Anda di halaman 1dari 25

JURNAL INDONESIA

INTOLERANSI / MALABSORBSI
FRUKTOSA
DAN NYERI PERUT BERULANG PADA
ANAK
Mauricio A. Escobar Jr, Daniel Lustig, Bethann M. Pflugeisen, Paul J.
Amoroso,
Dalia Sherif, Rasha Saeed, Shaza Shamdeen, Judith Tuider, and Bisher
Abdullah
JPGN 2014;58: 498501

Oleh :
dr. Stephanie Adelia

Pembimbing:
Dr. I. Hartantyo, SpA(K)

PPDS I DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FK UNDIP / RSUP Dr. KARIADI SEMARANG
2015
Intoleransi / Malabsorpsi Fruktosa dan Nyeri Perut Berulang pada Anak
Mauricio A. Escobar Jr, Daniel Lustig, Bethann M. Pflugeisen, Paul J. Amoroso,
Dalia Sherif, Rasha Saeed, Shaza Shamdeen, Judith Tuider, and Bisher Abdullah

ABSTRAK
Tujuan :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah pada pasien anak
dengan nyeri perut kronik juga didapatkan adanya intoleransi fruktosa yang
diketahui melalui pemeriksaan tes hidrogen nafas standar (BHT) dan apakah akan
didapatkan perbaikan gejala dengan diet rendah fruktosa.
Metode :
Tes BHT fruktosa dilakukan pada pasien pasien dengan keluhan nyeri perut
kronik tanpa sebab yang jelas saja atau yang disertai dengan gejala penyerta
seperti konstipasi, kembung, dan atau diare. Pada pemeriksaan BHT pasient
diberikan fruktosa dengan dosis 1 gram/kgBB dengan dosis maksimal 25 gram.
Kemudian hidrogen dan metan diukur sebanya 8x. Tes BHT dinyatakan potisif
apabila kadar hidrogen meningkat lebih dari 20 ppm. Jika didapatkan hasil tes
BHT positif, pasien diberikan diet rendah fruktosa.
Hasil penelitian :
Subyek penelitian adalah 222 orang pasien dengan rentang usia antara 2 tahun
hingga 19 tahun dengan rerata usia adalah 10,5 tahun. Tes BHT fruktosa
dilakukan terhadap seluruh subyek penelitian, dimana didapatkan hasil tes positif
pada 121 pasien (54,5%) dan hasil negative pada 101 pasien (45,5%). Pasien
pasien dengan hasil tes BHT fruktosa positif selanjutnya mendapatkan konsultasi

nutrisi dengan ahli gizi bersertifikasi dan kemudian menjalani diet rendah
fruktosa. Dengan menggunakan standar penilaian nyeri untuk anak, didapatkan 93
dari 121 pasien (76,9%) yang mengalami perbaikan pada keluhannya setelah diet
rendah fruktosa (P<0,0001). Pada 55 dari 101 pasien (54,4%) dengan hasil tes
BHT negatif didapatkan perbaikan gejala tanpa melakukan diet rendah fruktosa (P
= 0,37).
Kesimpulan :
Intoleransi / malabsorpsi fruktosa sering didapatkan pada anak dengan nyeri perut
fungsional/ berulang dan pemberian diet rendah fruktosa merupakan terapi yang
efektif.
Kata kunci :
Tes hidrogen nafas (breath hydrogen test), nyeri perut kronik pada anak,
intoleransi fruktosa, malabsorbsi fruktosa, diet rendah fruktosa
Pendahuluan
Nyeri perut kronik pada anak merupakan salah satu keluhan yang sulit
untuk ditangani. Pada sejumlah besar anak dengan nyeri perut didapatkan adanya
kelainan fungsional saluran pencernaan seperti nyeri perut fungsional, sindroma
iritasi saluran cerna, dan dispepsia fungsional. Fruktosa merupakan suatu
monosakarida yang akhir akhir ini banyak digunakan dalam bentuk sirup jagung
tinggi fruktosa karena bahannya yang murah dan mudah didapatkan. Pada tahun
1978, Andersson dan Nygren (1) melaporkan empat orang pasien dengan diare
kronik dan kolik yang mengalami perbaikan setelah pemberian diet bebas
fruktosa. Malabsorpsi fruktosa telah banyak dijelaskan pada pasien dewasa, tetapi
peranan intoleransi fruktosa sebagai penyebab nyeri perut kronik pada anak masih
belum jelas.
Hipotesis penelitian kami adalah intoleransi fruktosa merupakan etiologi
nyeri perut pada anak yang signifikan dan mungkin untuk diterapi. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah pada pasien anak dengan nyeri
perut kronik juga didapatkan adanya intoleransi fruktosa yang diketahui melalui

