Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENGAWASAN MUTU PANGAN

BISKUIT
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengawasan Mutu Makanan

Dosen:
Cucuk Suprihartini, S.TP, M.Kes
Penyusun:
Adisty Ayu Pinasti Putri

2013.05.002

Hendrik Imalika

2013.05.017

Tri Anggun

2013.05.031

Zella Widaronia

2013.05.034

PRODI DIII GIZI


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
Jalan Soekarno-Hatta Telp: ( 0354 ) 394909
TAHUN AKADEMIK
2015/2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya,
laporan yang kami tulis tentang praktikum pada biskuit dapat terselesaikan dengan baik.
Terima kasih kami ucapkan kepada :
1. Ibu Enggar Anggraeni, SST. Direktur Program Studi Akademi Gizi.
2. Ibu Cucuk Suprihartini, STP., M. Kes, dosen pengajar Mata Kuliah Pengawasan Mutu
Makanan, yang telah memberi bimbingan dalam pembuatan makalah ini.
3. Bapak/Ibu staf karyawan Program Studi Akademi Gizi Stikes Karya Husada Kediri.
4. Teman-teman yang ikut serta membantu dalam proses pembuatan proposal ini, baik
dalam pemberian gagasan maupun dalam pemberian sarana dan prasarana.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan yang diberikan kepada kami.
Kami menyadari apabila laporan yang kami tulis ini jauh dari sempurna. Maka dari itu
kami memohon saran serta kritiknya baik dari Bapak/Ibu Dosen maupun teman-teman, supaya
kami dapat merefisi proposal ini sehingga menjadi lebih baik.
Semoga laporan yang kami tulis ini dapat bermanfaat, memberikan tambahan wawasan
bagi teman-teman mahasiswa gizi dan semoga

bisa menjadi bahan

referensi untuk

pembelajaran kita bersama.

Kediri, 17 Oktober 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada masa kini, snack menjadi makanan yang banyak diminati oleh masyarakat. Snack dan
biskuit menjadi makanan tengah hari untuk dikonsumsi diantara jam makan. Biskuit terbuat dari
bahan dasar tepung terigu atau tepung jenis lainnya. Biskuit mengandung banyak karbohidrat
dan lemak sehingga kita harus memperhatikan kualitas mutu pada biskuit. Mutu biskuit
ditentukan oleh dua kriteria, kriteria bagian dalam dan kriteria bagian luar. Kriteria bagian dalam
meliputi warna daging, porositas, dan sifat tekstural sedangkan kriteria bagian luar meliputi
warna kulit, bentuk simetri, karakteristik kulit hingga volume biskuit (Kramer dan Twigg, 1973).
Syarat mutu snack diatur dalam SNI 01-2886-1992 yang mencakup analisa organoleptik
dari rasa, bau hingga warna. Kadar air pada biskuit dan kadar lemak juga menjadi faktor yang
penting terhadap mutu biskuit dimana fungsi air dalam pembuatan biskuit sebagai pelarut dari
beberapa bahan seperti gula, garam, dan susu (Winarno, 2002).
Faktor lain seperti kondisi penyimpanan, pengemasan dan cara pengolahan yang tepat
juga akan mempengaruhi kualitas dari biskuit. Lamanya penyimpanan yang dilakukan cenderung
akan menaikkan kadar air yang masuk dan terserap oleh biskuit. Tingginya kadar air juga akan
meningkatkan pertumbuhan mikroba yang akan semakin menurunkan mutu produk bahan
pangan.
1.2 Tujuan
Tujuan pada praktikum ini adalah melakukan pengujian mutu pada sampel produk biskuit
dan snack dengan membandingkan pada SNI 01-2886-1992 dan melihat health claim dan food
standards and labeling pada sampel.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mutu Biskuit
Menurut Kramer dan Twigg (1973), mutu yang baik merupakan faktor penting pada
produk pangan. Mutu pada produk dapat meliputi parametr keadaan (bau, rasa, dan warna),
kandungan kadar air dalam sampel, kadar lemak, kadar silikat maksumum, bahan tambahan
makanan, cemaran logam hingga cemaran mikroba. Kadar air akan menentukan ketahanan dan
keadaan pada produk tersebut. Air memiliki pengaruh yang vital terhadap mutu dari bahan
pangan. Penetapan kandungan air yang ada di dalam bahan dapat dilakukan berdasarkan
beberapa cara seperti metode pengeringan yang dilakukan pada produk pangan. Faktor lain yang
mempengaruhi mutu snack dan biskuit adalah dari sistem pengemasan dan penyimpanan pada
bahan pangan tersebut. Penyimpanan yang tepat akan memperpanjang umur simpan dan
menghasilkan produk pangan yang tetap memiliki mutu yang baik meskipun sudah melewati
proses penyimpanan. Cemaran mikroba hingga penyerapan air dapat dicegah dengan
pengemasan dan penyimpanan yang tepat.
Biskuit merupakan produk pangan yang berbahan dasar terigu yang dipanggang hingga
memiliki kandungan akdar air kurang dari 5%. Kandungan lemak dan minyak yang terdapat
dalam biskuit berfungsi untuk melembutkan adonan biskuit dan membuat hasil biskuit menjadi
lebih renyah. Penambahan bahan lain seperti gula, garam, soda kue, air, perasa, dan susu juga
menjadi komponen pada biskuit yang harus diperhatikan kebersihannya untuk mencegah
pertumbuhan mikroba di dalamnya. Kandungan komponen-komponen pada biskuit tersebut
harus dilakukan pengujian terhadap mutu dari biskuit tersebut.
Snack diproses melalui tahap penggorengan dengan menggunakan minyak yang berperan
sebagai media transfer panas. Kandungan minyak yang terserap dan masuk ke dalam adonan
akan menjadi faktor yang akan mempengaruhi umur simpan dan mutu dari produk. Kualitas dan
kebersihan minyak akan menjadi faktor mutu penting. Minyak dan lemak merupakan komponen
penting dalam bahan pangan yang akan menyebabkan adanya ketengengikan sehingga
mengalami adanya penurunan mutu. Faktor udara, intensitas cahaya, dan aktivitas enzim menjadi
faktor yang menentukan umur simpan biskuit. Proses oksidasi dan bleaching akan meningkat

