Anda di halaman 1dari 3

TERAPI HIPERBARIK PADA PERAWATAN LUKA

LATAR BELAKANG
Seperti yang kita ketahui bahwa kaki diabetik terjadi akibat kendali kadar gula
darah yang buruk. Kadar gula darah yang buruk memicu kerusakan saraf dan
pembuluh darah. Saraf yang rusak membuat penderita diabetes tidak bisa merasakan
sensasi sakit, panas, atau dingin, sehingga luka di kaki menjadi semakin parah.
Kondisi ini disebut dengan neuropati, yang disebabkan oleh kerusakan saraf perifer
(motorik dan serabut sensoris) dan otonom. Pasien yang mengalami masalah tersebut
(disfungsi saraf perifer) bisa mengalami trauma sendi, dan tanpa sadar melukai diri
sendiri berulang kali. Sedangkan disfungsi saraf otonom menyebabkan keringat
menurun. Kekeringan ini mengakibatkan celah dan retak pada kulit kaki sehingga
memungkinkan terjadinya infeksi.
Terapi oksigen hiperbarik juga sebagai terapi penunjang pada penyembuhan
luka sangat membantu dalam mempercepat proses penyembuhan luka. Hal ini terlihat
dari jaringan yang hipoksia memperlihatkan respon yang baik pada terapi oksigen
hiperbarik. Penggunaan terapi oksigen hiperbarik didasarkan pada mekanisme terapi
tersebut yang merangsang terjadinya perbaikan jaringan dengan cara peningkatan
tekanan oksigen, mekanisme kerja leukosit, hiperokdigenasi, neovaskularisasi,
hiperoksia dan aktivitas osteoklas.
Terapi oksigen hiperbarik (HBOT = Hyperbaric Oxygen Therapy) merupakan
suatu bentuk terapi dengan cara memberikan 100% oksigen kepada pasien dalam
suatu hyperbaric chamber/ ruangan hiperbarik yaitu suatu ruangan yang memiliki
tekanan lebih dari udara atmosfir normal (1 atm atau 760 mmHg). Dalam kondisi
normal, oksigen dibawa oleh sel darah merah ke seluruh tubuh. Tekanan udara yang
tinggi, akan menyebabkan jumlah oksigen yang dibawa oleh sel darah merah
meningkat hingga 400%.
Terapi oksigen hiperbarik dapat memberikan manfaat fisiologis untuk pasien
dengan luka ulkus antara lain: peningkatan oksigenasi pada daerah yang luka dan
terancam luka, membangkitkan jaringan granulasi, membunuh organisme dan
meningkatkan fagositosis.

