SKIZOFRENIA PARANOID
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program
Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
Rumah Sakit Jiwa Ghrasia DIY
Diajukan Kepada :
dr. Wikan A , Sp.KJ
Disusun Oleh :
Reni Herlinawati
20100310018
HALAMAN PENGESAHAN
SKIZOFRENIA PARANOID
oleh :
Reni Herlinawati
20100310018
disahkan oleh :
dokter pembimbing
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr wb
Alhamdullilah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat allah swt atas
segala limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas dalam presentasi kasus yang memenuhi sebagian syarat
mengikuti ujian akhir program pendidikan profesi di bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
dengan judul :
SKIZOFRENIA PARANOID
Penulisan presentasi kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak,
oleh karena itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada :
1. dr.Wikan, Sp.KJ selaku dokter pembimbing dan dokter spesialis Kesehatan
Jiwa RS Ghrasia Yogyakarta.
2. Seluruh perawat wisma, Poli Kesehatan Jiwa, dan dokter umum serta
perawat IGD di RSJ Ghrasia Yogyakarta.
3. Teman-teman coass atas dukungan dan kerjasamanya.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih
memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan penyusunan presentasi kasus di masa yang akan dating. Semoga
dapat menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Wassalamualaikum wr.wb
Reni Herlinawati
DAFTAR HALAMAN
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................1
KATA PENGANTAR...............................................................................................2
DAFTAR HALAMAN............................................................................................3
BAB I LAPORAN KASUS.....................................................................................4
A. IDENTITAS............................................................................4
B. ANAMNESIS..........................................................................4
C. PEMERIKSAAN FISIK.............................................................8
D. STATUS MENTALIS................................................................8
E. DIAGNOSIS BANDING.........................................................11
F.
DIAGNOSIS MULTIAKSIAL....................................................11
G. PENATALAKSANAAN...........................................................11
H.
PROGNOSIS.....................................................................................
...............................11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................12
A. Definisi...............................................................................12
B. Fase/Perjalanan Penyakit....................................................12
C. Etiologi ..............................................................................13
D. Patogenesis........................................................................15
E. Pedoman Diagnosis............................................................18
F.
Klasifikasi...........................................................................20
G. Penatalaksanaan................................................................26
H. Prognosis............................................................................37
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................38
BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA........................................................................45
BAB I
LAPORAN KASUS
Ananmnesis dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesis dengan kakak dan
adik pasien ketika home visit.
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. H.B.
Umur
: 37 tahun
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Agama
: Islam
: SMA
Pekerjaan
: wiraswasta
Suku
: Jawa
Alamat
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Pasien menyerang keluarga dan mengamuk
2. Riwayat perjalanan penyakit sekarang:
Allooanamnesis
Semenjak bulan mei 2015 (setelah pasien dipulangakan dari ghrasia)
pasien sangat labil dan mudah marah di rumah, sering berbicara sendiri,
serta beberapa kali hendak menyerang tetangga juga keluarga, menurut
keluarga berdasarkan pengakuan pasien, pasien sering merasa dijelek
jelekan oleh orang sekitar dan mampu membaca fikiran orang lain. Pasien
juga merasa dirinya adalah anak sri sultan HB IX dan orang lain harus lebih
menghargai serta menghormatinya. Pasien juga merasa sering ditemui guru
silat (kebatinan) dan menyuruhnya menikahi anak guru tersebut, padahal
gurunya telah lama meninggal. Pasien dijemput oleh petugas RSJ Ghrasia
karena mengamuk dan menyerang keluarga (adik).
Autoanamnesis
Menurut pengakuan pasien, pasien tidak mengerti kenapa ia dijemput oleh
petugas dan dibawa kembali ke ghrasia, ia mengira mungkin adiknya tidak suka
pada dirinya dan meminta petugas membawanya. Pasien mengaku sering
mendengar bisikan bisikan dari banyak orang yang mengolok-olok dan
membicarakan kejelekannya, juga beberapa kali disuruh hal hal lain (memukul,
membunuh, shalat, dsb) oleh bisikan-bisikan tersebut dan merasa dikontrol
bisikan-bisikan itu, ia juga mengaku sedikit bisa mebaca fikiran orang lain.
