Anda di halaman 1dari 9

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada junjungan kita Rasulullah SAW beserta keluarganya, para shahabatnya, serta kita semua
para penganut ajarannya hingga akhir zaman.
Disamping itu juga, dalam pembuatan makalah ini penyusun tak lup amenyampaikan banyak
terima kasih kepada :
1. KH. Hasan Anshori, MAselaku dosen pembimbing mata kuliah Ushul Fiqh I
2. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan dalam penyusunan
makalah ini.
Makalahini kami susun sebagai salah satu kewajiban kami sebagai mahasiswa/i Semester 2 di
SekolahTinggi Agama Islam Al Karimiyah Depok jurusan tarbiyah dalam mata kuliah Ushul
Fiqh I. Makalah ini menjelaskan mengenai metode Istinbat dari segi bahasa (Am dan Khas, Amr
dan Nahy).
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya, baik itu dosen pembimbing,
mahasiswa, maupun bagi masyarakat umum. Dengan keterbatasan waktu, referensi, dan
kemampuan, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, segala
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami harapkan demi
penyempurnaan makalah kami di masa yang akan datang .
Depok, November 2014
Penyusun.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Objek utama yang akan dibahas dalam Ushul Fiqh adalah Al-Quran dan Sunnah
Rasulullah. Untuk memahami teks-teks dua sumber yang berbahasa Arab tersebut, para ulama
telah menyusun semacam Semantik yang akan digunakan dalam praktik penalaran Fiqh. Ayatayat Al-Quran dalam menunjukan pengertiannya menggunakan berbagai cara, ada yang tegas,
ada yang melalui arti bahasanya dan ada pula yang melalui maksud hukumnya. Disamping itu di
satu kali terdapat pula perbenturan antara satu dalil dengan yang lain ynag memerlukan
penyelesaian. Ushul Fiqh menyajikan berbagai cara dari berbagai aspeknya untuk menimba
pesan-pesan yang terkandung dalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah.Salah satu metode yang
dapat digunakan untuk menarik hukum dari Al-Quran dan Sunnah yaitu dengan metode istinbat.
Berikut ini kami akan memaparkan beberapa metode istinbat dari segi bahasa (Am dan khas,
dan Amr dan Nahy)

BAB II
PEMBAHASAN
Metode Istinbat bila dihubungkan dengan hukum, seperti dijelaskan oleh Muhammad bin
Ali al-Fayyumi (w. 770 H) ahli Bahasa Arab dan Fiqh, berarti upaya menarik hukum dari Alquran dan Sunnah dengan jalan Ijtihad.
Secara garis besar, metode istinbat dapat dibagi kepada 3 bagian, yaitu segi kebahasaan,
segi maqasid (tujuan) syariah, dan segi penyelesaian beberapa dalil yang bertentangan1[1].
Berikut ini akan dijelaskan beberapa metode istinbat dari segi bahasa :
A. Lafal Umum (Am) dan Lafal Khusus (Khas)
Menurut para ulama Ushul Fiqh ayat-ayat hukum bila dilihat dari segi cakupannya dapat
dibagi kepada lafal umum (am) dan lafal khusus (khas)
1. Lafal Umum (Am)
a. Pengertian Lafal Am
Seperti disimpulkan Muhammad adib Saleh, lafal umum ialah lafal yang diciptakan untuk
pengertian umum sesuai dengan pengertian lafal itu sendiri tanpa dibatasi sengan jumlah
tertentu2[2].
b. Bentuk-bentuk yang Menunjukan Umum
1) Lafal-lafal yang manalafal itu sendiri berarti umum, seperti lafal :kullun, jamiun, kaaffah,
maasyar(artinya seluruhnya).
a) Kullun
Tiap-tiap (seluruh) yang berjiwa akan merasakan mati.(QS. Ali Imran: 185)
b) Jamiun
Dialah Allah yang menjadikan bagimu apa-apa yang ada dibumisemuanya.(QS.Al Baqarah :
29)
c) Kaaffah
d) Masyar
Hai sekalian jin dan manusia ! Apakah tidak pernah datang kepadamu rasul-rasul dari
golongan-mu sendiri yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku dan memberi peringatan
kepadamu bahwa akan ada pertemuan hari (kiamat) ini?(QS. Al-Anam : 131)
1[1] Ushul Fiqh, Prof. Dr. H. Satria Effendi, M. Zein, M.A., hal, 177
2[2] Ushul Fiqh, Prof. Dr. H. Satria Effendi, M. Zein, M.A., hal, 196

