BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Hakikat Keterampilan Berbicara
Santosa (2010: 3.18-3.21) menemukakan bahwa berbicara merupakan
keterampilan berbahasa yang produktif. Keterampilan ini sebagai implementasi
dari hasil simakan. Peristiwa ini berkembang pesat pada kehidupan anak-anak.
Pada masa kanak-kanak, kemampuan berbicara berkembang begitu cepat. Hal itu
tampak dari penambahan kosa kata yang disimak anak dari lingkungan yang
semakin hari semakin bertambah pula. Oleh karena itu, pada masa kanak-kanak
inilah kemampuan berbicara mulai diajarkan. Dalam kegiatan formal (sekolah),
pada kelas awal SD bisa dimulai dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk
berbicara di depan kelas untuk memperkenalkan diri, tanya jawab dengan teman,
bercerita tentang pengalaman, menceritakan gambar dan lain-lain. Dari kegiatan
itu akan memperkaya kosakata, memperbaiki kalimat, dan melatih keberanian
siswa dalam berkomunikasi.
Tarigan (2008: 16), mengemukakan berbicara adalah kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,
menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Sedangkan
sebagai bentuk atau wujudnya berbicara disebut sebagai suatu alat untuk
mengkomunikasikan gagasan-gagasan serta dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
Menurut Tarigan (1995: 149) berbicara adalah keterampilan menyampaikan
pesan melalui bahasa lisan. Kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai media
1
penyampaian sangat berat. Pesan yang diterima oleh pendengar tidaklah dalam
wujud asli, tetapi dalam bentuk lain yakni bunyi bahasa. Pendengar kemudian
mencoba mengalihkan pesan dalam bentuk bunyi bahasa itu menjadi bentuk
semula.
Brown dan Yule dalam Nunan (1989: 26) berpendapat bahwa berbicara
adalah menggunakan bahasa lisan yang terdiri dari ucapan yang pendek, tidak
utuh atau terpisah-pisah dalam lingkup pengucapan. Pengucapan tersebut sangat
erat berhubungan dengan hubungan timbal balik yang dilakukan antara pembicara
satu dengan pendengar.
Dari ke-empat pengertian yang telah dikemukakan para ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa keterampilan berbicara adalah menyampaikan pesan melalui
bahasa lisan berupa bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,
menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
2.1.2 Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia SD
Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara atau bahasa Nasional, maksudnya
bahasa Indonesia adalah bahasa yang diresmikan menjadi bahasa bagi seluruh
bangsa Indonesia. Adapun bahasa Indonesia sebagai budaya, maksudnya bahasa
Indonesia merupakan bagian dari budaya Indonesia dan merupakan ciri khas atau
pembeda dari bangsa-bangsa lain di dunia (Alek dan Achmad, 2010: 19).
Bahasa menjadi media daya pikir, daya ungkap, dan sarana komunikasi
dalam kehidupan umat manusia. Kekuatan bahasa mampu mengatasi perbedaan
ruang dan waktu serta jarak melalui teknologi komunikasi (Nurjamal dan Sumirat,
2010: 210).
2.1.3.1 Pantun
Pantun adalah puisi asli Indonesia. Hampir di semua daerah di Indonesia
terdapat tradisi berpantun. Pantun tepat untuk suasana tertentu, seperti halnya juga
karya seni lainnya hanya tepat untuk suasana tertentu pula. Dalam upacara
perkawinan banyak digunakan pantun untuk sambutan dan penggunaan pantun
disini menimbulkan suasana akrab. Gadis dan jejaka yang berkenalan, bercintaan,
atau menyatakan kasihnya juga dapat menggunakan pantun karena ungkapan
secara langsung dianggap kurang tepat.
Secara sosial, pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga
sekarang. Di kalangan pemuda sekarang, kemampuan berpantun biasanya
dihargai. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan bermainmain dengan kata. Seringkali bercampur dengan bahasa-bahasa lain. Namun
demikian, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat
penyampaian pesan.
2.1.3.2 Jenis Pantun
Dalam kehidupan masyarakat melayu sehari-hari, pantun merupakan jenis
sastra lisan yang paling popular. Penggunaannya hampir merata disetiap kalangan:
tua, muda, laki-laki, perempuan, kaya, miskin, pejabat, rakyat biasa dan
seterusnya. Dalam praktiknya, pantun ini diklasifikasikan kedalam beberapa jenis
yaitu: pantun anak-anak, pantun orang muda, dan pantun orang tua. Pantun anakanak terbagi dua, yaitu pantun bersukacita dan pantun berdukacita; pantun orang
muda terbagi tiga, yaitu: pantun dagang atau nasib, pantun jenaka dan pantun
muda; sementara pantun orang tua (disebut juga pantun tunjuk ajar) juga terbagi
tiga, yaitu: pantun nasihat, pantun adat dan pantun agama. Soetarno (2008: 20).
