Anda di halaman 1dari 9

2

PEMBAHASAN
II. Analisis Sifat Fisik
Salah satu komoditas pertanian yang dikenal sebagai sumber protein
nabati di Indonesia adalah kacang tanah. Tanaman kacang tanah merupakan
tanaman setahun, termasuk famili Papilionaceae. Di Indonesia, menurut hasil
penelitian Balai Penelitian Kacang-kacangan di Bogor, telah dikenal 4 macam
varietas unggul, yaitu varietas Gajah, Banteng, Macan dan Kijang. Masingmasing varietas memiliki komposisi yang berbeda (Ketaren 1986).
Sistematika kacang tanah adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae atau tumbuh-tumbuhan
Divisi : Spermatophyta atau tumbuhan berbiji
Sub Divisi : Angiospermae atau berbiji tertutup
Kelas : Dicotyledoneae atau biji berkeping dua
Ordo : Leguminales
Famili : Papilionaceae
Genus : Arachis
Spesies : Arachis hypogeae L.; Arachis tuberosa Benth.; Arachis
guaramitica Chod & Hassl.; Arachis idiagoi Hochne.; Arachis angustifolia
(Chod & Hassl) Killip.; Arachis villosa Benth.; Arachis prostrata Benth.;
Arachis helodes Mart.; Arachis marganata Garden.; Arachis namby quarae
Hochne.; Arachis villoticarpa Hochne.; Arachis glabrata Benth.
Tanaman kacang tanah pada dasarnya dapat ditanam hampir di semua
jenis tanah, mulai tanah bertekstur ringan (berpasir), bertekstur sedang
(lempung berpasir), hingga bertekstur berat (lempung). Namun, tanah yang
paling sesuai untuk tanaman kacang tanah adalah yang bertekstur ringan dan
sedang. Saat ini, sebagian besar (lebih dari 500.000 hektar) budidaya kacang
tanah di Indonesia dilakukan di tanah Alfisol. Budidaya kacang tanah di
beberapa daerah menghadapi kendala berupa pH tanah yang tinggi (alkalis)
yang banyak tersebar di daerah sekitar gunung kapur, seperti di pantai utara
dan bagian selatan Jawa Timur dan Jawa Tengah dan DIY (Balitkabi 2010).
Kacang tanah merupakan komoditas hasil pertanian yang berasal dari
tanaman Kacang tanah (Arachis hypogaea) baik berupa kacang gelondong
maupun biji kacang tanah yang telah dipisahkan dari kulit polongnya (wose).
Kacang tanah banyak dikonsumsi dalam bentuk biji (wose). Kacang tanah
memiliki bagian kulit kacang polong dan bijinya . Menurut Rukmana (1998),
Setiap kacang gelondong memiliki panjang 1 cm sampai dengan 4 cm, setiap
kacang gelondong mengandung satu sampai 3 biji. Hasil praktikum
didapatkan kacang tanah memiliki penampakan fisik, kulit berwarna coklat,
beberapa kacang memiliki kulit kehitaman, biji kacang tanah berwarna putih
kemerahan, terdaat cacat fisik berupa cacat biologis pada beberapa kacang
tanah yang ditunjukan adanya lubang-lubang pada kulit kacang tanah akibat
ulat dan serangga serta warna biji yang kehitaman dan lunak akibat jamur.
Menurut SNI 01-3921-1995, kacang tanah yang memenuhi SNI tidak
diperkenankan memiliki cacat fisik. Persentase bagian digunakan untuk
mengetahui rendemen kacang tanah. Rendemen merupakan persentase berat