pemeriksaan tes nafas hidrogen standar (BHT) dan apakah akan didapatkan
perbaikan gejala dengan diet rendah fruktosa.
Metode
Persetujuan etik penelitian diperoleh dari MultiCare Health Systems
setelah dilakukan peninjauan terhadap protokol penelitian. Penelitian ini
merupakan penelitian retrospekstif berdasarkan catatan medis pasien. Data
diperoleh dari pasien klinik gastroenterologi anak pada bulan Mei 2007 sampai
Agustus 2009 yang datang dengan keluhan nyeri perut kronis tanpa sebab yang
jelas saja atau dengan gejala penyerta seperti konstipasi, kembung, dan atau diare.
Pasien kemudian dilakukan pemeriksaan lengkap, termasuk anamnesis lengkap
mengenai riwayat perjalanan penyakitnya, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan darah, faeces, dan endoskopi jika terdapat
indikasi. Seluruh pasien juga diskrining penyakit celiac. Pasien pasien dengan
nyeri perut persisten dan tidak didapatkan adanya kelainan patologi lain kemudian
diperiksa BHT fruktosa. Pada pasien tersebut dicari kemungkinan adanya
intoleransi fruktosa penyerta yang ditentukan dengan menggunakan tes BHT
fruktosa standar dan evaluasi adanya perbaikan gejala dengan pemberian diet
rendah fruktosa.
Untuk persiapan pemeriksaan BHT, pasien diinstruksikan untuk
menghindari antibiotika dan probiotik selama 2 minggu, menghindari laksatif,
antidiare, dan suplementasi serat selama 1 minggu, serta diminta untuk
mengonsumsi makanan dan minuman rendah serat 1 hari sebelum pemeriksaan.
Pasien juga tidak boleh makan dan minum 12 jam sebelum pemeriksaan. Pada
saat pemeriksaan pasien diberikan fruktosa 1 gr/kgBB dengan dosis maksimal 25
gr. Kemudian dilakukan pengukuran hydrogen (H2) dan metan (CH4) sebanyak 8x
dengan menggunakan mesin Microlyzer Self-Correcting Model SC (QuinTron,
Milwaukee, WI) yaitu, pada awal pemeriksaan, tiap 15 menit pada 1 jam pertama,
menit ke 90, menit ke 120, dan menit ke 150. Hasil pemeriksaan dinyatakan
positif apabila didapatkan peningkatkan hidrogen nafas sebanyak 20 ppm di atas
data awal, 30 menit setelah pemeriksaan dimulai.

Pasien dengan hasil pemeriksaan BHT positif untuk adanya malabsorbsi


fruktosa kemudian menjalani konsultasi dengan ahli gizi selama 1 jam. Selama
konsultasi dilakukan penilaian mengenai tipe diet pasien, adanya gejala berupa
nyeri perut, kembung, diare, atau konstipasi. Prinsip prinsip pelaksanaan diet
rendah fruktosa secara rasional serta dasar teori mengenai malabsorbsi
disampaikan kepada seluruh pasien beserta keluarganya. Untuk pelaksanaan diet
rendah fruktosa juga termasuk menghindari makanan makanan dengan kadar
fruktosa bebas yang signifikan, makanan tinggi fruktosa dan glukosa, serta
makanan dengan kandungan sorbitol yang tinggi. Pasien juga diminta untuk
menghindari makanan dan minuman yang manis serta cemilan yang menggunakan
sirup jagung fruktosa atau yang mengandung glukosa maupun sukrosa yang dapat
meningkatkan absorbsi fruktosa. Contoh menu yang diberikan disesuaikan dengan
jenis makanan yang familiar dikonsumsi oleh masing masing pasien untuk
menjamin kecukupan nutrisi. Contoh diet yang dianjurkan dapat dilihat pada
Tabel 1.

Untuk mengetahui data demografi, gejala, komorbid, penatalaksanaan


sebelumnya, hasil pemeriksaan BHT dan respon terhadapa modifikasi diet
digunakan data dari rekam medis. Respon terhadap perubahan diet dibagi menjadi
3 kategori, yaitu perburukan, tidak ada perbaikan, dan perbaikan. Respon terhadap
modifikasi diet dianalisis dengan menggunakan regresi logistik dan 2-tailed z tests
untuk proporsi. Hasil dinyatakan signifikan apabila P < 0,05.
Hasil Penelitian

Total terdapat 238 pasien yang ikut pada awal penelitian. Akan tetapi, pada
16 pasien diantaranya ( 8 orang dengan tes BHT positif dan 8 orang dengan tes
BHT negatif) tidak dapat dilakukan follow up. Pada akhir penelitian terdapat 222
subyek yang dapat dievaluasi. (Lihat tabel 2 untuk data demografi).

