Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan baik di negara
berkembang maupun di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB
(Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.
Di negara maju. walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi
masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi. Di negara Inggris, 1 dari 5 orang
menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke
praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara barat ini
oleh karena foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri
Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus,
Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC).
Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta
penduduk setiap tahun. Pada negara Afrika, anak-anak terserang diare infeksi 7 kali
setiap tahunnya di banding di negara berkembang lainnya mengalami serangan diare
3 kali setiap tahun. Pada negara Indonesia, dari 2.812 pasien diare yang disebabkan
bakteri yang datang kerumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang,
Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari tahun 1995
sampai 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella
spp, Salmonella spp, V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni,
V. Cholera non-01, dan Salmonella paratyphi A.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak

dari biasanya (normal 100-200 ml per jam tinja), tinja berbentuk cairan atau setengah
cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat. 4
Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari
tiga kali sehari.4 Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya yaitu diare akut dan diare
kronik. Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung
kurang dari 14 hari. Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines
2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan
jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Sedangkan diare
kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
2.2.

Epidemiologi
Pada tahun 1995 diare akut karena infeksi sebagai penyebab kematian pada

lebih dari 3 juta penduduk dunia. Kematian karena diare akut di negara berkembang
terjadi terutama pada anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, dimana dua pertiga
diantaranya tinggal di daerah atau lingkungan yang buruk, kumuh dan padat dengan
sistem pembuangan sampah yang tidak memenuhi sarat, keterbatasan air bersih dalam
jumlah maupun distribusinya, kurangnya sumber bahan makanan disertai cara
penyimpanan yang tak memenuhi syarat, tingkat pendidikan yang rendah serta
kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada negara Amerika Serikat, dengan perbaikan sanitasi dan tingkat
pendidikan, prevalensi diare karena infeksi berkurang. Dara dari Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) menunjukkan bahwa infeksi karena Salmonella,
Shigella, Listeria, Escherichia coli, dan Yersinia berkurang berkisar 20-30% berkat
perhatian atas kebersihan dan keamanan makanan. Sementara di beberapa rumah

sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi masih menduduki
peringkat pertama sampai dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat ke
rumah sakit.
Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien
diare akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi,
berpergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk
penting dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi.
2.3.

Etiologi
Lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10%

karena sebab-sebab lain antara lain obat-obatan, bahan-bahan toksik, iskemik dan
sebagainya.
Diare akut karena infeksi dapat ditimbulkan oleh:
1. Bakteri
Jenis bakteri penyebab yaitu: Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella
paratyphi A/B/C, Salmonella spp, Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Vibrio
cholerae 01 dan 0139, Vibrio cholera non 01, Vibrio parachemolyticus,
Clostridium perfringens, Campylobacter (Helicobacter) jejuni, Staphlyllococcus
spp, Streptococcus spp, Yersinia intestinalis, Coccidosis.
2. Parasit
Jenis protozoa penyebab yaitu: Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia,
Trichomonas hominis, Isospora sp. Jenis cacing penyebab yaitu: A. lumbricoides,
A. duodenale, N. americanus, T. trichiura, O. vermicularis, T. saginata, T. sollium
3. Virus
Jenis virus penyebab yaitu: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus.
Pola mikro organisme penyebab diare akut berbeda-beda berdasarkan umur,
tempat dan waktu. Pada negara maju, diare akut paling sering disebabkan oleh
Norwalk virus, Helicobacter jejuni, Salmonella sp, Clostridium difficile, sedangkan
penyebab paling sering di negara berkembang adalah Enterotoxicgenic Escherichia
coli (ETEC), Rotavirus dan V. cholerae.

2.4.

Patofisiologi
Sebanyak sekitar 9-10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap harinya,

berasal dari luar (diet) dan dari dalam tubuh kita (sekresi cairan lambung, empedu
dan sebagainya). Sebagian besar (75-85%) dari jumlah tersebut akan diresorbsi
kembali di usus halus dan sisanya sebanyak 1500 ml akan memasuki usus besar.
Sejumlah 90% dari cairan tersebut di usus besar akan diresorbsi, sehingga tersisa
jumlah 150-250 ml cairan yang akan ikut membentuk tinja.
Faktor-faktor faal yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu
sama lain, misalnya, cairan intra luminal yang meningkat menyebabkan
terangsangnya usus secara mekanisme meningkatnya volume, sehingga motilitas usus
meningkat. Sebaliknya bila waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan
menyebabkan gangguan waktu penyentuhan makanan dengan mukosa usus sehingga
waktu penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu.
2.5.

