Anda di halaman 1dari 46

PRESENTASI KASUS

SKIZOFRENIA PARANOID
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program
Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
Rumah Sakit Jiwa Ghrasia DIY

Diajukan Kepada :
dr. Wikan A , Sp.KJ

Disusun Oleh :
Reni Herlinawati
20100310018

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM


PENDIDIKAN PROFESI DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA
RUMAH SAKIT GRHASIA DIY
2015

HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul :

SKIZOFRENIA PARANOID

tanggal : 21 November 2015


tempat : RSJ Ghrasia Yogyakarta

oleh :
Reni Herlinawati
20100310018

disahkan oleh :
dokter pembimbing

dr. Wikan A, Sp.KJ

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr wb
Alhamdullilah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat allah swt atas
segala limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas dalam presentasi kasus yang memenuhi sebagian syarat
mengikuti ujian akhir program pendidikan profesi di bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
dengan judul :
SKIZOFRENIA PARANOID
Penulisan presentasi kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak,
oleh karena itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada :
1. dr.Wikan, Sp.KJ selaku dokter pembimbing dan dokter spesialis Kesehatan
Jiwa RS Ghrasia Yogyakarta.
2. Seluruh perawat wisma, Poli Kesehatan Jiwa, dan dokter umum serta
perawat IGD di RSJ Ghrasia Yogyakarta.
3. Teman-teman coass atas dukungan dan kerjasamanya.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih
memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan penyusunan presentasi kasus di masa yang akan dating. Semoga
dapat menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Wassalamualaikum wr.wb

Yogyakarta, November 2015

Reni Herlinawati

DAFTAR HALAMAN

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................1
KATA PENGANTAR...............................................................................................2
DAFTAR HALAMAN............................................................................................3
BAB I LAPORAN KASUS.....................................................................................4
A. IDENTITAS............................................................................4
B. ANAMNESIS..........................................................................4
C. PEMERIKSAAN FISIK.............................................................8
D. STATUS MENTALIS................................................................8
E. DIAGNOSIS BANDING.........................................................11
F.

DIAGNOSIS MULTIAKSIAL....................................................11

G. PENATALAKSANAAN...........................................................11
H.
PROGNOSIS.....................................................................................
...............................11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................12
A. Definisi...............................................................................12
B. Fase/Perjalanan Penyakit....................................................12
C. Etiologi ..............................................................................13
D. Patogenesis........................................................................15
E. Pedoman Diagnosis............................................................18
F.

Klasifikasi...........................................................................20

G. Penatalaksanaan................................................................26
H. Prognosis............................................................................37
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................38
BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA........................................................................45

BAB I
LAPORAN KASUS
Ananmnesis dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesis dengan kakak dan
adik pasien ketika home visit.
A. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. H.B.

Umur

: 37 tahun

Jenis kelamin

: Laki-Laki

Agama

: Islam

Status perkawinan: Belum menikah


Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: wiraswasta

Suku

: Jawa

Alamat

: Sutodirjan GT 2/893 RT 72 RW 21 Pringgokusuman


Gedongtengen Yogyakarta

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Pasien menyerang keluarga dan mengamuk
2. Riwayat perjalanan penyakit sekarang:
Allooanamnesis
Semenjak bulan mei 2015 (setelah pasien dipulangakan dari ghrasia)
pasien sangat labil dan mudah marah di rumah, sering berbicara sendiri,
serta beberapa kali hendak menyerang tetangga juga keluarga, menurut
keluarga berdasarkan pengakuan pasien, pasien sering merasa dijelek
jelekan oleh orang sekitar dan mampu membaca fikiran orang lain. Pasien
juga merasa dirinya adalah anak sri sultan HB IX dan orang lain harus lebih
menghargai serta menghormatinya. Pasien juga merasa sering ditemui guru
silat (kebatinan) dan menyuruhnya menikahi anak guru tersebut, padahal
gurunya telah lama meninggal. Pasien dijemput oleh petugas RSJ Ghrasia
karena mengamuk dan menyerang keluarga (adik).

Autoanamnesis
Menurut pengakuan pasien, pasien tidak mengerti kenapa ia dijemput oleh
petugas dan dibawa kembali ke ghrasia, ia mengira mungkin adiknya tidak suka
pada dirinya dan meminta petugas membawanya. Pasien mengaku sering
mendengar bisikan bisikan dari banyak orang yang mengolok-olok dan
membicarakan kejelekannya, juga beberapa kali disuruh hal hal lain (memukul,
membunuh, shalat, dsb) oleh bisikan-bisikan tersebut dan merasa dikontrol
bisikan-bisikan itu, ia juga mengaku sedikit bisa mebaca fikiran orang lain.
Pasien juga bercerita bahwa ia mendapat titah dari sri sultan HB IX untuk
menjadi juru kunci benteng van derbeg. Pasien juga mengaku kadang melihat
dan bisa berkomunikasi dengan guru (silat, kebatinan) nya. Pasien juga merasa
dibisiki ibu nya yang telah meninggal, bahwa ia anak sri sultan HB IX namun ia
pun masih ragu akan kebenaran itu.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Penyakit kronis, sistemik
Disangkal
b. Kecelakaan trauma kepala
Disangkal
c. Riwayat penyakit serupa
Diakui
Pasien seorang penderita gangguan jiwa sejak tahun 2003
1) pernah berobat ke SP, KJ di jakarta dan Banten (keluarga kurang begitu
paham riwayat pengobatan)
2) pernah mondok di puri nirmala 1x karena mengamuk (keluarga lupa
tahunnya
3) pernah mondok di ghrasia (januari 2015) selama sebulan, karena
mengamuk, dan ketika di rumah pasien sulit minum obat, selalu merasa
sehat, dan jika di paksa, mengamuk.
4) pernah mondok di ghrasia (mei 2015) selama sebulan, karena
mengamuk, dan ketika di rumah pasien sulit minum obat, selalu merasa
sehat, dan jika di paksa, mengamuk.
5) Di rawat di pondok penngobatan alternatif selama 3 bulan (sebulan
sebelum masuk ghrasia yang sekarang) dan tidak minum obat sama
sekali, lalu pasien kabur dari pondok karena merasa disuruh gurunya
dan dibisiki gurunya akan dinikahkan dengan anak gurunya.
5

4. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat penyakit serupa : disangkal
b. Riwayat penyakit sistemik : jantung (ibu dan kakak ke dua nya)
5. Riwayat Kehidupan Pribadi
a. Riwayat Prenatal
Pasien merupakan anak yang diharapkan dan direncanakan dalam
keluarga, pasien lahir normal,cukup bulan, di tolong bidan dan tidak ada
trauma lahir maupun cacat bawaan. Hubungan pasien terhadap keluarga dan
teman-temannya baik, pasien hanya melanjutkan sekolah sampai SMA dan
termasuk anak pintar.
b. Riwayat Masa Bayi (0-1 tahun)
Sulit dievaluasi karena keluarga pasien sudah tidak ingat lagi tentang
riwayat masa bayi pasien, riiwayat kejang disangkal.
c. Riwayat Masa Kanak (1-12 tahun)
Pada masa kanak pasien merupakan anak yang penurut dengan kedua orang
tuanya. Pasien merupakan anak yang aktif dan banyak temannya.
d. Riwayat Masa Remaja
Pasien merupakan remaja yang baik, pasien tidak pernah ada riwayat
menggunakan obat-obatan terlarang atau minuman keras. Pasien mulai
merokok sejak SMA.
e. Riwayat Pendidikan
Pasien hanya bersekolah sampai kelas 3 SMA.
f. Riwayat Pekerjaan
Pasien pernah bekerja sebagai Cleaning service di UGM dan Bank BPD DIY
sebelum di rawat di ghrasia untuk pertama kali, lalu setelah keluar pasien
berjualan pakaian, tas, dan topi di pasar sampai sebeleum di rawat yang ke dua,

lalu setelah keluar, jualan kacang keliling yang di beli dalam jumlah banyak
lalu di bungkus kecil kecl oleh dirinya sendiri.
g. Riwayat Perkawinan
Pasien belum menikah, dan selalu meminta dijodohkan kepada keluarga.
6. Riwayat Personal Sosial
Pasien tinggal bersama kakak ke 5, suami kakaknya, dan 3 orang anak
kakanya. Lingkungan sekitar cukup kumuh dan padat, ukuran rumah + 6x4
meter, kondisi ekonomi menengah ke bawah. Keluarga merasa ketakutan jika
suatu saat pasien pulang dan mengamuk lagi. Tetangga dan masyarakat sekitar
mulai menolak keberadaan pasien.
7. Genogram

8. Gambaran kepribadian
Keperibadian dependen
9. Faktor Pencetus
Putus obat.
10. Riwayat perkawinan
Belum Menikah
C.PEMERIKSAAN KLINIS
a. Status Internus

Keadaan umum

: gelisah, kurang rapi

Kesadaran

: Compos Mentis, GCS 15

Tekanan darah

: 120/80 mmhg

Frekuensi nadi

: 86x/menit

Frekuensi nafas

: 20x/menit

Sistem kardiovaskuler

: tidak didapatkan kelainan

Sistem respiratorik

: tidak didapatkan kelainan

Sistem gastrointestinal

: tidak didapatkan kelainan

Sistem urogenital

: tidak didapatkan kelainan

Kelainan khusus

: tidak didapatkan kelainan

b. Status Neurologikus
Panca indera

: tidak didapatkan kelainan

Tanda meningeal : tidak dilakukan pemeriksaan


Tekanan intrakranial :

tidak dilakukan pemeriksaan

Mata
Gerakan

normal

Pupil

isokor

Diplopia

tidak ditemukan

Ekstremitas

: tremor (+)

D.STATUS MENTALIS
Deskripsi umum
1. Penampilan
Seorang laki-laki, sesuai usia, rawat diri baik.
2.

Kesadaran
Composmentis

3.

Periaku dan aktifitas psikomotor


Normoaktif

4.

Pembicaraan
Pembicaraan lancar, relevan, dan koheren

5.

Sikap terhadap pemeriksa


Kooperatif

Keadaan afektif,mood, dan keserasian


1.

Afek

tumpul

2.

MOOD

terlihat gelisah

3.

Keserasian

appropriate

Jernih

Waktu

Tidak terganggu

Orang

Tidak terganggu

Fungsi kognitif
1.

Kesadaran

2.

Orientasi

Tempat
3.

Konsentrasi

4.

Daya ingat

5.

