Anda di halaman 1dari 14

1.

Arthritis
Arthritis adalah istilah umum untuk peradangan (inflamasi)
dan pembengkakan di daerah persendian. Terdapat lebih dari
100 macam penyakit yang mempengaruhi daerah sekitar
sendi. Yang paling banyak adalah Osteoarthritis (OA), arthritis
gout (pirai), arthritis rheumatoid (AR), dan fibromialgia. Gejala
klinis yang sering adalah rasa sakit, ngilu, kaku, atau bengkak
di sekitar sendi.1
2. Diagnosis RA
Kerusakan sendi pada rheumatoid arthritis (RA) dimulai pada
beberapa minggu setelah onset gejala. Pengobatan yang
dilakukan sejak dini dapat menurunkan progresivitas penyakit.
Bukti menunjuk pada suatu jendela oportunitas untuk
memulai pengobatan yang dapat mengubah perjalanan
penyakit. Bukti terakhir menunjukkan bahwa jendela ini
mungkin berkisar antara 3-4 bulan. 2 Oleh karena itu, penting
sekali untuk mendiagnosis penyakit dan memulai modifikasi
terapi penyakit sesegera mungkin. Diagnosis rheumatoid
arthritis memerlukan sejumlah tes untuk meningkatkan
kepastian diagnosis, membedakannya dengan bentuk artritis
yang lain, memprediksi perkembangan penyakit pasien, serta
melakukan monitoring untuk mengetahui perkembangan
penyakit yaitu :

a. Laju enap darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP)


menunjukkan adanya proses inflamasi, akan tetapi memiliki
spesifisitas yang rendah untuk RA. Tes ini berguna untuk
memonitor aktivitas penyakit dan responnya terhadap
pengobatan. 2
b. Tes RhF (rheumatoid factor). Tes ini tidak konklusif dan
mungkin mengindikasikan penyakit peradangan kronis
yang lain (positif palsu). Pada beberapa kasus RA, tidak
terdeteksi adanya RhF (negatif palsu). RhF ini terdeteksi
positif pada sekitar 60-70% pasien RA. Level RhF jika
dikombinasikan dengan level antibodi anti-CCP dapat
menunjukkan tingkat keparahan penyakit. 2
c. Tes antibodi anti-CCP (Cyclic Citrullinated Peptide) adalah
tes untuk mendiagnosis rheumatoid arthritis secara dini.
Penelitian terbaru

menunjukkan

bahwa

tes tersebut

memiliki sensitivitas yang mirip dengan tes RhF, akan


tetapi spesifisitasnya jauh lebih tinggi dan merupakan
prediktor yang kuat terhadap perkembangan penyakit yang
erosive. 2
d. Tes hitung darah lengkap biasanya dilakukan untuk
mendapatkan informasi mengenai inflamasi dan anemia
yang berguna sebagai indikator prognosis pasien. 2
e. Analisis cairan sinovial. Peradangan yang mengarah pada
rheumatoid
abnormal

arthritis
dalam

hal

ditandai
kualitas

dengan

cairan

sinovial

dan

jumlahnya

yang

meningkat drastis. Sampel cairan ini biasanya diambil dari

sendi (lutut), untuk kemudian diperiksa dan dianalisis


tanda-tanda peradangannya.3
f. X-ray tangan dan kaki dapat menjadi kunci untuk
mengidentifikasi

adanya

erosi

dan

memprediksi

perkembangan penyakit dan untuk membedakan dengan


jenis artritis yang lain, seperti osteoarthritis. 3
g. MRI dapat mendeteksi adanya erosi lebih dini jika
dibandingkan dengan X-Ray. 3
h. USG dapat digunakan untuk memeriksa dan mendeteksi
adanya cairan abnormal di jaringan lunak sekitar sendi. 3
i. Scan tulang. Tes ini dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya inflamasi pada tulang. 3
j. Densitometri dapat mendeteksi
kepadatan

tulang

yang

adanya

mengindikasikan

perubahan
terjadinya

osteoporosis. 3
k. Tes Antinuklear Antibodi (ANA). 3

3. Tata laksana RA
Obat-obatan dapat digunakan untuk mengurangi peradangan
pada sendi, menghilangkan rasa sakit dan mencegah atau
memperlambat terjadinya kerusakan sendi. Terapi fisik dapat
dilakukan untuk melindungi sendi. Jika sendi sudah rusak
parah, suatu tindakan pembedahan mungkin diperlukan.
A. Terapi non-farmakologi
Terapi non-farmakologi untuk rheumatoid arthritis meliputi