Patogenesis
Dua hal umum yang harus diperhatikan pada keadaan diare akut karena

infeksi adalah faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah
kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat
menimbulkan diare akut, terdiri atas faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan intern
traktus intestinalis seperti keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga
mencakup lingkungan mikroflora usus, sekresi mukosa, dan enzim pencernaan.
Penurunan keasaman lambung pada infeksi Shigella sp. terbukti dapat
menyebabkan serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih
tinggi terhadap infeksi oleh V. cholera. Hipomotilitas usus pada infeksi usus dapat
memperpanjang waktu diare dan gejala penyakit, serta mengurangi absorbsi elektrolit
dan mengurangi kecepatan eliminasi sumber infeksi. Peran imunitas dibuktikan
dengan didapatkannya frekuensi pasien giardiasis pada mereka yang kekurangan IgA,
demikian pula diare yang terjadi pada penderita HIV/AIDS karena gangguan

imunitas. Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus dirangsang oleh suatu
toksoid berulang kali, akan terjadi sekresi antibodi.
Faktor kausal yang mempengaruhi patogenesis antara lain adalah daya lekat
dan penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang
mempengaruhi sekresi cairan di usus halus. Kuman tersebut dapat membentuk
koloni-koloni yang juga dapat menginduksi diare.
Patogenesis diare yang disebabkan infeksi bakteri diklasifikasikan menjadi:
1. Infeksi Non-Invasi
Diare yang disebabkan oleh bakteri non invasif disebut juga diare sekretorik
atau watery diarrhea. Pada diare tipe ini disebabkan oleh bakteri yang
memproduksi enterotoksin yang bersifat tidak merusak mukosa. Bakteri non
invasi misalnya V. cholera non 01, V. cholera 01 atau 0139, Enterotoksigenik E.
coli (ETEC), C. perfringens, Stap. aureus, B. cereus, Aeromonas spp., V. cholera
eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit
sesudah diproduksi dan enterotoksin ini mengakibatkan kegiatan yang berlebihan
Nikotinamid Adenin Dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan
kadar adenosin 3,5-siklik mono phospat (siklik AMP) dalam sel yang
menyebabkan sekresi aktif anion klorida kedalam lumen usus yang diikuti oleh
air, ion bikarbonat, kation natrium dan kalium.
Namun demikian mekanisme absorbsi ion Na melalui mekanisme pompa Na
tidak terganggu, karena itu keluarnya ion Cl- (disertai ion HCO3-, H2O, Na+ dan
K+) dapat dikompensasi oleh meningkatnya absorbsi ion Na (diiringi oleh H 2O,
K+, HCO3-, dan Cl-). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan
glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh dinding sel usus. Glukosa tersebut
diserap bersama air, sekaligus diiringi oleh ion Na+, K+, Cl- dan HCO3-. Inilah
dasar terapi oralit per oral pada kolera.
Secara klinis dapat ditemukan diare berupa air seperti cucian beras dan keluar
secara deras dan banyak (voluminous). Keadaan ini disebut sebagai diare
sekretorik isotonik voluminial (watery diarrhea).

ETEC mengeluarkan 2 macam enterotoksin yaitu labile toxin (LT) dan stable
toxin (ST). LT bekerja secara cepat terhadap mukosa usus halus tetapi hanya
memberikan stimulasi yang terbatas terhadap enzim adenilat siklase. Dengan
demikian jelas bahwa diare yang disebabkan E. coli lebih ringan dibandingkan
diare yang disebabkan V. cholerae.
Clostridium perfringens (tipe A) yang sering menyebabkan keracunan
makanan menghasilkan enterotoksin yang bekerja mirip enterotoksin kolera yang
menyebabkan diare yang singkat dan dahsyat.
2. Infeksi Invasif
Diare yang disebabkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare inflammatory.
Bakteri invasif misalnya: Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella spp.,
Shigella spp., C. jejuni, V. parahaemolyticus, Yersinia, C. perfringens tipe C,
Entamoeba histolytica, P. shigelloides, C. difficile, Campylobacter spp. Diare
terjadi disebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi, sifat
diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur dengan lendir dan
darah. Walaupun demikian, infeksi oleh kuman-kuman ini dapat juga
bermanifestasi sebagai suatu diare sekretorik. Pada pemerksaan tinja biasanya
didapatkan sel-sel eritrosit dan leukosit.
2.6.