Tidak terganggu
:

Tidak Terganggu

Segera

Tidak terganggu

Jangka pendek

Tidak terganggu

Jangka panjang

Tidak Terganggu

Intelegensia dan pengetahuan umum :


Sesuai dengan taraf pendidikan yaitu SMA

Gangguan persepsi
1.

Halusinasi

- Auditorik (+) mendengar bisikan-bisikan yang bermacam macam dari banyak


orang, seperti mengejek-menertawakanm serta bisikan menyuruh memukul,
membunuh, shalat, dll.
- visual (+) melihat dan berbicara guru silat kebatinan yang sudah meniggal
2.

Depersonalisasi/derealisasi

Pasien merasa banyak yang membicarakan dan menjelekannya.


Proses pikir
1.

2.

Arus pikir
a. Produktivitas

: Kurang

b. Kontinuitas

: Relevan, Koheren

Isi pikir
a.

Preokupasi

pasien merasa semua orang menjelek-jelekannya


b.

Waham

- waham curiga karena pasien selalu merasa bahwa orang-orang yang


ada di sekitarnya selalu membicarakan dan menjelek-jelekannya.
-waham magic mistic karena pasien merasa mendapat amanat dari sri
sulta HB IX untuk menjadi juru kunci benteng van derbeg
c.

Ide
Merasa anak sri sultan HB IZ, namun pasien masih ragu dan kadang
menimbang-nimbang lagi kebenarannya

3.

Bentuk pikir
nonrealistik

10

Daya nilai
1.

Daya nilai sosial

terganggu

2.

Uji daya nilai

tidak terganggu

3.

Penilaian realitas

terganggu pada saat pasien mengalami


halusinasi dan waham

Tilikan
Tilikan derajat 4

menyalahkan orang/objek lain

E.DIAGNOSIS BANDING
F20.0 Skizofrenia paranoid
F22.8 Keadaan paranoid involusional
F.DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I

: F20.0 Skizofrenia paranoid

Aksis II : F60.7 Gangguan keperibadian dependen


Aksis III : Aksis IV : Putus obat, ekonomi, keluarga
Aksis V : GAF 60-51 Gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.
G.PENATALAKSANAAN
Psikofarmakologi:
-

Risperidone 2 x 2mg

Clozapin 1 x 25 mg

THP 3 x 2 mg

Sulprid inj 0,5 cc/2 minggu

Haloperidol delconoat 0,5 cc/2 minggu

Terapi perilaku

H. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad sanationam

: dubia ad malam

Quo ad functionam

: dubia ad malam
11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu
gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi,
pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan
intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian (Sadock,dkk., 2003).
Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu
gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa isi pikiran tidak wajar (waham),
gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan
perasaan, perilaku aneh atau tak terkendali (disorganized). Gejala negatif adalah alam
perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan,
miskin kontak emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh tak
acuh, sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif
(Maharatih, 2010).
B. Fase atau Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu.
Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa
fase yang dimulai dari prodromal, fase aktif dan keadaan residual (Sadock, 2003;
Buchanan, 2005).
Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa cemas, gundah (gelisah),
merasa diteror atau depresi. Penelitian retrospektif terhadap pasien dengan skizofrenia
menyatakan bahwa sebagian penderita mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri

12

kepala, nyeri punggung dan otot, kelemahan dan masalah pencernaan Perkembangan
gejala prodromal yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan
(Sadock,dkk., 2003).
Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis,
yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien
skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk sampai
tidak ada (Buchanan, 2005).
Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis
skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa atau gejala negatif yang tidak
terlalu nyata secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku
aneh (Buchanan, 2005).
C.Etiologi
Sampai saat ini penyebab dari gangguan skizofrenia masih belum diketahui
secara pasti. Namun, terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa
penyebab skizofrenia, antara lain :
1. Faktor Genetik
Menurut Maramis (2006) faktor keturunan juga menentukan timbulnya
skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga
penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi
saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7 15%; bagi anak dengan salah
satu orangtua yang menderita skizofrenia 7 16%; bila kedua orangtua menderita
skizofrenia 40 68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu
telur (monozigot) 61 86%.
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut
quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan

13

oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh


kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada
orang-orang yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa
risiko untuk mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya
jumlah anggota keluarga yang memiliki penyakit ini (Durand & Barlow, 2007).
2. Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang
disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron
berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal
dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-bagian tertentu
otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli
yang berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk
skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine
tampaknya juga memainkan peranan (Durand & Barlow, 2007).
3. Faktor Psikologis dan Sosial
Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama
semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tuaanak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga (Wiraminaradja
& Sutardjo, 2005).
Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam keluarga
mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah schizophregenic mother
kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat
dingin, dominan, dan penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada
anak-anaknya. Keluarga pada masa kanak-kanak memegang peranan penting dalam
pembentukan kepribadian. Orangtua terkadang bertindak terlalu banyak untuk anak

