Anda di halaman 1dari 19

GASTROENTERITIS AKUT

1.1

Latar Belakang
Diare merupakan keluhan yang sering ditemukan pada orang dewasa.

Diperkirakan pada orang dewasa setiap tahunnya mengalami diare akut atau
gastroenteritis akut sebanyak 99.000.000 kasus. Di Amerika Serikat, diperkirakan
8.000.000 pasien berobat ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat di
rumah sakit tiap tahun (1,5% merupakan pasien dewasa) yang disebabkan karena
diare atau gastroenteritis. Kematian yang terjadi, kebanyakan berhubungan
dengan kejadian diare pada anak-anak atau usia lanjut, dimana kesehatan pada
usia pasien tersebut rentan terhadap dehidrasi sedang-berat. Frekuensi kejadian
diare pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia lebih banyak 2-3 kali
dibandingkan negara maju.1
1.2

Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau

setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya
lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi,
yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang besar encer tersebut
dapat/tanpa disertai lendir dan darah.1-4
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan
menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, diare akut
didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak
dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. 1-4
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Sebenarnya
para pakar di dunia telah mengajukan beberapa kriteria mengenai batasan kronik
pada kasus diare tersebut, ada yang 15 hari, 3 minggu, 1 bulan, dan 3 bulan, tetapi
di Indonesia dipilih waktu lebih dari 15 hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih
cepat menginvestigasi penyebab diare dengan lebih tepat. 1-4
Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang
menyatakan diare yang berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari

diare akut (peralihan antara diare akut dan kronik, dimana lama diare kronik yang
dianut yaitu yang berlangsung lebih dari 30 hari). 1-4
Diare infektif adalah bila penyebabnya infeksi. Sedangkan diare
noninfektif bila tidak ditemukan infeksi sebagai penyebab pada kasus tersebut. 1-4
Diare organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik,
hormonal atau toksikologik. Diare fungsional bila tidak ditemukan penyebab
organik. 1-4
1.3

Klasifikasi
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan : 1. Lama waktu diare : akut atau

kronik, 2. Mekanisme patofisiologis: osmotik atau sekretorik, 3. Berat ringan


diare: kecil atau besar, 4. Penyebab infeksi atau tidak: infektif atau non-infektif, 5.
Penyebab organik atau tidak organik atau fungsional.1,2
1.4

Epidemiologi
Lebih dari 2 juta kasus diare akut infeksius di Amerika setiap tahunnya

yang merupakan penyebab kedua dari morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia.
Gambaran klinis diare akut acapkali tidak spesifik. Namun selalu berhubungan
dengan hal-hal berikut : adanya traveling (domestik atau internasional), kontak
personal, adanya sangkaan food-borne transmisi dengan masa inkubasi yang
pendek. Jika tidak ada demam, menunjukkan adanya proses mekanisme
enterotoksin. Sebaliknya, bila ada demam dan masa inkubasi yang lebih panjang,
ini karakteristik suatu etiologi infeksi. Beberapa jenis toksin yang dihasilkan oleh
mikroorganisme (seperti E.coli 0157:H7) membutuhkan beberapa hari masa
inkubasi.1
1.5

Etiologi
Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri,

parasit, virus), keracunan makanan, efek obat-obatan dan lain-lain.1-4

a. Infeksi5
1. Enteral
Bakteri: Shigella sp, E.coli pathogen, Salmonella sp, Vibrio cholera,
Yersinia

entero

V.parahaemoliticus,

colytica,
V.NAG.,

Compylobacter
Staphylococcus

jejuni,
aureus,

Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, Proteus dll.


Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang
penting yaitu faktor kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini
melekat pada enterosit pada usus halus dan enterotoksin (heat
labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi cairan
dan elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak
menyebabkan kerusakan brush border atau menginvasi mukosa.
Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare
belum jelas. Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel usus
menyebabkan kerusakan dari membrane mikro vili yang akan
mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase.
Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada
mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan morfologi yang
khas. Bagaimana mekanisme timbulnya diare masih belum jelas,
tetapi sitotoksin mungkin memegang peranan.
Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip
dengan Shigella. Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan
multiplikasi didalam sel epitel kolon.
Enterohemorrhagic

E.coli

(EHEC).