bagian kacang yang telah dipisahkan dengan berat gelondongan kacang tanah.
Persentase bagian juga dapat digunakan untuk mengetahui bagian-bagian
komoditas yang membutuhkan perlakuan pasca panen yang berbeda (Urip
2009). Menurut SNI 01-3921-1995, Kacang tanah mutu 1 memiliki rendemen
minimal 65%, kacang tanah mutu 2 memiliki rendemen minimal 62.5% dan
kacang tanah mutu 3 memiliki rendemen minimal 60%. Hasil praktikum
didapatkan kacang tanah memiliki 50.74% merupakan biji dan 49.26%
merupakan kulit, berarti kacang tanah memiliki rendemen 50.74%. Hal ini
menunjukan kacang tanah pada praktikum tidak memenuhi standar mutu
menurut SNI. Data tersebut juga tidak sesuai dengan literature yang
menyebutkan bahwa polong kacang tanah yang sudah matang (cukup tua)
mempunyai ukuran panjang 1,25-7,5 cm dan berbentuk silinder. Tiap-tiap
polong kacang tanah terdiri dari kulit (shell) 21-29%, daging biji (kernel) 6972,40% dan lembaga (germ) sebesar 3,1-3,6% (Ketaren, 1986).
III. Analisis Proksimat
a. Kadar Air
Kadar air merupakan jumlah total air yang dikandung oleh suatu bahan
pangan (dalam persen). Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung
dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu
karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar
air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan
pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri,
kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan
pada bahan pangan (Winarno 1997). Kadar air dalam bahan pangan sangat
mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan pangan tersebut. Oleh
karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting agar
dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang
tepat.
Kadar air dalam pangan dapat diketahui dengan melakukan pemanasan
terhadap bahan pangan yang ingin diketahui kandungan airnya. Penetapan
kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pada percobaan
penetapan kadar air dengan menggunakan metode oven biasa. Oven biasa
digunakan karena kacang tanah tahan atau stabil terhadap pemanasan yang
agak tinggi. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan
berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap, dan lain-lain pemanasan
dilakukan dengan oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Biasanya
pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan kedalam
desikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering hingga mencapai berat yang
konstan.

Dari hasil percobaan, kadar air pada kacang tanah ternyata mencapai
55,03%. Sedangkan berdasarkan tabel 1 yang didapat dalam Ketaren (1986),
kadar air pada daging biji kacang tanah adalah 4,6 - 6,0%. Hal tersebut
menunjukkan terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara data dengan
literatur. Hal ini disebabkan pada percobaan digunakan kacang tanah utuh
beserta kulitnya, sedangkan pada literatur hanya dibahas kandungan air pada
daging biji kacang tanah. Walau demikian, masih terdapat kemungkinan
terdapat ketidaktelitian praktikan saat melakukan prosedur percobaan.
Selain itu, Kacang tanah yang mengandung kadar air rendah merupakan
kacang tanah yang berkualitas tinggi, karena dengan semakin rendahnya
kadar air yang terkandung dalam kacang tanah maka kacang tanah memiliki
lama penyimpanan yang optimal. Menurut SNI 01-3921-1995, Kacang tanah
biji (wose) mutu 1 berkadar air maksimal 6%, kacang tanah mutu 2 berkadar
air maksimal 7%, dan kacang tanah mutu 3 berkadar air 8%. Hasil praktikum
didapatkan kacang tanah berkadar air 55.03%. Hal ini menunjukan kacang
tanah dalam praktikum tidak memenuhi standar mutu SNI. Kacang tanah
pada praktikum tidak sesuai dengan standar mutu SNI karena kacang tanah
yang diujikan belum diperlakukan penanagan pasca panen. Kacang tanah
masih mengandung banyak kotoran dan tanah serta tempat penyimpanan
yang lembab. Sehingga kacang tanah tersebut memerlukan perlakuan pasca
panen yakni pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara
tradisional yakni penjemuran dibawah sinar matahari maupun cara modern
yakni pengeringan dalam oven. (Rukmana 1998)
b. Kadar Abu
Uji kedua yang dilakukan adalah kadar abu. Prinsip uji ini adalah
membakar bahan dalam tanur dalam suhu 550C selama 5 jam sehingga
seluruh unsur pertama pembentuk senyawa organik (C,H,O,N) akan habis
terbakar dan berubah menjadi gas. Sisanya yang tidak terbakar adalah abu
yang merupakan kumpulan dari mineral-mineral yang terdapat pada bahan.
Dalam perkataan lain abu adalah kumpulan-kumpulan mineral dalam bahan
pangan. Mineral terdiri dari kalsium (Ca), besi (Fe), magnesium (Mg),
phospor (P), kalium (K), natrium (Na), seng (Zn), tembaga (Cu), mangan
(Mn), selenium (Se). Pengukuran kadar abu bertujuan utuk mengetahui
besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam makanan/pangan (Persagi
2009).
Zat-zat ini diperlukan oleh tubuh dalam berbagai proses. Misalnya
pembentukan berbagai jaringan tubuh untuk tulang dan gigi (Ca, P), dan selsel darah merah (Fe). Kalsium juga berperan penting dalam proses
pembekuan darah (Soedarmo dan Sediaoetama 1969).
Pada pengabuan kering yang dilakukan saat percobaan dapat dilakukan
pada hampir semua analisis mineral kecuali merkuri dan arsen. Pengabuan
kering dapat dilakukan untuk menganalisis kandungan Ca, P dan Fe, akan
tetapi dapat kehilangan K bila suhu yang digunakan terlalu tinggi (Muchtadi
1973).
Dari hasil uji yang dilakukan, kadar abu kacang tanah adalah 1,0845%.
Bila dibandingkan dengan literatur yang didapat pada tabel 1, kadar abu pada
daging biji kacang tanah adalah 2,5 3,0% saja. Sedangkan pada tabel 2,