14

dan tidak memberi kesempatan anak untuk berkembang, ada kalanya orangtua
bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau tidak memberi bimbingan
dan anjuran yang dibutuhkannya (Durand & Barlow, 2007).
D.Patogenesis
a.Skizofrenia dan Dopamin
Semua jenis obat antipsikotik yang tersedia dapat mengurangi gejala skizofrenia
dengan menurunkan neurotransmiter dopaminergik. Turunnya neurotransmiter
dopaminergic mengurangi gejala dari pasien dengan skizofrenia dan meningkatkan
kemampuan persepsi mereka. Pasien yang diterapi dengan obat-obat tersebut secara
terus menerus menunjukkan penurunan munculnya halusinasi dan waham, pasien juga
lebih baik dalam mengatur kebiasaannya.
Teori dopamin pada skizofrenia masih mempunyai beberapa kekurangan.
Pertama Blokade pada neurotransmitter dopaminergik tidak sepenuhnya mengurangi
gejala skizofrenia. Kedua, meskipun gejala positif skizofrenia berkurang ketika
neurotransmitter dopaminergic diturunkan dengan obat antipsikotik, level metabolit
dopamin dan receptor dopamin ketika diukur sebelum dan setelah pengobatan masih
dalam batas harga normal. Ketiga, peranan dopamin bagi otak lebih komplek daripada
pergantian secara sederhana dari gejala psikotik. Selama periode psikotik akut,
banyak orang yang menderita skizofrenia nampak menunjukkan perangsangan
reseptor dopamin yang berlebihan di ganglia basalis, yang diukur dengan penggunaan
ligan radioaktif dari single-photon-emission yang tertomografi. Bagaimanapun juga,
penurunan aktivitas dopaminergik pada korteks serebral pada lobus frontal dapat
menjadi satu faktor konstribusi dalam penanganan gangguan kognitif yang sering
ditemukan pada pasien yang menderita skizofrenia. Oleh karena itu, investigasi pada
patofisiologi skizofrenia mengembangkan lebih jauh lagi mengenai dopamin, para

15

peniliti menggali lebih dalam mengenai pengobatan farmakologi dari skizofrenia,


yang tidak mengabaikan dopamin sebagai target, telah memperluas bidang
penyelidikan mereka termasuk neurotransmiter yang lain.
Tidak ada lesi tunggal yang dapat menyebabkan skizofrenia. Tapi, adanya
peran dari faktor genetik dan lingkungan yang mempengaruhi fungsi dan
perkembangan dari otak hal tersebut juga yang dapat menyebabkan skizofrenia.
Penghambatan interneuron biasanya terjadi, hal ini dapat ditunjukan dengan adanya
penurunan jumlah dari mereka, pengeluaran enzim yang mensintesis penghambat
neurotransmitter -asam aminobutrat yang menurun, penurunan pengeluaran dari
neuropeptide seperti kolesistokinin dan somatostatin yang dilepaskan selama
neurotransmisi, dan pengurangan migrasi neuron ke korteks dari lapisan putih otak.
Sebagai tambahan pada perubahan spesifik pada interneuron, terdapat pengurangan
secara umum dari neuropil kortikal, seperti dendrit dan akson yang mengubungkan
neuron, menggambarkan proses kerusakan pada pyramidal maupun penghambat
neuron menjadi bentuk penghubung sinapsis. Pada beberapa area dalam otak, terjadi
berkurangnya jumlah total neuron secara nyata.
b.Penemuan Neuropatologi
Pada penemuan secara neuropatologi, Magnetic Resonance Imaging (MRI)
menunjukan adanya pembesaran ventrikel dan penurunan volume dari beberapa
bagian otak, termasuk didalamnya hipokampus dan korteks temporosuperior. Dengan
menganalisis hasil dari MRI dapat dikatakan bahwa terjadi penurunan bagian
neuronal baik pada hipokampus maupun pada korteks prefrontal, yang diindikasikan
dengan level dari neuronal asam amino N-asetilaspartat. Meskipun terjadi penurunan
dari jaringan otak, pencitraan otak secara fungsional dengan tomografi emisi-positron
dan MRI fungsional menunjukan adanya hiperaktivitas pada hipokampus dan korteks

16

prefrontal lateral dorsal, mungkin terus menerus dikuti dengan kehilangan


penghambat fungsi neuron.
c.Temuan genetika pada skizofrenia
Perbedaan temuan neurobiologi pada skizofrenia terbayang dengan adanya
keberagaman dari temuan genetik. Temuan genetik secara epidemiologi, seperti
adanya indeks besar yang berkaitan dengan skizofrenia antara kembar monozigot dan
kembar dizigot dan insidensi tinggi dari penyakit pada anak yang diadopsi yang mana
ibu biologisnya mengidap skizofrenia, terdapat resiko sebesar 70%. Walaupun
demikian, skizofrenia tidak terlihat sebagai monogen, dan terdapat sejumlah
kromosom locus yang nantinya akan bekaitan terhadap penyakit yang telah
bereplikasi. Polimorfim nukleotid tunggal berhubungan dengan skizofrenia, yang
beberapa telah menunjukan adanya penurunan fungsi neural, telah ditemukan dalam
gen dengan locus ini, termasuk regulator Protein G pada kromosom 1, protein pada
kromosom 6 yang berhubungan dengan struktur sinaps, faktor pertumbuhan pada
kromosom 8 yang berhubungan dengan pertumbungan sinapsis, respon modulator
pada kromosom 13 yang mempengaruhi N-metil D-aspartat glutamate, sebuah
reseptor pada kromosom 15 untuk asetilkolin dan enzim pada kromosom 22 yang
mempengaruhi

metabolisme

dopamin.

