Puskesmas
1.1. Defenisi Puskesmas
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi
kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat
yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan
secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam
bentuk kegiatan pokok. Menurut Depkes RI (2004) puskesmas merupakan unit
pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerja (Effendi, 2009).
Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan
yang menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif
(pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan) dan rehabilitatif (pemulihan
kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk dengan tidak
membedakan jenis kelamin dan golongan umur, sejak dari pembuahan dalam
kandungan sampai tutup usia (Effendi, 2009).
1.2. Tujuan Puskesmas
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas
adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang yang
bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya (Trihono, 2005).
Universitas Sumatera Utara
(Trihono, 2005).
Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya
ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan
wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah
Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah upaya promosi kesehatan,
upaya kesehatan lingkungan, upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga
berencana, upaya perbaikan gizi masyarakat, upaya pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular serta upaya pengobatan (Trihono, 2005).
Sedangkan upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang
ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat
serta disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan
pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah
ada yaitu upaya kesehatan sekolah, upaya kesehatran oleh raga, upaya perawatan
kesehatan masyarakat, upaya kesehatan kerja, upaya kesehatan gigi dan mulut,
Universitas Sumatera Utara
upaya kesehatan jiwa, upaya kesehatan mata, upaya kesehatan usia lanjut dan
upaya pembinaan pengobatan tradisional (Trihono, 2005).
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula bersifat upaya
inovasi yakni upaya diluar upaya puskesmas tersebut di atas yang sesuai dengan
kebutuhan. Pengembangan dan pelaksanaan upaya inovasi ini adalah dalam
rangka mempercepat tercapainya visi puskesmas (Trihono, 2005).
Pemilihan upaya kesehatan pengembangn ini dilakukan oleh puskesmas
bersama dinas kesehatan kabupaten/kota dengan mempertimbangkan masukan
dari konkes/BPKM/BPP. Upaya kesehatan pengembangan dilakukan apabila
upaya kesehatan wajib puskesmas telah terlaksana secara optimal dalam arti target
cakupan serta peningkatan mutu pelayanan telah tercapai. Penetapan upaya
kesehatan pengembangan pilihan puskesmas ini dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota. Dalam keadaan tertentu upaya kesehatan pengembangan
puskesmas dapat pula ditetapkan sebagai penugasan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota (Trihono, 2005).
Apabila puskesmas belum mampu menyelenggarakan upaya kesehatan
pengembangan padahal telah menjadi kebutuhan masyarakat, maka dinas
kesehatan kabupaten/kota bertanggung jawab dan wajib menyelenggarakannya.
Untuk itu, dinas kesehatan kabupaten/kota perlu dilengkapi dengan berbagai unit
fungsional lainnya (Trihono, 2005).
Perlu diingat meskipun puskesmas menyelenggarakan pelayanan medik
spesialistik dan memiliki tenaga spesialis, kedudukan dan fungsi puskesmas tetap
Universitas Sumatera Utara
pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horizontal dalam arti antar sarana
pelayanan kesehatan yang sama (Trihono, 2005).
1.7. PHC (Primary Health Care)
PHC merupakan hasil pengkajian, pemikiran dan pengalaman dalam
membangun kesehatan di banyak Negara yang diawali dengan kampanye massal
pada tahun 1950-an dalam pemberantasan penyakit menular. Pada tahun 1960,
teknologi kuratif dan preventif mengalami kemajuan. Oleh karena itu, timbullah
pemikiran untuk mengembangkan konsep upaya dasar kesehatan. Tahun 1977
Universitas Sumatera Utara
DBD dan ancaman keracunan makanan akibat dari kebiasaannya makan makanan
diluar (Sudarma, 2008).