Suroto (1989: 44-45) membagi pantun menjadi dua bagian menurut isinya:
pantun anak-anak, biasanya berisi permainan, pantun muda mudi, biasanya berisi
percintaan, pantun orang tua, biasanya berisi nasihat atau petuah. Itulah sebabnya,
pantun ini disebut juga pantun nasihat, pantun jenaka, biasanya berisi sindiran
sebagai bahan kelakar dan pantun teka-teki. Menurut bentuknya atau susunannya:
pantun berkait, yaitu pantun yang selalu berkaitan antara bait satu dengan bait
kedua, bait kedua dengan bait ketiga dan seterusnya. Adapun susunan kaitannya
adalah baris kedua bait pertama menjadi baris pertama pada bait kedua, baris
keempat bait pertama dijadikan baris ketiga pada bait kedua dan seterusnya.
Pantun kilat, sering disebut juga karmina, ialah pantun yang terdiri atas dua baris,
baris pertama merupakan sampiran sedang baris kedua merupakan isi. Sebenarnya
asal mula pantun ini juga terdiri atas empat baris, tetapi karena barisnya pendekpendek maka seolah-olah kedua baris pertama diucapkan sebagai sebuah kalimat,
demikian pula kedua baris yang terakhir.
Sedangkan menurut surana (2001: 32) pantun dibagi berdasarkan tingkatan
umur pemakainya, sebagai berikut: pantun anak-anak, pantun orang muda, dan
pantun orang tua. menurut isinya, disamping pembagian pantun terdapat pula
pantun jenaka dan pantun teka-teki.
Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa menurut jenisnya
pantun terbagi menjadi tiga yaitu pantun anak,pantun orang muda, pantun orang
tua. Jenis-jenis pantun tersebut terbagi berdasarkan tingkatan umur pemakainya.
2.1.3.3 Unsur Pantun
Unsur-unsur yang membangun sebuah pantun adalah sampiran dan isi.
Sampiran merupakan dua baris pantun yang memiliki saran bunyi untuk menuju
isi. Hubungan antara sampiran dengan ini hanyalah hubungan dalam hal saran dan
bunyi itu. Dua baris pantun yang menjadi sampiran saling berhubungan.
Menurut Surana (2001: 31), unsur pantun terdiri atas 4 larik sebait berima
silang (a b a b). Larik I dan II disebut sampiran, yaitu bagian objektif. Biasanya
berupa lukisan alam atau apa saja yang dapat diambil sebagai kiasan. Larik III dan
IV dinamakan isi, bagian subjektif. Sama halnya dengan karmina, setiap larik
terdiri atas 4 perkataan. Jumlah suku kata setiap larikantara 8-12.
Menurut Effendy (1983: 28), syarat-syarat dalam pantun adalah (1). Tiap
bait terdiri dari empat baris, (2). Tiap baris terdiri dari empat atau lima kata atau
terdiri dari delapan atau sepuluh suku kata, (3). Sajaknya bersilih dua-dua: a-b-ab. dapat juga bersajak a-a-a-a, (4). Sajaknya dapat berupa sajak paruh atau sajak
penuh, (5). Dua baris pertama tanpa isi disebut sampiran, dua baris terakhir
merupakan isi dari pantun itu.
Hubungan antara sampiran dengan isi dalam sebuah pantun banyak
diselidiki oleh para ahli. Penulis melihat bahwa antara sampiran dengan isi tidak
terdapat hubungan makna atau isi, hanya terdapat saran bunyi. Sebait pantun
terikat oleh beberapa syarat yaitu, bilangan baris tiap bait adalah empat bersajak
ab ab, banyak suku kata tiap baris 8-12 suku kata, pantun umumnya mempunyai
sajak akhir tetapi juga bersajak awal atau bersajak tengah, dan dua baris pertama
berupa sampiran dua baris terakhir berupa isi.
Berdasarkan pendapat para ahli mengenai unsur pantun dapat disimpulkan
bahwa unsur-unsur pantun adalah bersajak a-b-a-b, terdiri dari empat baris, baris
pertama merupakan sampiran dan baris kedua merupakan isi dan suku kata itap
baris adalah 8-12 suku kata.