Mekanisme

neuronal

glutamatergik,

kolinergik, dan dopaminergic dipengaruhi oleh faktor genetik ini dan dikaitkan
dengan berbagai macam aspek pada disfungsi kognitif termasuk ketidakmampuan
dalam perasaan dan pengingat.
Sebagai tambahan untuk faktor genetik, komponen lingkungan dari
patogenesis pada skizofrenia, mempunyai resiko sebanyak 30%, termasuk kerusakan
otak ketika perinatal dan masa anak-anak dan stres psikososial selama masa
kehidupan seperti terpisah dari keluarga (Freedman, 2003).

17

E.Pedoman Diagnostik
Menurut PPDGJ-III
a. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas atau kurang
tajam) :
- Isi Pikiran
thought eco = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,

walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda.


thought insertion or withdrawl = isi pikiran yang asing dari luar
masukke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil

keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawl)


thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga

orang lain atau umum mengetahuinya.


Waham
delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh

suatu kekuatan tertentu dari luar


delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan

pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar


delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh

suatu kekuatan tertentu dari luar


delusion perception = pengalaman inderawi yang tak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik

atau mukjizat.
halusinasi auditorik
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap

perilaku pasien
Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara

berbagai suara yang berbicara)


Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian
tubuh.

18

waham-waham menetap jenis lainnya yang menurut budaya setempat


dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, mislanya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau

berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain)


b. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
- Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengembang maupun yang setengah
berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh
ide-ide berlebihan yang menetap atau apabila terjadi setiap hari
-

selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.


Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah, posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,

dan stupor
Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang

tidak relevan atau neologisme.


Gejala gejala negatif seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan response emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya
yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal

tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.


c. Adanya gejala gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal)
d. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, sikap larut

19

dalam diri sendiri, tidak berbuat sesuatu, dan penarikan diri secara sosial.
(Maslim, 2002)
F. Klasifikasi
1. Skizofrenia Paranoid (F 20.0)
Pedoman Diagnostik
a. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
b. Sebagai tambahan:
1) Halusinasi dan/atau waham harus menonjol
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi
tawa (laughing)
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat
seksual, atau lain-lain perasaan tubuh. Halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau passivity (delussion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar beraneka ragam, adalah yang paling
khas
2) Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif nyata/ tidak menonjol.
2. Skizofrenia Hebefrenik (F 20.1)
Pedoman Diagnostik
a. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.

20

b. Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja
atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
c. Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis.
d. Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan
bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :

Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan

perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan


Afek pasien dangkal dan tidak wajar, sering disertai oleh cekikikan atau
perasaan puas diri, senyum sendiri, atau oleh sikap, tinggi hati, tertawa
menyeringai, mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau, keluhan

hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang


Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu serta

inkoheren.
e. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya
tidak menonjol. Dorongan kehendak dan yang bertujuan (determination)
hilang

serta

sasaran

ditinggalkan,

sehingga

perilaku

penderita

memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan dan tanpa maksud.
Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap
agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang
memahami jalan pikiran pasien.
3. Skizofrenia Katatonik (F 20.2)
Pedoman Diagnostik
21

a. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.


b. Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendomaninasi gambaran
klinisnya:
1) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan
dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara)
2) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang bertujuan, yang
tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
3) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh)
4) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap
semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan ke
arah berlawanan)
5) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan
upaya menggerakkan diri)
6) Flexibilitas cerea (mempertahankan anggora gerak dan tubuh dalam
posisi yang dapat dibentuk dari luar)
7) Gejala-gejala lain seperti komen, automatism (kepatuhan secara
otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimatkalimat
c. Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai
diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting
untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk
diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh
penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta
dapat juga terjadi pada gangguan afektif
3. Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated) (F 20.3)
Pedoman Diagnostik

22

a. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.


b. Tidak

memenuhi

kriteria

untuk

diagnosis

skizofrenia

paranoid,

hebefrenik, atau katatonik


c. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skizofrenia

23

4. Depresi Pasca-skizofrenia (F 20.4)


Pedoman Diagnostik
a. Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau:
1) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria umum
skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini
2) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi
mendominasi gambaran klinisnya), dan
3) Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling
sedikit kriteria untuk episode depresif dan telah ada dalam kurun waktu
paling sedikit 2 minggu
b. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis
menjadi Episode Depresif. Bila gejala skizofrenia masih jelas dan
menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang
sesuai (F 20.0 F 20.3)
5. Skizofrenia Residual ( F 20.5)
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus
dipenuhi semua:
a. Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi nonverbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak
mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial
yang buruk
b.

Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimana masa
lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnostik skizofrenia

24

c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia
d.

Tidak terdapat dementia atau penyakit /

gangguan otak organik lain,

depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas


negatif tersebut.
6. Skizofrenia Simpleks (F. 20.6)
a. Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan
progresif dari:
1. Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului
riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik.
2. Disertai

dengan

perubahan

perilaku

pribadi

yang

bermakna

bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat


sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial
b. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe
skizofrenia lainnya
7. Skizofrenia lainnya (F20.8) dan Skizofrenia YTT (F20.9) (Maslim, 2002)

25

G.Penatalaksanaan
1. Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan

yang

digunakan

untuk

mengobati

Skizofrenia

disebut

antipsikotik.
Antipsikotik
bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi
pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum
mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi
pasien.
Terdap at 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu :
- antipsikotik konvensional
- newer atypical antipsycotics
- Clozaril (Clozapine).
a. Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional.