Pasien juga bercerita bahwa ia mendapat titah dari sri sultan HB IX untuk
menjadi juru kunci benteng van derbeg. Pasien juga mengaku kadang melihat
dan bisa berkomunikasi dengan guru (silat, kebatinan) nya. Pasien juga merasa
dibisiki ibu nya yang telah meninggal, bahwa ia anak sri sultan HB IX namun ia
pun masih ragu akan kebenaran itu.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Penyakit kronis, sistemik
Disangkal
b. Kecelakaan trauma kepala
Disangkal
c. Riwayat penyakit serupa
Diakui
Pasien seorang penderita gangguan jiwa sejak tahun 2003
1) pernah berobat ke SP, KJ di jakarta dan Banten (keluarga kurang begitu
paham riwayat pengobatan)
2) pernah mondok di puri nirmala 1x karena mengamuk (keluarga lupa
tahunnya
3) pernah mondok di ghrasia (januari 2015) selama sebulan, karena
mengamuk, dan ketika di rumah pasien sulit minum obat, selalu merasa
sehat, dan jika di paksa, mengamuk.
4) pernah mondok di ghrasia (mei 2015) selama sebulan, karena
mengamuk, dan ketika di rumah pasien sulit minum obat, selalu merasa
sehat, dan jika di paksa, mengamuk.
5) Di rawat di pondok penngobatan alternatif selama 3 bulan (sebulan
sebelum masuk ghrasia yang sekarang) dan tidak minum obat sama
sekali, lalu pasien kabur dari pondok karena merasa disuruh gurunya
dan dibisiki gurunya akan dinikahkan dengan anak gurunya.
5
lalu setelah keluar, jualan kacang keliling yang di beli dalam jumlah banyak
lalu di bungkus kecil kecl oleh dirinya sendiri.
g. Riwayat Perkawinan
Pasien belum menikah, dan selalu meminta dijodohkan kepada keluarga.
6. Riwayat Personal Sosial
Pasien tinggal bersama kakak ke 5, suami kakaknya, dan 3 orang anak
kakanya. Lingkungan sekitar cukup kumuh dan padat, ukuran rumah + 6x4
meter, kondisi ekonomi menengah ke bawah. Keluarga merasa ketakutan jika
suatu saat pasien pulang dan mengamuk lagi. Tetangga dan masyarakat sekitar
mulai menolak keberadaan pasien.
7. Genogram
8. Gambaran kepribadian
Keperibadian dependen
9. Faktor Pencetus
Putus obat.
10. Riwayat perkawinan
Belum Menikah
C.PEMERIKSAAN KLINIS
a. Status Internus
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
: 120/80 mmhg
Frekuensi nadi
: 86x/menit
Frekuensi nafas
: 20x/menit
Sistem kardiovaskuler
Sistem respiratorik
Sistem gastrointestinal
Sistem urogenital
Kelainan khusus
b. Status Neurologikus
Panca indera
Mata
Gerakan
normal
Pupil
isokor
Diplopia
tidak ditemukan
Ekstremitas
: tremor (+)
D.STATUS MENTALIS
Deskripsi umum
1. Penampilan
Seorang laki-laki, sesuai usia, rawat diri baik.
2.
Kesadaran
Composmentis
3.
4.
Pembicaraan
Pembicaraan lancar, relevan, dan koheren
5.
Afek
tumpul
2.
MOOD
terlihat gelisah
3.
Keserasian
appropriate
Jernih
Waktu
Tidak terganggu
Orang
Tidak terganggu
Fungsi kognitif
1.
Kesadaran
2.
Orientasi
Tempat
3.
Konsentrasi
4.
Daya ingat
5.
Tidak terganggu
:
Tidak Terganggu
Segera
Tidak terganggu
Jangka pendek
Tidak terganggu
Jangka panjang
Tidak Terganggu
Gangguan persepsi
1.
Halusinasi
Depersonalisasi/derealisasi
2.
Arus pikir
a. Produktivitas
: Kurang
b. Kontinuitas
: Relevan, Koheren
Isi pikir
a.
Preokupasi
Waham
Ide
Merasa anak sri sultan HB IZ, namun pasien masih ragu dan kadang
menimbang-nimbang lagi kebenarannya
3.