Pada masa remaja membutuhkan pembinaan kesehatan. Diantaranya
peribadahan dan pranata-pranata tertentu, juga terwujud dalam sikap dan tindakan
terhadap sesama manusia dan lingkungannya. Salah satu unsur yang menjadi
dasar bagi seluruh bangunan keagamaan adalah keyakinan, dengan dasar tersebut
hidup keagamaan akan mengandung subjektivitas. Keyakinan subjektif yang
menjadi landasan kehidupan agama menjadi sesuatu yang betul-betul pribadi dan
tidak mungkin diganggu gugat atau dipaksakan oleh orang lain, termasuk oleh
diperoleh manusia sebagai anggota sebuah masyarakat. Atau dengan kata lain
konsep dari suatu sistem serta peraturan dan makna, yang pernyataannya
tergambar melalui cara manusia menjalani kehidupan. Latar belakang budaya
mempunyai pengaruh yang penting terhadap bermacam aspek kehidupan manusia
yaitu kepercayaan, tanggapan, emosi, bhasa, agama, bentuk keluarga, diet,
pakaian dan bahasa tubuh. Konsep tentang kehidupan, sakit dan bentuk
kemalangan lain yang mempunyai pengaruh yang penting terhadap bermacammacam aspek kehidupan manusia yaitu kepercayaan, tanggapan, emodi, bahasa,
agama, bentuk keluarga, sakit dan bentuk kemalangan lain yang mempunyai
implikasi yang penting terhadap kesehatan dan pemeliharaan kesehatan.
Konsep budaya kadang kala disalahartikan atau penggunaannya
disalahgunakan oleh masyarakat. Misalnya, budaya tidak pernah homogen, dan
dengan itu pula seseorang selalu mengelak dari pada menggunakan kenyataan
umum untuk memilih-milih kepercayaan dan kelakuan seseorang. Peranan budaya
merupakan peranan yang senantiasa dilihat berdasarkan konteksnya. Konteks itu
Universitas Sumatera Utara
terdiri dari beberapa unsur-unsur sejarah, ekonomi, sosial, politik, geografi. Ini
berarti budaya merupakan satu kumpulan manusia, pada masa tertentu, senantiasa
dipengaruhi faktor-faktor lain. Maka kepercayaan budaya dan perilaku budaya
yang asli dapat dipisahkan dari kontek ekonomi. Misalnya seseorang bertindak
seperti makan hanya sebagian dari makanan, tinggal di rumah yang sempit dan
tidak berobat ke dokter pada saat sakit.
Kebudayaan meresap dalam kehidupan kita. Dari kepercayaan dasar
tentang sifat-sifat hakiki alam semesta dan akan adanya sesuatu yang supranatural
(di atas alam, mengenai ke Tuhanan), sampai dengan makanan khusus yang kita
makan dan alat-alat yang kita pakai untuk makan, kita berpikir dan bertindak
sesuai dengan kebudayaan atau kultur kita (Maramis, 2006).
Kesehatan para anggota masyarakat berhubungan dengan pola kebudayaan
mereka. Jelas bahwa praktik diet dan kebersihan dapat mempengaruhi timbulnya
penyakit tertentu, tetapi praktik-praktik lain dari kebudayaan dapat mempengaruhi
juga resiko timbulnya penyakit, misalnya memotong tali pusat bayi baru lahir
dengan bambu tajam yang tidak disterilkan dapat mengakibatkan tetanus
neonatorum. Dan dalam masyarakat kita sekarang, merokok, minum minuman
keras dan sebagainya membawa resiko terhadap kesehatan (Maramis,2006).
Disamping timbulnya penyakit, kebudayaan sedikit banyaknya
menentukan bagaimana penyakit ini terjadi atau apa yang merupakan penyebab
suatu kondisi tidak enak. Tidak sukar menemukan contoh pengaruh kebudayaan
terhadap persepsi sakit dan reaksi-reaksi terhadapnya. Banyak kebudayaan
Universitas Sumatera Utara
mempunyai sistem klasifikasi penyakit yang sangat berbeda dengan yang dari
kedokteran modern. Menurut Paul (1995) dalam Marasmis menceritakan suatu
kebudayaan yang mempunyai lima kategori dasar untuk penyakit, tetapi hanya
dua yang dikonsultasikan kepada dokter modern yaitu obstruksi usus dan terkena
panas atau dingin berlebihan. Tiga yang lain adalah terkena angin yang jahat,
gangguan emosi yang hebat dan ketularan orang yang tidak bersih secara ritual
ditangani dengan pengobatan popular. Pengobatan modern dianggap tidak
mempan terhadap penyakit-penyakit ini. Kadang-kadang tuberculosis dianggap
karena ketakutan sehingga tidak diobati dengan kedokteran modern. Dalam
kebudayaan kita, tidak sedikit orang percaya bahwa ada penyakit yang dibikin
oleh dukun, disantet dan sebagainya dan banyak yang percaya akan masuk
angin, kena angin jahat, kemasukan roh orang lain atau roh jahat yang
menguasai orang itu, dan sebagainya yang hanya dapat disembuhkan dengan caracara tertentu atau oleh dukun. Sering orang yang terkena penyakit pergi sekaligus
ke dukun, ke paranormal, ke dokter atau juga berdoa (Maramis,2006).
