Anda di halaman 1dari 33

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang
telah

melimpahkan

rahmat-Nya

sehingga

penulis

dapat

menyelesaikan

penyusunan laporan kasus dengan judul Demam Rematik Akut. Laporan kasus
ini diajukan dalam rangka melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih periode oktober 2015 desember
2015. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
atas bantuan dan kerja sama yang telah diberikan selama penyusunan laporan
kasus ini, kepada dr. Sukaenah BT Shebubakar, Sp.P selaku pembimbing
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Budhi
Asih.
Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, sehingga
penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari semua pihak
agar laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik dan berguna bagi semua pihak
yang membacanya. Penulis memohon maaf sebesar-besarnya apabila masih
banyak kesalahan maupun kekurangan dalam laporan kasus ini.

Jakarta, November 2015

Penulis

STATUS ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
CAWANG, JAKARTA TIMUR

Nama Koass : Ismail Salim


NIM

: 030.10.137

Pembimbing : Dr. Sukaenah BT Shebubakar, Sp.P.

I. Identitas
Nomor RM
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Alamat
Pekerjaan
Agama
Status Pernikahan
Ruang Perawatan
Tanggal Masuk

: 989106
: Tn. M
: Laki-laki
: 53 tahun
: Kp. Baru klender Jakarta timur
: Wiraswasta
:: Menikah
: Lantai 5 barat
: 14-11-2015

II. Anamnesis :
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada hari Rabu, 19 November
2015 di bangsal 5 Barat RSUD Budhi Asih.

A. Keluhan Utama
Nyeri telan
B. Keluhan Tambahan
- Batuk

- Demam
- BAB cair
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Paisen datang dengan keluhan sulit menelan dan nyeri pada
tenggorokan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Hal tersebut
menyebabkan pasien tidak bisa makan maupun minum. Pasien juga
mengeluh batuk berdahak berwarna kuning yang dialami sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Disertai demam yang naik turun, keringat
malam, dimana demam meningkat pada malam hari dan turun pada pagi
hari. Sudah setahun ini pasien juga mengeluh sering diare cair dengan
frekuensi lebih dari 4x/hari.
D. Riwayat Penyakut Dahulu
Pasien terdiagnosa HIV setahun yang lalu dan sedang mengkonsumsi
ARV. Riwayat Diabetes dan riwayat hipertensi disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi, riwayat diabetes, asma serta riwayat alergi dalam
anggota keluarga pasien disangkal
F. Riwayat Alergi
Riwayat alergi pada pasien disangkal.
G. Anamnesis menurut sistem :
Umum : Lemas (+). Demam sejak 1 minggu yang lalu
Kulit : Tidak ada keluhan.
Kepala : Tidak ada keluhan.
Mata : Tidak ada keluhan.
THT : Susah menelan dan nyeri tenggorokan.
Leher : Tidak ada keluhan.
Thoraks: Sesak (+), Batuk (+), dahak kuning kental
Abdomen : Mencret (+)
Saluran kemih : Tidak ada keluhan.
Genital : Tidak ada keluhan.
Ekstremitas : Tidak ada keluhan.

III. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 20 Agustus 2015. Hasilnya
adalah sebagai berikut :
1. Keadaan Umum

a. Kesan Sakit : Tampak sakit sedang, tampak sesak


b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Kesan gizi : gizi kurang
2. Tanda Vital
a. Tekanan Darah : 100/80 mmHg
b. Nadi : 90x / menit
c. Pernapasan : 34x/menit
d. Suhu : 39Oc
e. Antropometri : BB : 40 kg, TB : 160 cm BMI : 15 (underweight)
Status Generalis :
3. Kulit : Warna sawo matang, pucat (+), ikterik (-), turgor kulit baik,
efloresensi bermakna (-).
4. Kepala
Normochepali, deformitas (-), rambut hitam distribusi merata, tidak mudah
dicabut.
a. Mata : Konjungtiva pucat +/+, Sklera Ikterik -/-, reflex cahaya
langsung dan tidak langsung (+/+), ptosis (-), palpebra oedem (-).
b. Telinga : Normotia, nyeri tarik/ nyeri tekan (-/-), liang telinga lapang
(+/+), serumen (-/-)
c. Hidung : Deformitas (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-), kavum nasi
lapang (+/+).
d. Mulut dan Tenggorok : sianosis (-), bibir dan mukosa mulut tampak
kering, uvula letak di tengah, tidak hiperemis, arkus faring tidak
hiperemis
5. Leher
Inspeksi : KGB dan kelenjar tiroid tidak tampak membesar
Palpasi
: Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak teraba
membesar.
JVP
: 5+2 cm H2O
6. Thorax
Inspeksi : Tidak tampak efloresensi yang bermakna, gerak napas
simetris pada dada kanan dan kiri saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi

otot-otot pernapasan (+).


