TINJAUAN PUSTAKA
WOC
vvvvvvvvv
Sirosis portal
Sirosis pasca
nekrotik
laehnec
Sirosis
bilier
Alkohilis kronis
Hepatitis virus
akut
Jaringan parut
mengelilingi daerah
portal
Obstruksi bilier
kronis dan infeksi
Jaringan parut terjadi di
dalam hati di sekitar
saluran empedu
Sirosis
hepatis
Sumbatan
portal
Fungsi hati
terganggu
Hipertensi
portal
Metabolisme
gg.
metabolisme
bilirubin
Asites
Ekspansi paru
tidak normal
Asam amino
relatif (albumin,
globulin)
Gangguan
sintesis vit.K
Sesak
nafas
MK:Ketidakefe
ktifan pola
- Faktor
pembekuan darah
terganggu
- sintesis
protrombin
MK: Resti
perdarahan
Ikterus
Konsentrasi
albumin
plasma
Perubahan
tekanan yang
diperlukan
untuk
mencegah
MK:
Kelebihan
volume
Glikogenesis dan
glukoneogenesis
menurun
Gg. Metabolisme
lemak
Sintesis asam
lemak dan TG
Pruritus
Glikogen dalam
hepar menurun
Hepar berlemak
Risti
Integritas
Glikogenelisis
menurun
Hepatomegali
Glukosa dalam
darah menurun
Oksidasi asam
lemak menurun
Cairan keluar
dan
memenuhi
abdomen
Asites
gg. metabolisme
karbohidrat
Lemas
Kurang
informasi
Penurunan
produksi tenaga
MK: Ansietas
MK: Intoleransi
aktivitas
BB turun
MK: Perubahan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
a. USG
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfatkan untuk mendeteksi
kelainan di hati, termasuk serosis hati. Gambaran USG tergantung
pada tingkat berat ringanya penyakit. Pada tingkat permulaan serosis
akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul.
Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak
penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak
membesar dan sebagian lagi dalam batas normal.
b. Angiografi hepar
Angiografi selektif, selia gastik atau splenotofografi terutama
pengukuran tekanan vena porta. Pada beberapa kasus, prosedur ini
sangat berguna untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi
operasi pintas dan mendeteksi tumor atau kista.
c. Pemeriksaan CHE (cholinesterase)
Pemeriksaan ini penting untuk menilai sel hati. Bila terjadi
kerusakan sel hati, kadar CHE akan trurun sedangkan pada perbaikan
terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal. Nilai CHE yang bertahan
dibawah nilai normal, mempunyai prognosis yang jelek.
d. Radiologi
Dengan barium swallow dilihat adanya varises esophagus untuk
konfirmasi hipertensi portal.
e. Esofogoskopi
Dapat dilihat varises esophagus sebagai komplikasi serosis
hati/hipertensi portal. Kelebihan endoskopi adalah dapat melihat
langsung sumber perdarahan varises esophagus, tanda-tanda yang
mengarah akan kemungkinan terjadinya perdarahan berupa cherry red
spot, red whale marking, kemungkinan perdarahan yang lebih besar
akan terjadi bila dijumpai tanda diffuse redness. Selain tanda tersebut,
dapat dievaluasi besar dan panjang varises serta kemungkinan terjadi
perdarahan yang lebih besar.
f. Biopsi hati bila diagnostik lain belum jelas
Biopsy jaringan hati yang rusak, infiltrasi lemak dan fibrosis sel
hati, dan mengidentifikasi adanya serosis. Pemeriksaan ini juga dapat
mendiagnosa adanya tumor ganas dan infeksi pada hati.
1.3 Pemeriksaan Fisik
1. Ikterus
2.
3.
4.
5.
6.
7.
normal hadir dalam usus. Ketika menggunakan protein untuk tujuantujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang
merekalepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat
diserap ke dalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya,
ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak.
Biasanya,unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena
portal ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan didetoksifikasi (dihliangkan racunnya).
