Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA
WOC
vvvvvvvvv
Sirosis portal

Sirosis pasca
nekrotik

laehnec

Sirosis
bilier

Alkohilis kronis

Hepatitis virus
akut

Jaringan parut
mengelilingi daerah
portal

Pita jaringan parut


melebar

Obstruksi bilier
kronis dan infeksi
Jaringan parut terjadi di
dalam hati di sekitar
saluran empedu

Sirosis
hepatis

Sumbatan
portal

Fungsi hati
terganggu

Hipertensi
portal

Metabolisme

gg.
metabolisme

bilirubin

Asites

Ekspansi paru
tidak normal

Asam amino
relatif (albumin,
globulin)
Gangguan
sintesis vit.K

Sesak
nafas
MK:Ketidakefe
ktifan pola

- Faktor
pembekuan darah
terganggu
- sintesis
protrombin
MK: Resti
perdarahan

Ikterus
Konsentrasi
albumin
plasma
Perubahan
tekanan yang
diperlukan
untuk
mencegah

MK:
Kelebihan
volume

Glikogenesis dan
glukoneogenesis
menurun

Gg. Metabolisme
lemak
Sintesis asam
lemak dan TG

Pruritus

Glikogen dalam
hepar menurun

Hepar berlemak

Risti
Integritas

Glikogenelisis
menurun

Hepatomegali

Glukosa dalam
darah menurun

Oksidasi asam
lemak menurun

Cairan keluar
dan
memenuhi
abdomen
Asites

gg. metabolisme
karbohidrat

Lemas
Kurang
informasi

Penurunan
produksi tenaga

MK: Ansietas

MK: Intoleransi
aktivitas

BB turun

MK: Perubahan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

1.1 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan yang harus ditegakkan oleh dokter adalah (secara Umum):
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hematologi :
Darah lengkap
Bisa dijumpai Hb rendah, anemia normokrom normositer,
hipokrom normositer atau hipokrom mikrositer. Anemia terjadi
akibat hipersplenisme dengan leukopenia dan trombositopenia.
Kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang
kurang baik. Kenaikan kadar enzim transaminase SGOT dan SGPT
merupakan petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan perenkim
hati. Kenaikan kadarnya dalam serum timbul akibat kebocoran dari
sel yang mengalami kerusakan. Peninggian kadar garam GT sama
dengan transaminase, ini lebih sensitive tetapi kurang spesifik.
(Sacher & McPherson, 2000).
Urine
Dalam urine terdapat urobilogen juga terdapat bilirubin
bila penderita ada icterus. Pada penderita dengan asites, makan
ekskresi Na dalam urine berkurang (urine kurang dari 4meq/1)
menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
Pemeriksaan bilirubin total dan bilirubin direk
Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya
gangguan pada hati (kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu
atau tumor). Bilirubin terkonjugasi tidak dapat keluar dari empedu
menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke
dalam aliran darah . Peningkatan kadar bilirubin indirek sering
dikaitkan dengan peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis),
seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau
eritroblastosis fatalis. Peningkatan destruksi eritrosit tidak
diimbangi dengan kecepatan konjugasi dan ekskresi ke saluran
empedu sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek.
Pemeriksaan Kadar Elektrolit
Pemeriksaan ini penting karena dalam penggunaan deuritik
dan pembatasan garam dalam diet. Dalam hal ensefalopati, kadar
Na >145 mEq/1, mempunyau nilai diagnostic suatu kanker hati
primer
Pemeriksaan kadar gula darah
Peninggian kadar gula darah pada sirosis hepatis stadium
lanjut disebabkan kurangnya kemampuan sel hati membentuk
glikogen. Kadar gula darah yang tetap meninggi menunjukkan
prognosis kurang baik.

Tes Faal Hati


Penderita serosis banyak mengalami gangguan tess faal
hati, lebih lagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi
portal. Pada serosis globulin menaik, sedangkan albumin menurun.
Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin,
pada orang dengan sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr
per hari. Kadar normal albumin 3,5-5,0 g/dL. Jumlah albumin dan
globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang disebut
elektroforesis protein serum. Perbandingan normal albumin :
globulin adalah 2:1 atau lebih. Selain itu, kadar asam empedu juga
termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendekati
kelainan hati secara dini.
b. Biokimia :
ALT dan SGPT
Enzim yang berfungsi sebagai katalis berbagai fungsi
tubuh. Enzim ini ditemukan paling dominan di sel hepar, selain
konsentrasi kecil ditemukan di jantung, ginjal dan otot. Variasi
level serum ini digunakan untuk mendiagnosa terapi penyakit hati.
Alkali fosfatase
Adalah enzim yang ditemukan di hepar, tulang dan epitel
dari seluruh saluran empedu. Jumlah atau level enzim ini
digunakan untuk identifikasi kelainan hepar, atau kelainan tulang
dll.
GGT (Gamma Glutamyl Transferase)
Gamma glitamil transpeptidase adalah enzim yang terdapat di
hepatocytes dan biliary ephitel cells. GGT adalah indicator
sensitive dari hepatobiliary disease. Peningkatan hasil GGT
mungkin menandakan :
1. Pancreatic disease
2. Myocardial infection
3. Chronic obstructive pulmonary desease
Albumin dan globulin
Kadar albumin yang menurun merupakan gambaran
kemampuan sel hati yang kurang dalam memproduksi proteinprotein plasma. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar
globulin merupakan tanda kurangnya daya tahan hati dalam
menghadapi stress seperti tindakan operasi.
Bila ada asites, diperiksa ureum, kreatinin dan elektrolit
Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg, HbsAb,
HbcAg, HbAb, HBV DNA, HCV RNA ini untuk menentukan
etiologi serosis hati dan pemeriksaan AFP(alfa feto protein)

pentinhg dalam menentukan apakah telah terjadi transpormasi kea


rah keganasn.
1.2 Pemeriksaan Penunjang

a. USG
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfatkan untuk mendeteksi
kelainan di hati, termasuk serosis hati. Gambaran USG tergantung
pada tingkat berat ringanya penyakit. Pada tingkat permulaan serosis
akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul.
Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak
penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak
membesar dan sebagian lagi dalam batas normal.
b. Angiografi hepar
Angiografi selektif, selia gastik atau splenotofografi terutama
pengukuran tekanan vena porta. Pada beberapa kasus, prosedur ini
sangat berguna untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi
operasi pintas dan mendeteksi tumor atau kista.
c. Pemeriksaan CHE (cholinesterase)
Pemeriksaan ini penting untuk menilai sel hati. Bila terjadi
kerusakan sel hati, kadar CHE akan trurun sedangkan pada perbaikan
terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal. Nilai CHE yang bertahan
dibawah nilai normal, mempunyai prognosis yang jelek.
d. Radiologi
Dengan barium swallow dilihat adanya varises esophagus untuk
konfirmasi hipertensi portal.
e. Esofogoskopi
Dapat dilihat varises esophagus sebagai komplikasi serosis
hati/hipertensi portal. Kelebihan endoskopi adalah dapat melihat
langsung sumber perdarahan varises esophagus, tanda-tanda yang
mengarah akan kemungkinan terjadinya perdarahan berupa cherry red
spot, red whale marking, kemungkinan perdarahan yang lebih besar
akan terjadi bila dijumpai tanda diffuse redness. Selain tanda tersebut,
dapat dievaluasi besar dan panjang varises serta kemungkinan terjadi
perdarahan yang lebih besar.
f. Biopsi hati bila diagnostik lain belum jelas
Biopsy jaringan hati yang rusak, infiltrasi lemak dan fibrosis sel
hati, dan mengidentifikasi adanya serosis. Pemeriksaan ini juga dapat
mendiagnosa adanya tumor ganas dan infeksi pada hati.
1.3 Pemeriksaan Fisik
1. Ikterus