Manifestasi Klinis
Penularan diare akut karena infeksi melalui transmisi fekal oral langsung dari

penderita diare atau melalui makanan/minuman yang terkontaminasi bakteri patogen


yang berasal dari tinja manusia/hewan atau bahan muntahan penderita. Penularan
dapat juga berupa transmisi dari manusia ke manusia melalui udara (droplet infection)
misalnya: rota virus, atau melalui aktivitas seksual kontak oral-genital atau oral-anal.
Diare akut karena infeksi bakteri yang mengandung atau memproduksi toksin
akan menyebabkan diare sekretorik (watery diarrhea) dengan gejala-gejala: mual,
muntah, dengan atau tanpa demam yang umumnya ringan disertai atau tanpa
nyeri/kejang perut, dengan feses lembek atau cair. Umumnya gejala diare sekretorik
timbul dalam beberapa jam setelah makan atau minuman yang terkontaminasi.

Diare sekretorik yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan


medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan yang
mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa
asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang akan merasa
haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi
menonjol, turgor kulit turun, serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini
disebabkan deplesi air yang isotonik.
Kehilangan bikarbonas menyebabkan perbandingan bikarbonas dan asam
karbonas berkurang yang menyebabkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan
merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi napas menjadi lebih cepat dari biasa
(pernapasan Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha badan untuk mengeluarkan asam
karbonas agar pH darah dapat kembali normal. Gangguan kardiovaskular pada tahap
hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang
cepat lebih dari 120x/mnt, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai
gelisah, muka pucat, ujung-ujung eksterimitas dingin, dan kadang sianosis. Karena
kehilangan kalium, pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal sangat menurun
dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit
berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
Sedangkan keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi
kepincangan pada pembagian darah dengan pemusatan darah yang lebih banyak
dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting sekali karena dapat menyebabkan
edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
Bakteri yang invasif akan menyebabkan diare yang disebut sebagai diare
inflamasi dengan gejala mual, muntah dan demam yang tinggi, disertai nyeri perut,
tenesmus, diare disertai darah dan lendir.
Pada diare akut karena infeksi, dugaan terhadap bakteri penyebab dapat
diperkirakan berdasarkan anamnesis makanan atau minuman dalam beberapa jam
atau hari terakhir, dan anamnesis atau observasi bentuk diare (pada tabel 1).

Yersinia dapat menginvasi mukosa ileum terminalis dan kolon bagian


proksimal, dengan nyeri abdomen disertai nyeri tekan di regio titik Mc.Burney
dengan gejala seperti apendisitis akut.
Diare akut karena infeksi dapat disertai gejala-gejala sistemik lainnya seperti
Reiters syndrome (arthritis, uretritis, dan konjungtivitis) yang dapat disebabkan oleh
Salmonella, Campylobacter, Shigella, dan Yersinia. Shigella dapat menyebabkan
hemolytic-uremic syndrome. Diare akut dapat juga sebagai gejala utama beberapa
infeksi sistemik antara lain hepatitis virus akut, listeriosis, legionellosis, dan toksik
renjatan sindrom.
Tabel 1. Epidemi Diare Akut
Sarana
Air
Makanan
Unggas
Sapi, juice buah yg tidak
dipasteurisasi
Babi
Sea food dan kerang
Keju, susu
Telur
Mayoinase + makanan &
cream
Nasi goreng
Berrie segar
Sayuran atau buah-buahan
kaleng
Kecambah
Lingkungan
Hewan ke manusia
Manusia ke manusia
(termasuk seksual kontak)
Rumah sakit/antibiotik
Kolam renang
Wisatawan asing

Bakteri Patogen
Vibrio cholerae, Norwalk agent, Giardia,
Cryptospordium (termasuk makanan yang dicuci
dengan air tersebut).
Salmonella, Campylobacter, dan Shigella spp.
Enterohemoragic escherichia coli
Cacing pita (tape worm)
V. cholerae non 01, V. parahaemolyticus; vibrio spp,
Salmonella spp., Aeromonas spp, Hepatitis A,B,C
Listeria spp.
Salmonella spp.
Staphylococcus dan Clostridium
Bacillus cereus
Cycklospora spp.
Clostridium spp.
Enterohemorrhagic E. coli dan Salmonella spp.
Salmonella, Campylobacter, Cryptosporodium,
Giardia spp.
Semua bakteri enterik, virus, parasit
C. difficile
Giardia dan Crytosporodium spp.
E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Giardia,
Entamoeba histolytica

2.7.