Ketika sirosis hadir, sel-sel hati tidak dapat berfungsi secara normal
karena mereka rusak atau karena mereka telah kehilangan hubungan
normalnya dengan darah. Sebagai tambahan, beberapa dari darah
dalam vena portal mem-bypass hati melalui vena-vena lain. Akibat dari
kelainan-kelainan ini adalah bahwa unsur-unsur beracun tidak dapat
dikeluarkan oleh sel-sel hati, dan,sebagai gantinya, unsur-unsur
beracun berakumulasi dalam darah. Ketika unsur-unsur beracun
berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak terganggu,
suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu siang
hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang
normal) adalah diantara gejala-gejala paling dini dari hepatic
encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah,
ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitunganperhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat
kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang
parah/berat menyebabkan koma dan kematian. Unsur-unsur beracun
juga membuat otak-otak dari pasien-pasien dengan sirosis sangat peka
pada obat-obat yang disaring dan di-detoksifikasi secara normal oleh
hati. Dosis-dosis dari banyak obat-obat yang secara normal didetoksifikasi oleh hati harus dikurangi untuk mencegah suatu
penambahan racun pada sirosis, terutama obat-obat penenang
(sedatives) dan obat-obat yang digunakan untuk memajukan tidur.
Secara alternatif, obat-obat mungkin digunakan yang tidak perlu didetoksifikasi atau dihilangkan dari tubuh oleh hati, contohnya, obatobat yang dihilangkan/dieliminasi oleh ginjal.
4. Hepatorenal syndrome
Pasien-pasien
dengan
sirosis
yang
memburuk
dapat
mengembangkan hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu
komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjal-ginjal berkurang. Itua
dalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada
kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang
berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam cara darah
mengalir melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal syndrome didefinisikan
sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal untuk
membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan jumlahjumlah urin yang memadai walaupun beberapa fungsi fungsi penting
lain dari ginjal, seperti penahanan garam, dipelihara/dipertahankan.
Jika fungsi hati membaik atau sebuah hati yang sehat dicangkok
kedalam seorang pasien dengan hepatorenal syndrome, ginjal biasanya
mulai bekerja secara normal. Ini menyarankan bahwa fungsi yang
berkurang dari ginjal adalah akibat dari akumulasi unsur-unsur beracun
dalam darah ketika hati gagal. Ada dua tipe dari hepatorenal syndrome.
Satu tipe terjadi secara berangsur-angsur melalui waktu berbulanbulan. Yang lainnya terjadi secara cepat melalui waktu dari satuatau
dua minggu.
5. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
Cairan dalam rongga perut (asites) adalah tempat yang sempurna
untuk bakteri-bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut
mengandung suatu jumlah cairan yang sangat kecil yang mampu
melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut
(biasanya berasal dari usus) dibunuh atau menemukan jalan sendiri
kedalam vena portal dan ke hati dimana bakteri dibunuh.
Pada sirosis, cairan yang mengumpul didalam perut tidak mampu
untuk melawan infeksi secara normal.. Oleh karenanya, infeksi
didalam perut dan asites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial
peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi. SBP adalah suatu
komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan
SBP tdak mempunyai gejala-gejala, dimana yang lainnya mempunyai
demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut, diare, dan
memburuknya asites.
6. Perdarahan esophageal varices
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang
kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam
vena portal (hipertensi portal). Ketika tekanan dalam vena portal
menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati
melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai
jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-vena yang melapisi bagian bawah dari
kerongkongan (esophagus) dan bagian atas dari lambung. Sebagai
suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan
yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah
dan lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai
esophageal dan gastric varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar
varises-varises dan lebih mungkin seorang pasien mendapat
perdarahan varises-varises kedalam kerongkongan (esophagus) atau
lambung. Perdarahan dari varises-varises biasanya adalah parah/berat
1. Perdarahan Gastrointestinal
a. Penatalaksanaan kolaboratif
Intervensi awal mencakup 4 langkah:
a) Kaji keparahan perdarahan
b) Gantikan cairan dan produk darah untuk mengatasi shock
c) Tegakan diagnosa penyebab perdarahan
d) Rencanakan danlaksanakan perawatan definitif.
b. Resusitasi Cairan dan Produk Darah
a) Pasang akses intravena dengan kanul berdiameter besar
b) Lakukan penggantian cairan intravena: RL atau Normal
saline
e.
f.
g.
h.
2.
3.
4.