2) Isim syarat, seperti man (barang siapa), ma (apa saja), aina (dimana saja), dan Ayyun (mana
saja)
a) Man (barang siapa)
Barang siapa mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan karena kejahatan itu.
(QS. An-Nisa : 123)
b) Ma (apa saja)
Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan di jalan Allah, niscaya kamu akan diberi
pahalanya dengan cukup dan sedikitpun kamu tidak akan dianiya. (QS. Al-Baqarah : 272)
c) Aina (dimana)
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam
benteng yang tinggi lagi kokoh (QS An-Nisaa : 78)
d) Ayyun (mana saja),ayyuma (siapa saja)
Siapa saja perempuan yang meminta ditalak oleh suaminya tanpa alasan maka haram baginya
harum-haruman surga. (HR. Ahmad)
3) Isim Istifham, yaitu lafal nama yang berarti bertanaya. Seperti lafal man (siapa), ma (apa),
aina (dimana), ayyun (siapakah), dan mata (kapan).
a) Man (siapa)
Siapakah yang mau berpiutang kepada Allah dengan piutang yang baik? (QS. Al-Baqarah :
245)
b) Ma (apa)
Apa sebab kamu masuk neraka? (QS. Al-Mudatsir: 42)
c) Ayyun (siapakah)
Siapakah diantara kamu yang bisa membawa singgasana kerajaannya (Bilqis) ke hadapanku
sebelum mereka datang berserah diri. (QS. An-Naml : 38)
d) Mata (kapan)
Kapan datangnya pertongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu sangat
dekat. (QS. Al-Baqarah [2] : 215)
e) Aina (dimana)
Dimanakah tempat tinggalmu?
4) Isim Nakirah3[3] yang terletak sesudah Nafi4[4] :
.Dan tidak ada dosa atas kamu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka
maharnya .. (QS. Al-Mumtahanah : 10)
5) Isim Mausul (kata penghubung),seperti kata Alladzi, Alladzina, Allati, Allaati:
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara dzalim, sebenarnya
mereka itu menelan api sepenuh perut mereka.. (QS. Annisa : 10)
3[3]Nakiroh adalah lafal yang belum tentu, seperti baitun artinya rumah, ini belum tentu rumah yang
mana. Adapun kebalikannya disebut Marifah , seperti al-baitu artinya rumah yang itu.

4[4]Nafi yaitu kalimat negatif, seperti kalimat saya tidak kekantor jika turun hujan, kalimat tidak
kekantor ini disebut dengan nafi

