Anda di halaman 1dari 2

Tedhak Siten, Salah Satu Adat Jawa yang Semakin Pudar

Published : 02.01.14 13:42:10 Updated : 24.06.15 03:14:43 Hits : 7,215


Tata urutan upacara tedhak siten (foto : chic.id.com)
KOMPASIANA ADALAH MEDIA WARGA, SETIAP KONTEN DIBUAT OLEH DAN
MENJADI TANGGUNGJAWAB PENULIS.
TAG #sosbud #humaniora
TOTAL KOMENTAR : 12
Sarie
/sarie
TERVERIFIKASI
Follow
Tedhak siten , merupakan salah satu budaya masyarakat Jawa untuk balita yang
berusia antara tujuh atau delapan bulan. Atau pertama kalinya kaki si anak
menyentuh tanah. Tedhak artinya turun dan siten berasal dari kata siti yang
berarti tanah. Jadi tedhak siten adalah rangkaian upacara turun tanah yang
bertujuan agar si anak tumbuh menjadi anak yang mandiri dan mampu
menghadapi setiap godaan atau rintangan dalam hidupnya. Selain itu upacara
tedhak siten juga mempunyai makna kedekatan anak dengan ibu. Ibu disini
maksudnya adalah ibu pertiwi atau tanah kelahiran.
Ritual tedhak siten menggambarkan persiapan seorang anak dari kecil sampai
dewasa untuk menjalani setiap fase kehidupan dengan baik dan benar sehingga
diharapkan sukses di masa depannya. Sedangkan bagi para leluhur, ritual adat
ini merupakan wujud penghormatan bagi bumi sebagai tempat bagi si kecil yang
mulai belajar berjalan dengan diiringi doa- doa baik dari orang tua maupun
sesepuh.
Adapun urutan jalannya upacara tedhak siten sebagai berikut :
1. Upacara tedhak siten biasanya diadakan pada pagi hari. Ketika semua tamu
yang biasanya hanya terdiri dari keluarga dekat sudah hadir, dengan dituntun
sang ibu anak berjalan maju dengan menginjak bubur yang terbuat dari beras
ketan dengan tujuh warna. Yaitu warna merah, putih, kuning, hijau, biru, ungu
dan orange. Warna- warni beras ketan tersebut menggambarkan warna-warni
kehidupan. Sedangankan angka tujuh dalam bahasa Jawa artinya
pitu . Mengandung makna pitulungan atau pertolongan. Pada saat si anak
berjalan melewati warna demi warna dari beras ketan tersebut, diharapkan si
anak mampu melewati tahapan demi tahapan dalam kehidupannya dengan
pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa tentunya. 2. Selanjutnya si anak dituntun
menaiki tangga yang terbuat dari tebu. Tebu disini merupakan singkatan dari

antebing kalbu, atau mantapnya hati. Sehingga diharapkan anak mempunyai


kemantapan hati dalam menjalani kehidupan. Mulai dari anak-anak, remaja,
dewasa sampai tua. 3. Setelah turun dari anak tangga, si anak dituntun berjalan
menuju onggokan pasir yang sudah disediakan. Di situ si anak ceker-ceker atau
mengais pasir dengan kakinya. Hal itu mengandung makna jika sudah
waktunya/dewasa, dia pandai mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya.
Anak dimasukkan ke dalam kurungan yang sudah dihias untuk memilih bendabenda yang disukainya (foto by: siboglou.wordpress.com)
4. Si anak kemudian dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang sudah dihias
sedemikian rupa. Di dalam kurungan tersebut terdapat beberapa benda.
Misalnya: bohlam, buku, HP, raket, bola dsb. Si anak dibiarkan memilih bendabenda tersebut. Misalnya dia memilih bohlam, nantinya dia akan menjadi anak
yang pandai dan menjadi penerang di lingkungan sekitarnya. Sedangkan
kurungan merupakan lambang dari dunia. Artinya si anak sudah mulai memasuki
dunia nyata dalam kehidupannya.
5. Tahapan selanjutnya bapak atau kakek (jika masih ada) menyebar udik-udik.
Udik-udik adalah uang logam yang sudah dicampur dengan berbagai macam
bunga. Hal ini mengandung makna, kelak si anak mempunyai sifat dermawan,
gemar ber-shodaqoh sehingga rejekinya lancar.
6. Pada tahap ini si anak dibasuh atau dimandikan dengan kembang setaman
(bunga setaman ), dengan tujuan nantinya si anak mempunyai nama yang harum
dan mampu membawa nama baik keluarga, agama dan berguna bagi
masyakarat.
7. Terakhir, si anak didandani dengan pakaian yang bagus dan bersih. Hal ini
mengandung makna supaya mempunyai jalan kehidupan yang bagus dan
mampu membanggakan keluarga.
Ritual tedhak siten sarat makna dan nilai filosifis. Dengan menjalani kehidupan
yang baik dan menjaga keseimbangan alam, maka akan timbul kehidupan yang
nyaman dan damai. Karena bumi dan tanah sudah memberi banyak hal dalam
kehidupan manusia. Pada saat inilah terbuka kesempatan kita untuk berbuat
sebaik-baiknya. Tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga masyarakat pada
umumnya. Sehingga pada saat buku kehidupan kita selesai, kita dapat diri
sebagai pribadi yang berkenan kepada-Nya.
Hanya saja, seiring perkembangan jaman ritual tedhak siten semakin sulit dan
jarang dijumpai pada masyarakat Jawa pada khusunya. Entah karena kesibukan,
dianggap kuno, buang-buang waktu dan uang ataupun lainnya. Sayang...
Salam budaya...

Anda mungkin juga menyukai