Berkembangnya Radikalisme Di Perguruan Tinggi
Berkembangnya Radikalisme Di Perguruan Tinggi
disusun oleh
Muhammad Aliakov
11.12.5874
Kelompok I
ABSTRAK
Persatuan dan kesatuan NKRI sejatinya adalah amanah dari nilainilai luhur Pancasila yang telah diwariskan oleh seluruh pendiri-pendiri
bangsa. Kedamaian dan ketentraman di negara ini merupakan garis besar
cita-cita bangsa yang tertulis di Pembukaan UUD 1945. Namun di era
reformasi ini nilai-nilai dan cita-cita luhur Pancasila seperti mulai pudar
dari jati diri bangsa ini karena mulai suburnya sikap radikalisme
dikalangan masyarakat. Kemunculan organisasi yang berlatarbelakang
agama garis keras semakin marak pasca tumbangnya orde baru. Syariatsyariat agama yang sejatinya mengajarkan akan cinta kedamaian, sopan
santun, dan toleransi umat beragama hanya ditafsirkan oleh suatu
kelompok sebagai alat landasan dalam menegakkan ajaran agama
dengan jalan kekerasan dan pemaksaan. Paham radikal kelompok itu
yang dulunya cenderung diarahkan kepada masyarakat bawah mulai
bergeser ke kelompok pelajar baru-baru ini. Bahkan pelajar di perguruan
tinggi. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan karena sesungguhnya para
pelajar lah yang akan menjadi tonggak masa depan negara ini.
Kata kunci : Pancasila, Pembukaan UUD 1945, Radikalisme, Syariat
Agama, Persatuan.
2. RUMUSAN MASALAH
Beberapa rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini diantaranya:
1. Apa yang melatar belakangi berkembangnya paham-paham radikal di
Indonesia?
2. Bagaimana proses masuknya paham radikal ke dalam lingkungan
perguruan tinggi?
3. Bagaimana solusi untuk menangkal dan juga menghentikan perkembangan
radikalisme di lingkungan kampus?
3. Pendekatan
3.1. Historis
Lahirnya paham radikal yang sampai sekarang ini terus
berkembang baik secara terang-terangan maupun rahasia, berkaitan erat
dengan peristiwa diproklamirkannya Negara Islam Indonesia pada 7
Agustus 1949. Negara Islam Indonesia yang saat itu memiliki organisasi
Darul Islam dan tentaranya yang dikenal dengan nama Tentara Islam
Indonesia, memanfaatkan momentum untuk memproklamasikan NII disaat
daerah Jawa Barat ditinggalkan oleh TNI karena dikuasai Belanda sesuai
perjanjian Renville. Selama masa itu juga dikumandangkan jihad
suci melawan penjajah Belanda. Kartusuwiryo, seorang yang disebut
sebagai imam atau pemimpin tertinggi memimpin gerakan ini dari tahun
1942 hingga tahun 1962. Disamping itu, NII memiliki empat wilayah
yakni Jawa Barat dan sekitarnya, Aceh, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan
Selatan.
Gerakan NII kocar-kacir setelah pemberontakan di Jawa Tengah
dan Jawa Barat. Gerakan ini dilumpuhkan lewat penumpasan operasi
militer yang disebut operasi Bharatayuda. Pada tanggal 4 juni 1962,
Kartosuwiryo berhasil ditangkap oleh pasukan Siliwangi di Gunung
Geber, Majalaya, Jawa Barat. Akhirnya Kartosuwiryo dijatuhi hukuman
mati pada 16 Agustus 1962.
Eksekusi mati atas Kartosuwiryo membuat NII vakum selama 10
tahun. NII kembali bergerak di bawah pimpinan Tengku Daud Beureueh
pada tahun 1974. Tengku Daud Beureueh pada tanggal 20 September 1953
memproklamasikan daerah Aceh sebagai bagian dari Negara Islam
Indonesia di bawah pimpinan Kartosuwiryo. Daud memimpin NII hingga
tahun 1979. Setelah Daud, kepemimpinan NII beralih ke kader-kader
Kartosuwiryo. Pada tahun 1978, Adah Jaelani meneruskan kepemimpinan
NII hingga tahun 1987. Adah ditangkap dan dipenjara pada tahun 1987
dan baru bebas pada tahun 1993.
Imam NII lalu diambil alih oleh Ajengan Masduki. Kiai Jawa Barat
ini mengomando NII dari 1987 hingga 1990. Namun Ajengan Masduki
kemudian pindah ke Malaysia. Di negeri jiran ini, Masduki bergabung
dengan Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir mengembangkan
jaringan Jamaah Islamiyah.