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Serosis hepatis mengakibatkan hati mengalami gangguan dalam


mengonjugasikan bilirubin sehingga jumlah bilirubin semakin banyak
dan mengendap di bawah permukaan kulit dan terjadilah ikterus.
Distensi Abdomen
Distensi abdomen dikarenakan adanya hepatomegali. Pada awal
perjalanan sirosis, hati cendrung membesar dan sel-selnya dipenuhi
oleh lemak. Hal ini dapat terjadi karena adanya gangguan metabolisme
lemak sehingga sintesis asam lemak dan gliserida meningkat. Hal
tersebut dapat menyebabkan hepatomegali sehingga terjadi distensi
abdomen.
Nyeri tekan pada regio epigastrum.
Nyeri tekan dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang
cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada
selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni)
Pada perkusi abdomen didapatkan shifting dullnes dan suara redup
Hal tersebut disebabkan karena adanya sumbatan vena porta yang
mengakibatkan hipertensi vena porta. Karena hipertensi terus berlanjut
maka sebagian cairan merembes keluar ke ruang peritonial dan
terjadilah asites yang jka dilakukan perkusi akan didapatkan sifting
dullnes dan suara redup.
Asites
Serosis hepatis menyebabkan adanya bendungan pada vena porta,
sehingga terjadi hipertensi vena porta. Karena hipertensi terus berlanjut
cairan merembes keluar ke ruang peritonel .
Edema tungkai
Edema tungkai disebabkan oleh penurunan kadar albumin dalam
tubuh sehingga menyebabkan banyak cairan yang merembes keluar dari
pembuluh darah.
Muntah darah dan feses berwarna hitam
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang
kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam
vena portal (hipertensi portal). Ketika tekanan dalam vena portal
menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati
melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai
jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-vena yang melapisi bagian bawah dari
kerongkongan (esophagus) dan bagian atas dari lambung. Sebagai suatu
akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan yang
diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan
lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai
esophageal dan gastric varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar

varises-varises dan lebih mungkin seorang pasien mendapat perdarahan


varises-varises kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung.
Perdarahan dari varises-varises biasanya adalah parah/berat dan,
tanpa perawatan segera, dapat menjadi fatal. Gejala-gejala dari
perdarahan varises-varises termasuk muntah darah (muntahan dapat
berupa darah merah bercampur dengan gumpalan-gumpalan atau
"coffee grounds" dalam penampilannya, yang belakangan disebabkan
oleh efek dari asam pada darah), mengeluarkan tinja/feces yang hitam.
1.4 Komplikasi
1. Pendarahan Gastrointestinal
Setiap pennderita siross hepatis dekompensata, terjadi hipertnsi
portal dan tmbul varises esophagus. Varises sesphagus yan terjadi,
pada suatu waktu dapat pecah, sehingga timbul perdarahan yang
massif. Sifat perdarahan yang timbul adalah muntah darah
(Hematemesis) biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa
nyeri di epigastrum. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan
tidak akan membeku. Karena sudah bercampur dengan asam lambung.
Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena (sujono hadi).
2. Edema dan asites
Edema dan asites terjadi ketika sirosis hati menjadi parah, tandatanda dikirim ke ginjal-ginjal untuk menahan garam dan air di dalam
tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama berakumulasi dalam
jaringan dibawah kulit pergelangan -pergelangan kaki dan kaki-kaki
karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini
disebut edema atau pitting edema (Pitting edema merujuk pada fakta
bahwa menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan
atau kaki dengan edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang
berlangsung untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan.
Sebenarnya, tipe dari tekanan apa saja, seperti dari pita elastik kaos
kaki, mungkin cukup untuk menyebabkan pitting). Pembengkakan
seringkali memburuk pada akhir hari setelah berdiri atau duduk dan
mungkin berkurang dalam semalam sebagai suatu akibat dari
kehilnagan efek-efek gaya berat ketika berbaring. Ketika sirosis
memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan juga
mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan
organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut asites) menyebabkan
pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang
meningkat.
3. Hepatic Encepalopati
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari
pencernaan dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara

normal hadir dalam usus. Ketika menggunakan protein untuk tujuantujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang
merekalepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat
diserap ke dalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya,
ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak.
Biasanya,unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena
portal ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan didetoksifikasi (dihliangkan racunnya).
Ketika sirosis hadir, sel-sel hati tidak dapat berfungsi secara normal
karena mereka rusak atau karena mereka telah kehilangan hubungan
normalnya dengan darah. Sebagai tambahan, beberapa dari darah
dalam vena portal mem-bypass hati melalui vena-vena lain. Akibat dari
kelainan-kelainan ini adalah bahwa unsur-unsur beracun tidak dapat
dikeluarkan oleh sel-sel hati, dan,sebagai gantinya, unsur-unsur
beracun berakumulasi dalam darah. Ketika unsur-unsur beracun
berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak terganggu,
suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu siang
hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang
normal) adalah diantara gejala-gejala paling dini dari hepatic
encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah,
ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitunganperhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat
kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang
parah/berat menyebabkan koma dan kematian. Unsur-unsur beracun
juga membuat otak-otak dari pasien-pasien dengan sirosis sangat peka
pada obat-obat yang disaring dan di-detoksifikasi secara normal oleh
hati. Dosis-dosis dari banyak obat-obat yang secara normal didetoksifikasi oleh hati harus dikurangi untuk mencegah suatu
penambahan racun pada sirosis, terutama obat-obat penenang
(sedatives) dan obat-obat yang digunakan untuk memajukan tidur.
Secara alternatif, obat-obat mungkin digunakan yang tidak perlu didetoksifikasi atau dihilangkan dari tubuh oleh hati, contohnya, obatobat yang dihilangkan/dieliminasi oleh ginjal.
4. Hepatorenal syndrome
Pasien-pasien
dengan
sirosis
yang
memburuk
dapat
mengembangkan hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu
komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjal-ginjal berkurang. Itua
dalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada
kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang
berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam cara darah
mengalir melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal syndrome didefinisikan
sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal untuk

membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan jumlahjumlah urin yang memadai walaupun beberapa fungsi fungsi penting
lain dari ginjal, seperti penahanan garam, dipelihara/dipertahankan.
Jika fungsi hati membaik atau sebuah hati yang sehat dicangkok
kedalam seorang pasien dengan hepatorenal syndrome, ginjal biasanya
mulai bekerja secara normal. Ini menyarankan bahwa fungsi yang
berkurang dari ginjal adalah akibat dari akumulasi unsur-unsur beracun
dalam darah ketika hati gagal. Ada dua tipe dari hepatorenal syndrome.
Satu tipe terjadi secara berangsur-angsur melalui waktu berbulanbulan. Yang lainnya terjadi secara cepat melalui waktu dari satuatau
dua minggu.
5. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
Cairan dalam rongga perut (asites) adalah tempat yang sempurna
untuk bakteri-bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut
mengandung suatu jumlah cairan yang sangat kecil yang mampu
melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut
(biasanya berasal dari usus) dibunuh atau menemukan jalan sendiri
kedalam vena portal dan ke hati dimana bakteri dibunuh.
Pada sirosis, cairan yang mengumpul didalam perut tidak mampu
untuk melawan infeksi secara normal.. Oleh karenanya, infeksi
didalam perut dan asites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial
peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi. SBP adalah suatu
komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan
SBP tdak mempunyai gejala-gejala, dimana yang lainnya mempunyai
demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut, diare, dan
memburuknya asites.
6. Perdarahan esophageal varices
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang
kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam
vena portal (hipertensi portal). Ketika tekanan dalam vena portal
menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati
melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai
jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-vena yang melapisi bagian bawah dari
kerongkongan (esophagus) dan bagian atas dari lambung. Sebagai
suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan
yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah
dan lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai
esophageal dan gastric varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar
varises-varises dan lebih mungkin seorang pasien mendapat
perdarahan varises-varises kedalam kerongkongan (esophagus) atau
lambung. Perdarahan dari varises-varises biasanya adalah parah/berat

dan, tanpa perawatan segera, dapat menjadi fatal. Gejala-gejala dari


perdarahan varises-varises termasuk muntah darah (muntahan dapat
berupa darah merah bercampur dengan gumpalan-gumpalan atau
"coffee grounds" dalam penampilannya, yang belakangan disebabkan
oleh efek dari asam pada darah), mengeluarkan tinja/feces yang hitam
dan disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam darah ketika ia
melewati usus (melena), dan kepeningan orthostatic (orthostatic
dizziness) atau membuat pingsan (disebabkan oleh suatu kemerosotan
dalam tekanan darah terutama ketika berdiri darisuatu posisi
berbaring).
Perdarahan juga mungkin terjadi dari varises-varises yang
terbentuk dimana saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar
(kolon), namun ini adalah jarang. Untuk sebab-sebab yang belum
diketahui, pasien-pasien yang diopname karena perdarahan yang
secara aktif dari varices-varices kerongkongan mempunyai suatu risiko
yang tinggi mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis.
7. Kanker Hati
Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan
risiko kanker hati utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama
(primer) merujuk pada fakta bahwa tumor berasal dari hati. Suatu
kanker hati sekunder adalah satu yang berasal dari mana saja didalam
tubuh dan menyebar (metastasis) ke hati.
Gejala-gejala dan tanda-tanda yang paling umum dari kanker hati
primer/utama adalah sakit perut dan pembengkakan perut, suatu hati
yang membesar, kehilangan berat badan, dan demam. Sebagai
tambahan, kanker-kanker hati dapat menghasilkan dan melepaskan
sejumlah unsur-unsur, termasuk yang dapat menyebabkan suatu
peningkatan jumlah sel darah merah (erythrocytosis), gula darah
rendah (hypoglycemia), dan kalsium darah yang tinggi
(hypercalcemia).
1.5 Penatalaksanaan Komplikasi

1. Perdarahan Gastrointestinal
a. Penatalaksanaan kolaboratif
Intervensi awal mencakup 4 langkah:
a) Kaji keparahan perdarahan
b) Gantikan cairan dan produk darah untuk mengatasi shock
c) Tegakan diagnosa penyebab perdarahan
d) Rencanakan danlaksanakan perawatan definitif.
b. Resusitasi Cairan dan Produk Darah
a) Pasang akses intravena dengan kanul berdiameter besar
b) Lakukan penggantian cairan intravena: RL atau Normal
saline

c) Kaji terus tanda-tanda vital saat cairan diganti


d) Jika kehilangan cairan > 1500 ml membutuhkan penggantian
darah selain cairan. Untuk itu periksa gol darah dan crossmatch
e) Kadang digunakan obat vasoaktif sampai cairan seimbang
untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi orghan
vital, seperti: dopamin, epineprin dan norefineprin untuk
menstabilkan pasien sampai dilakukan perawatan definitif.
c. Mendiagnosa Penyebab Perdarahan
a) Dilakukan dengan endoskopi fleksibel
b) Pemasangan selang nasogastrik utuk mengkaji tingkat
perdarahan (tetapi kontroversial)
c) Pemeriksaan barium (double contrast untuk lambung dan
duodenum).
d) Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi
terutama pada 1/3 distal esopagus, kardiak dan fundus
lambung untuk mencari ada tidaknya varises, sedini mungkin
setelah hematemisis berhenti.
e) Angiografi (jika tidak terkaji dengan endoskofi)
d. Perawatan Definitif
a) Terapi Endoskofi
Skleroterapi,
menggunakan
pensklerosis:
natrium
morrhuate atau natrium tetradesil sulfat. Agen ini melukai
endotel menyebabkan nekrosis dan akhirnya mengakibatkan
sklerosis pembuluh yang berdarah.
Endoskopi tamponade termal mencakup probe pemanas,
fotokoagulasi laser dan elektrokoagulasi.
b) Bilas Lambung
Dilakukan selama periode perdarahan akut (kontroversial,
karena mengganggu mekanisme pembekuan normal.
Sebagian lain meyakini lambung dapat membantu
membersihkan
darah
dalam
lambung,
membantu
mendiagnosis penyebab perdarahan selama endoskofi).
Jika di instruksikan bilas lambung maka 1000-2000 ml air
atau normal saline steril dalam suhu kamar dimasukkan
dengan menggunakan NGT. Kemudian dikeluarkan kembali
dengan spuit atau dipasang suction sampai sekresi lambung
jernih. Bilas lambung pakai es tidak dianjurkan
mengakibatkan perdarahan.
Irigasi lambung dengan cairan normal saline levarterenol
agar menimbulkan vasokontriksi. Setelah diabsorbsi lambung
obat dikirim melalui sistem vena porta ke hepar dimana

e.

f.

g.

h.

metabolisme terjadi, sehingga reaksi sistemik dapat dicegah.