kadar abu untuk kacang mentah adalah 1,6%. Dalam hal ini terjadi perbedaan
yang signifikan antara hasil percobaan dengan literatur yang terdapat pada
kedua literatur. Hal ini berarti terjadi kesalahan yang dilakukan oleh
praktikan. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidaktepatan dalam melakukan
pengukuran bobot abu setelah dikeringkan. Hal ini juga dapat terjadi akibat
kurangnya kehati-hatian praktikan dalam menjaga abu sebelum ditimbang,
terdapat kemungkinan abu yang ditimbang sudah terkontaminasi dengan
partikel lain maupun air dari udara. Selain itu, kacang tanah yang digunakan
dalam penentuan kadar abu pada praktikum tidak mengalami proses
pengulitan.. Usmiati, Yuliani, dan Setiyanto (2005) mengatakan bahwa ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kadar abu salah satunya yaitu faktor
pengulitan. Penentuan kadar abu bersama kulit menghasilkan nilai yang lebih
rendah kadar abunya dibandingkan dengan penentuan kadar abu tanpa kulit.
Sehingga kadar abu yang diperoleh nilainya lebih rendah dari literatur.
c. Kadar Serat
Serat makanan ( diatery fiber ) merupakan komponen alami dalam
tanaman yang tidak tercerna secara enzimatik menjadi bagian- bagian yang
dapat diserap pada saluran pencernaan. Kadang-kadang juga digunakan
istilah residu non-nutritif untuk menunjukkan bagian dari makanan yang
tidak dapat dicerna dan diserap oleh tubuh (Muchtadi 1973). Peran utama
dari serat dalam makanan adalah pada kemampuannya mengikat air, selulosa
dan pektin. Dengan adanya serat, membantu mempercepat sisa-sisa makanan
melalui saluran pencernaan untuk disekresikan keluar. Tanpa bantuan serat,
feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran
usus dan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan keluar
karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban.
Istilah dari serat makanan (dietary fiber) harus dibedakan dengan
istilah serat kasar (crude fiber) yang biasa digunakan dalam analisa proksimat
bahan pangan. Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat
dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar
serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4 0,325N) dan natrium hidroksida (NaOH
1,25N). Sedangkan serat makanan adalah bagian dari bahan yang tidak dapat
dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Serat yang tidak larut dalam air
ada 3 macam, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Serat tersebut banyak
terdapat pada sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan. Sedangkan serat
yang larut dalam air adalah pectin, musilase, dan gum. Serat ini juga banyak
terdapat pada buah-buahan, sayuran, dan sereal. Gum banyak terdapat pada
akasia.(Sudarmadji et al. 1996).
Pada prinsipnya, perhitungan serat kasar pada kacang tanah
menggunakan metode hidrolisis dengan panas dan bahan kimia yang
merepresentasikan enzim pencernaaan. Oleh karena itu, ada kemungkinan
bahwa perhitungan pada serat kasar bernilai lebih rendah daripada serat
sesungguhnya.
Setiap 100 gram kacang tanah mengandung 2,3 gram serat pangan yang
berarti telah memenuhi 10 % kebutuhan serat pangan setiap hari. Dari
konsumsi 100 gram kacang tanah telah terpenuhi kebutuhan vitamin E dalam
sehari. Vitamin E terbukti sebagai antioksidan yang bisa mengurangi resiko