Palpasi : Ictus cordis teraba setinggi ICS 5 1 cm dari garis
midclavicula kiri. gerak napas simetris pada dada kanan dan kiri saat

inspirasi dan ekspirasi


Perkusi : Didapatkan perkusi sonor pada kedua lapang paru.

batas paru dengan hepar : setinggi ICS 5 linea midclavicula

kanan dengan suara redup


batas paru dengan jantung kanan : setinggi ICS 3 hingga 5 linea

sternalis kanan dengan suara redup


batas paru dengan jantung kiri : setinggi ICS 5, 1 cm linea

midclavicula kiri dengan suara redup


batas atas jantung : setinggi ICS 3 linea parasternal kiri dengan

suara redup
Auskultasi :
- Jantung : Bunyi jantung I & II regular, murmur (-) gallop (-).
- Paru : Suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Ronki (+/
+).

7. Abdomen
Inspeksi : datar, tidak terdapat efloresensi bermakna
Auskultasi : Bising usus (+) 5 x per menit.
Perkusi : Timpani.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran organ, supel, Nyeri tekan nyeri
lepas (-)
8. Ekstremitas
Inspeksi : Simetris, tidak tampak efloresensi bermakna, oedem (-)
Palpasi : Akral hangat, oedem (-), CRT < 2 detik.

IV. Pemeriksaan Penunjang


-

Pemeriksaan Laboratorium (14/11/2015)


JENIS

PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW

HASIL

SATUAN

13.0
5.3
10.1
30
519
61.0
19.1
31.5
15.8

ribu/uL
juta/uL
g/dL
%
ribu/uL
fL
Pg
g/dL
%

NILAI
NORMAL
3.6 - 11
3.8 - 5.2
11.7 - 15.5
35 47
150 440
80 100
26 34
32 36
< 14

HATI
AST/SGOT
96
ALT/SGPT
55
METABOLISME KARBOHIDRAT
Gula Darah Sewaktu
99
ELEKTROLIT
Natrium (Na)
135
Kalium (K)
4.5
Klorida (Cl)
104

< 27
< 34

mg/dl

< 110

mmol/L
mmol/L
mmol/L

135 155
3.6-5.5
98-109

Pemeriksaan Laboratorium (20/11/2015)


JENIS
PEMERIKSAAN

Elektrolit
Natrium (Na)
Kalium (K)
Klorida (Cl)
IMUNOSEROLOGI
CD 4 Absolut
IMUNOSEROLOGI
Anti HIV
Screening/Rapid Test

mU/dl
mU/dl

NILAI

HASIL

SATUAN

127
3.1
102

mmol/L
mmol/L
mmol/L

135 155
3.6-5.5
98-109

56

cell/uL

410-1590

Reaktif

NORMAL

Non Reaktif

Pemeriksaan Radiologi (14/11/2015)

Kesan :
-

TB Paru pada kedua lapang paru

V. Ringkasan
Pasien laki-laki berusia 53 tahun datang ke RSUD Budhi Asih dengan
keluhan susah menelan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
tenggorokan (+). Batuk berdahak berwarna kuning (+) sejak 1 minggu SMRS.
Diare cair (+) dengan frekuensi lebih dari 4x/hari. Pasien adalah seorang penderita
HIV dan sedang mengkonsumsi ARV.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva pucat dan ronki pada
kedua lapang paru. Pemeriksaan laboratorium ditemukan Leukosit 13 ribu/uL,
Hemoglobin 10.1 g/dL, Hematokrit 30 %, SGOT 96 mU/dl, SGPT 55 mU/dl,
Natrium 127 mmol/L, Kalium 3,1 mmol/L. Pada pemeriksaan foto thorax
didapatkan gambaran TB pada kedua lapang paru.