Pengenceran biasanya menggunakan 2 ampul dalam 1000 ml
larutan. Pasien beresiko mengalami apsirasi lambung karena
pemasangan NGT dan peningkatan tekanan intragastrik
karena darah atau cairan yang digunakan untuk membilas.
Pemantauan distensi lambung dan membaringkan pasien
dengan kepala ditinggikan penting untuk mencegah refluks
isi lambung. Bila posisi tersebut kontraindikasi, maka diganti
posisi dekubitus lateral kanan memudahkan mengalirnya isi
lambung melewati pilorus.
Pemberian Pitresin
Dilakukan apabila dengan bilas lambung atau skleroterapi tidak
menolong, maka diberikan vasopresin (Pitresin) intravena. Obat ini
menurunkan tekanan vena porta dan oleh karenanya menurunkan
aliran darah pada tempat perdarahan. Dosis 0,2-0,6 unit permenit.
Karena vasokontsriktor maka harus diinfuskan melalui aliran pusat.
Hati-hati karena dapat terjadi hipersensitif. Mempengaruhi output
urine karena sifat antidiuretiknya.
Mengurangi Asam Lambung
Turunkan keasaman sekresi lambung, dengan obat histamin (H2)
antagonistik, contoh: simetidin (tagamet), ranitidin hidrokloride
(zantac) dan famotidin (pepcid). Dosis tunggal dapat menurunkan
sekresi asam selama hampir 5 jam. Ranitidin IV: 50 mg dicairkan 50
ml D5W setiap 6 jam. Simetidin IV: 300 mg dicairkan dalam dosis
intermiten 300 mg dicairkan dalam 50 mg D5W setiap 6 jam atau
sebagai infus intravena kontinu 50 mg/jam. Hasil terbaik dicapai jika
pH lambung 4 dapat dipertahankan. Antasid juga biasanya diberikan
Memperbaiki Status Hipokoagulasi
Pemberian vitamin K dalam bentuk fitonadion (aquaMephyton) 10
mg IM atau IV dengan lambat untuk mengembalikan masa
protrombin menjadi normal. Dapat pula diberikan plasma segar
beku.
Balon Tamponade
Terdapat bermacam balon tamponade antara lain Tube SangstakenBlakemore, Minnesota, atau Linton-Nachlas. Alat ini untuk
mengontrol perdarahan GI bagian atas karena varises esophagus.
Tube Sangstaken-Blakemore mengandung 3 lumen:
a) Balon gastrik yang dapat diinflasikan dengan 100-200 mL
udara
b) Balon esopagus yang dapat diinflasikan dengan 40 mm Hg
(menggunakan spigmomanometer) dan lumen yang ke 3
untuk mengaspirasi isi lambung.

Tube Minnesota, mempunyai lumen tambahan dan mempunyai


lubang untuk menghisap sekresi paring. Sedangkan tube LintonNachlas terdiri hanya satu balon gaster yang dapat diinflasikan
dengan 500-600 mL udara. Terdapat beberapa lubang/bagian yang
terbuka baik pada bagian esophagus maupun lambung untuk
mengaspirasi sekresi dan darah.
Tube/slenag Sangstaken-Blakemore setelah dipasang didalam
lambung dikembangkan dengan udara tidak lebih dari 50 ml.
Kemudian selang ditarik perlahan sampai balon lambung pas
terkait pada kardia lambung. Setelah dipastikan letaknya tepat
(menggunakan pemeriksaan radiografi), balon lambung dapat
dikembangkan dengan 100-200 mL udara. Kemudian selang
dibagian luar ditraksi dan difiksasi.
Jika perdarahan berlanjut balon esopagus dapat dikembangkan
dengan tekanan 250/40 mmHg (menggunakan spigmomanometer)
dan dipertahankan dalam 24-48 jam. Jika lebih lama depat
menyebabkan edema, esopagitis, ulserasi atau perforasi esopagus.
Hal yang penting dilakukan saat menggunakan balon ini adalah
observasi konstan dan perawatan cermat, dengan mengidentifikasi
ketiga ostium selang, diberi label dengan tepat dan diperiksa
kepatenannya sebelum dipasang.
i. Penatalaksanaan Keperawatan
a) Pasien dipertahankan istirahat sempurna, karena gerakan seperti
batuk, mengejan meningkatkan tekanan intra abdomen (tib)
sehingga dapat terjadi perdarahan lanjut.
b) Bagian kepala tempat tidur tetap ditinggikan untuk mengurangi
aliran darah ke sistem porta dan mencegah refluks ke dalam
esopagus.
c) Karena pasien tidak dapat menelan saliva harus sering di suction
dari esopagus bagian atas
d) Nasofaring harus sering di suction karena peningkatan sekresi
akibat iritasi oleh selang
e) NGT harus diirigasi setiap 2 jam untuk memastikan
kepatenannya dan menjaga agar lambung tetap kosong.
f)
Lubang hidung harus sering diperiksa, dibersihkan dan diberi
pelumas untuk mencegah area penekanan yang disebabkan
selang.
g) Jangan membiarkan darah berada dalam lambung karena akan
masuk ke intestinal dan bereaksi dengan bakteri menghasilkan
amonia, yang akan diserap ke dalam aliran darah. Sementara
kemapuan hepar untuk merubah amonia menjadi urea rusak, dan
dapat terjadi intoksikasi amonia.

2.

3.

4.

5.

j. Terapi Pembedahan
a) Reseksi lambung (antrektomi)
b) Gastrektomi
c) Gastroentrostomi
d) Vagotomi
e) Billroth I : prosedur yang mencakup vagotomi dan antrektomi
dengan anastomosis lambung pada duodenum.
f)
Billroth II : meliputi vagotomi, reseksi antrum dan
anastomosis lambung pada jejunum
g) Operasi dekompresi hiertensi porta
Asites dan edema
Tirah baring, parasentesis, diawali diet rendah garam. Konsumsi
garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam
dikombinasi dengan obat-obatan diuretic. Awalnya dengan pemberian
spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respon diuretik
bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya
edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana
pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan
furosemide dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemide bisa
ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosisnya 160
mg/hari. Parasentesis asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan
pemberian albumin. ( Lawrence, 2003 ).
Enselopati hepatic
Laktulosa membantu mengeluarkan ammonia, walaupun ammonia
bukan satu satunya faktor yang menurunkan kesadaran. Neomisin bisa
digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, diet
protein dikurangi samapai 0,5 g/kgBB/hari, terutama diberikan yang
kaya asam amino rantai cabang. ( Lawrence, 2003 ). Koreksi factor
pencetus seperti pemberian KCl pada hipokalemia, mengurangi
pemasukan protein makanan dengan member diet DH I, aspirasi cairan
lambung bagi pasien yang mengalami pendarahan pada varises, dapat
juga dilakukan klisma untuk mengurangi absorbsi bahan nitrogen dan
pemberian duphalac 2x2 sendok makan, pemberian neomisin per oral
untuk sterilisasi usus dan pemberian antibiotic pada keadaan infeksi
sistemik.
Varises esophagus
Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat
penyekat beta. Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat
somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi
atau ligase endoskopi. ( Lawrence, 2003 ).
Peritonitis bacterial

Diberikan antibiotika seperti sefotaksim IV, amoksilin, atau


aminoglikosida. ( Lawrence, 2003 ).
6. Sindroma hepatorenal
Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur
keseimbangan garam dan air. ( Lawrence, 2003 ).
7. Kanker hati
Pemeriksaan Alfa Feto Protein (AFP) sangat berguna untuk menegakkan
diagnosis penyakit hepatoma ini. Penggunaan ultrasonografi ( USG ), Computed
Tomographic Scanning (CT Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI) penting
untuk menegakkan diagnosis dan mengetahui ukuran tumor.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
SIROSIS HEPATIS