Diagnosis
Diare akut karena infeksi dapat ditegakkan diagnostik etiologi bila anamnesis,

manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang menyokongya.


Beberapa petunjuk anamnesis yang mungkin dapat membantu diagnosis:
1. Bentuk feses (watery diarrhea atau inflammatory diare)
2. Makanan dan minuman 6-24 jam terakhir yang dimakan/minum oleh
penderita.
3. Adakah orang lain sekitarnya menderita hal serupa, yang mungkin oleh karena
keracunan makanan atau pencemaran sumber air.
4. Dimana tempat tinggal penderita.
5. Pola kehidupan seksual.
Umumnya diare akut besifat ringan dan merupakan self-limited disease.
Indikasi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu diare berat disertai
dehidrasi, tampak darah pada feses, panas > 38,5o C diare > 48 jam tanpa tanda-tanda
perbaikan, kejadian luar biasa (KLB). Nyeri perut hebat pada penderita berusia > 50
tahun, penderita usia lanjut > 70 tahun, dan pada penderita dengan daya tahan tubuh
yang rendah.
Penentuan derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara objektif yaitu
dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subjektif dengan
menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice king, dan lain-lain.
Derajat dehidrasi berdasarkan defisit berat badan:

Dehidrasi ringan: defisit 2 5 %

Dehidrasi sedang : defisit 5 10 %

Dehidrasi berat: defisit > 10 %


Derajat dehidrasi berdasarkan skor Maurice King:
Nilai untuk gejala yang ditemukan

Bagian tubuh yang


diperiksa

Keadaan umum

Sehat

Gelisah, cengeng,
apatis, mengantuk

Mengigau, koma,
atau syok

10

Kekenyalan kulit

Normal

Sedikit kurang

Sangat kurang

Mata

Normal

Sedikit cekung

Sangat cekung

Ubun-ubun besar

Normal

Sedikit cekung

Sangat cekung

Mulut

Normal

Kering

Kering dan
sianosis

Denyut nadi/menit

Kuat > 120

Sedang (120
-140)

> 140

Skor 0 2 : dehidrasi ringan

Skor 3 6 : dehidrasi sedang

Skor >7

2.8.

: dehidrasi berat

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan
2. Memberikan terapi simptomatik
3. Memberikan terapi definitive

2.8.1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan


Hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang
cepat dan akurat, yaitu:
Jenis cairan yang hendak digunakan. Pada saat ini cairan RL merupakan
cairan pilihan karena tersedia cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah
kaliumnya lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium cairan tinja.
Apabila tidak tersedia cairan ini, boleh diberikan cairan NaCl isotonik.
Sebaiknya ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap
satu liter infus NaCl isotonik. Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada
keadaan diare akut awal yang ringan, tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit,
yang dapat diminum sebagai usaha awal agar tidak terjadi dehidrasi dengan
berbagai akibatnya.

11

Jumlah cairan yang hendak diberikan. Pada prinsipnya jumlah cairan yang
hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan.
Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara:

BJ Plasma dengan memakai rumus:


Kebutuhan cairan:
BJ Plasma 1.025 x BB (Kg) x 4 ml
0.001

Metode Pierce berdasarkan kriteria klinis:


Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% x kgBB
Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% x kgBB
Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% x kgBB

Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberikan penilaian/skor


sebagai berikut:
Pemeriksaan
Rasa haus/muntah
Suara serak
Kesadaran apatis
Kesadaran somnolen, sopor atau koma
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg
Frekwensi Nadi > 120 x/menit
Frekwensi nafas > 30 x/menit
Turgor kulit menurun
Facies cholerica/wajah keriput
Ekstremitas dingin
Washers womans hand
Sianosis
Umur 50-60 tahun
Umur > 60 tahun

Skor
1
2
1
2
1
2
1
1
1
2
1
1
2
-1
-2

Kebutuhan cairan = Skor x 10% x BB (kg) x 1 liter


15
Jalan masuk atau cara pemberian cairan. Pemberian cairan pada orang
dewasa dapat melalui oral dan intravena. Untuk pemberian per oral diberikan
larutan oralit yang komposisinya berkisar antara 20 gr glukosa, 3,5 gr NaCl,