EHEC

memproduksi

verocytotoxin (VT) 1 dan 2 yang disebut juga Shiga-like toxin yang


menimbulkan edema dan perdarahan diffuse di kolon. Pada anak
sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic syndrome.
Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel
epitel kolon, menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya
ulkus. Shigella jarang masuk kedalam alian darah. Faktor virulensi
termasuk : smooth lipopolysaccharide cell-wall antigen yang
mempunyai aktifitas endotoksin serta membantu proses invasi dan
3

toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang bersifat sitotoksik


dan neurotoksik dan mungkin menimbulkan watery diarrhea.
Campylobacter jejuni (helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi
melalui kontak langsung dengan hewan (unggas, anjing, kucing,
domba dan babi) atau dengan feses hewan melalui makanan yang
terkontaminasi seperti daging ayam dan air. Kadang-kadang infeksi
dapat menyebar melalui kontak langsung person to person.
C.jejuni mungkin menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus
halus dan usus besar. Ada 2 tipe toksin yang dihasilkan, yaitu
cytotoxin dan heat-labile enterotoxin. Perubahan histopatologi
yang terjadi mirip dengan proses ulcerative colitis.
Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang
terkontaminasi oleh bakteri ini akan menularkan kolera. Penularan
melalui person to person jarang terjadi.
V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus
dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin
kolera ini sangat mirip dengan heat-labile toxin (LT) dari ETEC.
Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang mempunyai
karakteristik tersendiri, seperti accessory cholera enterotoxin
(ACE) dan zonular occludens toxin (ZOT). Kedua toksin ini
menyebabkan sekresi cairan kedalam lumen usus.
Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel
usus. Enterotoksin yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi
kerusakan mukosa yang menimbulkan ulkus, akan terjadi bloody
diarrhea
Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus,
Cytomegalovirus

(CMV),

echovirus.

Virus-virus

tersebut

merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 80%).


Rotavirus: yang sering dijumpai adalah serotype 1,2,8,dan 9 :
terdapat pada manusia, Sedangkan serotype 3 dan 4 didapati pada
hewan dan manusia, serta serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada
hewan.
4

Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food


borne atau water borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan
person to person.
Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa.
Parasit: - protozoa: Entemoeba histolytica, Giardia lamblia,
Cryptosporidium parvum, Balantidium coli.
Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme
patogensis masih belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi
absorbsi dan metabolisme asam empedu. Transmisi melalui fecaloral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh umur, status
nutrisi, endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas
yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare
persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan
endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 8 hari setelah
terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri
epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi
dengan fatty stools, nyeri perut dan gembung.
Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini bervariasi,
namun penyebarannya di seluruh dunia. Insidennya meningkat
dengan bertambahnya umur, dan terutama pada laki-laki dewasa.
Kira-kira 90% infeksi asimtomatik yang disebabkan oleh
E.histolytica non patogenik. Amebiasis yang simtomatik dapat
berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri yang
fulminant.
Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5
15% dari kasus diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik
pada bayi dan asimtomatik pada anak yang lebih besar dan dewasa.
Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe watery diarrhea, ringan
dan biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan sistim
kekebalan tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis
merupakan reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan
resisten terhadap beberapa jenis antibiotik.
5

Worm:

A.lumbrocoides,

Cacing

tambang,

Trichuris

trichiura,

S.strercoralis, cestodiasis dll.


Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing
dewasa dan larva, menimbulkan diare.
Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada
berbagai organ termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi,
termasuk diare dan perdarahan usus.
Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus,
terutama jejunum, menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan
gejala klinis watery diarrhea dan nyeri abdomen.
Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan
appendix. Infeksi berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan
nyeri abdomen.
Fungus: Kandida/moniliasis
2. Parenteral: Otitis Media Akut (OMA), pneumonia, Travelers
diarrhea: E.coli, Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica dll.
Makanan:
Intoksikasi makanan: makanan beracun atau mengandung logam berat,
makanan mengandung bakteri/toksin: Clostridium perfringens,
B.cereus, S.aureus, Streptococcus anhaemoliticus lyticus dll.
Alergi: susu sapi, makanan tertentu.
Malabsorbsi/maldigesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa, laktosa,
galaktosa), disakarida (sakarosa, laktosa), lemak: rantai panjang
trigliserida protein: asma amino tertentu, celiacsprue gluten
malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin dan
mineral.
b. Imunodefisiensi: hipogmaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton),
penyakit

grnaulomatose

kronik,

defisiensi

IgA,

imunodefisiensi

IgA

heavycombinationa.
c. Terapi obat, antibiotik, kemoterapi, antacid dll.