5.
j. Terapi Pembedahan
a) Reseksi lambung (antrektomi)
b) Gastrektomi
c) Gastroentrostomi
d) Vagotomi
e) Billroth I : prosedur yang mencakup vagotomi dan antrektomi
dengan anastomosis lambung pada duodenum.
f)
Billroth II : meliputi vagotomi, reseksi antrum dan
anastomosis lambung pada jejunum
g) Operasi dekompresi hiertensi porta
Asites dan edema
Tirah baring, parasentesis, diawali diet rendah garam. Konsumsi
garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam
dikombinasi dengan obat-obatan diuretic. Awalnya dengan pemberian
spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respon diuretik
bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya
edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana
pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan
furosemide dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemide bisa
ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosisnya 160
mg/hari. Parasentesis asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan
pemberian albumin. ( Lawrence, 2003 ).
Enselopati hepatic
Laktulosa membantu mengeluarkan ammonia, walaupun ammonia
bukan satu satunya faktor yang menurunkan kesadaran. Neomisin bisa
digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, diet
protein dikurangi samapai 0,5 g/kgBB/hari, terutama diberikan yang
kaya asam amino rantai cabang. ( Lawrence, 2003 ). Koreksi factor
pencetus seperti pemberian KCl pada hipokalemia, mengurangi
pemasukan protein makanan dengan member diet DH I, aspirasi cairan
lambung bagi pasien yang mengalami pendarahan pada varises, dapat
juga dilakukan klisma untuk mengurangi absorbsi bahan nitrogen dan
pemberian duphalac 2x2 sendok makan, pemberian neomisin per oral
untuk sterilisasi usus dan pemberian antibiotic pada keadaan infeksi
sistemik.
Varises esophagus
Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat
penyekat beta. Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat
somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi
atau ligase endoskopi. ( Lawrence, 2003 ).
Peritonitis bacterial
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
SIROSIS HEPATIS
2.1 Pengkajian
a. Identitas
Kaji identitas klien seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, status social ekonomi, agama dll untuk mengetahui latar
belakang klien.
b. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan
utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah
keperawatan yang dapat muncul.
b) Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama
atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati,
sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah
pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang
lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status
jasmani serta rohani pasien.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga
membawa dampak berat pada keadaan atau yang menyebabkan
Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi, ginjal
yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada
gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
d) Riwayat Tumbuh Kembang
Kelainan-kelainan
fisik
atau
kematangan
dari
perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang dapat
mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah
icterus saat lahir yang lama, atau lahir premature, kelengkapan
imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian yang
berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.
e) Riwayat Sosial Ekonomi
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar
yang pernah mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan
orang-orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien
yaitu peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar
yang tidak sehat.
f) Riwayat Psikologi
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah
pasien dapat menerima, ada tekanan psikologis berhubungan
dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian,
karena pada pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan
Etiologi
Asites
Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan pola nafas
DS :
abnormal
Penekan diafragma
Sesak nafas
Gangguan metabolisme
lemak
Mual muntah
Anorexia
BB turun
Gangguan metabolisme
karbohidrat
Glikogenesis dan
glukoneogenesis menurun
Lemas
Intoleransi aktifitas
gg. metabolisme protein
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
Intoleransi aktifitas
tubuh
terasa begah
Konsentrasi albumin plasma
DO :
(normal: 135-145
Cairan keluar dan
mEq/I)
2. Albumin : 3,0 gr/dL
memenuhi abdomen
(normal: 3,5-5,0 g/dL)
3. Kadar K : 4,53 mg
Asites
(normal: 3,5-5 mg)
Hipertensi portal
Asites
(perdarahan)
- Pasien mengalami muntah gg. metabolisme protein
darah
- Hasil Lab:
Kegagalan fungsi hati hati
1. Hb : 10 gr% (normal: 14
dalam mematabolisme
gr%)
vitamin K
2. Leukosit : 10.000 / uI
DS :
- Pasien mengeluh cemas
atas penyakit dan efek yang
dirasakan
DO :
- Wajah klien nampak
murung, gelisah
Serosis
Pruritus
Kurang informasi
Anxietas
Anxietas
NO
1
INTERVENSI
a. Pertahankan Posisi
semi Fowler.
b. Awasi frekuensi,
kedalaman dan upaya
pernapasan
c. Auskultasi bunyi
tamabahan nafas
Kolaborasi
RASIONAL
a. Posisi semi fowler
memungkinkan tidak
terjadinya penekanan isi
perut terhadap diafragma
sehingga meningkatkan
ruangan untuk ekspansi
paru dapat maksimal,
disamping itu posisi ini
2. Pasien tidak
menggunakan otot
bantu pernapasan
2.