VI. Daftar Masalah


1. TB Paru Duplex aktif
2. HIV
3. GEA

VII. Analisa Masalah


1. TB Paru Duplex aktif
Pada kasus ini, sesak pada TB paru dapat ditegakkan berdasarkan hasil
anamnesis, yaitu sesak yang dirasakan disertai batuk dengan dahak
berwarna kuning kental. Pasien adalah seorang penderita HIV yang sedang
menjalani pengobatan ARV. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronki pada
kedua lapang paru. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Leukosit
13 ribu/uL. Pemeriksaan foto thorax menunjukan gambaran TB pada
kedua lapang paru.
2. HIV
Pada kasus ini, HIV ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis yaitu pasien
sedang mengkonsumsi ARV dan pada hasil pemeriksaan screening HIV
dinyatakan reaktif. Jumlah CD 4 absolut 56 cell/uL.
3. GEA
Pada kasus ini, GEA ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis yaitu diare
cair sejak 1 tahun yang lalu, demam (+). Pada pemeriksaan fisik
didapatkan Bising Usus (+) 5x/menit. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan Leukosit 13 ribu/uL.

VIII. Rencana Diagnostik


1.
2.
3.
4.
5.

Hematologi lengkap
Sputum BTA
Sputum jamur KOH
Calsium
Ureum / Kreatinin

IX. Penatalaksanaan (13/08/2015)


Non-farmokologi
-

Pemasangan NGT untuk makan dan minum

Farmakologi
-

IVFD : Asering / 8 jam


Fluconazole 2 x 200
Streptomycin 2 x 500
INH 1 x 300
Meropenem 2 x 1
Levofloxazone 1 x 750
Metronidazole 3 x 500
Paracetamol tab 500mg

X. Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad Malam
Ad Fungsionam : Dubia ad Malam
Ad Sanationam : Dubia ad Malam

XI. Follow Up
TGL
16/11/15

Sulit

Subjektif
menelan,

Objektif
nyeri CM, TSS

tenggorokan, diare cair,

TD : 120/80 mmHg, N : 96 x / menit, RR :


o

batuk berdahak warna


kuning

20 x / menit, S : 37 C
Mata : CA +/+, SI -/Thorax :
Cor : S1-S2 reg, M (-), G (-)
Pulmo : ves/ves, rh -/+, wh -/Abdomen : Supel, datar, BU (+) 6x/menit,

Analisa
Gastroenteritis +
Disfagia
Faringitis akut
SIDA on ARV

Perencanaan
IVFD RL/6 jam
Cefoperazon 2x1
Sistenol 3x1
New diatab 3x2
FDC ARV 1x1
Fluconazole 1x150

NTE (+)
Extremitas : Akral hangat, oedem (-)

Lab :
-

17/11/15

Hb/Ht/T/Leu : 10.1/30/519/13
SGOT/SGPT : 96/55
GDS : 99
Na/K/Cl : 135/4.5/104
-

Mual (+), BAB cair 3x, CM, TSS


demam

TD : 110/80 mmHg, N : 96 x / menit, RR :


o

21 x / menit. S : 39 C
Mata : CA -/-, SI -/Thorax

Gastroenteritis +
Disfagia
Faringitis

akut

perbaikan
SIDA on ARV

IVFD RL/6 jam


Cefoperazon 2x1
Sistenol 3x1
FDC ARV 1x1
Fluconazole 1x150

10

Cor : S1-S2 reg, M (-), G (-)


Pulmo : ves/ves, rh (-), wh (-)
Abdomen : Supel, datar, NT-NL (-), BU +
4x/menit
Extremitas : akral hangat, oedem (-)

Lab :
-

18/11/15

Sulit

menelan,

Lab : BTA I / II / III : -/-/diare, CM, TSS

mual muntah setiap kali

TD : 100/80 mmHg, N : 94x/menit, RR:


O

makan
-

22x/menit, S : 36,5
Mata : CA +/+, SI -/Thorax
Cor : S1-S2 reg, M (-), G (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, rh (-), wh (-)
Abdomen : Supel, rata, NT-NL (-), BU +
2x/menit
Extremitas : akrat hangat, oedem (-)

TB duplex aktif
HIV

Rifampisin 1 x 150 mg
FDC2 1 X 2
Streptomycin 1x gr
Etambutol 2 x 500
INH 1 x 300
Meropenem 2 x 1
Levofloxazone 1 x 750
Metronidazole 2 x 500
Ca Glukonas 2 x 1
Kotrimoksazol 2 x 1
Omeprazole 2 x 1 gr
Epysan Syr 3 x 1C