6) Kata jama yang disertai alif-lam diawalnya, seperti kata al-walidat (para ibu) :
Para ibu (hendaklah) menyusukan anknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi orang yang
ingin menyempurnakan penyusuan (QS. Al-Baqarah : 233)
7) Kata benda tunggal yang di-marifat-kan dengan alif-lam, seperti kata al-insan(manusia) :
Sesungguhnya manusia dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman (QS Al-Ashr : 2)
c. Pembagian Lafal Umum
Lafal umum seperti dijelaskan Mustafa Said al-Khin, guru besar Ushul Fiqh Universitas
damaskus, dibagi kepada 3 macam 5[5]:
1) Lafal umum yang dikehendaki keumumannya karena ada dalil yang menunjukkan tertutupnya
kemungkinan ada takhsis, misalnya :
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lahyang memberi
rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya.
semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). (QS. Huud : 6)
Yang dimaksud binatang melata disini adalah umum, mencakup seluruh jenis binatang
tanpa kecuali, karena diyakini bahwa setiap yang melata adalah Allah yang memberi rezekinya.
2) Lafal umum pada hal yang dimaksud adalah makna khusus karena ada indikasi yang
menunjukkan makna seperti itu, misalnya :
Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di
sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka
lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri rasul (QS. At Taubah :120)
Sepintas lalu difahami bahwa ayat tersebut menunjukkan makna umum, yaitu setiap
penduduk Madinah dan orang-orang Arab sekitarnya termasuk orang-orang sakit dan orangorang lemah harus turut menyertai Rasulullah pergi berperang. Namun yang diaksud ayat
tersebut bukanlah makna umum itu, tetapi hanyalah orang-orang yang mampu.
3) Lafal umum yang terbebas dari indikasi baik menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah
makna umumnya atau sebagian cakupannya. Misalnya :
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'.QS. AlBaqarah: 228)
Lafal umum dalam ayat tersebut yaitu al-muthallaqat (wanita-wanita yang ditalak),
terbebas dari indikasi yang menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah makna umumnya itu atau
sebagian cakupanya. Dalam hal ini, menurut jumhur ulama Ushul Fiqh, seperti yang
dikemukakan Muhammad Adib Shaleh, kaidah ushul fiqh yang berlaku adalah bahwa sebelum
terbukti ada pen-takhsis-annya, ayat itu harus diterapkan pada semua satuan cakupannya secara
umum.
5[5] Ushul Fiqh, Prof. Dr. H. Satria Effendi, M. Zein, M.A., hal. 198

2. Lafal Khusus (Khas)


a. Pengertian Lafal Khas
Khas adalah isim fail yang berasal dari kata kerja :

-





yang mengkhususkan atau menentukan 6[6]
Seperti dikemukakan Adib Saleh, lafal khas adalah lafal yang mengandung satu
pengertian secara tunggal atau beberapa pengertian yang terbatas. Para ulama sepakat, seperti
yang disebutkan Abu zahrah, bahwa lafal khas dalam nash syara menunjuk pada pengertiannya
yang khas secara qathi (pasti) dan hukum yang dikandungnya bersifat pasti pula selama tidak
ada indikasi yang menunjukkan pengertian lain.7[7]
Contoh lafal khas adalah ayat 89 surat al-Maidah yang artinya:
Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu
dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi Pakaian kepada
mereka
Kata asyarah dalam ayat tersebut diciptakan hanya untuk bilangan sepuluh, tidak lebih dan
tidak pula kurang. Arti sepuluh itu sendiri sudah pasti tidak ada kemungkinan pengertian lain.
Begitulah dipahani setiap lafal khas dalam al-Quran selama tidak ada dalil yang
memalingkannya kepada pengertian lain.
Adapun yang dimaksudkan dengan takhsish dalam istilah ushul fiqh adalah :
Mengeluarkan sebagian apa-apa yang termasuk dalam yang umum itu menurut ukuran ketika
tidak terdapat mukhasis8[8].
B. Amr (Perintah) dan Nahy (Larangan)
1. Amr (Perintah)
a. Pengertian Amr
6[6]Ilmu Ushul Fiqih, Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A., hal. 87
7[7]Ushul Fiqh, Prof. Dr. H. Satria Effendi, M. Zein, M.A., hal. 205
8[8]Mukhasis adalah dalil yang mengkhususkan suatu dalil yang umum