2.1 Pengkajian
a. Identitas
Kaji identitas klien seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, status social ekonomi, agama dll untuk mengetahui latar
belakang klien.
b. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan
utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah
keperawatan yang dapat muncul.
b) Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama
atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati,
sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah
pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang
lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status
jasmani serta rohani pasien.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga
membawa dampak berat pada keadaan atau yang menyebabkan
Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi, ginjal
yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada
gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
d) Riwayat Tumbuh Kembang
Kelainan-kelainan
fisik
atau
kematangan
dari
perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang dapat
mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah
icterus saat lahir yang lama, atau lahir premature, kelengkapan
imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian yang
berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.
e) Riwayat Sosial Ekonomi
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar
yang pernah mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan
orang-orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien
yaitu peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar
yang tidak sehat.
f) Riwayat Psikologi
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah
pasien dapat menerima, ada tekanan psikologis berhubungan
dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian,
karena pada pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan

terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil,


menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul
akibat perasaan pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi
gangguan body image akibat dari edema, gangguan
integument, dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti infuse,
kateter). Terjadinya perubahan gaya hidup, perubaha peran dan
tanggungjawab keluarga, dan perubahan status financial
(Lewis, Heitkemper, & Dirksen, 2000).
2.2 Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran dan keadaan umum pasien
Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar - tidak sadar
(composmentis - coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis
penyakit pasien, gangguan fungsi dari hepar salah satunya membawa
dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya
dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang
termasuk pada otak.
2. Tanda - tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala kaki (Head to toe)
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari
keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari
kepala sampai kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati,
abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi,
palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran
tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena
retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat
gangguan nutrisi yanag terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi
yang dibutuhkan.
a) Kepala
Rambut agak kotor, kulit kepala lembab, tidak ada lesi di kepala,
wajah pucat.
b) Mata
Konjungtiva pink palpebra kecoklatan, lebih gelap di kulit sekitarnya,
mata cowong.
c) Telinga
Bersih, sedikit serumen, tidak ada lesi.
d) Hidung
Bersih, tidak ada penyimpangan septum nadi.
e) Mulut
Agak kotor, tidak ada lesi pada mulut.
f) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar dan tyroid, tidak ada kaku kuduk.
g) Dada

Inspeksi :bentuk dada normal


Auskultasi :suara nafas ronchi
h) Abdomen
Hati
Perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal
adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik,
konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri
tekan pada perabaan hati. Sedangkan pada pasien ditemukan adanya
pembesaran walaupun minimal (USG hepar). Dan menunjukkan sirosis
hati dengan hipertensi portal.
Limpa
Ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara:
a) Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju
umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)
b) Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena
kolateral dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya
spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang,
caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan
adanya eritema palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias
juga ditemukan hemoroid.
3. Pemeriksaan BI-B6
a. B1 (Breath)
: Dispnea, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi
nafas tambahan, expansi paru terbatas hipoxia.
b. B2 (Blood)
: Anemia
c. B3 (Brain)
: Perubahan mental, bingung, halusinasi, koma,
bicara lambat/tak jelas.
d. B4 (Bowel)
: Anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan,
edema, kulit kering, turgor buruk, ikterik, nafas bau (fetor hepatikus),
perdarahan gusi.
e. B5 (Bladder)
: Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali,
asites), Penurunan/tidak adanya bising usus, Kesesuaian warna tanah
liat, melena, urine gelap, pekat
f. B6 (Bone)
: Kedua kaki edema dari lutut sampai telapak kaki

2.3 Analisa Data


Data
DS :
- pasien mengatakan sulit
nafas

Etiologi
Asites

Ekspansi pada paru

Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan pola nafas

- pasien mengatakan sesak


DO :
-pola nafas pasien tidak
teratur
- pasien nafas dangkal
- TTV : RR 24 x/menit, N
96 x/menit, S 37,5, Tensi
100/70
DS :
- klien mengatakan mual
dan muntah,
- klien juga mengatakan
nafsu makan berkurang,
DO :
- A : tinggi 167cm; BB
50kg;
BMI
17,9
(underweight)
- B : Hb 7,5 gr/dl;
Hematokrit 25%; trombosit
100.000; leukosit 9.000
- C : pasien terlihat matanya
cekung dan kurus
- D : pasien tidak
menghabiskan
makannya
(1/4 porsi saja yang habis),
karena mual muntah.
DS :
- klien mengatakan lelah
letih.
DO :
- klien nampak jarang
beraktivitas, kelemahan,
Kekuatan otot : 3
3
3
3
Kelainan ekstermitas (-)
Kelainan pada tulang (-)

DS :

abnormal

Penekan diafragma

Sesak nafas

Gangguan pola nafas


Serosis hepatis

Gangguan metabolisme
lemak

Oksidasi asam lemak

Mual muntah

Anorexia

BB turun

Perubahan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh

Gangguan metabolisme
karbohidrat

Glikogenesis dan
glukoneogenesis menurun

Glikogen dalam hepar


menurun

Glukosa dalam darah


menurun

Lemas

Intoleransi aktifitas
gg. metabolisme protein

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh

Intoleransi aktifitas

Kelebihan volume cairan

- Pasien mengaku perut

tubuh
terasa begah
Konsentrasi albumin plasma
DO :

- Tampak ada asites di perut


Perubahan tekanan yang
- Hasil Lab:
diperlukan
untuk mencegah
1. Kadar Na : 147 mEq/I

(normal: 135-145
Cairan keluar dan
mEq/I)
2. Albumin : 3,0 gr/dL
memenuhi abdomen
(normal: 3,5-5,0 g/dL)

3. Kadar K : 4,53 mg
Asites
(normal: 3,5-5 mg)

4. Globulin : 3,8 g/dL


Kelebihan volume cairan
(normal: 2,5-3,0 g/dL)
Sumbatan portal

Hipertensi portal

Tekanan di cabang V.porta

Darah tidak dapat mengalir


ke hati

Keluar ke rongga perut

Asites

Kelebihan volume cairan


DS : Serosis
Resiko tinggi injury
DO :

(perdarahan)
- Pasien mengalami muntah gg. metabolisme protein
darah

- Hasil Lab:
Kegagalan fungsi hati hati
1. Hb : 10 gr% (normal: 14
dalam mematabolisme
gr%)
vitamin K
2. Leukosit : 10.000 / uI

(normal: 5.000 10.000


Terjadi gangguan faal
/ uI)
pembekuan darah
3. Trombosit : 76000 / ul

(normal: 150.000Resiko tinggi perdarahan


400.000/mm3)
4. Hematokrit : 28 %

(normal: pria (40%50%) wanita (35%45%)


DS :
- pasien mengeluh gatal
pada tubuh
DO :
- pada tubuh pasien terdapat
bekas garukan

DS :
- Pasien mengeluh cemas
atas penyakit dan efek yang
dirasakan
DO :
- Wajah klien nampak
murung, gelisah