penyakit jantung koroner. Kacang tanah juga kaya vitamin B yang berguna
untuk mencegah cacat janin dalam kandungan. Vitamin B juga mengurangi
homosistein dalam darah yang bisa menimbulkan penyakit jantung (Marzuki
2005).
Berdasarkan hasil percobaan, ternyata kadar serat kasar dalam kacang
tanah adalah 7,72%. Sementara literatur telah menyebutkan bahwa serat
pangan yang terdapat pada kacang tanah hanyalah 2,3%, sedangkan
seharusnya nilai serat kasar lebih rendah dibandingkan serat pangan. Pada
tabel 1 juga disebutkan bahwa kadar serat kasar dari kacang tanah hanyalah
2,8 3% saja. Maka dari itu terdapat perbedaan yang amat signifikan.
Kesalahan mungkin saja terjadi dari perhitungan bobot yang kurang teliti,
maupun ketidaksempurnaan pengerjaan uji yang tertunda selama beberapa
hari. Adapun hasil pengujian ini pun dianggap tidak tepat.
d. Kadar Pati
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air,
berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama
yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai
produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga
menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting (Hartati 2002). Pati
merupakan salah satu bentuk cadangan makanan. Pati biasa kita manfaatkan
sebagai sumber energi dalam kehidupan. Analisis kadar pati dalam suatu
bahan hasil pertanian sangat penting, hal ini terkait dengan pengembangan
produk berdasarkan kandungan gizi yang ada dalam komoditas pati adalah
kandungan gizi yang penting tak terkecuali pada komoditas kacang tanah.
Dengan adanya kadar pati inilah kacang tanah dapat dibuat tepung sebagi
bahan campuran pembuatan roti. Pati alami(native) menyebabkan beberapa
permasalahn yang berhubungan dengan retrogasi, kestabilan rendah, dan
ketahmenjadi alasanan pasta yang rendah. Hal tersebut menjadi alasan
dilakukan modifikasi pati (Fortuna et al. 2001).
Uji Luff Schroll ditujukan untuk mengidentifikasi kadar pati yang ada
dalam suatu contoh. Prinsip dalam uji ini adalah dengan menghitung jumlah
miligram glukosa, fruktosa dan gula invert (C6H12O6) yang terkandung dalam
1 gram kacang tanah. Secara analisis sederhana untuk menghitung mg
glukosa tidak dapat dilakukan, oleh karena itu dilakukan metode titrasi
dengan menggunakan larutan Na2S2O3 0.1 N dengan indikator kanji. Titrasi
dilakukan sampai warna larutan hilang. Hasil titrasi kemudian dibandingkan
dengan hasil titrasi larutan blanko yang hanya terdiri atas air dan larutan Luff
Schroll. Hasil titrasi pada larutan blanko lebih besar dibandingkan dengan
larutan uji. Pada larutan blanko Na2S2O3 akan bereaksi dengan semua larutan
Luff Schroll, sedangkan pada larutan uji larutan Luff Schroll terlebih dahulu
bereaksi dengan pati dalam hal ini adalah C 6H12O6, setelah pati seluruhnya
habis bereaksi, sisa larutan Luff Schroll akan bereaksi dengan Na 2S2O3.
Selisih titrasi larutan tiosulfat antara blanko dengan larutan uji yang akan
menentukan jumlah mg C6H12O6 yang terkandung dalam kacang tanah.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan kacang tanah
memiliki kadar pati 3,1%. Fakta ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan
bahwa kacang tanah memiliki kadar pati 0,5 5% dari 18% karbohidrat yang