Hasil BHT positif yang mengindikasikan adanya intoleransi fruktosa


didapatkan pada 121 dari 222 pasien (54,5%). Pada 101 dari 222 pasien (45,5%)
didapatkan hasil BHT negatif untuk intoleransi fruktosa. 121 pasien dengan hasil
BHT positif kemudian menjalani konsultasi nutrisi dengan ahli gizi yang telah
tersertifikasi. Dengan menggunakan penilaian standar skala nyeri untuk anak
didapatkan 93 dari 112 pasien (76,9%) mengalami perbaikan gejala dengan diet
rendah fruktosa. Pada 55 dari 101 pasien (54,4%) dengan hasil BHT negatif
didapatkan adanya perbaikan gejala tanpa menjalani diet rendah fruktosa. Setelah
2 bulan menjalani diet rendah fruktosa, pada pasien pasien dengan hasil BHT
positif untuk intoleransi fruktosa gejala yang dirasakan semakin mengalami
perbaikan. Kepatuhan diet dinilai berdasarkan laporan pasien. Pada kelompok
pasien yang menjalani diet rendah fruktosa didapatkan kepatuhan yang cukup
baik.
Pada pasien dengan hasil tes BHT positif, 76,9% diantaranya mengalami
perbaikan dengan menjalani diet rendah fruktosa (95% CI 68.683.5, P<0.0001).
Walaupun 54,5% pasien lainnya (95% CI 44.863.8, P = 0.37) dengan hasil BHT
negatif mengalami perbaikan gejala secara spontan, tidak didapatkan adanya bukti
yang menyatakan bahwa perbaikan ini akibat modifikasi diet atau karena
pemberian terapi. Pada penelitian ini digunakan regresi logistik untuk
mengevaluasi hubungan antara perbaikan gejala pada pasien BHT positif yang

diberikan diet rendah fruktosa dan pasien dengan BHT negatif yang tidak
menjalani diet rendah fruktosa, dengan menyesuaikan usia dan jenis kelamin. Dari
analisis ini didapatkan rasio odds 2,43 (95% CI 1,32 4,45, P = 0,004).
Pembahasan
Akhir akhir ini semakin jelas bahwa malabsorbsi fruktosa mungkin
menjadi salah satu penyebab terjadinya nyeri perut pada beberapa pasien yang
didiagnosis dengan nyeri perut fungsional. Gejala yang timbul dapat berupa nyeri
perut, kembung, mual, muntah, dan flatulen. Walaupun mekanismenya sudah jelas
pada pasien dewasa, pada anak belum banyak penelitian mengenai hal ini.
Masalah utamanya adalah sulit untuk mendeteksi adanya malabsorbsi fruktosa
berdasarkan kapasitas absorbsi fruktosa normal pada pasien sehat.
Berdasarkan hipotesis, peranan malabsorbsi fruktosa pada nyeri perut
kronis tergantung pada rasio antara fruktosa dan glukosa. Terdapat dua
mekanisme transport yang memfasilitasi absorbsi fruktosa. Pertama adalah
dengan GLUT (glucose transport protein) yang dapat ditemukan di membran
brush border enterosit usus halus. Fruktosa ditransport secara pasif, melalui
mekanisme difusi yang difasilitasi oleh GLUT. Mekanisme ini merupakan
mekanisme absorbsi fruktosa yang tidak tergantung glukosa. Mekanisme kedua
diduga melalui sistem transport paraseluler dengan membuka penghubung dari
absorbsi glukosa. Hal ini memungkinkan cairan molekul kecil seperti fruktosa
untuk berpindah secara pasif bersama dengan air secara osmotik melalui saluran
saluran yang berada di antara enterosit. Usus halus memiliki kapasitas yang
terbatas untuk menyerap fruktosa melalui sistem difusi seperti mekanisme
pertama, sehingga glukosa memfasilitasi absorbsi fruktosa melalui mekanisme
yang kedua. Pada mekanisme kedua yang tergantung pada glukosa, maka
malabsorbsi fruktosa hanya terjadi apabila terjadi peningkatan kadar glukosa yang
berlebihan atau apabila absorbsi fruktosa difasilitasi oleh makanan dengan kadar
glukosa dan fruktosa 1 : 1 (berdasarkan mekanisme kedua) dibandingkan jika
kadar fruktosa lebih tinggi daripada kadar glukosa.

Karbohidrat seperti fruktosa yang tidak terabsorbsi secara efektif di usus


halus dapat mempengaruhi pasien melalui 2 mekanisme. Pertama, karbohidrat
yang menumpuk di usus halus menyebabkan cairan tertarik ke dalam lumen. Hal
ini akan menyebabkan distensi usus halus, menghasilkan nyeri perut dan
kembung, serta meningkatkan motilitas usus halus dan kolon. Mekanisme kedua
adalah dimana fruktosa yang tidak terabsorbsi maka akan difermentasi oleh
bakteri colon menjadi hidrogen, karbondioksida, methan, dan asam lemak rantai
pendek (asetat, butirat, propionat). Gas gas ini memicu terjadinya nyeri perut,
kembung, dan flatulen. Hidrogen kemudian berdifusi melalui mukosa intestinal,
terikat di dalam darah kemudian mengikuti sirkulasi ke paru paru. Hidrogen
kemudian dieksresikan melalui udara ekspirasi atau melalui flatulen. Hidrogen ini
kemudian dapat diukur melalui sampel dari udara ekspirasi setelah mencerna
fruktosa. Oleh karena itu, hidrogen yang diproduksi dapat menggambarkan
adanya fermentasi bakteri terhadap karbohidrat yang tidak terabsorbsi oleh usus
halus. Tes nafas hidrogen pertama kali digunakan sebagai tes non invasif untuk
mendeteksi adanya intoleransi laktosa dan telah banyak digunakan dalam berbagai
penelitian untuk mengukur absorbs karbohidrat, termasuk fruktosa.
Konsumsi fruktosa dapat berupa fruktosa bebas sebagai monosakarida,
atau sukrosa yang merupakan disakarida, yang terdiri atas glukosa dan fruktosa.
Peningkatan konsumsi fruktosa 25 50 gram dapat meningkatkan terjadinya
prevalensi malabsorbsi fruktosa sekitar 20% - 60% pada dewasa. Selain itu,
peningkatan konsentrasi fruktosa 10% - 20% akan meningkatkan malabsorbsi 50
gram fruktosa sebesar 38% - 72%.
Nilai yang dipilih pada penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan pada orang dewasa. Tes BHT pasien dinyatakan positif apabila terdapat
peningkatan kadar hidrogen ekspirasi 20 ppm setelah mencerna 1gr/kgBB
fruktosa, tetapi tidak lebih dari 25 gram. Meskipun tidak ada nilai definitif sebagai
cutoff peningkatan hidrogen, sebagian besar penelitian menggunakan peningkatan
kadar hidrogen lebih dari 20 ppm sebagai nilai positif. Pada beberapa penelitian
sebelumnya telah diketahui bahwa orang dewasa sehat dapat mengabsorbsi 15
gram fruktosa dan beberapa orang dewasa sehat mulai menunjukkan adanya

gejala malabsorbsi setelah mengonsumsi 25 gram fruktosa (mencapai 40%). Oleh


karena itu, kadar fruktosa 25 gram dipilih sebagai dosis maksimal untuk
mendiagnosis adanya malabsorbsi fruktosa berdasarkan tes BHT. Induksi gejala
tidak diperlukan untuk mendapatkan hasil tes BHT yang positif.
Kurang lebih setengah dari pasien dengan BHT negatif pada penelitian ini
(47/99) mendapatkan beberapa instruksi mengenai modifikasi diet, meskipun
anjuran dietnya tidak telalu ketat pada kelompok pasien ini (sebagian besar
diminta untuk mengonsumsi makanan makanan yang noniritatif atau tinggi
serat). Selain itu juga tidak didapatkan pola yang jelas mengenai modifikasi diet
yang dilakukan dan tidak didapatkan perbaikan gejala terkait dengan modifikasi
diet. Yang paling penting adalah tidak satupun pasien BHT negatif menjalani diet
rendah fruktosa. Pasien pasien pada penelitian ini belum mengikuti diet rendah
FODMAP (oligosakarida, disakarida, monosakarida, dan poliol terfermentasi)
yang saat ini dianjurkan pada pasien pasien yang terdiagnosis dengan
malabsorbsi fruktosa.
Karena penelitian ini merupakan penelitian retrospektif maka terdapat
beberapa keterbatasan dalam pelaksanaannya. Pada penelitian ini kami tidak dapat
melakukan randomisasi maupun blinding pada pasien dengan BHT positif untuk
mendapatkan diet rendah fruktosa atau tidak mendapatkan modifikasi diet. Selain
itu, kami juga tidak dapat mengontrol adanya efek plasebo yang mungkin terjadi.
Untuk memantau perbaikan gejala, kami hanya mendapatkan informasi dari
pasien dan untuk memantau kepatuhan diet juga tidak digunakan metode yang
telah terstandar. Kami juga tidak memiliki data mengenai apakah pengenalan
ulang fruktosa pada pasien yang telah menjalani diet dapat mengakibatkan
kekambuhan gejala. Kami juga tidak memiliki data mengenai keluhan
gastrointestinal yang muncul pada saat dilakukan tes BHT. Kami harap
keterbatasan keterbatasan pada penelitian ini dapat diperbaiki pada penelitain
selanjutnya baik di institusi kami maupun institusi lainnya.
Keterbatasan utama dalam penelitian ini adalah karena penelitian ini
merupakan penelitian retrospektif maka kami tidak dapat memisahkan pasien
dengan pertumbuhan bakteri berlebihan di usus halus (SIBO) dari pasien pasien

10

dengan intoleransi fruktosa, atau yang memang kombinasi dari kedua kondisi
tersebut. Jika penelitian dilakukan secara prospektif, maka kami mungkin dapat
mengendalikan hal tersebut. Kami menduga bahwa terapi terhadap kondisi SIBO
dapat mempengaruhi respon pasien terhadap terapi yang dapat menjadi bias dalam
penelitian ini. Meskipun demikian, pada subyek penelitian ini tidak didapatkan
pasien dengan terapi metronidazole, yang merupakan terapi standar untuk SIBO.
Walaupun banyak keterbatasan oleh karena penelitian ini adalah penelitian
retrospektif, kami merasa bahwa data penelitian ini menujukkan hasil dari
modifikasi diet untuk terapi intoleransi fruktosa.
Penelitian ini bukanlah penelitian pertama mengenai malabsorbsi fruktosa
pada anak, tetapi merupakan penelitian yang paling banyak menggunakan subyek
penelitian dan yang pertama membandingkannya dengan populasi kontrol. Oleh
karena itu, penelitian ini merupakan penelitian pertama yang dapat
menggambarkan hubungan kausalitas antara malabsorbsi fruktosa dengan sindrom
gangguan pencernaan fungsional pada anak. Kekurangan dari penelitain ini adalah
tidak dilakukannya pengumpulan data mengenai timbulnya gejala selama
dilakukan tes BHT. Hasil dari penelitian ini dapat memperkuat argument bahwa
malabsorbsi fruktosa merupakan salah satu penyebab terjadinya nyeri perut yang
kronik. Walaupun demikian, ada tidaknya gejala yang timbul saat dilakukan tes
tidak terlalu penting untuk mengonfirmasi adanya malabsorbsi fruktosa. Selain
itu, gejala dari nyeri perut kronik pada pasien pasien tersebut juga dan perbaikan
gejala juga telah didokumentasikan dengan baik. Walaupun penyebab nyeri perut
kronik pada anak adalah multifaktorial, kami yakin bahwa data penelitian ini
dapat dengan jelas menggmbarkan kausa dan pilihan terapi untuk menangani hal
tersebut pada pasien anak.

