Definisi Hipersensitivitas
Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah
dipajankan atau dikenal sebelumnya (Buku imunologi) atau respon imun yang berlebihan dan
yang tidak diinginkan karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. (Buku IPD)
Klasifikasi Hipersensitivitas
a. Menurut waktu timbulnya reaksi
- Reaksi cepat
Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang antara
alergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi penglepasan mediator vasoaktif.
Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis berat.
- Reaksi intermediet
Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi
intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan pejamu yang disebabkan oleh sel neutrofil
atau sel NK. Manifestasi reaksi intermediet berupa :
1.Reaksi transfusi darah (eritroblastosis, fetalis, dan anemia hemolitik autoimun).
2.Reaksi Arthus lokal dan reaksi sistemik (serum sickness, vaskulitis nekrotis,
glomerulonefritis, artritis reumatoid dan LES).
- Reaksi lambat
Reaksi lambat terlihat sekitar 48 jam setalah terjadi pajanan dengan antigen yang terjadi oleh
aktivasi oleh sel Th. Pada DTH, sitokin yang dilepas sel T mengaktifkan sel efektor makrofag
yang menimbulkan kerusakan jaringan. Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak, reaksi
M. Tuberkulosis dan reaksi penolakan tandur.
Perbedaan
Waktu timbul
reaksi
Reaksi cepat
Hitungan
detik
Reaksi intermediet
Terjadi
setelah
beberapa jam terpajan
Reaksi lambat
Terjadi setelah 48
jam terpajan
Pajanan dengan mengaktifkan sel Th2 yang merangsang sel B berkembang menjadi sel plasma
yang memproduksi IgE. Molekul IgE yang dilepas diikat oleh FceR1 pada sel mast dan basofil
(banyak molekul IgE dengan berbagai spesifisitas dapat diikat FceR1). Pajanan kedua dengan
alergen menimbulkan ikatan silang antara antigen dan IgE yang diikat sel mast, memacu
penglepasan mediator farmakologis aktif (amin vasoaktif) dari sel mast dan basofil. Mediatormediator tersebut menimbulkan kontraksi otot polos, meningkatkan permeabilitas vaskular dan
vasodilatasi, kerusakan jaringan dan anafilaksis.
Mediator primer utama pada hipersensitivitas Tipe 1
Mediator
Efek
Peningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot
Histamin
polos, sekresi mukosa gaster
ECF-A
Kemotaksis eosinofil
2
NCF-A
Eosinophil chemotactic
Neutrophil chemotactic
Protease
PAF
Hidrolase asam
NCA
BK-A
Proteoglikan
Enzim
Kemotaksis neutrofil
Kemotaktik untuk eosinofil
Kemotaktik untuk neutrofil
Sekresi mukus bronkial, degradasi membran basal pembuluh
darah, pembentukan produk pemecah komplemen
Agregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos paru
Degradasi matriks ekstraseluler
Kemotaksis neutrofil
Kalikrein : kininogenase
Heparin, kondrotin sulfat, sulfat dermatan; mencegah komplemen
yang menimbulkan koagulasi (?)
Kimase, triptase, proteolisis
(asal laut, kacang-kacangan), obat atau sengatan serangga dan juga lateks, latihan jasmani dan
bahan anafilaksis, pemicu spesifiknya tidak dapat diidentifikasi.
c. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid
Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid adalah reaksi sistemik umum yang melibatkan
pengelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE. Mekanisme pseudoalergi
merupakan mekanisme jalur efektor nonimun. Secara klinis reaksi ini menyerupai reaksi Tipe I
seperti syok, urtikaria, bronkospasme, anafilaksis, pruritis, tetapi tidak berdasarkan atas reaksi
imun. Manifestasi klinisnya sering serupa, sehingga kulit dibedakan satu dari lainnya. Reaksi
ini tidak memerlukan pajanan terdahulu untuk menimbulkan sensitasi. Reaksi anafilaktoid
dapat ditimbulkan antimikroba, protein, kontras dengan yodium, AINS, etilenoksid, taksol,
penisilin, dan pelemas otot.