Karena Ajengan Masduki pindah ke Malaysia, kepemimpinan NII
di Jawa dilanjutkan oleh Haji Karim hingga tahun 1992. Kemudian Haji
Karim meninggal dunia, imam NII lalu diambil alih Abu Toto atau yang
sering diisukan Panji Gumilang, pimpinan Pondok Pesantren Al Zaitun.
Panji selama 1992-1994 menjadi imam sementara NII. Pada 1994, setelah
Adah Jaelani bebas dari penjara, NII kembali dipimpin Adah. Namun
tahun 1996, NII kembali diserahkan pada Panji Gumilang karena Adah
sudah tua.
Lalu di tahun terakhir ini, kerap terjadi kasus pencucian otak dan
menghilangnya beberapa penduduk. Kasus ini ditengarai dilakukan oleh
NII KW9. Menurut Mustofa B Nahrawardaya, Koordinator Indonesian
Crime Analyst Forum (ICAF), NII yang masih beroperasi sekarang bukan
lagi NII yang murni. NII KW 9 merupakan NII palsu yang disusupi
intelijen. Alhasil, NII bentukan intelijen ini sungguh jauh benar
karakternya dengan NII yang semula dirintis Kartosoewirjo maupun Daud
Beureuh.
Sementara itu, NII juga memiliki banyak kelompok sempalan.
Kelompok sempalan ini misalnya yang dikembangkan oleh Ajengan
Masduki dan Baasyir serta Abdullah Sungkar. Pada tahun 1990, Masduki
dan Baasyir berkonflik. Akhirnya Baasyir dan Abdullah Sungkar
mengembangkan JI. Sementara kelompok yang setia pada Ajengan
Masduki membentuk jaringan Angkatan Mujahidin Nusantara (AMIN).
Kelompok AMIN ini, menurut pengamat militer Wawan Purwanto, juga
melakukan pencucian otak dalam merekrut anggotanya.
3.2. Sosiologis
Menyebar luasnya gerakan radikal yang dibelakangi oleh
pergerakan beratas namakan ajaran agama seperti itu tentu sangat
meresahkan kalangan masyarakat secara luas. Tidak lagi condong kepada
aksi pengrusakan ataupun kriminalitas semata seperti pengeboman dan
ancaman terror bom yang dilakukan pergerakan sejenis sebelumnya,
namun lebih kepada mengarah ke ajaran, paham, aqidah, bahkan
pengerukan dana terhadap jamaahnya dan sering kali harta masyarakat
luas.
Dalam aksinya juga, pergerakan ini dapat mengakibatkan orangorang disekitar kita yang menjadi incaran berubah sikap menjadi karakter
yang tidak bias kita pahami. Mereka akan menjadi orang yang sepertinya
tidak pernah kita kenal sebelumnya bahkan mungkin akan menghilang
keberadaannya dari masyarakat. Hal ini akibat doktirinisasi yang
kemudian dilakukan perekrutan secara intensif dan efektif oleh para
anggota gerakan radikal. NII lah yang sekarang ini ditengarai marak
melakukan aksi tersebut.
Ajaran agama yang disalahtafsirkan seenaknya sesuai kepentingan
gerakan NII KW9 ini dijadikan alat untuk mendoktrin para korbannya.
Penyimpangan seperti ini tentu sangat disesalkan karena sungguh jauh
benar dari kemuliaan syariat-syariat Islam yang sesungguhnya. Misalnya
saja paham jika ingin menjadi umat Islam yang benar, maka umat Islam di
Indonesia harus segera melaksanakan hijrah dari Negara Indonesia ke
Negara Islam Indonesia (NII). Setiap muslim yang berada di luar gerakan
tersebut dituduh kafir dan dinyatakan halal darahnya. Untuk membangun
sarana fisik dan biaya operasional gerakan, setiap anggota diwajibkan
menggalang dana dengan menghalalkan segala cara, di antaranya menipu.
Qanun asasi (aturan dasar) gerakan tersebut dianggap lebih tinggi
derajatnya dibadingkan kitab suci Alquran, bahkan tidak berdosa bila
menginjak Mushaf Alquran. Tauhid RMU, yang merupakan singkatan dari
rububiyah (hukum), mulkiyah (tempat), uluhiyah (umat), merupakan
konsep negara bagi NII, orang-orang di luar NII dianggap kafir, zalim, dan
fasik.
Paham yang radikal seperti itu tentu sangat mengkhawatirkan.