Lab :
-

Eri : 3,6
Hb : 9,2
Ht : 30
MCH : 25,3
MCHC 30,6
CD4 : 17

11

Ca : 8,3

12

TINJAUAN PUSTAKA
I. TUBERKULOSIS
1.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Infeksi bersifat sistemik sehingga dapat
mengenai semua organ dengan paru sebagai lokal infeksi primer.
1.2 Epidemiologi
Berdasarkan hasil perhitungan WHO dalam WHO Report 2011 Global
Tuberculosis Control, telah dinyatakan bahwa angka insidens semua tipe TB tahun
2011 sebesar 189 per 100.000 penduduk mengalami penurunan dibanding tahun
1990 sebesar 343 per 100.000 penduduk, angka prevalensi berhasil diturunkan
hampir setengahnya pada tahun 2011 (423 per 100.000 penduduk) dibandingkan
dengan tahun 1990 (289 per 100.000 penduduk). Sama halnya dengan angka
Mortalitas yang berhasil diturunkan lebih dari separuhnya pada tahun 2011 (27
per 100.000 penduduk) dibandingkan tahun 1990 (51 per 100.000 penduduk). Hal
tersebut membuktikan bahwa Program pengendalian TB yang kita kenal juga
dengan DOTs berhasil menurunkan insidens, prevalensi dan mortalitas akibat
penyakit TB di Indonesia.1
13. Etiologi
Tuberkulosis

adalah

penyakit

yang

disebabkan

oleh

infeksi

Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang lurus atau sedikit


melengkung dengan ukuran panjang 1-4 mikron dengan tebal 0,3-0,6 mikron,
tidak berspora dan tidak berkapsul. Penyusun utama dinding sel basil TB adalah
asam mikolat, lilin kompleks (complex waxes), trehalosa dimikolat yang disebut
cord factor. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri ini
bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya
penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam- alcohol.2
1.4 Patogenesis
A. TUBERKULOSIS PRIMER

13

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di


jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana
saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai
kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu kondisi
sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya. Salah satu contoh
adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat
penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar
hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada
saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman
tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini
ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus
yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun
ke paru sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran
ini sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan
virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara
spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti
tuberkulosis

milier,

meningitis

tuberkulosa,

typhobacillosis

Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis


pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,

14

genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin


berakhir dengan :
- Sembuh dengan

meninggalkan

sekuele

misalnya

pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat


ensefalomeningitis tuberkuloma )
- Meninggal
B. TUBERKULOSIS POST-PRIMER
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post
primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat
menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini,
yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus
inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Sarang
pneumonik ini akan menjadi :
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat.
2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri
menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali,
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju
dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti
awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti
sklerotik). Selanjutnya kaviti ini akan:
a.
Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang
pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang
b.

disebutkan diatas
Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan
disebut

tuberkuloma.

Tuberkuloma

dapat

mengapur

dan

15

menyembuh, tapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan


c.

menjadi kaviti lagi


Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open
healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri,
akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang
terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang
(stellate shaped).3

1.5 Cara Penularan


TB adalah penyakit menular, artinya orang yang tinggal serumah dengan
penderita atau kontak erat dengan penderita yang mempunyai risiko tinggi untuk
tertular. Sumber penularannya adalah pasien TB paru dengan BTA positip
terutama pada waktu batuk atau bersin, dimana pasien menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak dan umumnya penularan terjadi dalam
ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.
Adanya

ventilasi

dapat

mengurangi

jumlah

percikan,

sementara

keberadaan sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat


bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya
penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari

16

parunya. Makin tinggi 16 derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin


menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman
TB paru ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut.4
Penyebaran penyakit menular dirumah yang padat huniannya cepat sekali,
rumah tempat tinggal dinyatakan over crowding bila jumlah orang tidur
dirumah tersebut menunjukkan hal-hal yaitu jumlah orang didalam rumah
dibandigkan dengan luas lantai telah melebihi ketentuan yang ditetapkan. Ada 2
kategori yaitu pertama jumlah orang dibandingkan dengan jumlah kamar dan yang
kedua jumlah orang dibandingkan dengan luas lantai rumah.5
Faktor risiko yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi
penderita TB adalah mereka yang tinggal berdekatan dengan orang yang terinfeksi
aktif, memliki daya taham tubuh yang rendah, diantaranya mereka yang
kekurangan gizi, orang berusia lanjut, bayi, atau mereka yang mengidap
HIV/AIDS.4
1.6 Klasifikasi
-

Berdasarkan organ tubuh yang terkena6


a. TB Paru
TB Paru adalah TB yang menyerang jaringan daerah paru, tidak
termasuk selaput paru (pleura) dan kelenjar pada hilus.
b. TB Ekstra Paru
TB Ekstra Paru adalah TB yang menyerang organ tubuh lain selain

paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfa.


Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)3
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan
hasil BTA positif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan biakan positif
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)

17

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,


gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan
tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan pemberian
antibiotik spektrum luas
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif
dan biakan M.tuberculosis positif
Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum
-

diperiksa
Berdasarkan Tipe Penderita
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30
dosis harian)
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila hanya
menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga
dicurigai

lesi

aktif

kembali,

harus

dipikirkan

beberapa

kemungkinan :
Infeksi sekunder
Infeksi jamur
TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu
kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain.
Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah
d. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1bulan, dan
berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat.
Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal

18

Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau


kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan

sebelum akhir pengobatan)


Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran
radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke2 pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya

perburukan
f. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan
pengawasan yang baik
g. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada
fasilitas)

negatif

dan

gambaran

radiologik

paru

menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologik


serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat

pengobatan OAT yang adekuat akan lebih mendukung


Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB
aktif, namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2
bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran radiologik

1.7 Diagnosis
Penegakan diagnosis TB paru dilakukan berdasarkan gejala klinis,
pemerikssaan jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi, dan pemeriksaan
penunjang lainnya.
1. Gambaran klinis
a. Gejala respiratori:
- Batuk > 2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
b. Gejala sistemik:
- Demam
- Malaise, keringat malam, Penurunan berat badan, anoreksia

19

c. Gejala TB ekstra paru


- Limfadenitis TB
- Meningitis TB
- Pleuritis TB
- TBC tulang dan sendi
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan jasmani gejala yang ditemukan tergantung pada
organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru umumnya terletak pada lobus
superior terutama daerah apeks dan segmen posterior serta daerah apeks
lobus inferior. Pada pemeriksaan ditemukan antara lain :
Suara napas bronkial, amforik,melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma, dan mediastinum .Bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi",
suara nafas melemah yang disertai sesak.
3. Pemeriksaan Bakteriologi
a. Bahan pemeriksaan
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, Liquor cerebrospinal,

bilasan

lambung, Bronchoalveolar Lavage, urin, feses,

bronkus,

bilasan

jaringan

biopsi.
b. Cara pengambilan dahak
Pengambilan dahak lakukan 3 kali yaitu Sewaktu (saat datang
pertama kali) pagi sewaktu ( saat mengantarkan dahak pagi)
atau dikumpulkan setiap pagi 3 kali berturut-turut
c. Cara pemeriksaan
Dapat dilakukan secara mikroskopik biasa, mikroskopik fluoresen
atau biakan. Biakan adalah cara yang terbaik karena dapat untuk
memastikan kuman tersebut kuman hidup, dan dapat dilakukan uji
kepekaan dan identifikasi kuman bila perlu. Pemeriksaan
mikroskopik dapat dengan pewarnaan Ziehl Neelsen atau Tan
Thiam Hok (gabungan Kinyoun Gabbett), dan biakan dengan cara
sederhana
4. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan standart adalah foto thorax PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi: foto lateral, toplordotik, oblique, CT- Scan.
a. Luas lesi :

20

- Minimal tidak lebih dari sela iga depan, serta tidak


dijumpai kaviti
b. Gambaran radiologis TB inaktif:
- Fibrotik
- Kalsifikasi Schwarte
c. Gambaran radiologis lesi TB aktif :
- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior
-

lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah.