Reaksi Alergi
Jenis Alergi
Anafilaksis
Urtikaris akut
Rinitis alergi
Asma
Makanan
Ekzem atopi
Alergen Umum
Gambaran
Edema
dengan
peningkatan
permeabilitas kapiler, okulasi trakea ,
Obat, serum, kacang-kacangan
koleps
sirkulasi
yang
dapat
menyebabkan kematian
Sengatan serangga
Bentol, merah
Polen, tungau debu rumah
Edema dan iritasi mukosa nasal
Konstriksi bronkial, peningkatan
Polen, tungau debu rumah
produksi mukus, inflamasi saluran
nafas
Kerang, susu, telur, ikan, bahan Urtikaria yang gatal dan potensial
asal gandum
menjadi anafilaksis
Inflamasi pada kulit yang terasa
Polen, tungau debu runah,
gatal, biasanya merah dan ada
beberapa makanan
kalanya vesikular
dilibatkan. Ab terhadap antigen permukaan sel menimbulkan destruksi sel dengan bantuan
komplemen atau ADCC.
Manifestasi Klinis Hipersensitivitas Tipe II
Manifestasi khas : reaksi transfusi, eritroblastosis fetalis, anemia hemolitik autoimun .
1). Reaksi transfusi
a. Sejumlah besar protein dan glikoprotein pada membran SDM disandi oleh berbagai gen.
b. Individu golongan darah A mendapat transfusi golongan B terjadi reaksi transfusi, karena anti
B isohemaglutinin berikatan dengan sel darah B yang menimbulkan kerusakan darah direk
oleh hemolisis masif intravascular. Reaksi dapat cepat atau lambat .
-Reaksi cepat :
Disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO yang dipacu oleh IgM. Dalam
beberapa jam hemoglobin bebas dapat ditemukan dalam plasma dan disaring melalui ginjal
dan menimbulkan hemaglobinuria. Beberapa hemaglobin diubah menjadi bilirubin yang pada
kadar tinggi bersifat toksik.
Gejala khas : Demam, menggigil, nausea, bekuan dalam pembuluh darah, nyeri pinggang
bawah, dan hemoglobinuria.
-Reaksi lambat:
Terjadi pada orang yang mendapat transfusi berulang dengan darah yang kompatibel ABO
namun inkompatibel dengan golongan darah yang lain. Terjadi 2-6 hari setelah transfusi.
Darah yang ditransfusikan memacu pembentukan IgG terhadap berbagai antigen membran
golongan darah, tersering adalah golongan resus, Kidd, Kell, dan Duffy
2). Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir
Ditimbulkan oleh inkompatibilitas Rh dalam kehamilan, yaitu pada ibu dengan golongan darah
rhesus dan janin dengan rhesus (+).
3). Anemia hemolitik
a. Antibiotika tertentu seperti penisilin, sefalosporin, dan streptomisin dapat diabsorbsi non
spesifik pada protein membran SDM yang membentuk kompleks serupa kompleks molekul
hapten pembawa
b. Pada beberapa penderita, kompleks membentuk ab yang selanjutnya mengikat obat pada SDM
dan dengan bantuan komplemen menimbulkan lisis dengan dan anemia progresif.
Reaksi hipersensitivitas tipe III atau yang disebut juga reaksi kompleks imun adalah reaksi imun
tubuh yang melibatkan kompleks imun yang kemudian mengaktifkan komplemen sehingga
terbentuklah respons inflamasi melalui infiltrasi masif neutrofil.
Mekanisme Hipersensitivitas Tipe III
Hal yang memungkinkan kompleks imun mengendap di jaringan adalah ukuran kompleks imun
yang kecil dan permeabilitas vaskuler yang meningkat. Hal tersebut terjadi karena histamin yang
dilepas oleh sel mast.