Contoh yang paling dramatis mengenai efek kebudayaan terhadap kesehatan
adalah kematian akibat ilmu sihir pada orang-orang yang percaya akan hal itu.
Orang yang percaya bahwa ia telah terkena sihir, tidak mau makan atau minum
dan mengalami dan mengalami ketakutan yang hebat (Maramis,2006).
3. Minat
Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau
aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan
suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu diluar diri semakin kuat atau
Universitas Sumatera Utara
lebih dekat hubungan tersebut, semakin besar minat. Minat adalah kecenderungan
yang tetap memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang
diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang.
Jadi berbeda dengan perhatian, karena perhatian sifatnya sementara (tidak dalam
waktu yang lama) dan belum tentu diikuti dengan perasaan senang, sedangkan
minat selalu diikuti dengan perasaan senang dan dari situ diperoleh kepuasan. Jika
seseorang kurang berminat, dapat diusahakan agar ia mempunyai minat yang lebih
besar dengan cara menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan
(Slameto, 2003).
Minat juga merupakan sesuatu yang menarik perhatian seseorang untuk
berbuat, biasanya dimulai dari rangsangan eksternal misalnya uang atau makanan
yang selanjutnya mempengaruhi perilaku seseorang. Besar kecilnya minat
seseorang untuk melakukan pekerjaan tertentu dapat diamati dari perasaan senang
atau gembira melakukan pekerjaan tersebut, rasa puas melakukan pekerjaan dan
perasaan bila bekerja di tempat tersebut sehingga tidak terlintas untuk pindah
(Slameto, 2003).
Wittig (dalam Sukadji, 2001) menjelaskan minat sebagai any area that
generates attention or excitement for a person. Artinya minat ialah
kecenderungan seseorang terhadap objek-objek dan kegiatan-kegiatan yang
membutuhkan perhatian dan menghasilkan kepuasan. Demikian pula pendapat
dari Blair, Jones dan Simpson (dalam Pintrich and Schunk, 2002) yang
menyatakan minat sebagai suatu perasaan suka atau tidak suka terhadap suatu
kegiatan.
Universitas Sumatera Utara
Minat adalah perhatian yang merupakan titik tolak timbulnya hasrat untuk
melakukan kegiatan yang diharapkan (Effendy, 2003). Sedangkan menurut
Poerwadaminta (1998) minat adalah kesukaan dari kecenderungan-kecenderungan
yang terarah secara intensif kepada suatu objek yang dianggap penting. Hurlock
(1996) menyatakan minat sebagai sesuatu dengan apa seseorang
mengidentifikasikan keberadaan pribadinya. Minat merupakan sumber motivasi
yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan. Bila mereka
melihat bahwa sesuatu akan menguntungkan, maka mereka merasa berminat. Ini
kemudian mendatangkan kepuasan, dan bila kepuasan berkurang maka minatpun
berkurang. Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa minat ialah kecenderungan yang
terarah secara intensif, keinginan yang besar pada suatu obyek yang
menyenangkan, yang berpengaruh pada kesadaran dirinya untuk berusaha
melakukan sesuatu yang diinginkannya sehingga bisa memberi kepuasan pada diri
individu tersebut.
3.1. Aspek Minat
Hurlock (1999) menyatakan bahwa semua minat memiliki dua aspek, yaitu
aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif ini meliputi perhatian seseorang
terhadap hal-hal yang berhubungan dengan minatnya, selain itu aspek kognitif
didasarkan pada konsep yang dikembangkan seseorang mengenai bidang yang
berkaitan dengan minat. Individu akan menganggap bidang tersebut sebagai suatu
hal yang dapat menimbulkan rasa ingin tahu mereka dan akan merasa yakin
bahwa waktu dan usaha yang dihabiskannya dengan kegiatan yang berkaitan
dengan minatnya akan memberi kepuasan dan keuntungan pribadi. Dan bila
Universitas Sumatera Utara
terbukti bahwa ada keuntungan dan kepuasan, maka minat mereka tidak saja
menetap, melainkan lebih kuat. Konsep yang membangun aspek kognitif minat
didasarkan atas pengalaman pribadi, dan apa yang dipelajari dirumah, sekolah,
masyarakat, dan dari berbagai jenis media massa. Dari sumber tersebut, individu
belajar apa saja yang akan memuaskan kebutuhan mereka dan yang tidak.