Walaupun

sangat

efektif,

antipsikotik

konvensional

sering

menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara
lain : haldol (haloperidol), stelazine ( trifluoperazine), mellaril (thioridazine),
thorazine ( chlorpromazine), navane (thiothixene), trilafon (perphenazine), prolixin
(fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical
antipsycotic.
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada
pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan

26

antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli
merekomendasikan untuk eneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila
pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat
diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu
(disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan
terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot
formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.
b. Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip
kerjanya berbda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan
antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasienpasien dengan Skizofrenia.
c. Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal
yang pertama. Clozaril dapat membantu 25-50% pasien yang tidak merespon
(berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki
efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang
(1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan
infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel
darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan

27

Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran
No.
1.

Nama generik
Klorpromazin

Sediaan
Tablet 25 mg dan 100 mg

Dosis
150-600 mg/hari

2.

Haloperidol

Injeksi 25 mg/ml
Tablet 0,5 mg, 1,5 mg, 5 mg

5-15 mg/hari

Injeksi 5 mg/ml
3.

Perfenazin

Tablet 2, 4, 8 mg

12 - 24 mg/hari

4.
5.

Flufenazin
Flufenazin dekanoat

Tablet 2,5 mg, 5 mg


Inj 25 mg/ml

10 - 15 mg/hari
25 mg/2-4 minggu

Levomeprazin

Tablet 25 mg

25 - 50 mg/hari

Injeksi 25 mg/ml
7
8
9

Trifluperazin
Tioridazin
Sulpirid

Tablet 1 mg dan 5 mg
Tablet 50 dan 100 mg
Tablet 200 mg

10 - 15 mg/hari
150 - 600 mg/hari
300 - 600 mg/hari

10
11

Pimozid
Risperidon

Injeksi 50 mg/ml
Tablet 1 dan 4 mg
Tablet 1, 2, 3 mg

1-4 mg/hari
1 - 4 mg/hari
2 - 6 mg/hari

28

Cara penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis)
yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan
dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila
obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang sudah
optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis
lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana
profil efek samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
-

Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu

Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam

Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)

Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek
samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu
mengganggu kualitas hidup pasien

Mulai dosis awal dengan dosis anjuran lalu dinaikkan setiap 2-3 hari sampai
mencapaidosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis), dievaluasi setiap 2 minggu
dan bila perlu dinaikka, naikan ke dosis optimal dan dipertahankan sekitar 8-12
minggu (stabilisasi) lalu diturunkan setiap 2 minggu hingga dosis maintanance dan
dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/mingu) dan
tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) lalu stop.

29

Untuk pasien dengan serangan sndroma psikosis multi episode terapi


pemeliharaan dapat dibarikan paling sedikit selama 5 tahun.
Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari
setelah dosis terakhir yang masih mempunyai efek klinis. Pada umumnya pemberian
oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua
gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat
secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kueun waktu 2 minggu - 2bulan.
Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun
diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil
sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound
yaitu gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan
ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25
mg IM dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari).
Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang
tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi
oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru
ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan. Pambarian anti psikosis long acting hanya
untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap kasus skizpfrenia.
Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu
perubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya
dengan injeksi noradrenalin (effortil IM)
Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan
tablet trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari

30

Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama


Newer atypical antipsycoic merupakn terapi pilihan untuk penderita
Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan
resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah.
Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai
bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat
lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih
lama pada Clozaril).
Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting
untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang
penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat
tersebut. Apabila hal ini terjadi, dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek
sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.
Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat
mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4
minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai
anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan
yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal
antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal
lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan
obat-obatan diatas gagal.

31

Pengobatan Selama fase Penyembuhan


Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun
setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum
obat setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan
pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama
12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang mendertia
Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total pada episode pertama
membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Penghentian pengobatan merupakan
penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya penyakit.
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama,
sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin
masalah terbesar dan ersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek
samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan
kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan
akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah
tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat
antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk
mencegah atau mengobati efek samping ini.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi
pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace.
Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan
dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan

32

antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan


mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi
seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obatobatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif
terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya
lebih sedikit.
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang
memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik
atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome,
dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat
menimbulkan komplikasi berupa demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini
membutuhkan penanganan yang segera.
2.Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan
sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri
sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah
didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang
diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian,
frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang,
berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan (Sadock
dkk, 2003).

33

b. Terapi berorientasi keluarga


Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan
dalam keadaan remisi parsial, keluarga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali
mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap
hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam
terapi keluarga

adalah proses pemulihan, khususnya

lama dan

kecepatannya.

Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak


saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu
cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang
sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.
Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa
menjadi terlalu mengecilkan hati (Sadock,dkk., 2003).
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi
secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif.
Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa
persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang
memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling
membantu bagi pasien skizofrenia (Sadock dkk, 2003).
d. Psikoterapi individual
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam
pengobatan pasien

non-psikotik.