Bentuk pikir
nonrealistik
10
Daya nilai
1.
terganggu
2.
tidak terganggu
3.
Penilaian realitas
Tilikan
Tilikan derajat 4
E.DIAGNOSIS BANDING
F20.0 Skizofrenia paranoid
F22.8 Keadaan paranoid involusional
F.DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I
Risperidone 2 x 2mg
Clozapin 1 x 25 mg
THP 3 x 2 mg
Terapi perilaku
H. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad malam
Quo ad functionam
: dubia ad malam
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu
gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi,
pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan
intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian (Sadock,dkk., 2003).
Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu
gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa isi pikiran tidak wajar (waham),
gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan
perasaan, perilaku aneh atau tak terkendali (disorganized). Gejala negatif adalah alam
perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan,
miskin kontak emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh tak
acuh, sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif
(Maharatih, 2010).
B. Fase atau Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu.
Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa
fase yang dimulai dari prodromal, fase aktif dan keadaan residual (Sadock, 2003;
Buchanan, 2005).
Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa cemas, gundah (gelisah),
merasa diteror atau depresi. Penelitian retrospektif terhadap pasien dengan skizofrenia
menyatakan bahwa sebagian penderita mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri
12
kepala, nyeri punggung dan otot, kelemahan dan masalah pencernaan Perkembangan
gejala prodromal yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan
(Sadock,dkk., 2003).
Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis,
yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien
skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk sampai
tidak ada (Buchanan, 2005).
Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis
skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa atau gejala negatif yang tidak
terlalu nyata secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku
aneh (Buchanan, 2005).
C.Etiologi
Sampai saat ini penyebab dari gangguan skizofrenia masih belum diketahui
secara pasti. Namun, terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa
penyebab skizofrenia, antara lain :
1. Faktor Genetik
Menurut Maramis (2006) faktor keturunan juga menentukan timbulnya
skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga
penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi
saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7 15%; bagi anak dengan salah
satu orangtua yang menderita skizofrenia 7 16%; bila kedua orangtua menderita
skizofrenia 40 68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu
telur (monozigot) 61 86%.
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut
quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan
13
14
dan tidak memberi kesempatan anak untuk berkembang, ada kalanya orangtua
bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau tidak memberi bimbingan
dan anjuran yang dibutuhkannya (Durand & Barlow, 2007).
D.Patogenesis
a.Skizofrenia dan Dopamin
Semua jenis obat antipsikotik yang tersedia dapat mengurangi gejala skizofrenia
dengan menurunkan neurotransmiter dopaminergik. Turunnya neurotransmiter
dopaminergic mengurangi gejala dari pasien dengan skizofrenia dan meningkatkan
kemampuan persepsi mereka. Pasien yang diterapi dengan obat-obat tersebut secara
terus menerus menunjukkan penurunan munculnya halusinasi dan waham, pasien juga
lebih baik dalam mengatur kebiasaannya.
Teori dopamin pada skizofrenia masih mempunyai beberapa kekurangan.
Pertama Blokade pada neurotransmitter dopaminergik tidak sepenuhnya mengurangi
gejala skizofrenia. Kedua, meskipun gejala positif skizofrenia berkurang ketika
neurotransmitter dopaminergic diturunkan dengan obat antipsikotik, level metabolit
dopamin dan receptor dopamin ketika diukur sebelum dan setelah pengobatan masih
dalam batas harga normal. Ketiga, peranan dopamin bagi otak lebih komplek daripada
pergantian secara sederhana dari gejala psikotik. Selama periode psikotik akut,
banyak orang yang menderita skizofrenia nampak menunjukkan perangsangan
reseptor dopamin yang berlebihan di ganglia basalis, yang diukur dengan penggunaan
ligan radioaktif dari single-photon-emission yang tertomografi. Bagaimanapun juga,
penurunan aktivitas dopaminergik pada korteks serebral pada lobus frontal dapat
menjadi satu faktor konstribusi dalam penanganan gangguan kognitif yang sering
ditemukan pada pasien yang menderita skizofrenia. Oleh karena itu, investigasi pada
patofisiologi skizofrenia mengembangkan lebih jauh lagi mengenai dopamin, para
15
16
metabolisme
dopamin.