d. Tindakan tertentu seperti gastektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi


radiasi.
e. Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomik (neuropati diabetik)
1.6

Patofisiologi/Patomekanisme
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme

sebagai berikut: 1). Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare


osmotik; 2). Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik; 3).
Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak; 4). Defek system pertukaran
anion/transport elektrolit aktif di enterosit; 5). Motilitas dan waktu transit usus
abnormal; 6). Gangguan permeabilitas usus; 7). Inflamasi dinding usus, disebut
diare inflamatorik; 8). Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.1
Diare osmotik: diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik
intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang
hiperosmotik (a.l. MgSO4, Mg(OH)2, malabsorbsi umum dan efek dalam
absorbsi mukosa usus missal pada defisiensi disakaridase, malabsorbsi
glukosa/galaktosa.1,2,4,6
Diare sekretorik: diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air
dan elektrolit dari usus, menurunnya absorbsi. Yang khas pada diare ini yaitu
secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe
ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab
dari diare tipe ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera,
atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan hormone (VIPoma), reseksi
ileum (gangguan absorbs garam empedu), dan efek obat laksatif (dioctyl sodium
sulfosuksinat dll). 1,2,4,6
Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak: diare tipe ini didapatkan
pada gangguan pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit
saluran bilier dan hati. 1,2,4,6
Defek system pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit: diare
tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+K+ATP ase di
enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal. 1,2,4,6

Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan
hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorbsi
yang abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes
mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid. 1,2,4,6
Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus
yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membrane epitel spesifik
pada usus halus. 1,2,4,6
Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan
adanya kerusakan usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus
yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit kedalam lumen, gangguan absorpsi
air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri
Shigella) atau non infeksi (colitis ulseratif dan penyakit crohn). 1,2,4,6
Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari
diare. Dari sudut kelaianan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif (tidak
merusak mukosa) dan invasive (merusak mukosa). Bakteri noninvasive
menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut, yang
disebut diare toksigenik. Contoh diare toksigenik a.l. kolera. Enterotoksin yang
dihasilkan kuman Vibrio cholare/eltor merupakan protein yang dapat menempel
pada epitel usus, lalu membentuk adenosin monofosfat siklik (AMF siklik) di
dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion
bikarbonat dan kation natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium
melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion
klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat dikompensasi oleh
meninggginya absorsi ion natrium (diiringi oleh air, ion kalium dan ion
bikarbonat, klorida). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan
glukosa yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel usus. 1,2,4,6
1.7

Patogenesis
Dua hal umum yang harus diperhatikan pada keadaan diare akut karena

infeksi adalah faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu
adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang
dapat menimbulkan diare akut, terdiri atas faktor-faktor daya tangkis atau
8

lingkungan intern traktus intestinalis seperti keasaman lambung, motilitas usus,


imunitas dan juga mencakup lingkungan mikroflora usus, sekresi mukosa, dan
enzim pencernaan.1
Penurunan keasaman lambung pada infeksi Shigella sp. terbukti dapat
menyebabkan serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih
tinggi terhadap infeksi oleh V. cholera. Hipomotilitas usus pada infeksi usus dapat
memperpanjang waktu diare dan gejala penyakit, serta mengurangi absorbsi
elektrolit dan mengurangi kecepatan eliminasi sumber infeksi. Peran imunitas
dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi pasien giardiasis pada mereka yang
kekurangan IgA, demikian pula diare yang terjadi pada penderita HIV/AIDS
karena gangguan imunitas. Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus
dirangsang oleh suatu toksoid berulang kali, akan terjadi sekresi antibodi. 1
Faktor kausal yang mempengaruhi patogenesis antara lain adalah daya
lekat dan penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi
toksin yang mempengaruhi sekresi cairan di usus halus. Kuman tersebut dapat
membentuk koloni-koloni yang juga dapat menginduksi diare.1
Patogenesis diare yang disebabkan infeksi bakteri diklasifikasikan
menjadi: 1,2,4,6
A.