Disamping
ajarannya
yang
memperbolehkan
kepada
jamaahnya
4. PEMBAHASAN
4.1. Mengenai Latar Belakang Tindakan Radikalisme
Radikalisme yang seringkali dibungkus dengan aliran agama,
ternyata masih mewarnai tindakan terorisme di Indonesia. Kasus bom
bunuh diri (bom di Mariot Dubes Australia, Bom Bali I&II dan yang
lainnya), konflik yang berbau sentimen agama di Poso, Maluku, dan yang
lainnya, semakin memperjelas bahwa adanya korelasi antara radikalisme
di masyarakat dengan doktrin agama. Namun, apakah memang radikalisme
yang menyebabkan timbulnya terorisme di Indonesia itu memang terjadi
karena doktrin ideologi tertentu? Atau mungkin ada latar belakang lain?
Faktor Kemiskinan
Dalam kacamata intelektual kampus, radikalisme yang berbasis
kelompok agama terkait erat dengan kemiskinan. Selama kemiskinan
masih melekat dalam irama kehidupan rakyat, radikalisme akan beranak
pinak. Pandangan tersebut, memang sangat realistis dengan kenyataan
yang terjadi. Hal itu bisa dilihat dari berkembangnya radikalisme di
seluruh pelosok dunia, ternyata lebih marak terjadi di negara-negara
berkembang dan negara-negara miskin. Bentuk radikalisme tersebut sering
terjadi dalam bentuk pemberontakan sebagian masyarakat yang kecewa
terhadap
pemerintahannya
yang dinilai
telah
gagal
menciptakan
10
mengakibatkan
ketidakmampuan
dalam
mengeyam
11
pemerintah
dalam
merealisasikan
program-program
12
Faktor Politik
Stabilitas politik yang diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi
yang berkeadilan bagi rakyat adalah cita-cita semua negara. Kehadiran
para pemimpin yang adil, berpihak pada rakyat, tidak semata hobi
bertengkar dan menjamin kebebasan dan hak-hak rakyat, tentu akan
melahirkan kebanggaan dari ada anak negeri untuk selalu membela dan
memperjuangkan
negaranya.
Mereka
akan
sayang
dan
menjaga
mengajarkan
toleransi,
kesantunan,
keramahan,
membenci
13
14
Faktor Psikologis
Faktor ini sangat terkait dengan pengalaman hidup individual
seseorang. Pengalamannya dengan kepahitan hidupnya, lingkungannya,
kegagalan dalam karir dan kerjanya, dapat saja mendorong sesorang untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dan anarkis. Perasaan
yang menggunung akibat kegagalan hidup yang dideranya, mengakibatkan
perasaan diri terisolasi dari masyarakat. Jika hal ini terus berlangsung
tanpa adanya pembinaan dan bimbingan yang tepat. Orang tersebut akan
melakukan perbuatan yang mengejutkan sebagai reaksi untuk sekedar
menampakkan eksistensi dirinya.
Dr. Abdurrahman al-Mathrudi pernah menulis, bahwa sebagian
besar orang yang bergabung kepada kelompok garis keras adalah mereka
yang secara pribadi mengalami kegagalan dalam hidup dan pendidikannya.
Mereka inilah yang harus kita bina, dan kita perhatikan. Maka hendaknnya
kita tidak selalu meremehkan mereka yang secara ekonomi dan nasib
kurang beruntung. Sebab mereka ini sangat rentan dimanfaatkan dan
dibrain washing oleh kelompok yang memiliki target terorisme tertentu.
Doktrin Radikalisme
Ralp Dahrendororf, pelopor sosiologi konflik, menjelaskan
radikalisme dengan mengacu pada pemikiran Karl Marx. Di setiap
pergantian zaman, radikalisme selalu dimotori oleh kelompok yang
kondisi ekonominya relatif lebih baik. Kelompok ini merasa dipinggirkan
dalam proses perubahan yang sedang berlangsung. Muncul kekecewaan
bercampur kebencian kepada rezim yang berkuasa, yang dianggap
memblokir peluang mobilitas sosial mereka.
Dalam hal ini, kesenjangan antara harapan dan kenyataan
merupakan bahan bakar radikalisme. Dahrendorf berpendapat kelompok
miskin cenderung apatis (The Politics of Frustration, Oktober 2005).
Hasil penelitian Dr. Marc Sageman, psikiater forensic AS, sangat
membantu menjelaskan hal tersebut. Sageman mengambil sempel biografi
15
16
17
pengaruh
ideologi
radikalisme.