ketika penyimpanan tidak tepat. Off flavor juga menjadi hasil lewat mutu dari produk bahan
pangan akibat kerusakan faktor-faktor tersebut (Man dan Jones, 2000).
2.2 Standard Labeling
Banyaknya perdagangan produk bahan pangan saat ini menyebabkan dibentuknya peraturan
pemerintah republik Indonesia nomor 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan. Pengaturan,
pembinaan, dan pengawasan pangan diatur di dalam peraturan tersebut. Perdagangan pangan yang sehat
dan memberikan informasi yang jelas kepada konsumen diharapkan dari peraturan ini seperti kejelasan
produk, tanggal produksi, tanggal kadarluarsa, batas penggunaan komponen bahan-bahan di dalam
produk pangan tersebut diperlukan agar konsumen dapat mengetahui dan tidak salah ketika membeli
produk. Perdagangan yang jujur dan bertanggung jawab dilakukan untuk melindungi konsumen terhadap
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Label merupakan keterangan yang terdapat pada produk pangan berupa gambar, tulisan atau
kombinasi keduanya yang memuat informasi mengenai barang dan keterangan pihak yang memproduksi
produk tersebut yang disertakan pada produk, dimasukkan pada kemasan, ditempelkan di bagian kemasan
atau dapat juga sudah menjadi bagian langsung dari kemasan.
Informasi mengenai kuantitas, isi hingga kualitas dari produk menjadi bagian label. Label
digunakan agar konsumen dapat lebih paham mengenai produk pilihannya tersebut. Pada proses labeling
diharuskan terdapatnya informasi yang lengkap dari produk yang akan dibutuhkan oleh kondumen
ketika konsumen akan menentukan pilihan sebelum memilih untuk membeli produk tersebut sehingga
konsumen tidak akan menjadi pihak yang dirugikan karena kurangnya informasi dari produk tersebut.

Menurut peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 69 tahun 1999, produk yang
akan dipasarkan harus sesuai dengan syarat yang ditentukan oleh pemerintah seperti terdapatnya
informasi berat bersih, isi bersih atau netto, komposisi dari produk, tanggal, bulan, dan tahun
kadarluarsa, nama barang atau produk, ukuran, berat atau isi bersih produk, keterangan mengenai
halal atau tidaknya produk, produk, aturan penggunaan produk, efek samping dari produk hingga
pihak dan alamat pihak yang memproduksi produk menjadi ketentuan yang harus terdapat dan
dimuat pada label produk dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan tempat
pendistribusian. Isi dan penggunaan label yang tepat sesuai dengan peraturan pemerintah tersebut
akan memudahkan konsumen dalam menentukan pilihan dan menghindarkan konsumen dari
lewat mutu produk, pemalsuan komposisi isi produk hingga adanya pemanfaatan pada produk.