Serosis

Bilirumin dalam tubuh

Bilirubin mengendap dalam


kulit

Pruritus

Resiko integritas kulit


Asites

Kurang informasi

Anxietas

Resiko integritas kulit

Anxietas

2.4 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan pola napas b.d keterbatasan ekspansi dada karena asites
2. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus)
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
4. Kelebihan volume cairan b.d retensi cairan karena aldosteron meningkat
5. Resiko tinggi injuri (perdarahan) b.d gangguan absorbsi vit K
6. Resiko gangguan integritas kulid b.d pruritus
7. Anxietas b.d kurang pengetahuan tentang regimen pengobatan dan
perawatan

NO
1

2.5 Intervensi Keperawatan


DIAGNOSA
TUJUAN
Ketidakefektifan Tujuan: Dalam waktu 3 x
pola napas b.d 24 jam setelah dilakukan
keterbatasan
tindakan keperawatan
ekspansi
dada diharapakan pernapasan
karena asites
efektif kembali.
Kriteria hasil :
1. RR meningkat

INTERVENSI
a. Pertahankan Posisi
semi Fowler.
b. Awasi frekuensi,
kedalaman dan upaya
pernapasan
c. Auskultasi bunyi
tamabahan nafas
Kolaborasi

RASIONAL
a. Posisi semi fowler
memungkinkan tidak
terjadinya penekanan isi
perut terhadap diafragma
sehingga meningkatkan
ruangan untuk ekspansi
paru dapat maksimal,
disamping itu posisi ini

2. Pasien tidak
menggunakan otot
bantu pernapasan

2.

Ketidakseimban
gan
nutrisi,
kurang
dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan
intake
yang
tidak
adekuat
(anoreksia,
nausea, vomitus,
anemia)

Tujuan: Setelah 2x24


jam pasien dalam
dtatus nutrisi yang
adekuat
Kriteria hasil:
1. BB stabil
2. Tonus oto baik
3. Hb 10-14 gr/dl
4. Albumin 4 5.5
mg/dl
5. Tidak ada tanda
tanda mal nutrisi

Kolaborasi dengan tim


medis untuk memberikan
O2 sesuai indikasi

juga mengurangi
peningkatan volume
darah paru sehingga
memperluas ruangan
yang dapat diisi oleh
udara.
b. Pernapasan dangkal/cepat
kemungkinan ada
sehubungan dengan
hipoksia atau akumulasi
cairan dalam abdomen
c. Kemungkinan
menunjukkan adanya
akumulasi cairan

Kolaborasi
Mencegah hipoksia
a. Kaji intake diet, Ukur
a. Membantu dalam
pemasukan diit,
mengidentifikasi
timbang BB tiap
defisiensi dan kebutuhan
minggu
diet. Kondisi fisik umum,
b. Anjurkan pasien untuk
gejala uremik (mual,
istirahat/bedrest
muntah, anoreksia,dan
c. Berikan makanan
ganggguan rasa) dan
sedikit dan sering
pembatasan diet dapat
sesuai dengan diet
mempengaruhi intake
d. Tawarkan perawatan
makanan, setiap
mulut (oral hygiene)
kebutuhan nutrisi
dengan larutan asetat 25
diperhitungan dengan
% sebelum makan.
tepat agar kebutuhan
Berikan permen karet,
sesuai dengan kondisi
penyegar mulut diantara
pasien, BB ditimbang
makan.
untuk mengetahui
penambahan dan
Kolaborasi
penuruanan BB secara
Pemasangan NGT
periodic
b. Dimungkinkan dapat
mengurangi dan
menstabilkan kebutuhan
nutrisi dan mengurangi
tingkat energi yang tidak
diperlukan karena pasien

dalam kondisi meningkat


energinya dalam
mengalami proses
penyakit
c. Meminimalkan anoreksia
dan mual sehubungan
dnegan status uremik.
d. Membran mukosa
menjadi kering dan pecah.
Perawatan mulut
menyejjukkan, dan
membantu menyegarkan
rasa mulut, yang sering
tidak nyaman pada uremia
dan pembatasan oral.
Pencucian dengan asam
asetat membantu
menetralkan ammonia
yang dibentuk oleh
perubahan urea (Black, &
Hawk, 2005)

3.

Intoleransi
aktivitas
kelemahan
anemia

Tujuan : Setelah 2 x 24
b.d jam klien dapat
dan melakukan aktifitasnya
secara mandiri
Kriteria hasil :
1. Anemia dapat teratasi
2. Dapat berpartisipati
aktif untuk beraktivitas

a. Dorong pasein untuk


melakukan aktifitas
secara mandiri,
misalnya mandi,
bangun dari kursi/
tempat tidur, berjalan.
b. Tingkatkan aktivitas
sesuai kemampuan.
c. Monitoring TTV dan
respon fisiologi
terhadap aktivitas
misalnya; perubahan
pada TD/ frekuensi
jantung / pernapasan.

Kolaborasi
Mempertahankan intake
yang adekuat, dan
menghindarkan
terjadinya reaksi muntah
yang berlanjut
a. Meningkatkan kekuatan
otot dan memampukan
pasein menjadi lebih aktif
tanpa kelelahan yang
berarti.
b. Teloransi sangat
tergantung pada tahap
proses penyakit, status
nutrisi, keseimbnagan
cairan dan reaksi terhadap
aturan terapeutik.
c. Adanya hipoksia
menurunkan kesediaan
O2 untuk ambilan seluler

4.

Kelebihan
Tujuan: Setelah 2 x 24
volume
cairan jam pasien dalam status
b.d retensi cairan hidrasi yang adekuat,
karena
volume cairan seimbang
aldosteron
meningkat
Kriteria Hasil:
1. Output urin sesuai
intake urin
2. Edema (-)
3. Asites (-)

a. Monitor intake dan


output cairan.
b. Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
pembatasan cairan diet
c. Monitor edema dan
asites
Kolaborasi
a.Monitor hasil
pemeriksaan ureum dan
kreatinin serum
b.Berikan diuretik

dan memperberat
keletihan
a. Perlu untuk menentukan
fungsi ginjal, dan
menentukan kebutuhan
penggantian cairan dan
penurunan resiko
kelebihan cairan
bertambah.
b. Peningkatan pemahaman
dapat meningkatkan
kerjasama pasien dan
keluarga dalam program
perawatan.
c. Pasien sirosis hati
mengalami retensi cairan
dalam intravaskuler
mengakibatkan tekanan
darah meningkat hal ini
menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler
mengakibatkan cairan
intravaskuler shift ke
dalam ruang intertisial
sehingga edema dapat kita
jumpai pada pasien sirosis
hati ( Lewis, Heitkemper,
Dirksen, 2000)
Kolaborasi
a. Mengkaji berlanjutnya dan
penanganan disfungsi
ginjal, meskipun kedua
nilai mungkin meningkat.
Kreatinin adalah indikator
yang lebih baik untuk
fungsi indikator yang
lebih baik untuk fungsi
ginjal karena tidak
dipengaruhi oleh hidrasi,
diet, dan katabolisme