Ketidakseimban
gan
nutrisi,
kurang
dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan
intake
yang
tidak
adekuat
(anoreksia,
nausea, vomitus,
anemia)
juga mengurangi
peningkatan volume
darah paru sehingga
memperluas ruangan
yang dapat diisi oleh
udara.
b. Pernapasan dangkal/cepat
kemungkinan ada
sehubungan dengan
hipoksia atau akumulasi
cairan dalam abdomen
c. Kemungkinan
menunjukkan adanya
akumulasi cairan
Kolaborasi
Mencegah hipoksia
a. Kaji intake diet, Ukur
a. Membantu dalam
pemasukan diit,
mengidentifikasi
timbang BB tiap
defisiensi dan kebutuhan
minggu
diet. Kondisi fisik umum,
b. Anjurkan pasien untuk
gejala uremik (mual,
istirahat/bedrest
muntah, anoreksia,dan
c. Berikan makanan
ganggguan rasa) dan
sedikit dan sering
pembatasan diet dapat
sesuai dengan diet
mempengaruhi intake
d. Tawarkan perawatan
makanan, setiap
mulut (oral hygiene)
kebutuhan nutrisi
dengan larutan asetat 25
diperhitungan dengan
% sebelum makan.
tepat agar kebutuhan
Berikan permen karet,
sesuai dengan kondisi
penyegar mulut diantara
pasien, BB ditimbang
makan.
untuk mengetahui
penambahan dan
Kolaborasi
penuruanan BB secara
Pemasangan NGT
periodic
b. Dimungkinkan dapat
mengurangi dan
menstabilkan kebutuhan
nutrisi dan mengurangi
tingkat energi yang tidak
diperlukan karena pasien
3.
Intoleransi
aktivitas
kelemahan
anemia
Tujuan : Setelah 2 x 24
b.d jam klien dapat
dan melakukan aktifitasnya
secara mandiri
Kriteria hasil :
1. Anemia dapat teratasi
2. Dapat berpartisipati
aktif untuk beraktivitas
Kolaborasi
Mempertahankan intake
yang adekuat, dan
menghindarkan
terjadinya reaksi muntah
yang berlanjut
a. Meningkatkan kekuatan
otot dan memampukan
pasein menjadi lebih aktif
tanpa kelelahan yang
berarti.
b. Teloransi sangat
tergantung pada tahap
proses penyakit, status
nutrisi, keseimbnagan
cairan dan reaksi terhadap
aturan terapeutik.
c. Adanya hipoksia
menurunkan kesediaan
O2 untuk ambilan seluler
4.
Kelebihan
Tujuan: Setelah 2 x 24
volume
cairan jam pasien dalam status
b.d retensi cairan hidrasi yang adekuat,
karena
volume cairan seimbang
aldosteron
meningkat
Kriteria Hasil:
1. Output urin sesuai
intake urin
2. Edema (-)
3. Asites (-)
dan memperberat
keletihan
a. Perlu untuk menentukan
fungsi ginjal, dan
menentukan kebutuhan
penggantian cairan dan
penurunan resiko
kelebihan cairan
bertambah.
b. Peningkatan pemahaman
dapat meningkatkan
kerjasama pasien dan
keluarga dalam program
perawatan.
c. Pasien sirosis hati
mengalami retensi cairan
dalam intravaskuler
mengakibatkan tekanan
darah meningkat hal ini
menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler
mengakibatkan cairan
intravaskuler shift ke
dalam ruang intertisial
sehingga edema dapat kita
jumpai pada pasien sirosis
hati ( Lewis, Heitkemper,
Dirksen, 2000)
Kolaborasi
a. Mengkaji berlanjutnya dan
penanganan disfungsi
ginjal, meskipun kedua
nilai mungkin meningkat.