latihan,

istirahat,

pengurangan

berat

badan

dan

pembedahan.3
a. Latihan
Penelitian

menunjukkan

bahwa

olahraga

sangat

membantu mengurangi rasa sakit dan kelelahan pada


pasien

rheumatoid

arthritis

serta

meningkatkan

fleksibilitas dan kekuatan gerak. Tiga jenis olahraga


yang disarankan adalah latihan rentang gerak, latihan
penguatan dan latihan daya tahan (aerobik). Aerobik air
adalah

pilihan

yang

sangat

baik

karena

dapat

meningkatkan jangkauan gerak dan daya tahan, juga


dapat menjaga berat badan dari sendi-sendi tubuh
bagian bawah. .3
b. Istirahat
Istirahat merupakan komponen esensial pada terapi
non-farmakologi RA. Istirahat dapat menyembuhkan
stres dari sendi yang mengalami peradangan dan
mencegah kerusakan sendi yang lebih parah. Tetapi
terlalu banyak istirahat (berdiam diri) juga dapat
menyebabkan imobilitas, sehingga dapat menurunkan
rentang gerak dan menimbulkan atrofi otot. Pasien
hendaknya tetap menjaga gerakan dan tidak berdiam
diri terlalu lama. Dalam kondisi yang mengharuskan

pasien duduk lama, pasien mungkin dapat beristirahat


sejenak setiap jam, berjalan-jalan sambil meregangkan
dan melenturkan sendi.4
c. Pengurangan berat badan
Menurunkan berat badan dapat membantu mengurangi
stress pada sendi dan dapat mengurangi nyeri. Menjaga
berat badan tetap ideal juga dapat mencegah kondisi
medis lain yang serius seperti penyakit jantung dan
diabetes. Pasien hendaknya mengkonsumsi makanan
yang bervariasi, dengan memperbanyak buah dan
sayuran, protein tanpa lemak dan produk susu rendah
lemak. Berhenti merokok akan mengurangi risiko
komplikasi rheumatoid arthritis.3
d. Pembedahan
Jika terapi obat gagal mencegah atau memperlambat
kerusakan sendi, tindakan pembedahan mungkin dapat
dipertimbangkan untuk memperbaiki sendi yang rusak.
Pembedahan

dapat

membantu

mengembalikan

kemampuan penggunaan sendi, mengurangi rasa sakit


dan

mengurangi

kecacatan.

Pembedahan

yang

dilakukan antara lain sebagai berikut : 5


1) Artoplasti (penggantian total sendi). Bagian sendi
yang rusak akan diganti dengan prostesis yang

terbuat dari logam dan plastik.


2) Perbaikan tendon. Peradangan dan kerusakan sendi
dapat menyebabkan tendon di sekitar sendi menjadi
longgar atau pecah. Untuk itu, perlu dilakukan
perbaikan tendon di sekitar sendi.
3) Sinovektomi (penghapusan lapisan sendi). Lapisan
sendi yang meradang dan menyebabkan nyeri dapat
dihilangkan.
4) Artrodesis (fusi

sendi).

Fusi

sendi

mungkin

direkomendasikan untuk menstabilkan atau menyetel


kembali sendi dan dapat mengurangi nyeri ketika
penggantian sendi tidak menjadi suatu pilihan.
Pembedahan berisiko menyebabkan perdarahan, infeksi
dan nyeri, sehingga sebelum dilakukan tindakan, harus
diperhitungkan dulu manfaat dan risikonya.
B. Terapi farmakologi
Ada dua kelas obat yang digunakan untuk mengobati RA,
yaitu obat fast acting (lini pertama) dan obat slow acting
(lini kedua). Obat- obat fast acting digunakan untuk
mengurangi nyeri dan peradangan, seperti aspirin dan
kortikosteroid sedangkan obat-obat slow acting adalah obat
antirematik yang dapat memodifikasi penyakit (DMARD),
seperti garam emas, metotreksat dan hidroksiklorokuin
yang digunakan untuk remisi penyakit dan mencegah
kerusakan sendi progresif, tetapi tidak memberikan efek

anti-inflamasi.3
Pengobatan dengan DMARD sebaiknya dimulai selama 3
bulan

pertama

ditegakkan.

sejak

Kombinasi

diagnosis

rheumatoid

dengan

NSAID

arthritis
dan/atau

kortikosteroid dapat diberikan untuk mengurangi gejala.