Mekanisme
neuronal
glutamatergik,
kolinergik, dan dopaminergic dipengaruhi oleh faktor genetik ini dan dikaitkan
dengan berbagai macam aspek pada disfungsi kognitif termasuk ketidakmampuan
dalam perasaan dan pengingat.
Sebagai tambahan untuk faktor genetik, komponen lingkungan dari
patogenesis pada skizofrenia, mempunyai resiko sebanyak 30%, termasuk kerusakan
otak ketika perinatal dan masa anak-anak dan stres psikososial selama masa
kehidupan seperti terpisah dari keluarga (Freedman, 2003).
17
E.Pedoman Diagnostik
Menurut PPDGJ-III
a. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas atau kurang
tajam) :
- Isi Pikiran
thought eco = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
atau mukjizat.
halusinasi auditorik
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien
Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara
18
dan stupor
Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang
19
dalam diri sendiri, tidak berbuat sesuatu, dan penarikan diri secara sosial.
(Maslim, 2002)
F. Klasifikasi
1. Skizofrenia Paranoid (F 20.0)
Pedoman Diagnostik
a. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
b. Sebagai tambahan:
1) Halusinasi dan/atau waham harus menonjol
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi
tawa (laughing)
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat
seksual, atau lain-lain perasaan tubuh. Halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau passivity (delussion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar beraneka ragam, adalah yang paling
khas
2) Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif nyata/ tidak menonjol.
2. Skizofrenia Hebefrenik (F 20.1)
Pedoman Diagnostik
a. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
20
b. Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja
atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
c. Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis.
d. Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan
bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan
inkoheren.
e. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya
tidak menonjol. Dorongan kehendak dan yang bertujuan (determination)
hilang
serta
sasaran
ditinggalkan,
sehingga
perilaku
penderita
memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan dan tanpa maksud.
Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap
agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang
memahami jalan pikiran pasien.
3. Skizofrenia Katatonik (F 20.2)
Pedoman Diagnostik
21
22
memenuhi
kriteria
untuk
diagnosis
skizofrenia
paranoid,
23
Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimana masa
lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnostik skizofrenia
24
c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia
d.
dengan
perubahan
perilaku
pribadi
yang
bermakna
25
G.Penatalaksanaan
1. Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan
yang
digunakan
untuk
mengobati
Skizofrenia
disebut
antipsikotik.
Antipsikotik
bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi
pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum
mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi
pasien.
Terdap at 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu :
- antipsikotik konvensional
- newer atypical antipsycotics
- Clozaril (Clozapine).
a. Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional.
Walaupun
sangat
efektif,
antipsikotik
konvensional
sering
menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara
lain : haldol (haloperidol), stelazine ( trifluoperazine), mellaril (thioridazine),
thorazine ( chlorpromazine), navane (thiothixene), trilafon (perphenazine), prolixin
(fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical
antipsycotic.
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada
pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan
26
antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli
merekomendasikan untuk eneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila
pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat
diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu
(disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan
terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot
formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.
b. Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip
kerjanya berbda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan
antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasienpasien dengan Skizofrenia.
c. Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal
yang pertama. Clozaril dapat membantu 25-50% pasien yang tidak merespon
(berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki
efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang
(1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan
infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel
darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan
27
Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran
No.
1.
Nama generik
Klorpromazin
Sediaan
Tablet 25 mg dan 100 mg
Dosis
150-600 mg/hari
2.
Haloperidol
Injeksi 25 mg/ml
Tablet 0,5 mg, 1,5 mg, 5 mg
5-15 mg/hari
Injeksi 5 mg/ml
3.
Perfenazin
Tablet 2, 4, 8 mg
12 - 24 mg/hari
4.
5.