ada (Ketaren 1986). Namun, apabila kita melihat lebih komprehensif bahwa
jenis kacang tanah juga menentukan persentase kandungan yang ada
didalamnya. Selain itu, teknik selama pengolahan dan penanganan panen juga
ikut menentukan. Oleh karena itu terdapat kemungkinan perbedaan
kandungan pati antara jenis kacang tanah yang berbeda.
e. Kadar Lemak Kasar
Lemak sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Lemak selain
sebagai komponen yang harus ada dalam proses metabolisme tubuh juga
berperan sebagai cadangan energi dalam tubuh. Kacang tanah mengandung
Omega 3 yang merupakan lemak tak jenuh ganda dan Omega 9 yang
merupakan lemak tak jenuh tunggal. Dalam 1 ons kacang tanah terdapat 18
gram
Omega
3 dan
17
gram Omega
9. Kacang
tanah
mengandung fitosterol yang justru dapat menurunkan kadar kolesterol dan
level trigliserida, dengan cara menahan penyerapan kolesterol dari makanan
yang disirkulasikan dalam darah dan mengurangi penyerapan
kembali kolesterol dari hati, serta tetap menjaga HDL kolesterol. Kacang
tanah juga mengandung arginin yang dapat merangsang tubuh untuk
memproduksi nitrogen monoksida yang berfungsi untuk melawan bakteri
tuberkulosis.
Prinsip kerja dari uji lemak kasar adalah dengan melarutkan (ekstraksi)
lemak yang terdapat dalam bahan dengan pelaut lemak (ether) selama 1-6
jam. Ekstraksi menggunakan alat sokhlet. Beberapa pelarut yang dapat
digunakan adalah kloroform, heksana, dan aseton. Ekstraksi adalah suatu
proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut.
Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan
tanpa melarutkan material lainnya. Prinsip kerja ekstraktor Soxhlet, pelarut
dipanaskan dalam labu didih sehingga menghasilkan uap. Uap tersebut
kemudian masuk ke kondensor melalui pipa kecil dan keluar dalam fasa cair.
Kemudian pelarut masuk ke dalam selongsong berisi padatan. Pelarut akan
membasahi sampel dan tertahan di dalam selongsong sampai tinggi pelarut
dalam pipa sifon sama dengan tinggi pelarut di selongsong. Kemudian pelarut
seluruhnya akan menggejorok masuk kembali ke dalam labu didih dan begitu
seterusnya. Peristiwa ini disebut dengan efek sifon (Utami 2009). Sebelum
diekstraksi kertas saring dan bahan yang akan diekstraksi ditimbang terlebih
dahulu. Selama proses ekstrasi lemak yang terkandung dalam bahan larut
dalam pelarut dan terakumulasi dalam wadah pelarut (labu sokhlet). Secara
analitik berat bahan uji akan berkurang, dengan demikian selisih antara berat
bahan sebelum dan sesudah ekstraksi merupakan berat lemak kasar yang
terkandung dalam bahan.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa
kadar lemak kasar dalam kacang tanah adalah sebesar 54,31%. Hasil ini
sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa kadar lemak yang terkandung
dalam kacang tanah tanah adalah sebesar 44,2% - 56 % (Syarief et al. 2001).
f. Kadar Protein
Protein merupakan senyawa yang paling penting bagi tubuh. Protein
berperan sebagai pertumbuhan, penggantian sel-sel yang rusak serta

meningkatkan kecerdasan otak. Kandungan protein yang ada dalam kacang


tanah ini sangat bermanfaat sebagai bahan pangan. Kacang tanah dikenal
sebagai tanaman sumber protein nabati yang sehat. Oleh karena itu kacang
tanah sering dijadikan sebagai pensubstitusi kebutuhan protein hewani,
terutama bagi para vegetarian. Dengan kandungan protein yang tinggi, kacang
tanah dapat dikembangkan menjadi berbagai produk seperti bahan tambahan
makanan, makanan ringan atau suplement protein.
Metode Kjeldahl merupakan metode yang digunakan untuk menentukan
kadar nitrogen dalam senyawa organik maupun senyawa anorganik. Metode
ini telah mengalami perubahan secara teknis dan pada peralatannya selama
lebih dari 100 tahun sejak diperkenalkan, namun secara mendasar, prinsip
yang digunakan tetaplah sama. Metode Kjeldahl adalah metode penetapan
kadar protein yang dilakukan secara tidak langsung, karena analisis ini
didasarkan pada penentuan kadar nitrogen yang terdapat dalam bahan.
Kandungan nitrogen yang diperoleh dikalikan dengan angka faktor konversi.
Faktor konversi adalah nilai untuk mengonversi kadar nitrogen ke dalam
kadar protein. Nilai ini di dasarkan atas perbandingan berat molekul nitrogen
yang ada dalam rantai protein. Faktor konversi memiliki nilai yang berbedabeda sesuai dengan bahan yang di ujikan, misalnya untuk biji-bijian memiliki
nilai faktor konversi 6,25. Nilai 6,25 diperoleh dari asumsi bahwa protein
mengandung 16% nitrogen, sehingga perbandingan protein : nitrogen adalah
100 :16 atau sama dengan 6,25:1.
Penentuan nitrogen dalam analisis ini melalui tiga tahapan analis kimia,
yaitu dekstruksi, destilasi dan titrasi. Destruksi ditujukan untuk
menghancurkan bahan menjadi komponen sederhana, sehingga nitrogen
dalam bahan terurai dari ikatan organiknya. Nitrogen yang terpisah diikat
oleh H2SO4 menjadi (NH4)2SO4. Pengikatan komponen organik tidak hanya
kepada nitrogen saja, tetapi juga terhadap komponen lain, oleh karena itu
nitrogen harus diisolasi. Untuk melepaskan nitrogen dalam larutan hasil
destruksi adalah dengan membentuk gas NH3. Pemberian NaOH 50% akan
merubah (NH4)2SO4 menjadi NH4OH. NH4OH bila dipanaskan akan berubah
menjadi gas NH3 dan air, yang kemudian dikondensasi. NH3 akhirnya
ditangkap oleh larutan asam borat 5% membentuk (NH 4)3BO3. Sedangkan
titrasi ditujukan untuk menentukan jumlah nitrogen yang ada dalam
(NH4)3BO3. Titrasi dilakukan dengan larutan NaOH 0,02 N dengan indikator
mensel.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa
kacang tanah memiliki kadar protein sebesar 13,05%, atau dalam setiap 100
gram kacang tanah di dapatkan protein 13,05gram. Hasil ini tentu berbeda
dengan literatur yang menyebutkan bahwa kadar protein dalam kacang tanah
sebesar 25% - 35% (Syarief et al. 2001). Perbedaan ini terjadi diakibatkan
kesalahan-kesalahan yang terjadi saat melakukan praktikum. Kesalahankesalahan yang terjadi selama praktikum diantaranya adalah pada saat
dekstruksi yaitu penghentian proses dekstruksi saat larutan masih dalam
keadaan keruh atau belum hijau bening. Hal ini dapat menyebabkan belum
seluruhnya unsur nitrogen terurai dari rantai proteinnya. Selain itu dalam
pelaksanaan uji ini tidak dilakukan secara kontinu, sehingga menyebabkan
hilangnya senyawa-senyawa dalam larutan akibat panas atau evaporasi.