Manifestasi klinis Hipersensitivitas Tipe III
Manifestasi khas : reaksi lokal seperti Arthus dan sistemik seperti serum sickness, vaskulitis
dengan nekrosis, glomerulonefritis, AR dan LES .
A. Reaksi Lokal atau Fenomena Arthus
Pada mulanya, Arthus menyuntikkan serum kuda ke kelinci secara berulang di tempat yang
sama. Dalam waktu 2-4 jam, terdapat eritema ringan dan edem pada kelinci. Lalu setelah sekitar
5-6 suntikan, terdapat perdarahan dan nekrosis di tempat suntikan. Hal tersebut adalah fenomena
Arthus yang merupakan bentuk reaksi kompleks imun. Antibodi yang ditemukan adalah
presipitin. Reaksi Arthus dalam kilinis dapat berupa vaskulitis dengan nekrosis.
Mekanisme pada reaksi arthus adalah sebaga berikut :
1. Neutrofil menempel pada endotel vaskular kemudian bermigrasi ke jaringan tempat kompleks
imun diendapkan. Reaksi yang timbul yaitu berupa pengumpulan cairan di jaringan (edema)
dan sel darah merah (eritema) sampai nekrosis.
2. C3a dan C5a yag terbentuk saat aktivasi komplemen meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah sehingga memperparah edema. C3a dan C5a juga bekerja sebagai faktor kemotaktik
sehingga menarik neutrofil dan trombosit ke tempat reaksi. Neutrofil dan trombosit ini
kemudian menimbulkan statis dan obstruksi total aliran darah.
3. Neutrofil akan memakan kompleks imun kemudian akan melepas bahan-bahan seperti
protease, kolagenase dan bahan-bahan vasoaktif bersama trombosit sehingga akan
menyebabkan perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat.
B. Reaksi Sistemik atau Serum Sickness
Antibodi yang berperan dalam reaksi ini adalah IgG atau IgM dengan mekanisme sebagai
berikut:
1. Komplemen yang telah teraktivasi melepaskan anafilatoksin (C3a dan C5a) yang memacu sel
mast dan basofil melepas histamin.
2. Kompleks imun lebih mudah diendapkan di daerah dengan tekanan darah yang tinggi dengan
putaran arus (contoh: kapiler glomerulus, bifurkasi pembuluh darah, plexus koroid, dan korpus
silier mata)
3. Komplemen juga menimbulkan agregasi trombosit yang membentuk mkrotrombi kemudian
melepas amin vasoaktif. Bahan-bahan vasoaktiv tersebut mengakibatkan vasodilatasi,
peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan inflamasi.
4. Neutrofil deikerahkan untuk menghancurkan kompleks imun. Neutrofil yang terperangkap di
jaringan akan sulit untuk memakan kompleks tetapi akan tetap melepaskan granulnya (angry
cell) sehingga menyebabkan lebih banyak kerusakan jaringan.
5. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut juga meleaskan mediator-mediator antara lain
enzim-enzim yang dapat merusak jaringan
7
Dari mekanisme diatas, beberapa hari minggu setelah pemberian serum asing akan mulai
terlihat manifestasi panas, gatal, bengkak-bengkak, kemerahan dan rasa sakit di beberapa bagian
tubuh sendi dan kelenjar getah bening yang dapat berupa vaskulitis sistemik (arteritis),
glomerulonefritis, dan artiritis. Reaksi tersebut dinamakan reaksi Pirquet dan Schick.
. Memahami Dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe IV
Definisi Hipersensitivitas Tipe IV
Merupakan hipersensitivitas tipe lambat yang dikontrol sebagian besar oleh reaktivitas sel T
terhadap antigen. Reaksi hipersensitivitas tipe IV telah dibagi dalam DTH yang terjadi melalui
sel CD4 dan T Cell Mediated Cytolysis yang terjadi melalui sel CD8 .