Infeksi Non-Invasi
Diare yang disebabkan oleh bakteri non invasif disebut juga diare

sekretorik atau watery diarrhea. Pada diare tipe ini disebabkan oleh bakteri yang
memproduksi enterotoksin yang bersifat tidak merusak mukosa. Bakteri non
invasi misalnya V. cholera non 01, V. cholera 01 atau 0139, Enterotoksigenik E.
coli (ETEC), C. perfringens, Stap. aureus, B. cereus, Aeromonas spp., V. cholera
eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit
sesudah diproduksi dan enterotoksin ini mengakibatkan kegiatan yang berlebihan
Nikotinamid Adenin Dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan
kadar adenosin 3,5-siklik mono phospat (siklik AMP) dalam sel yang
menyebabkan sekresi aktif anion klorida kedalam lumen usus yang diikuti oleh
air, ion bikarbonat, kation natrium dan kalium.

Namun demikian mekanisme absorbsi ion Na melalui mekanisme pompa


Na tidak terganggu, karena itu keluarnya ion Cl- (disertai ion HCO3-, H2O, Na+ dan
K+) dapat dikompensasi oleh meningkatnya absorbsi ion Na (diiringi oleh H 2O,
K+, HCO3- dan Cl-). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan
glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh dinding sel usus. Glukosa tersebut
diserap bersama air, sekaligus diiringi oleh ion Na+, K+, Cl- dan HCO3-. Inilah
dasar terapi oralit per oral pada kolera. Secara klinis dapat ditemukan diare berupa
air seperti cucian beras dan keluar secara deras dan banyak (voluminous).
Keadaan ini disebut sebagai diare sekretorik isotonik voluminal (watery
diarrhea).
ETEC mengeluarkan 2 macam enterotoksin yaitu labile toxin (LT) dan
stable toxin (ST). LT bekerja secara cepat terhadap mukosa usus halus tetapi
hanya memberikan stimulasi yang terbatas terhadap enzim adenilat siklase.
Dengan demikian jelas bahwa diare yang disebabkan E. coli lebih ringan
dibandingkan diare yang disebabkan V. cholerae.
Clostridium perfringens (tipe A) yang sering menyebabkan keracunan
makanan menghasilkan enterotoksin yang bekerja mirip enterotoksin kolera yang
menyebabkan diare yang singkat dan dahsyat.
B.

Infeksi Invasif
Diare yang disebabkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare

inflammatory. Bakteri invasif misalnya: Enteroinvasive E. coli (EIEC),


Salmonella spp., Shigella spp., C. jejuni, V. parahaemolyticus, Yersinia, C.
perfringens tipe C, Entamoeba histolytica, P. shigelloides, C. difficile,
Campylobacter spp. Diare terjadi disebabkan kerusakan dinding usus berupa
nekrosis dan ulserasi, sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat
bercampur dengan lendir dan darah. Walaupun demikian, infeksi oleh kumankuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai suatu diare sekretorik. Pada
pemeriksaan tinja biasanya didapatkan sel-sel eritrosit dan leukosit.

10

1.8

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.1,3,6,7,8
A. Anamnesis
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung
penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari.
Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering
berhubungan dengan malabsorbsi, dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena
kelainan kolon sering berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering,
bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut
infektif datang dengan keluhan khas yaitu: nausea, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan tinja yang sering, bisa air, malabsorbtif, atau berdarah tergantung
bakteri pathogen yang spesifik. Secara umum, pathogen usus halus tidak invasive,
dan patogen ileokolon lebih mengarah ke invasive. Pasien yang memakan toksin
atau pasien yang mengalami infeksi toksigenik secara khas mengalami nausea dan
muntah sebagai gejala prominen bersamaan dengan diare air tetapi jarang
mengalami demam. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya makanan
mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan. Parasit
yang