12

2,5 gr Na bikarbonat dan 1,5 gr KCl per liter air. Cairan seperti itu tersedia
secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan
mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan
rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan sendok teh
garam, sendok teh baking soda, dan 2 4 sendok makan gula per liter air.
Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Cairan
per oral juga digunakan untuk mempertahankan hidrasi setelah rehidrasi
inisial.
Jadwal pemberian cairan. Untuk jadwal rehidrasi inisial yang dihitung
dengan rumus BJ plasma atau sistem skor Daldiyono diberikan dalam waktu 2
jam. Tujuannya jelas agar tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin. Jadwal
pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3, didasarkan kepada
kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial
sebelumnya, rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.
2.8.2. Memberikan terapi simptomatik
I.

Obat anti diare:


a. Kelompok antisekresi selektif
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara
luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim
enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal.
Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga
keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini
tersedia di bawah nama Hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti
diare.
b. Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta
kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah
15-60mg 3x sehari, loperamid 2 4 mg atau 3 4 x sehari dan lomotil 5 mg 3
4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi,

13

peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses


dan mengurangi frekuensi diare. Bila diberikan dengan cara yang benar obat
ini cukup aman dan dapat mengurangi frekuensi defekasi sampai 80%. Bila
diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak
dianjurkan.
c. Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau
smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan
infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus
terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi
elektrolit.
d. Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium,
Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk
kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekuensi dan
konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan
elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc atau 2x sehari dilarutkan dalam air
atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
II.

Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau
Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran
cerna akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan
reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi atau
menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.

2.8.3. Memberikan terapi definitif


Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut
infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian
antibiotik. Pemberian antibiotik diindikasikan pada: pasien dengan gejala dan tanda
diare infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi

14

dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi,
diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Terapi kausal dapat
diberikan pada infeksi:

V. kolera El Tor: Tetrasiklin 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau kortimoksazol


dosis awal 2 x 3 tab, kemudian 2 x 2 tab selama 6 hari atau kloramfenikol 4 x
500 mg/hr selama 7 hari atau golongan Fluoroquinolon.

ETEC: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau Kuinolon selama 3 hari.

S. aureus: Kloramfenikol 4 x 500 mg/hari

Salmonella Typhi: Obat pilihan Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 2


minggu atau Sefalosporin generasi 3 yang diberikan secara IV selama 7-10
hari, atau Ciprofloksasin 2 x 500 mg selama 14 hari.

Salmonella non Typhi: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau ciprofloxacin


atau norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 7 hari.

Shigellosis: Ampisilin 4 x 1 g/hr atau Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 5


hari.

Helicobacter jejuni (C. jejuni): Eritromisin, dewasa: 3 x 500 mg atau 4 x 250


mg, anak: 30-50 mg/kgBB/hr dalam dosis terbagi selama 5-7 hari atau
Ciprofloxacin 2 x 500 mg/hr selama 5-7 hari.

Amoebiasis: 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau Tinidazol dosis tunggal 2 g/hr
selama 3 hari.

Giardiasis: Quinacrine 3 x 100 mg/hr selama 1 minggu atau Chloroquin 3 x


100 mg/hr selama 5 hari.

2.9.

Balantidiasis: Tetrasiklin 3 x 500 mg/hr selama 10 hari

Virus: simptomatik dan suportif.


Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,

terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan

15

cairan secara mendadak sehingga terjadi syok hipovolemik yang cepat. Kehilangan
elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular
Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini
dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak
tecapai rehidrasi yang optimal.
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan
terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis,
dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah
infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk
terjadinya HUS masih kontroversi.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare
karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.
2.10.

Prognosis
Penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi

antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik


dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Pada negara
Amerika Serikat, mortalits berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %.
Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan
dengan sindrom uremik hemolitik.
2.11.

Pencegahan
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat

dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci
tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran
manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga
dari kotoran manusia. Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini

16

harus diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk
membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan
diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan
yang diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum
dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak
menelan air. Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang
bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi.
Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai
pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus
dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi.
Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak
dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran
ternak.
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi
efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia
adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu
efektif dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih
efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama
hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru
juga melindungi 70 %, hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping
yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap
dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.

Anda mungkin juga menyukai