Kaviti terutama lebih dari satu , dikelilingi oleh bayangan

berawan atau nodular


- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura
d. Destroyed lung
Merupakan gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan
jaringan paru yang berat. Gambaran radiologi destroyed lung
terdiri dari:
- Atelektasis
- Multicaviti
- Fibrosis parenkim paru
5. Pemeriksaan penunjang lain
a. Analisis cairan pleura : uji rivalta +, kesan cairan eksudat, sel
limfosit dominan,dan glukosa rendah.
b. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsy atau autopsy, yaitu:
BJH kelenjar getah bening, biopsi pleura, biopsi jaringan paru,
biopsi lesi organ diluar paru yg dicurigai TB
c. Pemeriksaan darah
Hb. Anemi bila ada disebabkan oleh peradangan kronik,
perdarahan, atau defisiensi. Laju Endap Darah (LED). Mungkin
meninggi, tetapi tidak dapat merupakan indikator untuk aktivitas
penyakit.
d. Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti pada
orang dewasa. Uji ini akan

mempunyai makna bila ditemukan

konversi, bula, atau apabila kepositivan

dari uji yang didapat

besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV dapat memberikan


hasil negative.3

21

22

1.8 Pengobatan
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis

Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.


Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan

langsung oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).


Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Pada tahap intensif (awal), pasien

mendapat obat setiap hari dan perlu

pengawasan langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan


tahap intensif ini diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Dan juga sebagian besar pasien dengan TB BTA
positif dapat menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.6
Pada tahap lanjutan, pasien akan mendapat jenis obat lebih sedikit namun
dengan jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan ini penting untuk
membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Jenis jenis, sifat dan dosis OAT
Dosis yang direkomendasikan
Jenis OAT

(mg/kg)
3x seminggu

Sifat

Harian

Isoniazid (H)

Bakterisid

5 (4-6)

10 (8-12)

Rifampicin (R)

Bakterisid

10 (8-12)

10 (8-12)

Pyrazinamide (Z)

Bakterisid

25(20-30)

35 (30-40)

Streptomycin (S)

Bakterisid

15 (12-18)

15 (12-18)

Ethambutol (E)

Bakteriostatik

15 (15-20)

30 (20-35)

Sumber: Pedoman Nasional Departemen Kesehatan 2011

Paduan Obat Anti TB (OAT) di Indonesia

23

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasionak Penanggulangan TB


di Indonesia merupakan rekomendasi dari WHO dan IUATLD (International
Union Against Tuberculosis and hang Disease). Paduan OAT diisediakan dalam
bentuk paket berupa obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT-KDT
ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket
untuk satu pasien dalam satu masa pengobatan. Paduan OAT kategori-1 dan
kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap
(OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk
OAT kombipak.
Pemerintah juga memberikan kemudahan untuk masyrakat dengan cara
menyediakan paket kombipak. Paket kombipak adalah paket obat lepas yang
terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam
bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam
pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.6
Beberapa keuntungan dari paket kombipak ini adalah :

Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin

efektifitas obat dan mengurangi efek samping.


Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan

resep.
Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

OAT Kategori 1 (2HRZE/ 4H3R3)


Tahap intensif ini terdiri dari Isoniazid (H), Rifampicin (R), Pyrazinamide
(Z), dan Ethambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan satu kali sehari selama 2
bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari
Isoniazid (H) dan Rifampicin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4
bulan (4H3R3).6
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

24

Pasien baru TB paru BTA positif.


Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
Pasien TB ekstra paru
Dosis untuk paduan OAT-KDT untuk kategori 1
Tahap Intensif

Tahap Lanjutan

Berat Badan Tiap hari selama 56 hari RHZE

3 kali seminggu selama 16 minggu RH

(Kg)

(150/75/400/275)

(150/150)

30 37

2 tablet 4 KDT

2 tablet 2 KDT

38 54

3 tablet 4 KDT

3 tablet 2 KDT

1. 70

4 tablet 4 KDT

4 tablet 2 KDT

5 tablet 4 KDT

5 tablet 2 KDT

Tabel 2.2 Dosis paduan OAT-Kombipak untuk kategori 1

Tahap

Lama

Pengobatan Pengobatan

Tablet
Isoniazid @
300 mgr

Instensif
Lanjutan

2 Bulan
4 Bulan

1
2

Dosis per hari / kali


Tablet
Kaplet
Pyrazinamid
Rimfampicin
e
@ 450 mgr
@500 mgr
1
3
1
-

Jumlah
Tablet

hari/kali

Ethambutol

menelan

@ 250 mgr

obat

3
-

56
48

OAT Kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan
HRZE dan suntikan Streptomisin setiap hari dai UPK. Dilanjutkan 1 bulan dengan
HRZE setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan
dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.5
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobat
sebelumnya:

Pasien kambuh (relapse)


Pasien gagal (failure)
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

25

Dosis untuk paduan OAT-KDT Kategori 2


Berat

Tahap Intensif tiap hari RHZE

Badan

(150/75/400/275) + S

(Kg)

Selama 56 hari
2 tab 4KDT + 500 mg

30 37
38 54
55 70

Streptomisin inj.
3 tab 4KDT + 750 mg
Streptomisin inj.
4 tab 4KDT + 1000 mg
Streptomisin inj.
5 tab 4KDT + 1000 mg
Streptomisin inj.