Resiko
tinggi
injuri
(perdarahan) b.d
gangguan
absorbsi vit K

Tujuan: Setelah 3x24 jam


injuri (perdarahan)
ndapat dicegah
Kriteria Hasil:
1. TD dalam batas
normal (90/60
120/80)
2. Pasien tidak mengeluh
begah
3. Tidak mual
4. BAB tidak kehitaman
5. Trombosit dalam batas
normal (150.00040.000/mm3)

a. Kaji tanda-tanda dan


gejala perdarahan GI
(mis:periksa semua
skret yang keluar, obs
warna feses, muntahan
dan cairan yang keluar
dari NGT)
b. Observasi adanya
petekie, ekimosis dan
perdarahan dari
satu/lebih sumber dan
bagian lain
c. Monitor/Awasi tandatanda vital (nadi, TD,
CVP bila ada)
Kolaborasi
a. Awasi Hb/Ht dan factor
pembekuan darah
b. Berikan obat sesuai
order (Vitamin K
injeksi, Pelunak feses:
lactural)

jaringan (Moore, 1996).


b. Untuk melebarkan lumen
tubular dari debris,
menurunkan
hiperkalemia, dan
meningkatkan volume
urin adekuat
(Aschenbrenner,
Cleveland, & Venable,
2002)
a. Traktus GI (esophagus dan
rectum) paling sering
sebagai sumber
perdarahan, Rektal dan
vena esophagus paling
rentan untuk robek. Hasil
observasi warna
feses/muntahan bila
berubah
kemerahan/kehitaman ada
indikasi adanya
pertahanan
b. Terjadinya perdarahan
sekunder terhadap
gangguan faktor
pembekuan darah
c. Peningkatan nadi dengan
penurunan TD dan CVP
dapat menunjukkan
kehilangan volume darah
sirkulasi.
Kolaborasi
a. Indikator prdarahan aktif,
anemia atau terjadinya
komplikasi
b. Vit K dapat meningkatkan
sintesis protrombin dan
koagulasi bila hati
berfungsi dan pelunak
feses mencegah mengejan
dan resiko robekan

Resiko integritas Tujuan: Setelah 3x24 jam a. Batasi natrium sesuai


kulit b.d pruritus integritas kulit pasien
yang diresepkan
tetap terjaga
b. Berikan perawatan kulit
c. Ubah posisi klien dengan
Kriteria Hasil:
sering
1. Memperlihatkan turgor d. Lakukan latihan gerak
kulit yang normal
secara pasif, tingkatkan
2. Memperlihatkan
ekstremitas edema
jaringan yang normal
tanpa gejala eritemia
3. Tidak memperlihatkan
luka pada kulit

Anxietas
b.d
kurang
pengetahuan
tentang kondisi
penyakit sirosis
hati

Tujuan: Setelah 1x24 jam a. Informasikan tentang


klien dan keluarga dapat
regimen pengobatan dan
mengontrol cemas
perawatan
b. Jelaskan tujuan dan
Kriteria hasil:
persiapan prosedur
1. Klien dan keluarga
tindakan yang akan
mengerti tentang
dilakukan
penjelasan yang
c. Jawab pertanyaan
diberikan
dengan jujur dan nyata
2. Klien kooperatif
d. Kaji tersedianya
terhadap tindakan
dukungan pada klien
perawatan yang diberikan
yaitu istri dan anakanaknya

2.6 Evaluasi
1. Bunyi napas normal
2. Edema dan ukuran lingkar abdomen berkurang
3. Tidak ada tanda perdarahan
4. Mampu beraktivitas secara mandiri
5. Volume cairan seimbang
6. Tidak ada tanda-tanda gangguan integritas kulit
7. Anxietas dapat teratasi

vascular/perdarahan.
a. Meminimalkan
pembentukan edema
b. Jaringan dan kulit yang
edema mengganggu
suplai nutrien rentan
terhadap tekanan serta
trauma
c. Meminimalkan tekanan
yang lama dan
meningkatkan mobilisasi
edema
d. Meningkatkan mobilisasi
edema
a. Memberikan dasar
pengetahuan pada klien
dan keluarga
b. Penjelasan tentang
prosedur akan dapat
mengurangi kecemasan
c. Informasi yang tepat dapat
menurunkan kecemasan
d. Menjadi sumber yang
membantu mengurangi
kecemasan

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
Tn. X, 60 tahun, di rawat di ruang interna sejak kemarin dengankeluhan
muntah darah disertai dengan BAB hitamseperti petis. Pada saat ini pasien sudah
dipasang NGT , dengan abdominal distended. Tensi 100/70 mmHg, Nadi: 96x/m,
RR: 24 x/m, Suhu: 37,5 C.

3.1 Analisi Data


Data
DS :
- pasien mengaku perut
terasa begah
DO :
- tampak ada asites di
perut
- Hasil Lab:
1. Kadar Na : 147 mEq/I
2. Albumin : 3,0 gr/dL
3. Kadar K : 4,53 mg
5. Globulin : 3,8 g/dL

DS :
- klien mengatakan mual
dan muntah,
- klien juga mengatakan
nafsu makan berkurang,
DO :
- A : tinggi 167cm; BB
50kg;
BMI
17,9
(underweight)
- B : Hb 7,5 gr/dl;
Hematokrit
25%;

Etiologi
Masalah Keperawatan
gg. metabolisme protein
Kelebihan volume cairan

tubuh
Konsentrasi albumin plasma

Perubahan tekanan yang


diperlukan untuk mencegah

Cairan keluar dan


memenuhi abdomen

Asites

Kelebihan volume cairan


Sumbatan portal

Hipertensi portal

Tekanan di cabang V.porta

Darah tidak dapat mengalir


ke hati

Keluar ke rongga perut

Asites

Kelebihan volume cairan


Serosis hepatis
Ketidakseimbanga n nutrisi

kurang dari kebutuhan


Gangguan metabolisme
tubuh
lemak

Oksidasi asam lemak

Mual muntah

Anorexia

trombosit
100.000;
leukosit 9.000
- C : pasien terlihat
matanya cekung dan kurus
- D : pasien tidak
menghabiskan makannya
(1/4 porsi saja yang habis),
karena mual muntah.
DS :
- pasien mengeluh cemas
atas penyakit dan efek
yang dirasakan
DO :
- wajah klien nampak
murung, gelisah

BB turun

Perubahan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh

Asites

Kurang informasi

Ansietas

Ansietas

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Kelebihan volume cairan b.d retensi cairan karena aldosteron meningkat.
2. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus).
3. Anxietas b.d kurang pengetahuan tentang regimen pengobatan dan
perawatan.
3.3 Intervensi dan Rasional
1. Kelebihan volume cairan b.d retensi cairan karena aldosteron meningkat.
Tujuan: Setelah 2 x 24 jam pasien dalam status hidrasi yang adekuat,
volume cairan seimbang
Kriteria Hasil:
1. Output urin sesuai intake urin
2. Edema (-)
3. Asites (-)
Intervensi
Rasional
a. Monitor intake dan output cairan.
a. Perlu untuk menentukan fungsi ginjal,
b. Jelaskan pada pasien dan keluarga
dan menentukan kebutuhan penggantian
tentang pembatasan cairan diet
cairan dan penurunan resiko kelebihan
c. Monitor edema dan asites
cairan bertambah.
b. Peningkatan pemahaman dapat
Kolaborasi
meningkatkan kerjasama pasien dan
a.Monitor hasil pemeriksaan ureum dan
keluarga dalam program perawatan.
kreatinin serum
c. Pasien sirosis hati mengalami retensi
b.Berikan diuretic
cairan dalam intravaskuler
mengakibatkan tekanan darah meningkat

hal ini menyebabkan terjadinya


peningkatan tekanan hidrostatik kapiler
mengakibatkan cairan intravaskuler shift
ke dalam ruang intertisial sehingga
edema dapat kita jumpai pada pasien
sirosis hati ( Lewis, Heitkemper,
Dirksen, 2000)
Kolaborasi
a. Mengkaji berlanjutnya dan penanganan
disfungsi ginjal, meskipun kedua nilai
mungkin meningkat. Kreatinin adalah
indikator yang lebih baik untuk fungsi
indikator yang lebih baik untuk fungsi
ginjal karena tidak dipengaruhi oleh
hidrasi, diet, dan katabolisme jaringan
(Moore, 1996).
b. Untuk melebarkan lumen tubular dari
debris, menurunkan hiperkalemia, dan
meningkatkan volume urin adekuat
(Aschenbrenner, Cleveland, & Venable,
2002)

e.
f.
g.
h.

2. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus, anemia)
Tujuan : Setelah 2x24 jam pasien dalam dtatus nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil:
1. BB stabil
2. Tonus oto baik
3. Hb 10-14 gr/dl
4. Albumin 4 5.5 mg/dl
5. Tidak ada tanda tanda mal nutrisi
Intervensi
Rasional
Kaji intake diet, Ukur pemasukan
a. Membantu dalam mengidentifikasi
diit, timbang BB tiap minggu
defisiensi dan kebutuhan diet.
Anjurkan pasien untuk
Kondisi fisik umum, gejala uremik
istirahat/bedrest
(mual, muntah, anoreksia,dan
Berikan makanan sedikit dan sering
ganggguan rasa) dan pembatasan
sesuai dengan diet
diet dapat mempengaruhi intake
Tawarkan perawatan mulut (oral
makanan, setiap kebutuhan nutrisi
hygiene) dengan larutan asetat 25 %
diperhitungan dengan tepat agar
sebelum makan. Berikan permen
kebutuhan sesuai dengan kondisi
karet, penyegar mulut diantara
pasien, BB ditimbang untuk

makan.
Kolaborasi
Pemasangan NGT

mengetahui penambahan dan


penuruanan BB secara periodic
b. Dimungkinkan dapat mengurangi
dan menstabilkan kebutuhan nutrisi
dan mengurangi tingkat energi yang
tidak diperlukan karena pasien dalam
kondisi meningkat energinya dalam
mengalami proses penyakit
c. Meminimalkan anoreksia dan mual
sehubungan dnegan status uremik.
d. Membran mukosa menjadi kering
dan pecah. Perawatan mulut
menyejjukkan, dan membantu
menyegarkan rasa mulut, yang sering
tidak nyaman pada uremia dan
pembatasan oral. Pencucian dengan
asam asetat membantu menetralkan
ammonia yang dibentuk oleh
perubahan urea (Black, & Hawk,
2005)
Kolaborasi
Mempertahankan intake yang adekuat,
dan menghindarkan
terjadinya reaksi muntah yang berlanjut

3. Anxietas b.d kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit sirosis hati


Tujuan : Setelah 1x24 jam klien dan keluarga dapat mengontrol cemas
Kriteria hasil:
1. Klien dan keluarga mengerti tentang penjelasan yang diberikan
2. Klien kooperatif terhadap tindakan perawatan yang diberikan
Intervensi
Rasional
a. Informasikan tentang regimen
a. Memberikan dasar pengetahuan
pengobatan dan perawatan
pada klien dan keluarga
b. Jelaskan tujuan dan persiapan
b. Penjelasan tentang prosedur akan
prosedur tindakan yang akan
dapat mengurangi kecemasan
dilakukan
c. Informasi yang tepat dapat
c. Jawab pertanyaan dengan jujur dan
menurunkan kecemasan
nyata
d. Menjadi sumber yang membantu
d. Kaji tersedianya dukungan pada mengurangi kecemasan
klien yaitu istri dan anak-anaknya
D. EVALUASI

1. Volume cairan seimbang.


2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3. Ansietas teratasi.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hati selain organ terbesar pada tubuh manusia, juga memiliki
fungsi metabolisme yang penting bagi kelangsungan hidup setiap sel
dalam tubuh. Sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul jika
terjadi kerusakan pada hati. Berbagai keadaan patologis dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati yang berakibat fatal. Salah satu

keadaan patologis yang sangat sering terjadi dan menyebabkan


terganggunya sebagian besar fungsi hati adalah penyakit sirosis hepatis
atau sirosis hati.
Sirosis hati adalah suatu penyakit hati menahun berupa kerusakan
parenkim difus yang ditandai oleh perubahan sirkulasi mikro, anatomi
pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati yang disebabkan
oleh fibrosis difus, penumpukan jaringan ikat kolagen, serta regenerasi
nodul hepatosit. Proses ini biasanya dimulai dengan proses peradangan,
nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. Salah satu komplikasi yang paling serius dan
membahayakan hidup pasien sirosis adalah terjadinya pendarahan varises
esophageal.
Peningkatan penyakit ini sebagian disebabkan oleh insidensi
hepatitis virus yang meningkat, namun yang lebih bermakna adalah karena
asupan alkohol yang sangat meningkat. Alkoholisme merupakan satusatunya penyebab terpenting sirosis.
4.2 Saran
Dengan adanya makalah ini semoga mahasiswa mampu memahami
dan mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system
endokrin khususnya sirosis hepatis mulai dari pengkajian analisa data,
intervensi/implementasi, dan evaluasi.Dan mahasiswa dapat menyesuaikan
praktek di lapangan dengan teori yang ada sehingga memberikan
pelayanan kesehatan yang tepat kepada klien dengan sirosis hepatis.

DAFTAR PUSTAKA

Aschenbrenner, D.S., Cleveland, L.W., & Venable, S.J. (2002). Drug Therapy in
Nursing. Philadelphia : Lippincot
Lewis, Sharon, M., Heitkemper, Margaret, M., & Direksen, Shannon. (2000).
Medical Surgical Nursing; assessment and management of
clinical problem Fifth edition. St. Louis : Cv. Mosby

Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Medical Surgical Nursing; clinical
management for positive outcomes. 7th Edition. Elsevier. Inc :
St. Louis
Baradero, Mary. 2008. Klien Gangguan Hati: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta:
EGC
Smeltzar, Suzanna. C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner and
Suddarth, edisi 8, volume . 2. Jakarta : EGC, 2001
Soewignjo Soemoharjo, 2008. Hepatitis B edisi 2. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. (2008). Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3 Revisi. Jakarta;
EGC
www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/206311047/BAB%202.pdf . Diakses
pada tanggal 23 oktober 2013 pukul 12.46 WIB
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31644/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses pada tanggal 23 oktober 2013 pukul 15.05 WIB
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol1.no2.Juli2008/MACAM
%20%20PENYAKIT%20HEPAR%20DAN
%20PEMERIKSAANNYA.pdf. Diakses pada tanggal 23 oktober
2013 pukul 15.05 WIB
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. 2002. Jakarta : Gaya Baru

Anda mungkin juga menyukai