Menegakkan

hubungan

seringkali

sulit

34

dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban


dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi
jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia,
perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah
sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan
nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang
berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,
manipulasi, atau eksploitasi (Sadock dkk, 2003)
e. Perawatan di Rumah Sakit
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau
membunuh,

prilaku

yang

sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi

kebutuhan dasar.
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah
ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan
penyesuaian

yang

dilakukan

pada perawatan rumahsakit harus direncanakan.

Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang
skizofrenia.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu
mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit
tergantung dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan
rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi
praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan,
dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat

35

pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan


dan

kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki

kualitas hidup. (Sadock,dkk., 2003)


H.Prognosis
Walaupun remisi penuh atau sembuh pada skizofrenia itu ada, kebanyakan
masih memiliki gejala sisa dengan tingkat keparahan yang bervariasi. Sampai saat
ini belum ada metode yang dapat memprediksi siapa yang menjadi sembuh
siapa yang tidak, tetapi ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya seperti usia
tua, faktor pencetus yang jelas, onset akut, riwayat sosial yang baik, menikah, riwayat
sosial/pekerjaan pramorbid baik, gejala depresi, menikah, riwayat keluarga gangguan
mood sistem pendukung baik, dan gejala positif ini akan memberikan prognosis yang
baik.
Sedangkan onset muda, tidak ada faktor pencetus, onset tidak jelas, riwayat
sosial buruk, autistik, tidak menikah/janda/duda, riwayat keluarga skizofrenia, system
pendukung buruk, gejala negatif, riwayat trauma prenatal, sering relaps dan riwayat
agresif akan memberikan prognosis yang buruk (Maramis, 2006).

36

37

BAB III
PEMBAHASAN
a. Anamnesis
Diagnosis Skizofrenia menurut PPDGJ-III
Teori
Fakta
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini Marah-marah dirumah
yang amat jelas dan biasanya dua gejala Suka bicara sendiri dan tibaatau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas

tiba bisa tertawa atau marah

tanpa sebab
(a) - Thought echo : isi pikiran dirinya Mudah tersinggung dan marah
sendiri yang berulang atau bergema

jika tidak dituruti

dalam kepalanya (tidak keras), dan Selalu merasa dijelek-jelekan


isi pikiran ulangan, walaupun isinya

orang lain (waham curiga)

sama, namun kulitasnya berbeda; Merasa dirinya anak sri sultan


atau
dan orang lain harus lebih
- Thought insertion or withdrawal:
menghormati namun masih
isi pikiran yang asingdari luar masuk
ragu (ide kebesaran)
kedalam pikirannya (insertion)atau Merasa diberi amanat sebagai
isi pikirannya diambil keluar oleh
penjaga benteng van derbeg
sesuatu dari luar (withdrawal); dan
(waham magic mistic)
-

Thought

broadcasting:

isi Merasa mampu melihat dan


pikirannya tersiar keluar sehingga
berbicara dengan guru yang
orang
lain
atau
umum
sudah meninggal (halusinasi
mengetahuinya;
visual)
(b) - delusion of control : waham
Merasa dibisiki banyak orang
tentang dirinya dikendalikan oleh
dan di suruh berbagai hal oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
bisikan tersebut (halusinasi
- delusion of influence: waham
auditorik)
tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- delusion of passivity: waham
tentang dirinya tidak berdaya dan

pasrah terhadap suatu kekuatan dari


luar; (tentang dirinya: secara jelas
merujuk

ke

pergerakan

tubuh/anggota gerak atau ke pikiran,


tindakan atau penginderaan khusus);
-

delusional

perception:

pengalaman inderawi yang tak wajar,


yang bermakna sangat khas bagi
dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat;
(c) Halusinasi auditorik :
- Suara halusinasi yang berkomentar
secara

terus

menerus

terhadap

perilaku pasien, atau


-

Mendiskusikan

perihal

pasien

diantara mereka sendiri (diantara


berbagai suara yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang
berasal dari salah satu bagian tubuh.
(d)

Waham-waham
lainnya,

yang

menetap
menurut

jenis
budaya

setempat dianggap tidak wajar dan


sesuatu yang mustahil, misalnya
perihal keyakinan agama atau politik
tertentu,

atau

kekuatan

dan

kemampuan diatas manusia biasa


(misalnya

mampu

mengendalikan

cuaca, atau berkomunikasi dengan


makhluk asing dari dunia lain).

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini


yang harus selalu ada secara jelas :
(e) Halusinasi yang menetap dari panca
indera apa saja, apabila disertai baik

oleh

waham

yang

mengambang

mauupun yang setengah berbentuk


tanpa kandungan afektif yang jelas,
ataupun

disertai

ole

hide-ide

berlebihan (over-valued ideas) yang


menetap, atau apabila terjadi setiap
hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus;
(f) Arus pikiran yang terputus (break)
atau

yang

mengalami

sisispan

yang

berakibat

(interpolation),

inkoherensi atau pembicaraan yang


tidak relevan, atau neologisme;
(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan
gaduh-gelisah (excitement), posisis
tubuh

tertentu

fleksibilitas

(posturing),

cerea,

atau

negativisme,

mutisme, dan stupor;


(h) Gejala-gejala negative seperti
sikap sangat apatis, bicara yang
jarang, dan respons emosional yang
menumpul atau tidak wajar, biasanya
yang mengakibatkan penarikan diri
dari

pergaulan

social

dan

menurunnya kinerja social; tetapi


harus jelas bahwa semua hal tersebut
tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas


telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap
fase nonpsikotik prodromal).