Tahap Lanjutan 3 kali


seminggu RH

Selama 28 hari
2 tab 4KDT

(150/150) + E (400)
Selama 20 minggu
2 tab 2KDT + 2 tab
Etambutol
3 tab 2KDT + 3 tab

3 tab 4KDT

Etambutol
4 tab 2KDT + 4 tab

4 tab 4KDT

Etambutol
5 tab 2KDT + 5 tab

5 tab 4KDT

Etambutol

Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2


Tab
Tahap
Pengobatan

Lama

Isoniaz

Pengob

id @

atan

300
mgr

Kaplet
Rimfampic
in @ 450
mgr

Tab

Etambutol

Strepto

Pyrazinamide

Tab @

Tab @

misin

@500 mgr

250 mgr

400 mgr

Inj.

Jumlah
hari / kali
menelan
obat

Tahap Intensif

2 bulan

0,75 gr

56

(dosis harian)

1 bulan

28

4 bulan

60

Tahap
Lanjutan
(dosis 3x
seminggu)

OAT Sisipan (HRZE)


Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif
dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2
hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, maka diberikan obat sisipan (HRZE)
setiap hari selama 28 hari.6

26

Dosis OAT-KDT untuk sisipan


Berat Badan (Kg)

Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari RHZE (150/75/400/275)

30 37
38 54
55 70

2 tablet 4 KDT
3 tablet 4 KDT
4 tablet 4 KDT
5 tablet 4 KDT
Tabel 2.6 Dosis OAT Kombipak sisipan
Tablet

Tahap

Lama

Isoniazid

Pengobatan

Pengobatan

@ 300
mgr

Kaplet
Rimfampicin
@ 450 mgr

Tablet
Pyrazinamid
e
@500 mgr

Tablet
Ethambutol
@250 mgr

Jumlah
hari / kali
menelan
obat

Tahap
Intensif
(dosis

1 bulan

28

harian)

II. TB HIV
2.1 Epidemiologi
Pasien HIV memiliki kemungkinan 20-37 kali lipat akan memiliki TB
dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki infeksi HIV. TB adalah salah satu
penyebab utama kematian pada pasien HIV secara global. Dari 1,7 juta orang
yang meninggal karena TB tahun 2009, 400.000 di antaranya adalah pasien HIV.

27

Dari 9,4 juta kasus TB yang baru ditemukan tahun 2009, 1,2 juta di antaranya
adalah pasien HIV. Semakin tinggi prevalensi HIV di suatu daerah, semakin tinggi
juga prevalensi koinfeksi HIV-TB pada penderita HIV di daerah tersebut.7
Pada daerah dengan angka prevalens HIV yang tinggi di populasi dengan
kemungkinan koinfeksi TB-HIV, maka konseling dan pemeriksaan HIV
diindikasikan untuk seluruh pasien TB sebagai bagian dari penatalaksanaan rutin.
8,9

Pada daerah dengan prevalensi HIV yang rendah, konseling dan pemeriksaaan

HIV hanya diindikasikan pada pasien TB dengan keluhan dan tanda-tanda yang
diduga berhubungan dengan HIV dan pada pasien TB dengan riwayat risiko tinggi
terpajan HIV. Tidak semua pasien TB paru perlu diuji HIV. Hanya pasien TB paru
tertentu saja yang memerlukan uji HIV, misalnya :
a. ada riwayat perilaku risiko tinggi tertular HIV
b. hasil pengobatan OAT tidak memuaskan
c. MDR TB/TB kronik
2.2 Pengenalan Tanda Klinis Infeksi HIV pada Pasien TB10
Riwayat Kesehatan