Pengobatan dengan DMARD sejak dini dapat mengurangi
mortalitas. DMARD yang paling sering digunakan adalah
metotreksat, hidroksiklorokuin, sulfasalazin dan leflunomid.
Metotreksat lebih banyak dipilih karena menghasilkan
outcome yang lebih baik jika dibandingkan dengan obat
lain. Metotreksat juga lebih ekonomis jika dibandingkan
dengan agen biologik. Obat lain yang efikasinya mirip
dengan metotreksat adalah leflunomid. 4 Agen biologik yang
mempunyai efek DMARD juga dapat diberikan pada pasien
yang gagal dengan terapi DMARD. Agen ini dirancang
untuk memblokir aksi zat alami yang diproduksi oleh sistem
kekebalan tubuh, seperti faktor TNF, atau IL-1. Zat-zat yang
terlibat dalam rheumatoid arthritis adalah reaksi kekebalan
tubuh

abnormal

memperlambat

sehinggga
reaksi

perlu

autoimun

dihambat
sehingga

untuk
dapat

meringankan gejala dan memperbaiki kondisi secara


keseluruhan. Agen biologik yang biasa digunakan adalah
obat-obat anti-TNF (etanercept, infliximab, adalimumab),
antagonis reseptor IL-1 anakinra, modulator kostimulasi

abatacept dan rituximab yang dapat mendeplesi sel B


peripheral.4 Infliximab dapat diberikan secara kombinasi
bersama metotreksat untuk mencegah perkembangan
antibodi

yang

dapat

mereduksi

efek

obat

ataupun

menginduksi reaksi alergi. Kombinasi dua atau lebih


DMARDs juga diketahui lebih efektif jika dibandingkan
dengan terapi tunggal.4
Kortikosteroid berguna untuk mengontrol gejala sebelum
efek terapi DMARD muncul. Dosis rendah secara terusmenerus

dapat

diberikan

sebagai

tambahan

ketika

pengobatan dengan DMARD tidak dapat mengontrol


penyakit. Kortikosteroid dapat disuntikkan ke dalam sendi
dan jaringan lokal untuk mengendalikan peradangan lokal.
Kortikosteroid

sebaiknya

tidak

diberikan

sebagai

monoterapi dan penggunaannya secara kronis sebaiknya


dihindari.4
NSAID

juga

pembengkakan

dapat
dan

diberikan
nyeri

pada

untuk
RA.

mengurangi
NSAID

tidak

memperlambat terjadinya kerusakan sendi, sehingga tidak


dapat diberikan sebagai terapi tunggal untuk mengobati
RA. Seperti kortikosteroid, NSAID digunakan sebagai
terapi penunjang DMARD.4

4. Gejala OA6

Penyakit

osteoarthritis

mempunyai

gejala-gejala

yang

biasanya menyulitkan bagi kehidupan penderitanya. Adapun


gejala tersebut diklasifikasikan berdasarkan riwayat penyakit
dan pemeriksaan fisik.
A. Riwayat Penyakit
1) Nyeri sendi
Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit
berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu
kadang kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih
disbanding gerakan yang lain. Nyeri pada Osteoarthritis
juga dapat berupa penjalaran atau akibat radikulopati,
misalnya pada Osteoarthritis servikal dan lumbal.
Osteoarthritis lumbal menimbulkan stenosis spinal
mungkin menimbulkan keluhan nyeri di betis, yang
biasa disebut dengan claudicatio intermitten.
2) Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat
dengan pelan pelan sejalan dengan bertambahnya
rasa nyeri.
3) Kekakuan sendi
Setelah sendi tersebut digerakkan beberapa lama,
tetapi kekakuan ini akan menghilang setelah sendi
digerakkan, misalnya kaku setelah duduk di kursi atau

mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan


setelah bangun tidur.
4) Pembesaran sendi (deformitas)
Pasien mungkin menunjukkan bahwa pada salah satu
sendinya (seringkali terlihat di lutut atau tangan) secara
pelan pelan membesar.
5) Krepitasi tulang
Rasa gemeretak (kadang kadang dapat terdengar)
pada sendi yang sakit.
6) Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien.
Hampir semua pasien Osteoarthritis pergelangan kaki,
tumit, lutut atau panggul menjadi pincang. Gangguan
berjalan

dan

gangguan

fungsi

sendi

yang

lain

merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian


pasien Osteoarthritis yang umumnya tua.
B. Pemeriksaan Fisik
1) Hambatan gerak
Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada
Osteoarthritis yang masih dini (secara radiologis).
Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya
penyakit, sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan
menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris

(seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu


arah gerakan saja).
2) Krepitasi
Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis
Osteoarthritis

lutut.

Pada

awalnya

hanya

berupa

perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk


oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Dengan
bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar
sampai jarak tertentu. Gejala ini mungkin timbul karena
gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat
sendi digerakkan atau secara pasif di manipulasi .
3) Pembengkakan Sendi yang Seringkali Asimetris
Pembengkakan sendi pada Osteoarthritis dapat timbul
karena efusi pada sendi yang biasanya tak banyak
(<100 cc). Sebab lain ialah karena adanya osteofit,
yang dapat mengubah permukaan sendi.
4) Tanda tanda peradangan
Tanda tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri
tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan
warna

kemerahan)

mungkin

dijumpai

pada

Osteoarthritis karena adanya sinovitis. Biasanya tanda


tanda ini tak menonjol dan timbul belakangan, seringkali
dijumpai di lutut, pergelangan kaki dan sendi sendi
kecil tangan dan kaki.
5) Perubahan bentuk (deformitas) sendi yang permanen
Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi
yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai

kecacatan dan gaya berdiri dan perubahan pada tulang


dan permukaan sendi.
6) Perubahan gaya berjalan
Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri
karena

menjadi

tumpuan

berat

badan.

Terutama

dijumpai pada Osteoarthritis lutut, sendi paha dan


Osteoarthritis tulang belakang dengan stenosis spinal.
Pada sendi sendi lain, seperti tangan, bahu, siku dan
pergelangan tangan, osteoarthritis juga menimbulkan
gangguan fungsi.
5. Gejala gout7
Pada gout biasanya serangan terjadi secara mendadak
(kebanyakan menyerang pada malam hari). Jika gout
menyerang

sendisendi

yang

terserang

tampak

merah,

mengkilat, bengkak, kulit diatasnya terasa panas disertai rasa


nyeri yang hebat, dan persendian sulit digerakan.
Gejala lain adalah suhu badan menjadi demam, kepala
terasa sakit, nafsu makan berkurang, dan jantung berdebar.
Serangan pertama gout pada umumnya berupa serangan
akut yang terjadi pada pangkal ibu jari kaki. Namun, gejalagejala tersebut dapat juga terjadi pada sendi lain seperti tumit,
lutut dan siku. Dalam kasus encok kronis, dapat timbul tofus
(tophus), yaitu endapan seperti kapur pada kulit yang
membentuk tonjolan yang menandai pengendapan kristal
asam urat.

Daftar pustaka
1. Driskell C., et al, What You Need to Know About Arthritis,
American Physical Therapy Association, 2006
2. National Health and Medical Research Council (NHMRC).
2009. Guideline for the Non-Surgical Management of Hip
and Knee Osteoarthritis. Asutralia : The Royal Australian
College

of

General

Practitioners. Australia

Royal

Australian College of General Practitioners. Page: 23-55.


3. Sheil, W. C., 2010. Rheumatoid Arthritis (RA). Available
from:
http://www.medicinenet.com/rheumatoidarthritis/article.htm
[Accessed 27 Desember 2015]
4. Schuna, A.A., in Rheumatoid Arthritis, Dipiro, J.T., Talbert,
R.L., Yee, G.C. Matzke, G.R., Wells, B.G. & Posey, L.M.,
(Eds),

2008,

Pharmacotherapy

Pathophysiologic

Approach, Seventh Edition, 1505-1515, McGraw Hill,


Medical Publishing Division, New York.
5. Harms, R.W., 2009, Rheumatoid Arthritis, Available from:
http://www.mayoclinic.com/health/rheumatoidarthritis/DS00
020/DSECTION=treatments-and-drugs
Desember 2015]

[Accessed

27

6. Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid


III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. Hal 1205 1211.
7. Wijayakusuma, Hembing. (2006). Atasi ASAM URAT &
REMATIK ala Hembing. Jakarta: Puspa Swara, Anggota
Ikapi

Anda mungkin juga menyukai