tidak

menginvasi

mukosa

usus,

seperti

Giardia

lamblia

dan

Cryptosporidium, biasanya menyebabkan rasa tidak nyaman di abdomen yang


ringan. Giardiasis mungkin berhubungan dengan steatorea ringan, perut bergas
dan kembung.
Bakteri invasif seperti Campylobacter, Salmonella, dan Shigella, dan
organism yang menghasilkan sitotoksin seperti Clostridium difficile dan
enterohemorragic E.coli (serotype O157:H7) menyebabkan inflamasi usus yang
berat. Organism Yersinia seringkali menginfeksi ileum terminal dan caecum dan
memiliki gejala nyeri perut kuadran kanan bawah, menyerupai apendisitis akut.
Infeksi Compylobacter jejuni sering bermanifestasi sebagai diare, demam dan
kadangkali kelumpuhan anggota badan dan (GBS). Kelumpuhan lumpuh pada
infeksi usus ini sering disalahtafsirkan sebagai malpraktek dokter karena
ketidaktahuan masyarakat.
11

Diare air merupakan gejala tipikal dari organism yang menginvasi epitel
usus dengan inflamasi minimal, seperti virus enteric, atau organism yang
menempel tetapi tidak menghancurkan epitel, seperti enteropathogenic E.coli,
protozoa, dan helminthes. Beberapa organism sperti Campylobacter, Aeromonas,
Shigella, dan Vibrio spesies (missal, V parahaemolyticus) menghasilkan
enterotoksin dan juga menginvasi mukosa usus; pasien karena itu menunjukkan
gejala diare air diikuti diare berdarah dalam beberapa jam atau hari.
Sindrom Hemolitik-uremik dan purpura trombositopenik trombotik (TTP)
dapat timbul pada infeksi dengan bakteri E.coli enterohemorrhagik dan Shigella,
terutama anak kecil dan orang tua. Infeksi Yersinia dan bakteri enteric lain dapat
disertai sindrom Reiter (arthritis, uretritis, dan konjungtivitis), tiroiditis,
perikarditis, atau glomerulonefritis. Demam enteric, disebabkan Salmonella
parathypi, merupakan penyakit sistemik yang berat yang bermanifestasi sebagai
demam tinggi yang lama, prostrasi, bingung, dan gejala respiratorik, diikuti nyeri
tekan abdomen, diare dan kemerahan (rash).
Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan asupan oral terbatas karena
nausea dan muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi
bermanifestasi sebagai rasa haus yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air
kecil dengan warna urin gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahan
ortostatik. Pada keadaan berat, dapat mengarah ke gagal ginjal akut dan perubahan
status jiwa seperti kebingungan dan pusing kepala.
Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dapat dibagi 3 tingkatan:
1) Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB): gambaran klinisnya turgor
kurang, suara serak, pasien belum jatuh dalam presyok.
2) Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB): turgor buruk, suara serak,
pasien jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam
3) Dehidrasi berat (hilang ciaran 8-10% BB): tanda dehidrasi sedang
ditambah kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, sianosis
B. Pemeriksaan Fisik
Kelainan kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat
berguna dalam menentukan penyebab diare. Status volume dinilai dengan
12

memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi, temperature


tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama merupakan hal
yang penting. Adanya dan kualitas bunyi usus dan adanya atau tidak adanya
distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan clue bagi penentuan etiologi.
C. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan darah tepi lengkap: hemoglobin, hematokrit, leukosit,
hitung jenis leukosit, kadar elektrolit serum,
2) Ureum dan Creatinin: memeriksa adanya kekurangan volume cairan
dan mineral tubuh.
3) Pemeriksaan tinja: melihat adanya leukosit pada tinja yang
menunjukkan adanya infeksi bakteri, adanya telur cacing dan parasit
dewasa.
4) Pemeriksaan ELISA (enzim-linked immunosorbent assay): mendeteksi
giardiasis dan tes serologic amebiasis
5) Foto x-ray abdomen
Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung
jenis leukosit normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama
pada infeksi bakteri yang invasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan
kelebihan darah putih muda. Neutropenia dapat timbul pada salmonellosis. Untuk
mengetahui mikroorganisme penyebab diare akut dilakukan pemeriksaan feses
rutin dan pada keadaan dimana feses rutin tidak menunjukkan adanya
miroorganisme, maka diperlukan pemeriksaan kultur feses dengan medium
tertentu sesuai dengan mikroorganisme yang dicurigai secara klinis dan
pemeriksaan laboratorium rutin.
Indikasi pemeriksaan kultur feses antara lain, diare berat, suhu tubuh >
38,50C, adanya darah dan/atau lender pada feses, ditemukan leukosit pada feses,
laktoferin, dan diare persisten yang belum mendapat antibiotik.
Penentuan derajat dehidrasi
Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan:
1. Keadaan klinis: ringan, sedang, dan berat
2. Berat Jenis Plasma: pada dehidrasi BJ plasma meningkat
13

a. Dehidrasi berat: BJ plasma 1,032 1,040


b. Dehidrasi sedang : BJ plasma 1,028 1,032
c. Dehidrasi ringan : BJ plasma 1,025 1,028
3. Pengukuran Central Venous Pressure (CVP)
Bila CVP +4 s/d +11 cm H2 : normal
Bila CVP < +4 cm H2 : Syok atau dehidrasi
Skor penilaian klinis dehidrasi
Klinis

1.9

Skor

Rasa haus/muntah

Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg

Tekanan darah sistolik <60>

Frekuensi nadi >120 x/mnt

Kesadaran apatis

Kesadaran somnolen, sopor atau koma

Frekuensi napas >30 x/mnt

Facies cholerica

Vox cholerica

Turgor kulit menurun

Washer womens hand

Ekstremitas dingin

Sianosis

Umur 50 60 tahun

-1

Umur >60 tahun

-2

Penatalaksanaan
Diare akut pada orang dewasa selalu terjadinya singkat bila tanpa

komplikasi, dan kadang-kadang sembuh sendiri meskipun tanpa pengobatan.


Tidak jarang penderita mencari pengobatan sendiri atau mengobati sendiri dengan
obat-obatan anti diare yang dijual bebas. Biasanya penderita baru mencari
14

pertolongan medis bila diare akut sudah lebih dari 24 jam belum ada perbaikan
dalam frekuensi buang air besar ataupun jumlah feses yang dikeluarkan.1,3
Penatalaksanaan pada diare akut antara lain:1,2,7
A.

Rehidrasi
Bila pasien keadaan umum baik tidak dehidrasi, asupan cairan yang

adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan keripik asin.
Bila pasien kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi, penatalaksanaan yang
agresif seperti cairan intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonik
mengandung elektrolit dan gula atau starch harus diberikan. Terapi rehidrasi oral
murah, efektif dan lebih praktis daripada cairan intravena. Cairan oral antara lain:
ringer laktat dll. Cairan diberikan 50-200 ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan
dan status dehidrasi.
Untuk memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai dulu derajat
dehidrasi. Dehidrasi terdiri dari dehidrasi ringan, sedang dan berat. Ringan bila
pasien mengalami kekurangan cairan 2-5% dari BB. Sedang bila pasien
kehilangan cairan 5-8% dari berat badan. Berat bila pasien kehilangan cairan 810% dari berat badan.
Prinsip menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai
dengan jumlah cairan yang keluar dari tubuh. Macam macam pemberian cairan:
a. BJ plasma dengan rumus:
BJ plasma 1,025
Kebutuhan cairan = ----------------------------- x Berat Badan x 4 ml
0,001
b. Metode pierce berdasarkan klinis:
Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x BB (kg)
Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x BB (kg)
Dehidrasi berat, kebutuhan cairan = 10% x BB (kg)
c. Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis a.l.
skor
Kebutuhan cairan = ------------ x 10 % x kgBB x 1 liter
15