2.3 Penyimpanan Biskuit


Penyimpanan dilakukan untuk dapat mempertahankan mutu dan kualitas produk yang akan
disimpan. Untuk dapat mempertahankan mutu dan kualitas produk maka penyimpanan harus dilakukan
dengan benar dan seragam sesuai dengan karakteristik produk tersebut. Penyimpanan yang bahan yang
tidak seragam dan tidak benar akan merusak produk sehingga menghasilkan mutu dan kualitas yang tidak
baik (Syarief dan Halid 1993). Biskuit merupakan makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan
penambahan bahan makanan lain dengan proses pemanasan dan pencetakan (BSN, 1992). Mutu biskuit
dapat dinilai melalui uji organoleptik seperti berdasarkan warna, aroma, rasa dan tekstur. Penampakan
warna biskuit yang baik akan berwarna kuning kecoklatan, aroma biskuit merupakan aroma yang khas
dari lemak dan butter pada bahan pembuatan, tekstur biskuit yang baik dihasilkan dengan tekstur yang
renyah, dan rasa pada biskuit yang baik akan gurih (Kartika, 1988).
Biskuit harus disimpan menggunakan kemasan yang kedap terhadap cahaya, uap air dan oksigen
(Man dan Jones, 2000). Kemasan yang digunakan pada biskuit ini bertujuan untuk dapat menjaga mutu
dan kualitas biskuit selama penyimpanan. Biskuit sangat rentan mengalami kerusakan oleh
mikroorganisme sehingga akan mempengaruhi tekstur, ukuran, warna, dan flavor (Matz,1992). Kondisi
penyimpanan menyebabkan zat gizi yang ada di dalamnya menjadi berkurang dan dapat mempengaruhi
perkembangan mikroorganisme yang akan menyebabkan kerusakan. Suhu penyimpanan juga perlu
diperhatikan karena dapat mempengaruhi aktivitas air. Aktivitas air yang tinggi akan menyebabkan
kondisi menjadi lembab sehingga mempengaruhi kualitas dari produk yang disimpan (Syarief dan Halid
1993).

2.4 Uji Kadar Vitamin C


Vitamin C adalah salah satu zat gizi yang berperan sebagai antioksidan dan efektif mengatasi
radikal bebas yang dapat merusak sel atau jaringan, termasuk melindungi lensa dari kerusakan oksidatif
yang ditimbulkan oleh radiasi. Status vitamin C seseorang sangat tergantung dari usia, jenis kelamin,
asupan vitamin C harian, kemampuan adsorbs, dan ekskresi, serta adanya penyakit tertentu. Rendahnya
asupan serat dapat mempengaruhi asupan vitamin C karena bahan makanan sumber serat dan buahbuahan juga merupakan sumber vitamin C. Larutan encer vitamin C pada pH kurang dari 7,5 masih stabil
apabila tidak ada katalisator seperti di atas. Oksidasi vitamin C akan terbentuk asam dihidroaskorbat
(Sudarmadji, 1989).

Vitamin C atau asam askorbat, merupakan vitamin yang dapat ditemukan dalam berbagai
buah-buahan dan sayuran. Vitamin C berwarna putih, berbentuk kristal senyawa oganik, dan
dapat disintesis dari glukosa atau diekstrak dari sumber-sumber alam tertentu seperti jus jeruk.
Vitamin pertama kali diisolasi dari air jeruk nipis oleh Gyorgy Szent tahun 1928. Vitamin C
bertindak ampuh mengurangi oksigen, nitrogen, dan sulfur yang bersifat radikal. Vitamin C
bekerja sinergis dengan tokoferol yang tidak dapat mengikat radikal lipofilik dalam area lipid
membrane dan protein. Pengobatan dengan vitamin C dapat memulihkan kadar zat besi dalam
tubuh (Harjadi, W. 1990).
Ada beberapa metode yang dikembangkan untuk penentuan kadar vitamin C diantaranya
adalah metode spektrofotometri UV-Vis dan metode iodimetri. Metode Spektrofotometri dapat
digunakan untuk penetapan kadar campuran dengan spectrum yang tumpang tindih tanpa
pemisahan terlebih dahulu. Karena perangkat lunaknya mudah digunakan untuk instrumentasi
analisis dan mikrokomputer, spektrofotometri banyak digunakan di bidang analisis kimia
sedangkan iodimetri merupakan metode yang sederhana dan mudah diterapkan dalam suatu
penelitian (Harjadi, W. 1990).
Titrasi iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan pada reaksi oksidasi
reduksi . iodimetri merupakan titrasi terhadap zat-zat reduktor yang dilakukan secara langsung.
Titrasi iodimetri ini dapat dilakukan untuk menentukan kadar zat-zat oksidator secara langsung,
seperti kadar yang terdapat dalam serbuk vitamin C. Dalam bidang farmasi metode ini dapat juga
digunakan untuk menentukan kadar zat-zat yang mengandung oksidator lainnya. Dari uraian di
atas , penulis tertarik untuk membahas mengenai analisis kadar vitamin C dengan metode
iodimetri (Basset, J. Dkk. 1994).