Gejala

Tanda

Infeksi menular seksual


Herpes zoster
Sedang menderita pneumonia atau pneumonia kambuh

kembali
Infeksi akibat bakteri (sinusitis, bakteriemia, piomiositis)
Saat ini menjalani perawatan TB
Penurunan BB (> 10 kg atau > 20% dari BB sebelumnya
Diare (> 1 bluan)
Sakit tenggorokan, nyeri menelan (suspect kandidiasis oral)
Sensasi terbakar pada kaki (sendori neuropati perifer)
Bekas luka herpes zoster
Pruritus / ruam popular pada kulit
Sarkoma Kaposi
Limfadenopati generalisata simetris
Oral kandidiasis
Angular cheilitis
Oral hairy leukoplakia
Necrotizing gingivitis
Giant aphthous ulceration
Bisul / borok pada alat kelamin yang sakit terus menerus

28

2.3 Terapi TB-HIV


Prinsip Pengobatan
Kategori pengobatan TB tidak dipengaruhi oleh status HIV pada pasien TB
tetapi mengikuti Buku Pedoman Nasional Program Pengendalian TB (BPN
PPTB). Pada prinsipnya pengobatan TB pada pasien ko-infeksi TB HIV harus
diberikan segera sedangkan pengobatan ARV dimulai setelah pengobatan TB
dapat ditoleransi dengan baik, dianjurkan diberikan paling cepat 2 minggu dan
paling lambat 8 minggu.
1. Pengobatan TB pada ODHA yang belum dalam pengobatan ARV
Bila pasien belum dalam pengobatan ARV, pengobatan TB dapat segera
dimulai. Jika pasien dalam pengobatan TB maka teruskan pengobatan TBnya sampai dapat ditoleransi dan setelah itu diberi pengobatan ARV.
Keputusan untuk memulai pengobatan ARV pada pasien dengan
pengobatan TB sebaiknya dilakukan oleh dokter yang telah mendapat
pelatihan tatalaksana pasien TB-HIV.
2. Pengobatan TB pada ODHA sedang dalam pengobatan ARV
Bila pasien sedang dalam pengobatan ARV, sebaiknya pengobatan
TB dimulai minimal di RS yang petugasnya telah dilatih TB-HIV, untuk
diatur rencana pengobatan TB bersama dengan pengobatan ARV
(pengobatan ko-infeksi TB-HIV). Hal ini penting karena ada banyak
kemungkinan masalah yang harus dipertimbangkan, antara lain: interaksi
obat (Rifampisin dengan beberapa jenis obat ARV), gagal pengobatan
ARV, IRIS (immune reconstitution inflammatory syndrome) atau perlu
substitusi obat ARV.

Kondisi
Tindakan
Pasien TB-HIV dalam pengobatan Rujuk RS yang dapat memberikan
ARV

layanan ARV untuk pengobatan koinfeksi TB-HIV.

29

Pasien TB-HIV yang belum dalam Berikan pengobatan TB.


Rujuk RS yang dapat memberikan
pengobatan ARV
layanan ARV.

Tatalaksana efek samping obat pada pengobatan ko-infeksi TB HIV

30

31

Daftar Pustaka
1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Laporan Situasi Terkini
Perkembangan TB di Indonesia. Final report Jan Dec 2012. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2012 Dec
2. Sudoyo, Aru W, Setiyoha S, Alwi I, Dibrata M.S, Setiati S, editors.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2006. 2999 p. (Amin Z,
Bahar A, editors. TB Paru; jilid 3).
3. Konsensus tb Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Diunduh dari
www.klikpdpi.com/konsensus/Xsip/tb.pdf
4. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Penanggulangan TB
(TB). Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2009 Mei.
5. Djanah SN, Suryani D, Purwati DA. Hubungan Tingkat Pengetahuan
dan Sikap dengan Perilaku Pencegahan Penularan TB Paru di Asrama
Manokwari Sleman Yogyakarta. Jurnal KES MAS UAD. 2009
Sept;3(3):162-232
6. Surya A, Basri C, Kamso S, editors. Pedoman Nasional TB. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2011.
7. WHO.
The
Three
I's
for
HIV/TB.

Diunduh

dari

http://www.who.int/hiv/topics/tb/3is/en/index.html
8. International Standard for Tuberculosis Care.

32

9. PDPI. Tuberculosis : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di


Indonesia. 2011
10. Direktorat Jenderal

Pengendalian

Penyakit

dan

Penyehatan

Lingkungan, Petunjuk Teknis Tatalaksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIV;


2012. Diunduh dari http://spiritia.or.id/dokumen/juknis-tbhiv2013.pdf

33

Anda mungkin juga menyukai