11

TELAAH KRITIS
KAJIAN STRUKTUR PENULISAN MAKALAH
1. Judul

Menarik

Judul cukup : terdiri dari 9 kata

Informatif dan menggambarkan isi dari penelitian

12

Tidak mengandung singkatan


2. Penulis dan Institusi

Nama sudah ditulis sesuai dengan kaidah jurnal

Nama institusi jelas.

Alamat korespondensi sudah ditulis dengan jelas

3. Abstrak

Abstrak terstruktur terdiri atas komponen tujuan penelitian, metode,


hasil dan kesimpulan

Cukup informatif, tidak terlalu panjang terdiri atas 226 kata

Terdapat kata kunci

Terdapat singkatan yang diberikan penjelasannya dalam abstrak

4. Pendahuluan

Terdiri atas dua paragraf

Terdapat latar belakang dan tujuan penelitian

Terdapat hipotesis penelitian

Didukung pustaka yang relevan

5. Hipotesis
Pada penelitian ini didapatkan hipotesis bahwa intoleransi fruktosa
merupakan etiologi nyeri perut pada anak yang signifikan dan mungkin
untuk diterapi
6. Metode

Jenis Penelitian : penelitian kohort retrospektif

13

Tujuan penelitian:

- Untuk membuktikan apakah pada pasien anak dengan nyeri perut kronik
juga didapatkan adanya intoleransi fruktosa yang diketahui melalui
pemeriksaan tes nafas hidrogen standar (BHT) dan apakah akan
didapatkan perbaikan gejala dengan diet rendah fruktosa.

Tempat : RS Anak Mary Bridge, Tacoma, Washington

Waktu penelitian : Mei 2007 sampai Agustus 2009

Populasi Target : Pasien anak dengan nyeri perut kronis di Amerika


Serikat

Populasi Terjangkau : Pasien anak yang datang ke klinik


gastroenterologi RS Anak Mary Bridge dengan nyeri perut kronis
tanpa sebab yang jelas saja atau yang disertai dengan konstipasi,
kembung, dan atau diare pada bulan Mei 2007 sampai Agustus 2009

Sampel : Pasien anak yang datang ke klinik gastroenterologi RS Anak


Mary Bridge dengan nyeri perut kronis tanpa sebab yang jelas saja
atau yang disertai dengan konstipasi, kembung, dan atau diare pada
bulan Mei 2007 sampai Agustus 2009 yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi.

Teknik sampling : Consecutive sampling

Perkiraan Jumlah sampel : Rumus besar sampel tidak dicantumkan

Kriteria inklusi :
-

Pasien anak di rawat jalan

Nyeri perut kronis tanpa sebab yang jelas saja atau disertai dengan
konstipasi, kembung, dan atau diare

Kriteria eksklusi :
-

Didapatkan kelainan pada skrining penyakit celiac

Terdapat kelainan lain pada pemeriksaan patologi saluran cerna

Persetujuan Etik : Penelitian ini disetujui oleh MultiCare Health


Systems

14

Tidak diperlukan informed consent oleh karena menggunakan catatan

rekam medik.
Analisis statistik :
- Respon terhadap modifikasi diet dianalisis dengan menggunakan
-

regresi logistik dan 2-tailed z tests untuk proporsi.


Hasil dinyatakan signifikan apabila P < 0,05.

7. Hasil penelitian

Hasil penelitian disajikan dalam bentuk teks dan tabel:


-

Tabel 1 : Instruksi diet rendah fruktosa yang diberikan kepada

pasien
- Tabel 2: Karakteristik demografi subyek penelitian
Penulisan tabel sudah tepat: judul terletak di bagian atas tabel tanpa
diakhiri dengan titik (tepat), tabel yang digunakan adalah tabel terbuka
dengan adanya garis horisontal

dan tidak disertai garis vertikal

(tepat). Catatan kaki dituliskan dituliskan segera di bawah tabel.

Tabel yang dicantumkan cukup informatif

Hasil penelitian yang penting disebutkan dengan jelas tetapi tidak


ditampilkan dalam bentuk tabel

Disebutkan jumlah subyek yang diteliti yaitu 238 pasien yang


memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, tetapi terdapat 16
pasien yang kemudian tidak dapat dilakukan follow up.