Titrasi iodimetri merupakan titrasi redoks. Titrasi-titrasi redoks berdasarkan pada


perpindahan electron antara titran dengan analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan
potensiometri untuk mendeteksi titik akhir. Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia
dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan
bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai hilangnya electron sedangkan reduksi
memperoleh electron (Basset, J. Dkk. 1994).
Titrasi iodimetri merupakan titrasi langsung terhadap zat-zat yang potensial oksidasinya
lebih rendah dari sistem iodium iodide, sehingga zat tersebut akan teroksidasi oleh iodium.
Cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung
disebut iodimetri, dimana digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang
dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titim ekuivalennya. Iodimetri adalah oksidasi kuantitatif
dari senyawa pereduksi dengan menggunakan iodium. Iodimetri ini terdiri dari dua yaitu
iodimetri metode langsung yaitu bahan pereduksi langsung dioksidasi dengan larutan baku
iodium (Poedjiadi, Anna. 1994).
Praktikum analisa kuantitatif vitamin C dalam sampel dilakukan dengan menggunakan
metode titrasi iodimetri (titrasi langsung). Hal ini berdasarkan bahwa sifat vitamin C dapat
bereaksi dengan iodin. Penentuan ini dilakukan dengan menggunakan larutan I2 0,1 N sebagai
titran. Sampel yang dipergunakan saat praktikum adalah minuman penyegar untuk panas dalam
dengan kemasan yang banyak dijual di pasaran dengan merk dagang adem sari. Dalam kemasan
minuman disebutkan bahwa dalam minuman tersebut kaya akan vitamin C (Poedjiadi, Anna.
1994).
Sumber vitamin C adalah sayuran berwarna hijau dan buah-buahan. Vitamin C dapat
hilang karena hal-hal seperti :
1.

Pemanasan, yang menyebabkan rusak/berbahayanya struktur,

2.

Pencucian sayur setelah dipotong-potong terlebih dahulu,

3.

Adanya alkali atau suasana basa selama pengolahan, dan

4.

Membuka tempat berisi vitamin C sebab oleh udara akan terjadi oksidasi yang tidak

reversible (Poedjiadi, 1994).


Penentuan vitamin C dapat dikerjakan dengan titrasi iodimetri. Titrasi iodimetri
merupakan titrasi langsung berdasarkan reaksi redoks yang menggunakan larutan baku I2 untuk
mengoksidasi analatnya (Sudarmaji, Slamet. Dkk. 1989).

AReduksi + I2 AOksidasi + IIod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat, sehingga hanya zat-zat yang merupakan
reduktor yang cukup kuat dapat dititrasi. Indikator yang digunakan ialah amilum, dengan
perubahan dari tak berwarna menjadi biru (Sudarmaji, Slamet. Dkk. 1989).
2.5 Uji Kadar Asam Lemak Bebas
2.6 Uji Kadar Air
2.7 Uji Lempeng Total (TPC)

BAB III
METOLOGI

3.1 Uji Kadar Vitamin C


3.1.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam pratikum adalah timbangan, gelas ukur,
erlemenyer, gelas piala, corong kaca, biuret, kaki tiga (statis), pemanas, labu ukur, mortal dan
alu dan batang pengaduk. Sedangkan bahan yang digunakan adalah pepaya, nanas, jeruk,
mangga, iodin 0,01 N, aquadest, dan larutan amilum 1 %.
3.1.2 Prosedur Kerja
Siapkan alat dan bahan yang digunakan. Buka bungkus biskuit kemudian keluarkan
beberapa . Haluskan menggunakan mortal dan alu hingga diperoleh slurry kemudian timbang
sebanyak 20 gr menggunakan timbangan analitik dan masukkan kedalam labu ukur 250 ml.
Tambahkan aquadest hingga batas miniskus pada labu ukur 250 ml dan homogenkan hingga
homogen. Ambil larutan yang telah homogen sebanyak 20 ml menggunakan gelas ukur dan
masukkan kedalam erlemeyer tambahkan aquadest sebanyak 70 ml.
Tambahkan larutan amilum kedalam erlemeyer sebanyak 1 ml menggunakan pipet dan
lakukan titrasi. Isi biuret dengan larutan iodin 0,01 N untuk digunakan mentitrasi larutan yang
akan dianalisa vitamin C-nya. Catat volume yang digunakan dalam mentitrasi hingga larutan
berubah warna. Hitung menggunakan rumus sebagai berikut untuk mengetahui jumlah kadar
vitamin C-nya.
vitamin C=

ml iodium 0,01 N 0,88


1000
berat sampel

3.2 Uji Kadar Asam Lemak Bebas


3.3. Uji Kadar Air
3.4 Uji Lempeng Total (TPC)

BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai