PENDAHULUAN
Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoisis yang ditandai oleh
penurunan produksi eritroid, mieloid dan megakariosit dalam sumsum tulang
dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya
keganasan sistem hematopoitik ataupun kanker metastasik yang menekan sumsum
tulang. Aplasia ini dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga sistem
hematopoisis. Aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoitik disebut anemia
hipoplastik (eritroblastopenia), yang hanya mengenai sistem granulopoitik disebut
agranulositosis sedangkan yang hanya mengenai sistem megakariosit disebut
Purpura Trombositopenik Amegakariositik (PTA). Bila mengenai ketiga sistem
disebut panmieloptisis atau lazimnya disebut anemia aplastik. Menurut The
International Agranulocytosis and Aplastic Anemia Study (IASS) disebut anemia
aplastik bila : kadar haemoglobin 10 g/dl atau hematokrit 30%, hitung
trombosit 50.000/mm3 ; hitung leukosit 3.500/ mm 3 atau granulosit 1.5 x
109/l. 1
Anemia aplastik relatif jarang ditemukan namun berpotensi mengancam
jiwa. Penyakit ini ditandai oleh pansitopenia dan aplasia sumsum tulang.
Pansitopenia adalah keadaan defisiensi pada semua elemen sel darah (eritrosit,
leukosit dan trombosit). Terjadinya pansitopenia dikarenakan oleh menurunnya
produksi sumsum tulang atau dikarenakan meningkatnya destruksi perifer.2
Anemia aplastik adalah kegagalan sumsum tulang baik secara fisiologis
maupun anatomis. Penyakit ini ditandai oleh penurunan atau tidak ada faktor
pembentuk sel darah dalam sumsum tulang, pansitopenia darah perifer, tanpa
disertai hepatosplenomegali atau limfadenopati. Penanganan anemia aplastik
masih merupakan masalah yang penting karena patofisiologi penyakit ini masih
belum pasti. Tata laksana anemia aplastik terdiri dari tata laksana suportif terhadap
keadaan yang disebabkan oleh pansitopenia seperti anemia, infeksi dan
perdarahan, serta tata laksana serta pengobatan yang bertujuan untuk mengganti
sel induk yang gagal dalam memproduksi sel-sel darah dan menekan proses
imunologis yang terjadi. Tata laksana kuratif terdiri dan transplantasi sumsum
tulang dan penggunaan obat-obat imunosupresan. Namun demikian tata laksana
anemia aplastik baik yang bersifat suportif maupun kuratif, dapat menimbulkan
masalah-masalah yang mempengaruhi prognosis pasien. Prognosis pasien anemia
aplastik umumnya buruk, sekitar dua pertiga pasien meninggal setelah 6 bulan
diagnosis ditegakkan sebagai anemia aplastik. 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Anemia aplastik didefinisikan sebagai kegagalan sumsum tulang
untuk memproduksi komponen sel-sel darah. Anemia aplastik adalah anemia
yang disertai oleh pansitopenia pada daerah tepi yang disebabkan kelainan
primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa
adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang. Pansitopenia
sendiri adalah suatu keadaan yang ditandai oleh adanya anemia, leukopenia,
dan trombositopenia dengan segala manifestasinya. 4
B. Epidemiologi
Anemia aplastik merupakan penyakit yang berat dan kasusnya jarang
dijumpai. The International Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study
menemukan insiden terjadinya anemia aplastik di Eropa sekitar 2 dari
1.000.000 pertahun. Insiden di Asia 2 sampai 3 kali lebih tinggi di
bandingkan di Eropa. Di Cina insiden diperkirakan 7 kasus per 1.000.000
orang dan di Thailand diperkirakan 4 kasus per 1.000.000 orang. Frekuensi
tertinggi terjadi pada usia 15 dan 25 tahun, puncak tertinggi kedua pada usia
65 dan 69 tahun. 4
Anemia aplastik merupakan penyakit yang jarang ditemukan didunia.
Perbandingan insiden antara laki-laki dan perempuan kira-kira 1:1, meskipun
dari beberapa data menunjukkan laki-laki sedikit lebig sering terkena anemia
aplastik. Perbedaan insidens yang mungkin terjadi di beberapa tempat
mungkin karena perbedaan resiko okupasional, variasi geografis dan
pengaruh lingkungan. Anemia aplastik terjadi pada semua umur, dengan
awitan klinis pertama terjadi pada usia 1,5 tahun sampai 22 tahun, dengan
rerata 6-8 tahun. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM dalam
seperti
toksisitas
langsung
atau
defisiensi
sel-sel
stormal.
normal
yang
terjadi
didalam
sumsum
tulang,
Patofisiologi dari enmia aplastik bisa disebabkan oleh dua hal yaitu
kerusakan pada sel induk pluripoten yaitu sel yang mampu berproliferasi dan
berdeferensiasi menjadi sel-sel darah yang terletak di sumsum tulang dan
karena kerusakan pada microenvirontment. Gangguan pada sel induk
pluripoten ini menjadi penyebab utama terjadinya anemia aplastik. Sel induk
pluripoten yang mengalami gangguan gagal membentuk atau berkembang
menjadi sel-sel darah yang baru. Umumnya hal ini dikarenakan kurangnya
jumlah sel induk pluripoten ataupun karena fungsinya yang menurun.
Penanganan yang tepat untuk individu anemia aplastik yang disebabkan oleh
gangguan pada sel induk adalah terapi sumsum tulang.
Kerusakan
microenvirontment,
ditemukan
gangguan
pada
anemia
aplastik
ditegakkan
berdasarkan
keadaan
obat-obatan
untuk
mengurangi
morbiditas,
mencegah
10
bahwa
transplantasi
sumsum
tulang
menyebabkan
11
12
BAB III
KESIMPULAN
Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoisis yang ditandai oleh
penurunan produksi eritroid, mieloid dan megakariosit dalam sumsum tulang
dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya
keganasan sistem hematopoitik ataupun kanker metastasik yang menekan sumsum
tulang. Aplasia ini dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga sistem
hematopoisis.
Anemia aplastik relatif jarang ditemukan namun berpotensi mengancam
jiwa. Penyakit ini ditandai oleh pansitopenia dan aplasia sumsum tulang.
Pansitopenia adalah keadaan defisiensi pada semua elemen sel darah (eritrosit,
leukosit dan trombosit). Terjadinya pansitopenia dikarenakan oleh menurunnya
produksi sumsum tulang atau dikarenakan meningkatnya destruksi perifer
Diagnosis anemia aplastik ditegakkan berdasarkan keadaan pansitopneia
yang ditandai oleh anemia, leukopenia dan trombositopenia pada darah tepi.
Keadaan inilah yang menimbulkan keluhan pucat, perdarahan dan demam yang
disebabkan
oleh
infeksi.
Pada
pemeriksaan
fisik,
tidak
ditemukan
13
DAFTAR PUSTAKA
14