Radikalisme
menyeruak
18
19
20
setidaknya mengambil ikhtiar dari hakekat ilmu, yaitu dikaji secara ilmiah
dan dianalisa secara kontekstual agar bermanfaat bagi individu,
masyarakat bangsa dan negara.
Berkaitan dengan pengaruh radikalisme yang belakangan ini
menyeruak, maka perguruan tinggi mempunyai tanggungjawab besar
dalam menangkal dampak negatif dari jaringan radikal. Sebagai garda
depan dalam memantau perkembangan mahasiswa dari berbagai aspek,
lembaga pendidikan ini diharapkan mempunyai orientasi yang jelas dan
tepat dalam menanamkan nilai nasionalisme yang benar kepada
mahasiswanya. Namun bukan hanya pihak lembaga pendidikan saja yang
harus turut andil dalam menyikapi tuntutan tersebut. Pemerintah sebagai
penyelenggara negara juga memiliki tanggungjawab penuh, khususnya
departemen pendidikan pada masalah ini. Sistem pendidikan yang kurang
maksimal dan kurang mampu memfasilitasi nilai-nilai luhur yang
terkandung dalam pancasila dan ajaran agama secara tepat menjadi celah
bagi jaringan radikal untuk menyebarkan pemahamannya.
Semenjak runtuhnya orde baru, penataran P4 yang saat itu memang
terasa dipaksaan pada akhirnya dihentikan dan ditiadakan. Namun bukan
dampak positif yang berkembang di masyarakat. Akan tetapi sikap dan
moral bangsa yang terkesan lebih bebas dan tanpa memiliki pedoman
sedikitpun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Persatuan dan kesatuan bangsa pun terasa mulai menipis dengan
makin maraknya aksi perkelahian, tawuran antar kelompok, bahkan
pemberontakan yang mengarah pada keinginan keluar dari NKRI ini.
Makin parahnya lagi, sikap radikal yang tak bermoral tersebut telah
merambah ke ruang lingkup pendidikan di Indonesia. Tawuran antar
pelajar SMA ataupun mahasiswa sudah menjadi hal yang biasa bahkan
menjadi konsumsi bagi beberapa oknum. Hal ini tentu sangat
memprihatinkan karena generasi muda yang kelak menjadi pemimpin
bangsa hanya memiliki moral yang brutal dalam diri mereka.
21
Sehingga
mereka
akan
terlatih
jiwa
kepemimpinan,
22
23
berakibat
mudah
terpengaruhnya
masyarakat
yang
tak
24
6. REFERENSI
Hendriyansyah,
2011,
Kampus,
Mahasiswa,
dan
Radikalisme,
http://radarlampung.co.id/read/opini/32682-kampus-mahasiswa-danradikalisme
Trinanda, Andi, 2011, Eksistensi NII dan Matinya Pendidikan Pancasila ?,
http://sosbud.kompasiana.com/2011/05/04/eksistensi-nii-dan-matinyapendidikan-pancasila/
Zanwar Kurniawan, Lutfi, 2011, Mencegah Radikalisme dari Kampus,
http://hmimpofeuii.blogspot.com/2011/05/mencegah-radikalisme-darikampus.html
Mughni, Muladi, 2011, Faktor-faktor Penyulut Radikalisme Agama,
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&vie
w=article&id=1265:faktor-faktor-penyulut-radikalismeagama&catid=22:pengajian
Aruji, Iskandar, 2011, Sejarah Ringkas Berdirinya Negara Islam Indonesia,
http://www.iskaruji.com/2011/04/nii-sejarah-ringkas-berdirinyanegara.html
Hadhi, Mahatma, dkk, 2011, Negara Islam Indonesia: Fakta Sejarah Dan
Perkembangannya,
https://sites.google.com/site/ppmenetherlands/news/sejarahnii
http://news.okezone.com/read/2011/05/19/337/458910/jk-radikalisme-takselamanya-jelek-buat-mahasiswa
Suryana,
Dede,
2011,
Pancasila
Mampu
Redam
Radikalisme,
http://news.okezone.com/read/2011/10/01/337/509539/pancasilamampu-redam-radikalisme
Effendi,
Yusuf,
2010,
RADIKALISME
ISLAM
DI INDONESIA,
http://yusufeff84.wordpress.com/2010/04/21/radikalisme-islam-diindonesia/
25
dan
Terorisme,
http://bogorplus.com/kotabogor/66-
kotabogor/2443-kebodohan-dan-kemiskinan-penyebab-utamaradikalisme-dan-terorisme.html
Asroni, Ahmad, _________, Radikalisme Islam di Indonesia, Makalah, Pasca
Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
26