ANALISIS
Hasil analisa dari artikel tersebut bahwa jaringan yang rusak atau cedera harus
diperbaiki, baik melalui regenerasi sal atau pembentukan jaringan parut. Tujuan dari
kedua jenis perbaikan tersebut adalah untuk mengisi daerah yang rusak agar integritas
struktural jaringan pulih kembali, yang berperan dalam proses penyembuhan luka itu
salah satunya adalah oksigen.
Oksigen juga diperlukan untuk mempertahankan integritas sel, fungsi
metabolisme sel dan perbaikan pada jaringan yang luka. Oksigen tidak hanya
diperlukan sebagai energi pada proses metabolisme tapi juga sangat diperlukan oleh
sel PMN, proliferasi fibroblast, dan deosisi kolagen. Pada proses penyembuhan luka
suplai oksigen yang cukup sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan perbaikan
jaringan.
Terapi oksigen hiperbarik juga melibatkan mengekspos tubuh untuk 100
persen oksigen pada tekanan yang lebih besar daripada apa yang biasanya pasien
alami. Dengan menggunakan Terapi Oksigen Hiperbarik, lebih banyak oksigen akan
dapat dimasukkan ke dalam plasma darah, menghasilkan pengiriman lebih banyak
oksigen ke dalam jaringan tubuh yang akhirnya meningkatkan penyembuhan dan
menolong tubuh untuk melawan infeksi.
Hal ini mengakibatkan naiknya konsentrasi oksigen dalam jaringan selama 2
sampai 4 jam setelah terapi dan menghasilkan penurunan pembengkakan anggota
tubuh secara signifikan (20%) dan percepatan pembentukan kapilari (20%) bersama
sama dengan penumpukan kalogen (angiogenesis). Lingkungan yang kaya akan
oksigen juga memfasilitasi sel darah puih untuk membunuh mekanisme dalam
lingkungan ischeamic dan juga penetralan racun serta memperlambat atau
menghalangi pertumbuhan bakteri. Hyperoxygenation juga mambantu peredaran
antibiotic (misalnya aminoglycosides) ke dinding sel bakteri.
Menurut dari hasil penelitian tersebut yang disebutkan oleh Mayor Laut (K)
Titut Harnanik bahwa selama menjalani terapi HBO, pasien tetap mengonsumsi obat.
Setelah menjalani HBO, terjadi penurunan gula darah secara signifikan. Jika biasanya
tak pernah kurang dari 200 miligram per desiliter (mg/dl), kadar gula darah mereka
bisa sampai 60 mg/dl. Maka dosis obat harus diturunkan.
Di luar penelitian itu, Titut punya pasien diabetes tipe I (mengalami kerusakan
pada fungsi pankreas sehingga tak bisa menghasilkan insulin). Setelah menjalani
HBO beberapa waktu, pasien yang harus disuntik insulin itu bisa lepas dari

ketergantungan pada insulin dari luar. Itu membuktikan bahwa HBO dapat
mengembalikan fungsi pankreas sebab sifat antioksidan pada oksigen.
Selain itu juga dituturkan oleh Suyanto Sidik, dokter spesialis penyakit dalam
dari RS TNI AL dr Mintohardjo, HBO bersifat memperbaiki jumlah oksigen di dalam
tubuh. Diabetes, tutur Suyanto, membuat kondisi pembuluh darah penderitanya buruk
sehingga aliran darah tak lancar. Contohnya, ada pasien diabetes dengan luka terbuka
yang tak sembuh atau tak kunjung kering. Hal itu terjadi karena pembuluh darah tak
mendapat pasokan oksigen sehingga tak berfungsi normal dalam memperbaiki
kerusakan sel.
Tekanan pada terapi hiperbarik bermanfaat untuk meningkatkan penetrasi
antibiotik, meningkatkan produksi kolagen fibroblast untuk mendukung angiogenesis
kapiler sehingga mempercepat penyembuhan luka. Terapi oksigen hiperbarik
memberikan efek bakteriostatik langsung pada mikroorganisme anaerobik.
Meningkatnya tekanan dan volume oksigen menimbulkan oksigenasi pada
jaringan yang mengalami kekurangan pasokan oksigen (hipoksia). Dampak lain,
terjadinya pembaruan pembuluh darah, mendorong perkembangbiakan sel, dan
meningkatkan kemampuan tempur sel darah putih (leukosit).
Penelitian juga menunjukkan bahwa HBOT memangkas setengah biaya
perawatan untuk luka ulkus, dan efektif mencegah amputasi. Menghindari biaya
rehabilitasi dan penghematan tambahan yang dibutuhkan dalam mencegah reamputasi atau revisi tunggul merupakan manfaat tambahan. Tindak lanjut dari pasien
ini selama satu hingga enam tahun (rata-rata 30 bulan) telah menunjukkan daya tahan
92 persen. Artinya, pasien mampu berjalan tanpa lesi atau masalah lebih lanjut.
Sumber :
Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Diabetes mellitus. Harrisons
principles of internal Medicine. 16nd ed. New York; Mc Grawn Hill; 2005 p. 2168-9.
Sudoyo AW, Setiohady B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Kaki Diabetik. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; 2006 p.1911-15.
Heyneman CA, Liday CL. Using Hyperbaric Oxigen to Treat Diabetic Foot Ulcer.
Critical Care Nurse 2002; 22; 52-8.

Anda mungkin juga menyukai