Mekanisme Hipersensitivitas Tipe IV
Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV :
a. Fase sensitasi
Membutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Th diaktifkan oleh APC
melalui MHC-II. Berbagai APC (sel Langerhans/SD pada kulit dan makrofag) menangkap
antigen dan membawanya ke kelenjar limfoid regional untuk dipresentasikan ke sel T sehingga
terjadi proliferasi sel Th1 (umumnya).
b. Fase efektor
Pajanan ulang dapat menginduksi sel efektor sehingga mengaktifkan sel Th1 dan melepas sitokin
yang menyebabkan :
- Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin (makrofag dan sel inflamasi). Gejala
biasanya muncul nampak 24 jam setelah kontak kedua.
- Menginduksi monosit menempel pada endotel vaskular, bermigrasi ke jaringan sekitar.
- Mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai APC, sel efektor, dan menginduksi sel Th1
untuk reaksi inflamasi dan menekan sel Th2.
Mekanisme kedua reaksi adalah sama, perbedaannya terletak pada sel T yang teraktivasi. Pada
Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV, sel Th1 yang teraktivasi dan pada T Cell Mediated
Cytolysis, sel Tc/CTL/ CD8+ yang teraktivasi.
Granuloma terbentuk pada : TB, Lepra, Skistosomiasis, Lesmaniasis dan Sarkoidasis .
Manifestasi klinik Hipersensitivitas Tipe IV
Manifestasi khas : Dermatitis kontak, Lesi tuberculosis dan penolakan tandur .
- Dematitis kontak
Merupakan penyakit CD8+ yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang tidak berbahaya
seperti formaldehid, nikel, bahan aktif pada cat rambut (contoh reaksi DTH).
- Hipersensitivitas tuberkulin
8
Bentuk alergi spesifik terhadap produk filtrat (ekstrak/PPD) biakan Mycobacterium tuberculosis
yang apabila disuntikan ke kulit (intrakutan), akan menimbulkan reaksi ini berupa kemerahan
dan indurasi pada tempat suntikan dalam 12-24 jam. Pada individu yang pernah kontak dengan
M. tuberkulosis, kulit akan membengkak pada hari ke 7-10 pasca induksi. Reaksi ini
diperantarai oleh sel CD4+.
- Reaksi Jones Mote
Reaksi terhadap antigen protein yang berhubungan dengan infiltrasi basofil yang mencolok pada
kulit di bawah dermis, reaksi ini juga disebut sebagai hipersensitivitas basofil kutan. Reaksi ini
lemah dan nampak beberapa hari setelah pajanan dengan protein dalam jumlah kecil, tidak
terjadi nekrosis jaringan. Reaksi ini disebabkan oleh suntikan antigen larut (ovalbumin) dengan
ajuvan Freund.
- Penyakit CD8+
Kerusakan jaringan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang langsung membunuh sel sasaran.
Penyakit ini terbatas pada beberapa organ saja dan biasanya tidak sistemik, contoh pada infeksi
virus hepatitis.
Memahami Dan Menjelaskan Antihistamin Dan Kortikosteroid
A. Antihistamin
Antihistamin atau antagonis histamin adalah zat yang mampu mencegah pelepasan atau kerja
histamin. Ada banyak golongan obat yang termasuk dalam antihistamin, yaitu antergan,
neontergan, difenhidramin, dan tripelenamin yang efektif untuk mengobati edema, eritem, dan
pruritus, dan yang baru ini ditemukan adalah burinamid, metiamid, dan simetidin untuk
menghambat sekresi asam lambung akibat histamin. Ada 2 jenis antihistamin, yaitu Antagonis
reseptor H1 (AH1) dan Antagonis reseptor H2 (AH2).
1). Antagonis reseptor H1 (AH1)
a. Farmakodinamik :
AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, bermacam otot polos, selain
itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai
penglepasan histamin endogen berlebihan.
b. Farmakokinetik :
Efek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal
setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 umumnya 4-6 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru
sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama
biotransformasi AH1 ialah hati. AH1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam
bentuk metabolitnya
c. Indikasi :
AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan mencegah atau
mengobati mabuk perjalanan.
d. Efek samping :
9
Efek samping yang paling sering adalah sedasi. Efek samping yang berhubungan dengan AH1
adalah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah,
insomnia, tremor, nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi
atau diare,mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, dan lemah pada
tangan.