Harus ada suatu perubahan yang konsisten

dan bermakna dalam mutu keseluruhan


(overall quality) dari beberapa aspek
perilaku pribadai (personal behaviour),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu,
sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed
attitude), dan penarikan diri secara sosial.

F20.3 Skizofrenia Tak Terinci


Pedoman diagnostik
Teori

Fakta

Memenuhi kriteria umum untuk


skizofrenia
1) Halusinasi dan/atau waham harus
Memenuhi
menonjol
a)

Suara-suara

halusinasi

yang

mengancam pasien atau memberi


perintah, atau halusinasi auditorik
tanpa bentuk verbal berupa bunyi
pluit

(whistling),

(humming),

atau

mendengung
bunyi

tawa

(laughing)
b)

Halusinasi

pengecapan

rasa,

pembauan
atau

atau
bersifat

seksual, atau lain-lain perasaan tubuh.


Halusinasi visual mungkin ada tetapi

Memenuhi

jarang menonjol
c) waham dapat berupa hampir setiap
jenis, tetapi

waham dikendalikan

(delusion of control), dipengaruhi


(delusion of influence), atau passivity
(delussion
keyakinan

of

passivity),

dikejar-kejar

dan

beraneka

ragam, adalah yang paling khas


2) Gangguan afektif, dorongan
kehendak dan pembicaraan, serta
gejala katatonik secara relatif nyata/
tidak menonjol.

Memenuhi

Berdasarkan anamnesa yang diperoleh secara heteroanamnesa,


sebagian besar gejala-gejala yang dialami oleh pasien mencakup
gejala dalam pedoman diagnosti Skizofrenia paranoid menurut
PPDGJ-III

Penatalaksanaan
Teori
a. Farmakoterapi

Anti

Fakta
psikosis
a. Farmakoterapi

atipikal karena pasien sudah

Riseridone p.o 2 x 2mg

mulai menunjakan gejala Extra

Clozapin p.o 1 x 25mg

pyramidal

Sulprid inj 0,5 cc/2 minggu

syndrome/ESP

(tremor), dan diberikan yang


memberikan

efek

terapi

maksimal, karena pasien sudah


beberapa kali berobat dan tidak
kunjung

membaik.

Farmakoterapi antipsikosis long


acting long acting diberikan

karena pasien sulit minum obat


saat di rumah
b. Farmakoterapi
antiparkinsonisme

untuk

b. Trihexylpenidil p.o 3x2 mg

menguragi efek samping EPS


c. Psikoterapi
-

Terapi kognitif-perilaku

Terapi suportif

c. dukungan dan kasih sayang


keluarga

BAB IV
KESIMPULAN
Skizofrenia adalah suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang
luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik,
dan sosial budaya. Etiologi skizofrenia meliputi genetic, biologis, psikososial, dan
infeksi. Terdapat beberapa klasifikasi pada skizofrenia, yaitu: skizofrenia paranoid,
skizofrenia

hebefrenik,

skizofrenia

katatonik,

skizofrenia

tak

terinci

(undifferentiated), depresi pasca skizofrenia, skizofrenia residual, skizofrenia


simpleks, skizofrenia lainnya, dan skizofrenia YTT.
Gejala karakteristik skizofrenia meliputi gejala positif, gejala negatif, dan juga
gejala-gejala karakteristik lainnya. Diagnosis banding skizofrenia adalah: gangguan
mood, gangguan kepribadian, gangguan psikotik lainnya, dan gangguan psikotik
sekunder dan akibat obat. Penatalaksanaan skizofrenia meliputi medikamentosa,
elektrokonvulsif terapi, dan psikoterapi.
Obat-obatan yang digunakan merupakan obat antipsikotik tipikal dan atipikal.
Antipsikotik tipikal efektif untuk mengatasi gejala positif, sedangkan antipsikotik
atipikal efektif untuk mengatasi gejala negatif. Prognosis untuk penyakit skizofrenia
tergantung dari berbagai factor, antara lain onset, factor pencetus, riwayat keluarga,
system pendukung, gejala, riwayat sosial, seksual, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA
1. Mulyana Sari, Eka. 2008. Perubahan Kemampuan Kognitif Klien Skizofrenia
Setelah Diberikan Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Persepsi di Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta. [Online]
http://etd.eprints.ums.ac.id/892/1/J210040012.pdf (diunduh pada tanggal 18
November 2015).
2. Sadock, Bejamin J. 2001. Kaplan & Sadocks: Pocket Handbook of Clinical
Psychiatry 3rd edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
3. Maslim. R. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, edisi
3. Jakarta: Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa.
4. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Ringkasan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: PT. Nuh Jaya, 2003
5. Kaplan, Sadock, Grebb. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri
Klinis Jilid Satu. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997.
6.

Expert Consensus Treatment Guidelines for Schizophrenia: A Guide for


Patients and Families. www.nmah.com diakses tanggal 18 November 2015.

7.

Schizophrenia. www.merck.com diakses tanggal 18 November 2015.

8. Maramis W.F. Catatan lmu kedokteran jiwa. Airlangga universiti Press.


Surabaya. 475-481,1980.
9. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik : PT Nuh
Jaya, 1999

Anda mungkin juga menyukai