15
Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan
peroral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama 3
disertai syok diberikan cairan per intravena.
Cairan rehidrasi dapat diberikan melalui oral, enteral melalui selang,
nasogastrik atau intravena.
Bila dehidrasi sedang/berat sebaiknya pasien diberikan cairan melalui
infus pembuluh darah. Sedangkan dehidrasi ringan/sedang pada pasien masih
dapat diberikan cairan per oral atau selang nasogastrik, kecuali bila ada kontra
indikasi atau oral/saluran cerna atas tak dapat dipakai. Pemberian per oral
diberikan larutan oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 g glukosa, 3.5 g
NaCl, 2.5 g Natrium bikarbonat dan 1.5 g KCl setiap liter. Contoh oralit generic,
renalyte, pharolit dll.
Pemberian cairan dehidrasi terbagi atas :
a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial); jumlah total kebutuhan cairan
menurut rumus BJ plasma atau skor Daldiyono diberikan langsung dalam
2 jam ini agar tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin.
b. Satu jam berikutnya/jam ke-3 (tahap kedua) pemberian diberikan
berdasarkan kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi
inisial sebelumnya. Bila tidak ada syok atau skor Daldiyono kurang dari 3
dapat diganti cairan per oral.
c. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan
melalui tinja dan Insensible Water Loss (IWL).
B.

Diet
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat.

Pasien dianjurkan minum minuman sari buah, the, minuman tidak bergas,
makanan mudah dicerna seperti pisang, nasi, keripik, dan sup. Susu sapi harus
dihindarkan karena adanya defisiensi lactase transien yang disebabkan oleh
infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alcohol harus dihindari karena
dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.
16

C.

Obat anti-diare
Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala. a) yang paling efektif yaitu

derifat opioid missal loperamid, difenoksilat-atropin dan tinktur opium.


Loperamid paling disukai karena tidak adiktif dan memiliki efek samping paling
kecil. Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang dapat digunakan tetapi
kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat menimbulkan ensefalopati bismuth.
Obat antimotilitas penggunaannya harus hati-hati pada pasien disentri yang panas
(termasuk infeksi shigella) bila tanpa disertai anti mikroba, karena dapat
memperlama penyembuhan penyakit. b) obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4
x 2 tab/hari, smectite 3 x 1 saset diberikan tiap diare/BAB encer sampai diare
berhenti. c) obat anti sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrasec 3 x 1 tab/hari.
D.

Obat antimikroba
Karena kebanyakan pasien memiliki penyakit yang ringan, self limited

disease karena virus atau bakteri non-invasif, pengobatan empirik tidak dianjurkan
pada semua pasien. Pengobatan empirik diindikasikan pada pasien-pasien yang
diduga mengalami infeksi bakteri invasif, diare turis, atau imunosupresif. Obat
pilihan yaitu kuinolon (siprofloksasin 500 mg 2x/hari selama 5-7 hari). Obat ini
baik terhadap bakteri patogen invasive termasuk Campylobacter, Shigella,
Salmonella, Yersinia, dan
kotrimoksazol

Aeromonas species. Sebagai alternatif

(trimetroprim/sulfametoksazol),

160/800

mg

2x/hari,

yaitu
atau

eritromisin 250-500 mg 4x/hari. Metronidazol 250 mg 3x/hari selama 7 hari


diberikan bagi yang dicurigai giardiasis.
1.10

Pencegahan8
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya

dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering
mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah
makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan
ternak harus terjaga dari kotoran manusia. Karena makanan dan air merupakan
17

penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang
digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk
memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan
air, air harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika
berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air.
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih
(air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi.
Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan
sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut
harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh
dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang
tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena
kotoran ternak.
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi
efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang
tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini
tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral
kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid
parenteral yang lama hanya 70% efektif dan sering memberikan efek samping.
Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 7 %, hanya memerlukan 1 dosis dan
memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia,
hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi
yang mirip dengan dua vaksin lainnya.
1.11

Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,

terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan
cairan secara mendadak sehingga terjadi syok hipovolemik yang cepat.
Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan
asidosis metabolik.
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga
syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul
18

Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ.
Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat
sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal.
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan
terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia
hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan
meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi
penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare
karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.
1.12

Prognosis
Penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi

antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik


dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Pada
negara Amerika Serikat, mortalits berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %.
Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan
dengan sindrom uremik hemolitik.

19

Anda mungkin juga menyukai