Amr menurut bahasa artinya perintah, suruhan, tuntutan. Menurut istilah ushul fiqh yaitu :
suatu tuntutan (perintah) untuk melaksanakn sesuatu dari pihak yang lebih tinggi
kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah tingkatannya
Sebagai contoh, seorang ayah memerintahkan anaknya untuk belajar. Dalam hal ini, yang
memerintahkan ialah ayah yang kedudukannya lebih tinggi dari pada anak.
Dalam ushul fiqh sendiri yang dimaksud lebih tinggi adalah Allah dan rasul-Nya (AlQuran dan Hadits), sedangkan yang lebih rendah adalah manusia mukalaf9[10]
b. Bentuk-bentuk yang Menunjukan Lafal Amr
Menurut Khudari Bik di dalam TarikhTasyri disampaikan beberapa
bentuk Amr antara lain :
1) Melalui lafadz amara dan seakan dengannya yang mengandung perintah
(suruhan).
2) Menggunakan lafadz kutiba atau diwajibkan.
3) Perintah dengan menggunakan redaksi pemberitaan (jumlah khabariyah)
namun yang dimaksud adalah perintah.
4) Perintah yang menggunakan kata kerja perintah secara langsung.
5) Perintah dengan menggunakan fiil mudhari10[11] yang disertai oleh lam amr11[12]
6) Perintah dengan menggunakan kata faradha (mewajibkan)
7) Perintah dalam bentuk penilaian bahwa perbuatan itu adalah baik
8) Perintah disertai janji kebaikan yang banyak bagi pelakuknya.
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang kami
wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja)
yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah,
jika kamu orang-orang yang benar.(QS. Al Baqarah : 23)
5) Sebagai ejekan dan penghinaan. Misalnya firman Allah yang berkenaan
dengan orang yang ditimpa siksaan diakhirat nanti sebagai ejekan atas diri
mereka.
Rasakanlah! Sesungguhnya kamu orang yang Perkasa lagi mulia
(QS. Al-Dukhan : 49)

9[10]Mukalaf ialah orang yang telah dikenai atau diberati hukum


10[11]Fiil mudhari adalah kata kerja yang sedang atau yang akan dilakukan
11[12]Lam amr yaitu huruf yang berarti perintah

d. Kaidah yang Berhubungan dengan Amr


Apabila dalam nash (teks) syara terdapat salah satu dari bentuk perintah, maka ada
beberapa kaidah yang mungkin bisa diberlakukan12[14] :
1) , (pada asalnya (setiap) perintah itu menunjukan hukum wajib)
meskipun suatu perintah bisa menunjukkan berbagai pengertian, namun pada dasarnya suatu
perintah menunjkkan hukum wajib dilaksanakan kecuali bila ada indikasi atau dalil yang
memalingkannya.
2. Nahy (Larangan)
a. Pengertian Nahy
Nahy menurut bahasa artinya larangan atau yang terlarang, sedang menurut istilah adalah
larangan melakukan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak
yang lebih rendah tingkatannya dengan kalimat yang menunjukan atas hal itu
b. Bentuk-bentuk yang Menunjukan Lafal Nahy
Dalam melarang suatu perbuatan, seperti disebutkan oleh Muhammad
Khudhari Bik Allah juga memakai beragam gaya bahasa diantaranya:
1) Larangan secara tegas dengan memakai kata naha atau yang searti
dengannya yang secara bahasa berarti melarang.
2) Larangan dengan menjelaskan bahwa suatu perbuatan diharamkan.
3) Larangan dengan menegaskan bahwa perbuatan itu tidak halal dilakukan.
4) Larangan dengan menggunakan kata kerja Mudhari (kata kerja untuk
sekarang atau mendatang) yang disertai huruf lam yang menunjukkan
larangan.
5) Larangan dengan memakai kata perintah namun bermakna tuntutan
untuk meninggalkan misalnya.
6)Larangan dengan cara mengancam pelakunya dengan siksaan pedih.
7) Larangan dengan mensifati perbuatan itu dengan keburukan.
8) Larangan dengan cara meniadakan wujud perbuatan itu sendiri.
A. Kesimpulan
Bila dilihat dari segi cakupannya ayat-ayat hukum dapat dibagi kepada lafal umum (am) dan
lafal khusus (khas)
12[14]Ilmu Ushul Fiqih, Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A., hal. 52

Lafal umum ialah lafal yang diciptakan untuk pengertian umum sesuai dengan pengertian lafal
itu sendiri tanpa dibatasi sengan jumlah tertentu
Lafal khas adalah lafal yang mengandung satu pengertian secara tunggal atau beberapa
pengertian yang terbatas.

Anda mungkin juga menyukai