Dari 222 subyek didapatkan :


-

121 dari 222 pasien (54,5%) dengan hasil BHT positif yang
mengindikasikan adanya intoleransi fruktosa

101 dari 222 pasien (45,5%) didapatkan hasil BHT negatif untuk
intoleransi fruktosa

121 pasien dengan hasil BHT positif kemudian menjalani


konsultasi nutrisi dengan ahli gizi yang telah tersertifikasi

Dengan menggunakan penilaian standar skala nyeri untuk anak


didapatkan 93 dari 112 pasien (76,9%) mengalami perbaikan gejala
dengan diet rendah fruktosa

15

Pada 55 dari 101 pasien (54,4%) dengan hasil BHT negatif


didapatkan adanya perbaikan gejala tanpa menjalani diet rendah
fruktosa

Pada pasien dengan hasil tes BHT positif, 76,9% diantaranya


mengalami perbaikan dengan menjalani diet rendah fruktosa (95%
CI 68.683.5, P<0.0001)

54,5% pasien lainnya (95% CI 44.863.8, P = 0.37) dengan hasil


BHT negatif mengalami perbaikan gejala secara spontan

Berdasarkan regresi logistik untuk mengevaluasi hubungan antara


perbaikan gejala pada pasien BHT positif yang diberikan diet
rendah fruktosa dan pasien dengan BHT negatif yang tidak
menjalani diet rendah fruktosa, dengan menyesuaikan usia dan
jenis kelamin didapatkan rasio odds 2,43 (95% CI 1,32 4,45, P =
0,004)

8. Diskusi

Dalam diskusi, peneliti menjelaskan hal-hal yang relevan dengan


penelitian dan tidak mengulang hal yang sudah dikemukakan pada
hasil

Peneliti membandingkan hasil yang diperoleh dengan penelitian


sebelumnya.

Peneliti mencantumkan keterbatasan dari penelitian dan saran untuk


penelitian selanjutnya

9. Kesimpulan
Pertanyaan penelitian terjawab
10. Ucapan terima kasih

Tidak disebutkan ucapan terimakasih dalam jurnal ini.

11. Daftar pustaka

16

Mengacu pada sistem Vancouver dan ditulis secara benar sesuai


kaidah penelitian

CRITICAL APPRAISAL
1.

Apakah rumusan masalah pada penelitian ini?


Pertanyaan penelitian tidak disebutkan secara eksplisit dalam jurnal ini. Akan
tetapi tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah pada pasien
anak dengan nyeri perut kronik juga didapatkan adanya intoleransi fruktosa

17

yang diketahui melalui pemeriksaan tes hidrogen nafas standar (BHT) dan
apakah akan didapatkan perbaikan gejala dengan diet rendah fruktosa.
2. Apa metode penelitian yang digunakan? Apakah sesuai dengan rumusan
masalah?
Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan desain kohort
retrospektif, sudah sesuai untuk menjawab pertanyaan penelitian.
3.

Apa populasi target? Apa sampling framenya dan metode sampling?

Populasi Target : Pasien anak dengan nyeri perut kronis di Amerika


Serikat

Populasi Terjangkau : Pasien anak yang datang ke klinik gastroenterologi


RS Anak Mary Bridge dengan nyeri perut kronis tanpa sebab yang jelas
saja atau yang disertai dengan konstipasi, kembung, dan atau diare pada
bulan Mei 2007 sampai Agustus 2009

Sampling frame : Pasien anak yang datang ke klinik gastroenterologi RS


Anak Mary Bridge dengan nyeri perut kronis tanpa sebab yang jelas saja
atau yang disertai dengan konstipasi, kembung, dan atau diare pada bulan
Mei 2007 sampai Agustus 2009 yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.

Kriteria inklusi :
-

Pasien anak di rawat jalan


Nyeri perut kronis tanpa sebab yang jelas saja atau disertai dengan
konstipasi, kembung, dan atau diare

Kriteria eksklusi :

- Didapatkan kelainan pada skrining penyakit celiac


- Terdapat kelainan lain pada pemeriksaan patologi saluran cerna
Penentuan jumlah sampel :
- Tidak disebutkan cara penghitungan penentuan jumlah sampel
- Sampling method: random sampling
4. Apa study factor dan bagaimana pengukurannya?

18

Study factor: Nyeri perut kronis, intoleransi fruktosa

Pengukuran:
-

Nyeri perut kronis dievaluasi secara lengkap berdasarkan anamnesis


lengkap mengenai riwayat perjalanan penyakitnya, pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah, faeces, dan
endoskopi jika terdapat indikasi

Intoleransi fruktosa pada penelitian ini diukur dengan menggunakan


tes BHT untuk fruktosa

Tes BHT dilakukan dengan cara mengukur kadar hydrogen (H 2) dan


metan (CH4) sebanyak 8x dengan menggunakan mesin Microlyzer
Self-Correcting Model SC (QuinTron, Milwaukee, WI) yaitu, pada
awal pemeriksaan, tiap 15 menit pada 1 jam pertama, menit ke 90,
menit ke 120, dan menit ke 150. Hasil pemeriksaan dinyatakan
positif apabila didapatkan peningkatkan hidrogen nafas sebanyak 20
ppm di atas data awal, 30 menit setelah pemeriksaan dimulai.

5. Apa outcome factor dan bagaimana pengukurannya?

Outcome factor : perbaikan gejala nyeri perut kronis setelah pemberian


diet rendah fruktosa.

Pengukuran:
-

Dengan menggunakan standar pengukuran nyeri untuk anak dilakukan


evaluasi terhadap keluhan nyeri perut berulang setelah pemberian diet
rendah fruktosa

Kategori respon terhadap diet rendah fruktosa dinyatakan dengan


perburukan, tidak ada perbaikan, perbaikan

6. Apakah dapat terjadi kesalahan pengukuran?


Ya, dapat terjadi kesalahan pengukuran, karena persepsi mengenai nyeri pada
setiap pasien dapat bersifat subjektif walaupun untuk total skor penilaian
menggunakan standar penilaian nyeri untuk anak.

19

7. Apa saja bias yang relevan pada penelitian ini?


Terdapat bias pada penelitian ini, yaitu :
-

Bias seleksi : ada, karena pada pengambilan sampel penelitian tidak


dilakukan randomisasi

Bias recall: ada, karena kepatuhan diet dan informasi perbaikan gejala
hanya berdasarkan laporan pasien

8. Bagaimana cara perhitungan besar sampel? Apakah kekuatan penelitian


disebutkan?
Perhitungan sampel dan power pada penelitian ini tidak disebutkan.
9. Apakah analisis statistik disebutkan?
Metode statistik dipaparkan dengan cukup jelas yaitu :
-

Respon terhadap modifikasi diet dianalisis dengan menggunakan regresi

logistik dan 2-tailed z tests untuk proporsi


Hasil dinyatakan signifikan apabila P < 0,05.

10. Apa kesimpulan yang diambil dari penelitian ini?


Intoleransi / malabsorpsi fruktosa sering didapatkan pada anak dengan nyeri
perut fungsional/ berulang dan pemberian diet rendah fruktosa merupakan
terapi yang efektif.

11. Apakah setuju dengan kesimpulan ini?


Ya, saya setuju dengan kesimpulan dari penelitian ini.
12. Apakah hasil penelitian dapat diterima?
Ya, hasil penelitian dapat diterima.
13. Apakah hasil penelitian dapat diaplikasikan ke masyarakat?
Hasil dari penelitian ini dapat diaplikasikan di masyarakat.

20

EVIDENCE BASED MEDICINE


1. Research question :
Pertanyaan penelitian : Pertanyaan penelitian tidak disebutkan secara
eksplisit dalam jurnal ini. Akan tetapi tujuan penelitian ini adalah untuk
membuktikan apakah pada pasien anak dengan nyeri perut kronik juga
didapatkan adanya intoleransi fruktosa yang diketahui melalui pemeriksaan

21

tes hidrogen nafas standar (BHT) dan apakah akan didapatkan perbaikan
gejala dengan diet rendah fruktosa
P : Population : Pasien anak yang datang ke klinik gastroenterologi RS
Anak Mary Bridge dengan nyeri perut kronis tanpa sebab yang jelas
saja atau yang disertai dengan konstipasi, kembung, dan atau diare pada
bulan Mei 2007 sampai Agustus 2009
I : Indikator : Pemberian diet rendah fruktosa pada pasien nyeri perut
kronis dengan BHT (+)
C : Control : Pemberian diet biasa pada pasien nyeri perut kronis dengan
BHT (-)
O : Outcome : perbaikan gejala nyeri perut
2. Kemana penelitian ini ditujukan ?
Ditujukan untuk membuktikan intoleransi fruktosa sebagai salah satu
penyebab nyeri perut kronis yang bersifat fungsional dan dapat diterapi
dengan pemberian diet rendah fruktosa
3. Apakah PICO pada penelitian ini sudah cukup ?
PICO penelitian ini sudah cukup untuk menjawab pertanyaan penelitian
4. Seberapa jauh penelitian ini sudah dilakukan?

Sebagian besar penelitian mengenai hubungan antara nyeri perut kronis


dan intoleransi fruktosa dilakukan pada orang dewasa

Walaupun mekanismenya sudah jelas pada pasien dewasa, pada anak


belum banyak penelitian mengenai hal ini

Penelitian ini bukanlah penelitian pertama mengenai malabsorbsi fruktosa


pada anak, tetapi merupakan penelitian yang paling banyak menggunakan subyek
penelitian dan yang pertama membandingkannya dengan populasi kontrol

Nilai yang dipilih pada penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan pada orang dewasa. Tes BHT pasien dinyatakan positif apabila terdapat
peningkatan kadar hidrogen ekspirasi 20 ppm setelah mencerna 1gr/kgBB

22

fruktosa, tetapi tidak lebih dari 25 gram. Meskipun tidak ada nilai definitif sebagai
cutoff peningkatan hidrogen, sebagian besar penelitian menggunakan peningkatan
kadar hidrogen lebih dari 20 ppm sebagai nilai positif

Pada beberapa penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa orang dewasa


sehat dapat mengabsorbsi 15 gram fruktosa dan beberapa orang dewasa sehat
mulai menunjukkan adanya gejala malabsorbsi setelah mengonsumsi 25 gram
fruktosa (mencapai 40%). Oleh karena itu, kadar fruktosa 25 gram dipilih sebagai
dosis maksimal untuk mendiagnosis adanya malabsorbsi fruktosa berdasarkan tes
BHT
5. Apa hasil penelitian ini ?

Subyek penelitian adalah 222 orang pasien dengan rentang usia antara 2
tahun hingga 19 tahun dengan rerata usia adalah 10,5 tahun

121 dari 222 pasien (54,5%) dengan hasil BHT positif yang
mengindikasikan adanya intoleransi fruktosa

101 dari 222 pasien (45,5%) didapatkan hasil BHT negatif untuk
intoleransi fruktosa

Dengan menggunakan penilaian standar skala nyeri untuk anak didapatkan


93 dari 112 pasien (76,9%) mengalami perbaikan gejala dengan diet
rendah fruktosa

Pada 55 dari 101 pasien (54,4%) dengan hasil BHT negatif didapatkan
adanya perbaikan gejala tanpa menjalani diet rendah fruktosa

Pada pasien dengan hasil tes BHT positif, 76,9% diantaranya mengalami
perbaikan dengan menjalani diet rendah fruktosa (95% CI 68.683.5,
P<0.0001)

54,5% pasien lainnya (95% CI 44.863.8, P = 0.37) dengan hasil BHT


negatif mengalami perbaikan gejala secara spontan

Berdasarkan regresi logistik untuk mengevaluasi hubungan antara


perbaikan gejala pada pasien BHT positif yang diberikan diet rendah
fruktosa dan pasien dengan BHT negatif yang tidak menjalani diet rendah

23

fruktosa, dengan menyesuaikan usia dan jenis kelamin didapatkan rasio


odds 2,43 (95% CI 1,32 4,45, P = 0,004)
VALIDITAS
1. Apakah observasi dipengaruhi bias?
Observasi dipengaruhi oleh beberapa bias diantaranya adalah bias seleksi
karena pada pengambilan sampel penelitian tidak dilakukan randomisasi dan
bias recall karena kepatuhan diet dan informasi perbaikan gejala hanya
berdasarkan laporan pasien
2. Apakah outcome dinilai dengan kriteria objektif, bila mungkin
tersamar?
Outcome pada penelitian ini yaitu perbaikan gejala nyeri perut setelah
pemberian diet rendah fruktosa didapatkan berdasarkan informasi dari pasien
selama follow up, tetapi tidak didapatkan kriteria yang objektif maupun
tersamar untuk pengukuran perbaikan gejala nyeri perut
3. Apakah pasien memiliki karakteristik dasar yang sama pada awal
penelitian ?
Ya. Disebutkan bahwa pasien mempunyai karakteristik klinik dasar yang
sama yaitu pasien adalah pasien anak yang datang ke klinik gastroenterologi
dengan keluhan nyeri perut, baik tanpa maupun dengan gejala penyerta
seperti kembung, konstipasi, atau diare yang kemudian

dilakukan

pemeriksaan lengkap, termasuk anamnesis lengkap mengenai riwayat


perjalanan penyakitnya, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan darah, faeces, dan endoskopi jika terdapat indikasi.
Seluruh pasien juga diskrining penyakit celiac
4. Apakah kriteria diagnosis, derajat penyakit, morbiditas, keadaan
demografi yang digunakan untuk inklusi dijabarkan dengan jelas?
Kriteria inklusi di atas dijabarkan dengan cukup jelas, tetapi tidak disebutkan
batas usia yang termasuk dalam subyek penelitian, hanya disebutkan pasien
anak

24

IMPORTANCY
1. Seberapa besar efek dan kepentingan klinis dari penelitian ini?
Efek dan kepentingan klinis dari penelitian ini adalah membuktikan bahwa :
Intoleransi / malabsorpsi fruktosa sering didapatkan pada anak dengan

nyeri perut fungsional/ berulang


Pemberian diet rendah fruktosa merupakan terapi yang efektif untuk nyeri
perut kronis pada anak

2.

Apakah hasil penelitian ini dapat menjawab permasalahan di


lingkungan saya?
Ya, hasil penelitian ini dapat menjawab permasalahan di lingkungan saya

APPLICABILITY
1. Apakah hasil penelitian dapat diterapkan pada pasien yang dihadapi?
Ya, hasil penelitian dapat diterapkan pada subyek penelitian ini yaitu pasien
anak dengan nyeri perut kronis berulang
2. Apakah karakteristik pasien saya sangat berbeda dengan penelitian
tersebut hingga hasil penelitian ini tidak dapat diterapkan?
Karakteristik pasien saya tidak berbeda dengan pasien dalam penelitian ini
sehingga hasil penelitian ini dapat diterapkan.
3. Apakah ada halangan dalam penerapan hasil penelitian tersebut?
Ya, karena untuk melakukan tes BHT fruktosa yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi adanya intoleransi fruktosa belum dapat dilakukan, tetapi
penerapan diet rendah fruktosa untuk pasien nyeri perut kronis dapat
dilakukan

25

Anda mungkin juga menyukai