2). Antagonis reseptor H2 (AH2)
Antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung. Antagonis reseptor H2 yang
ada dewasa ini adalah simetidin, ranitidin, famotidine, dan nizatidin.
1. Simetidin dan Ranitidin
a. Farmakodinamik :
Simetadin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Kerjanya
menghambat sekresi asam lambung. Simetadin dan ranitidin juga mengganggu volume dan
kadar pepsin cairan lambung.
b. Farmakokinetik :
Absorpsi simetidin diperlambat oleh makan, sehingga simetidin diberikan bersama atau segera
setelah makan dengan maksud untuk memperanjang efek pada periode pasca makan. Ranitidin
mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah pemberian
oral. Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja.
c. Indikasi :
Efektif untuk mengtasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhannya.
Selain itu, juga efektif untuk mengatasi gejala dan mempercepat penyembuhan tukak lambung.
Dapat pula untuk gangguan refluks lambung-esofagus.
d. Efek samping :
Efek sampingnya rendah, yaitu penghambatan terhadap resptor H2, seperti nyeri kepala,
pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam, kulit, pruritus, kehilangan libido dan
impoten.
2. Famotidin
a. Farmakodinamik :
Famotidin merupakan AH2sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung pada keadaan
basal, malam, dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin 3 kali lebih poten daripada
ramitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin.
b. Farmakokinetik :
Famotidin mencapai kadarpuncak di plasma kira kira dalam 2 jam setelah penggunaan secara
oral, masa paruh eliminasi 3-8 jam. Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida. Pada pasien
gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat melibihi20 jam.
c. Indikasi :
Efektifitas pbat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung, refluks esofagitis, dan untuk
pasiendengan sindrom Zollinger-Ellison.
d. Efek samping :
10
Efek samping ringan dan jarang terjadi, seperti sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare, dan
tidak menimbulkan efek antiandrogenik.
3. Nizatidin
a. Farmakodinamik :
Potensi nizatin daam menghambat sekresi asam lambung.
b. Farmakokinetik :
Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam, masa paruh plasma
sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengn 10 jam, disekresi melalui ginjal.
c. Indikasi :
Efektifitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua kali sehari selama 8 minggu, tukak
lambung, refluks esofagitis, sindrom Zollinger-Ellion.
d. Efek samping :
Efek samping ringan saluran cerna dapat terjadi, dan tidak memiliki efek antiandrogenik
B. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di kulit kelenjar adrenal.
Hormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap
stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat,
pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku. Kortikosteroid bekerja dengan
mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran
plasma secara difusi pasif.
a. Farmakodinamik :
-Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.selain itu juga
mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain.
-Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu
glukokortikoid dan mineralokortikoid.
1. Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek antiinflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil.
2. Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan
pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar sangat kecil.
-Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan massa kerjanya.
1. Sediaan kerja singkat mempunyai masa paruh biologis kurang dari 12 jam.
2. Sediaan kerja sedang mempunyai masa paruh biologis antara 12-36 jam.
3. Sediaan kerja lama mempunyai masa paruh biologis lebih dari 36 jam.
b. Farmakokinetik :
Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mulai kerja dan lama kerja
karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan ikatan protein.
Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang sinovial.
Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek
sistematik, antara lain supresi korteks adrenal.
11
c. Indikasi :
Dari pengalaman klinis diajukan 6 prinsip yang harus diperhatikan sebelum obat ini digunakan:
-Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial dan error dan
harus di evaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit.
-Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya.
-Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik, tidak
membahayakan kecuali dengan dosis sangat besar.
-Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih dari hingga dosis melebihi dosis
substisusi, insidens efek samping dan efek letal potensial akan bertambah.
-Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan merupakan terapi
kausal ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek anti-inflamasinya.
-Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar,
mempunyai risiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa pasien.
d. Kontraindikasi :
Sebenarnya sampai sekarang tidak ada kontraindikasi absolut kortikosteroid. Pemberian dosis
tunggal besar bila diperlukan selalu dapat dibenarkan, keadaan yang mungkin dapat
merupakan kontraindikasi relatif dapat dilupakan, terutama pada keadaan yang mengancam
jiwa pasien.
Bila obat akan diberikan untuk beberapa hari atu beberapa minggu, kontraindikasi relatif yaitu
diabetes melitustukak peptik/duodenum, infeksi berat, hipertensi atau gangguan sistem
kardiovaskular lainnya.
e. Efek samping :
-Efek samping dapat timbul karena peenghentian pemberian secara tiba-tiba atau pemberian
terus-menerus terutama dengan dosis besar.
-Pemberian kortikosteroid jangka lama yang dihentikan tiba-tiba dapat menimbulkan
insifisiensi adrenalm akut dengan gejala demam, malgia, artralgia dan malaise.
-Komplikasi yang timbul akibat pengobatan lama ialah gangguan cairan dan elektrolit ,
hiperglikemia dan glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama tuberkulosis, pasien tukak
peptik mungkin dapat mengalami pendarahan atau perforasi, osteoporosis dll.
-Alkalosis hipokalemik jarang terjadi pada pasien dengan pengobatan derivat kortikosteroid
sintetik.
-Tukak peptik ialah komplikasi yang kadang-kadang terjadi pada pengobatan dengan
kortikosteroid. Sebab itu bila bila ada kecurigaan dianjurkan untuk melaakukan pemeriksaan
radiologik terhadap saluran cerna bagian atas sebelum obat diberikan.
Landasan hokum terhadap alergi obat dalam islam
Maslahah :
Kitab al-Mustashfa, Imam al-Ghazali mengemukakan penjelasan tentang al-maslahah yaitu:
Pada dasarnya al-maslahah adalah suatu gambaran untuk mengabil manfaat atau
menghindarkan kemudaratan, tapi bukan itu yang kami maksudkan, sebab meraih manfaat dan
12
2:219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya itu
terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya.
1. Firman Allah taala :
(157 : )
Dan dia menghalalkan yang baik bagi mereka serta mengharamankan bagi mereka segala sesuatu
yang buruk ( al araf : 157 )
Rokok termasuk hal yang buruk dan membahayakan diri sendiri , dan orang lain serta tak sedap
baunya.
2. ( 195 : )
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan ( al baqoroh : 195)
Rokok mengakibatkan penyakit yang bisa membinasakan seperti kanker, penyakir paru-paru dan
lain sebagainya.
3. ( 29 : )
Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah terhadap kalian Maha menyayangi
( an nisa : 29 )
Rokok bisa membunuh penghisapnya secara perlahan-lahan.
4. ( 19 : )
Dosa keduanya ( minuman keras dan judi ) lebih besar dari pada manfaatnya. (QS AlBaqoroh : 219 )
Rokok bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya baik bagi dirinya sendiri ataupun orang lain.
5. ( 26 : )
Janganlah menghambur-hamburkan ( hartamu ) dengan boros, sesungguhnya pemborosan itu
adalah saudaranya syaithon. (QS Al-Isra : 26 )
Membeli rokok adalah merupakan pemborosan dan pemborosan termasuk perbuatannya
syaithon.
6. Rasulullah Shallallahualaihi wasallam bersabda :
tidak boleh membahayakan diri sendiri ataupun orang lain
Merokok membahayakan si perokok, menganggu orang lain dan membuang-buang harta.
7. Sabda Nabi Muhammad Shallallahualaihi wasallam :
( ) ( )
Allah membenci untukmu perbuatan menyia-yiakan harta. ( HR bukhari-muslim ).
Merokok adalah menyia-nyiakan harta dan dibenci Allah.
14