Pengeringan terhadap Mutu
Gari yang Dihasilkan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.
Wahjuningsih. 2013. Inovasi Teknologi Pengolahan Kayu menjadi Tepung Mocaf ,
Peluang, dan Tantangan Pengembangannya di Jawa Tengah. Konferensi
Nasional Inovasi dan Technopreneurship. IPB.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wurzburg, O. B. 1989. Modified Starches: Properties and Uses. CRC Press, Boca
Raton.

Anda mungkin juga menyukai