IV. Potensi Pemanfaatan Kacang Tanah

V. Penanganan dan Penyimpanan Ideal Kacang Tanah


Di Indonesia, kacang tanah dikonsumsi sebagai makanan sehari-hari dalam
bentuk makanan ringan, sebagian bahan tambahan dalam industri pangan, dan

10

sebagian kecil lainnya diolah untuk diambil minyaknya. Penanganan


pascapanen kacang tanah meliputi panen, yang dapat dilakukan pada tingkat
kadar masih tinggi (lebih dari 28-34%) ataupun ketika kadar air kacang tanah
sudah cukup rendah (20-24%), perontokan, pengeringan, dan pengupasan
kulit. Mirip dengan yang terjadi pada kedelai, penanganan pascapanen kacang
tanah umumnya dilakukan secara tradisional kecuali kegiatan perontokan dan
pengupasan kulit. Kacang tanah dipanen dengan cara mencabutnya dari tanah
menggunakan tangan, lalu menjemurnya di bawah sinar matahari. Polong
kacang tanah kemudian dilepaskan dari batangnya, juga menggunakan tangan,
kemudian dijemur lagi untuk menurunkan kadar airnya. Kacang tanah
umumnya disimpan dalam bentuk polong karena lebih aman dari serangan
hama.
Seperti juga pada jagung, kacang tanah sangat rentan terhadap serangan
jamur Aspergillus flavus yang dapat memproduksi racun aflatoxin. Penundaan
waktu pengeringan dapat menimbulkan masalah ini karena jamur dapat
tumbuh dengan mudah pada kacang tanah yang berkadar air cukup tinggi.
Sekali kacang tanah tercemar oleh aflatoxin, industri tidak akan menerimanya,
sedangkan untuk dikonsumsi secara langsung juga sangat berbahaya
mengingat aflatoxin tidak dapat dinetralisir melalui pemasakan. Sebelum
dipasarkan, kacang tanah biasanya dikupas kulitnya menggunakan mesin
pengupas kulit kacang tanah tanah yang mirip dengan perontok mekanis padi,
jagung, dan kedelai, kecuali pada konstruksi gigi pengupasnya. Petani kecil
biasanya menggunakan pengupas kacang tanah yang digerakkan
menggunakan pedal, sedangkan pedagang besar biasanya menggunakan mesin
pengupas kacang tanah berkapasitas besar yang digerakkan oleh mesin diesel
(Heriyanto dan Herman Subagio 1997).
Penyimpanan kacang tanah dilakukan dengan cara : (1) penyimpanan
dalam bentuk polong kering, yaitu dengan memasukan polong kering
kedalam karung goni atau kaleng tertutup rapat kemudian polong kering
disimpan digudang penyimpanan yang tempatnya kering, (2) penyimpanan
dalam bentuk biji kering, dan (3) dengan cara mengupas polong kacang tanah
kering dengan tangan atau dengan alat pengupas kacang tanah. Kemudian biji
kacang tanah dijemur (dikeringkan) hingga biji tersebut berkadar air 9% lalu
biji dimasukan ke dalam wadah (Direktorat BuAkabi 2013).

Anda mungkin juga menyukai