Aspek afektif atau bobot emosional konsep yang membangun aspek
kognitif minat dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat.
Seperti halnya aspek kognitif, aspek afektif berkembang dari pengalaman pribadi
dan sikap orang yang penting, seperti : orang tua, guru, dan teman sebaya,
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan minat tersebut, serta dari sikap yang
dinyatakan atau tersirat dalam berbagai bentuk media massa terhadap kegiatan itu.
Walaupun kedua aspek, baik kognitif maupun afektif penting peranannya dalam
menentukan apa yang akan dan yang tidak dikerjakan oleh individu, dan jenis
penyesuaian pribadi dan sosial mereka, aspek afektif lebih penting karena dua
alasan. Pertama, aspek afektif mempunyai peran yang lebih besar dalam
memotivasi tindakan daripada aspek kognitif. Suatu bobot emosional positif dari
minat akan memperkuat minat itu dalam tindakan, Selain itu, aspek afektif bila
terbentuk cenderung bertahan lebih lama terhadap perubahan.
3.2. Ciri-ciri minat
Adapun ciri-ciri minat menurut Widjaja (2000) ialah:
a. Minat tidak dibawa sejak lahir. Minat timbul dari perasaan senang terhadap
suatu objek. Slameto (dalam Djamarah, 2002) menyatakan bahwa minat dapat
ditumbuhkan dan dikembangkan pada diri seorang anak didik. Caranya ialah
Universitas Sumatera Utara
sebuah konsep. Nilai-nilai biasanya diwujudkan dalam sistem moral atau agama
yang kompleks yang ditemukan pada semua budaya dan masyarakat.
Kepercayaan (keyakinan) menurut Niven (1989) dalam Purwanto (2000)
adalah sesuatu yang didapatkan dengan kata lain orang tidak lahir dengan
membawa mereka. Hampir semua kepercayaan (keyakinan) dan nilai-nilai dasar
didapatkan dari mereka yang paling berpengaruh dalam hidup seseorang, orang
tua, kakak-adik, guru, teman-teman dan tokoh-tokoh media.
Menurut Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2003) tenaga kesehatan
dapat mengajak (kerja sama) tokoh (model Peran) yang dianggap sangat
berpengaruh didalam masyarakat, agar dapat diupayakan perubahan-perubahan
dari kebiasaan-kebiasan yang dapat memperburuk bagi kesehatannya, meliputi
pencegahan penyakit, pelaksanaan pengobatan terhadap penyakitnya serta
manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong
proses penyembuhan penyakit.
e. Pengobatan lain
Pengobatan yang ditentukan untuk suatu penyakit adalah sesuai dengan
penyebabnya yang diperkirakan. Jika, seperti dunia kedokteran modern, penyebab
suatu penyakit adalah kuman-kuman, maka diberi obat (antibiotic dan lain-lain)
yang telah terbukti dapat mematikan kuman-kuman itu. Tetapi t idak semua
kebudayan menganggap penyakit adalah akibat penyebab biologis. Ada yang
menghubungkan penyakit dengan hal supranatural (magik, ilmu sihir, paranormal)
Universitas Sumatera Utara
dan ada juga yang menghubungkan dengan hal supranatural (iblis, roh manusia,
dewa bahkan Tuhan) (Maramis, 2006).
Idealnya pelayanan kesehatan masyarakat meliputi seluruh upaya
kesehatan yang bersifat promotif, baik untuk sasaran bayi, anak, remaja, ibu
hamil, ibu menyusui, bapak maupun yang sudah lanjut usia. Pelayanan kesehatan
minimal yang mungkin dilakukan oleh puskesmas yaitu, promosi kesehatan yang
mengembangkan berbagai bebagai program perbaikan perilaku di bidang
kesehatan sesuai dengan masalah perilaku setempat melalui beragam kegiatan
yang bernuansa pemberdayaan masyarakat. Kesehatan lingkungan yang
mengembangkan berbagai program perbaikan lingkungan setempat agar lebih
kondusif untuk kesehatan, tersebut penyelenggarakan klinik sanitasi di dalam
gedung puskesmas. Kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana dan
perbaikan gizi masyarakat dengan mengembangkan posyandu dan pengembangan
sistem kewaspadaan pangan dan gizi serta pemberantasan penyakit menular
(Trihono, 2005).
Universitas Sumatera Utara