Flufenazin
Flufenazin dekanoat
10 - 15 mg/hari
25 mg/2-4 minggu
Levomeprazin
Tablet 25 mg
25 - 50 mg/hari
Injeksi 25 mg/ml
7
8
9
Trifluperazin
Tioridazin
Sulpirid
Tablet 1 mg dan 5 mg
Tablet 50 dan 100 mg
Tablet 200 mg
10 - 15 mg/hari
150 - 600 mg/hari
300 - 600 mg/hari
10
11
Pimozid
Risperidon
Injeksi 50 mg/ml
Tablet 1 dan 4 mg
Tablet 1, 2, 3 mg
1-4 mg/hari
1 - 4 mg/hari
2 - 6 mg/hari
28
Cara penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis)
yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan
dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila
obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang sudah
optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis
lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana
profil efek samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
-
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek
samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu
mengganggu kualitas hidup pasien
Mulai dosis awal dengan dosis anjuran lalu dinaikkan setiap 2-3 hari sampai
mencapaidosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis), dievaluasi setiap 2 minggu
dan bila perlu dinaikka, naikan ke dosis optimal dan dipertahankan sekitar 8-12
minggu (stabilisasi) lalu diturunkan setiap 2 minggu hingga dosis maintanance dan
dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/mingu) dan
tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) lalu stop.
29
30
31
32
33
lama dan
kecepatannya.
non-psikotik.
Menegakkan
hubungan
seringkali
sulit
34
prilaku
yang
kebutuhan dasar.
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah
ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan
penyesuaian
yang
dilakukan
Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang
skizofrenia.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu
mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit
tergantung dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan
rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi
praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan,
dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat
35
36
37
BAB III
PEMBAHASAN
a. Anamnesis
Diagnosis Skizofrenia menurut PPDGJ-III
Teori
Fakta
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini Marah-marah dirumah
yang amat jelas dan biasanya dua gejala Suka bicara sendiri dan tibaatau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas
tanpa sebab
(a) - Thought echo : isi pikiran dirinya Mudah tersinggung dan marah
sendiri yang berulang atau bergema
Thought
broadcasting:
ke
pergerakan
delusional
perception:
terus
menerus
terhadap
Mendiskusikan
perihal
pasien
Waham-waham
lainnya,
yang
menetap
menurut
jenis
budaya
atau
kekuatan
dan
mampu
mengendalikan
oleh
waham
yang
mengambang
disertai
ole
hide-ide
yang
mengalami
sisispan
yang
berakibat
(interpolation),
tertentu
fleksibilitas
(posturing),
cerea,
atau
negativisme,
pergaulan
social
dan
Fakta
Suara-suara
halusinasi
yang
(whistling),
(humming),
atau
mendengung
bunyi
tawa
(laughing)
b)
Halusinasi
pengecapan
rasa,
pembauan
atau
atau
bersifat
Memenuhi
jarang menonjol
c) waham dapat berupa hampir setiap
jenis, tetapi
waham dikendalikan
of
passivity),
dikejar-kejar
dan
beraneka
Memenuhi
Penatalaksanaan
Teori
a. Farmakoterapi
Anti
Fakta
psikosis
a. Farmakoterapi
pyramidal
syndrome/ESP
efek
terapi
membaik.
untuk
Terapi kognitif-perilaku
Terapi suportif
BAB IV
KESIMPULAN
Skizofrenia adalah suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang
luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik,
dan sosial budaya. Etiologi skizofrenia meliputi genetic, biologis, psikososial, dan
infeksi. Terdapat beberapa klasifikasi pada skizofrenia, yaitu: skizofrenia paranoid,
skizofrenia
hebefrenik,
skizofrenia
katatonik,
skizofrenia
tak
terinci
DAFTAR PUSTAKA
1. Mulyana Sari, Eka. 2008. Perubahan Kemampuan Kognitif Klien Skizofrenia
Setelah Diberikan Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Persepsi di Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta. [Online]
http://etd.eprints.ums.ac.id/892/1/J210040012.pdf (diunduh pada tanggal 18
November 2015).
2. Sadock, Bejamin J. 2001. Kaplan & Sadocks: Pocket Handbook of Clinical
Psychiatry 3rd edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
3. Maslim. R. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, edisi
3. Jakarta: Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa.
4. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Ringkasan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: PT. Nuh Jaya, 2003
5. Kaplan, Sadock, Grebb. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri
Klinis Jilid Satu. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997.
6.
7.