Kreatinin adalah indikator
yang lebih baik untuk
fungsi indikator yang
lebih baik untuk fungsi
ginjal karena tidak
dipengaruhi oleh hidrasi,
diet, dan katabolisme
Resiko
tinggi
injuri
(perdarahan) b.d
gangguan
absorbsi vit K
Anxietas
b.d
kurang
pengetahuan
tentang kondisi
penyakit sirosis
hati
2.6 Evaluasi
1. Bunyi napas normal
2. Edema dan ukuran lingkar abdomen berkurang
3. Tidak ada tanda perdarahan
4. Mampu beraktivitas secara mandiri
5. Volume cairan seimbang
6. Tidak ada tanda-tanda gangguan integritas kulit
7. Anxietas dapat teratasi
vascular/perdarahan.
a. Meminimalkan
pembentukan edema
b. Jaringan dan kulit yang
edema mengganggu
suplai nutrien rentan
terhadap tekanan serta
trauma
c. Meminimalkan tekanan
yang lama dan
meningkatkan mobilisasi
edema
d. Meningkatkan mobilisasi
edema
a. Memberikan dasar
pengetahuan pada klien
dan keluarga
b. Penjelasan tentang
prosedur akan dapat
mengurangi kecemasan
c. Informasi yang tepat dapat
menurunkan kecemasan
d. Menjadi sumber yang
membantu mengurangi
kecemasan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
Tn. X, 60 tahun, di rawat di ruang interna sejak kemarin dengankeluhan
muntah darah disertai dengan BAB hitamseperti petis. Pada saat ini pasien sudah
dipasang NGT , dengan abdominal distended. Tensi 100/70 mmHg, Nadi: 96x/m,
RR: 24 x/m, Suhu: 37,5 C.
DS :
- klien mengatakan mual
dan muntah,
- klien juga mengatakan
nafsu makan berkurang,
DO :
- A : tinggi 167cm; BB
50kg;
BMI
17,9
(underweight)
- B : Hb 7,5 gr/dl;
Hematokrit
25%;
Etiologi
Masalah Keperawatan
gg. metabolisme protein
Kelebihan volume cairan
tubuh
Konsentrasi albumin plasma
Asites
Hipertensi portal
Asites
Mual muntah
Anorexia
trombosit
100.000;
leukosit 9.000
- C : pasien terlihat
matanya cekung dan kurus
- D : pasien tidak
menghabiskan makannya
(1/4 porsi saja yang habis),
karena mual muntah.
DS :
- pasien mengeluh cemas
atas penyakit dan efek
yang dirasakan
DO :
- wajah klien nampak
murung, gelisah
BB turun
Asites
Kurang informasi
Ansietas
Ansietas
e.
f.
g.
h.
makan.
Kolaborasi
Pemasangan NGT
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hati selain organ terbesar pada tubuh manusia, juga memiliki
fungsi metabolisme yang penting bagi kelangsungan hidup setiap sel
dalam tubuh. Sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul jika
terjadi kerusakan pada hati. Berbagai keadaan patologis dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati yang berakibat fatal. Salah satu
DAFTAR PUSTAKA
Aschenbrenner, D.S., Cleveland, L.W., & Venable, S.J. (2002). Drug Therapy in
Nursing. Philadelphia : Lippincot
Lewis, Sharon, M., Heitkemper, Margaret, M., & Direksen, Shannon. (2000).
Medical Surgical Nursing; assessment and management of
clinical problem Fifth edition. St. Louis : Cv. Mosby
Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Medical Surgical Nursing; clinical
management for positive outcomes. 7th Edition. Elsevier. Inc :
St. Louis
Baradero, Mary. 2008. Klien Gangguan Hati: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta:
EGC
Smeltzar, Suzanna. C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner and
Suddarth, edisi 8, volume . 2. Jakarta : EGC, 2001
Soewignjo Soemoharjo, 2008. Hepatitis B edisi 2. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. (2008). Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3 Revisi. Jakarta;
EGC
www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/206311047/BAB%202.pdf . Diakses
pada tanggal 23 oktober 2013 pukul 12.46 WIB
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31644/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses pada tanggal 23 oktober 2013 pukul 15.05 WIB
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol1.no2.Juli2008/MACAM
%20%20PENYAKIT%20HEPAR%20DAN
%20PEMERIKSAANNYA.pdf. Diakses pada tanggal 23 oktober
2013 pukul 15.05 WIB
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. 2002. Jakarta : Gaya Baru