2.1.3.4 Ciri-ciri Pantun
Soetarno (2008: 19) mengatakan bahwa ciri-ciri pantun sebagai berikut: (1)
tiap-tiap bait pantun terdiri empat larik, (2) tiap-tiap larik terdiri dari 8-12 suku
kata, (3) sajak akhirnya merupakan sajak silang yang dapat dirumuskan ab-ab, (4)
larik ke-1 dan ke-2 disebut sampiran dan tak mempunyai hubungan logis dengan
larik ke-3 dan ke-4 yang menjadi isi pantun dan disebut maksud.
Sedangkan menurut Suroto (1989: 43), ciri-ciri pantun sebagai berikut: (1)
Pantun tersusun atas empat baris dalam tiap baitnya, (2) Baris pertama dan baris
kedua berupa sampiran, (3) Baris ketiga dan keempat merupakan isi/ maksud yang
hendak disampaikan, (4)Jumlah suku kata dalam tiap baitnya rata-rata berkisar
delapan sampai dua belas.
Menurut Abdul Rani (2006: 23) mengatakan bahwa ciri-ciri pantun sebagai
berikut: (1) Terdiri atas empat baris; (2) Tiap baris terdiri atas 9 sampai 10 suku
kata; (3) Dua baris pertama disebut sampiran dan dua baris berikutnya berisi
maksud si pemantun. Bagian ini disebut isi pantun; (4) Pantun mementingkan
rima akhir dan rumus rima itu disebut dengan abjad /ab-ab/. Maksudnya, bunyi
akhir baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga dan baris kedua sama
dengan baris keempat.
Sama dengan unsur-unsur pantun, pada ciri-ciri pantun terdiri dari empat
baris tiap baris terdiri dari 8-12 kata. Dua baris pertama disebut sampiran dan dua
baris terakhir disebut isi. Sampiran dan isi tidak memilika kaitan karena sampiran
hanya kata kias.dan pantun sangat mementingkan rima akhir dan rumus rima
tersebut adalah a-b-a-b.
2.1.3.5 Hakikat Berbalas Pantun
Fang (1993: 195) mengartikan pantun sebagai senandung yang
dinyanyikan. Ia mendefinisikan demikian berdasarkan catatan pelayaran Abdullah
10
Sekolah dasar yaitu: Membuat pantun dengan pilihan kata yang tepat dan saling
berbalas pantun dengan lafal dan intonasi yang tepat.
Penelitian ini fokus pada materi berbalas pantun disemester 2. Untuk
memperjelas materi berbalas pantun di kelas IV semester 2 Sekolah Dasar, berikut
dikemukakan rincian materi yang akan diteliti pada penelitian ini berdasarkan
Standar Isi BSNP kelas IV Sekolah Dasar.
Standar Kompetensi
1. Mengungkapkan
Kompetensi Dasar
pikiran,6.1 Berbalas pantun dengan lafal dan
11
guru. Selain itu, Anitah W dkk. (2007: 3.7) juga menyatakan bahwa model
pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil
sehingga siswa bekerja
12
2.
13
14
15
2) Mengajukan Pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat
bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya
atau berbentuk arahan. Berbentuk tanya misalnya, Apakah di desa kalian
ada penggilingan padi?
3) Berpikir Bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan
meyakinkan tiap anggota dalam kelompok mengetahui jawabannya.
4) Menjawab
Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya
sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan
untuk seluruh kelas.
Pendapat para ahli, dapat disimpulkan langkah-langkah pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together, yaitu:
1) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap siswa dalam kelompok
mendapat nomor yang berbeda.
2) masing-masing kelompok diberi tugas oleh guru,
3) kelompok mendiskusikan (menyatukan kepala Head Together) jawaban
yang benar dan setiap anggota kelompok dapat mengerjakan/mengetahui
jawabannya,
4) guru memanggil salah satu nomor, setiap kelompok yang mempunyai
nomor sama dengan nomor yang dipanggil oleh guru melaporkan hasil
kerjasama kelompok, dan
5) kelompok lain memberi tanggapan kepada kelompok yang maju.
2.1.5.2 Kelebihan dan Kekurangan Model NHT
Menurut Hamdani (2010: 90) Kelebihan metode NHT adalah: (a) setiap
siswa menjadi siap semua, (b) siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguhsungguh, dan (c) siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
16
yaitu
semua siswa siap menerima tugas yang diberikan oleh guru dan dalam diskusi
kelompok
siswa
melakukanya
dengan
bersungguh-sungguh,
sedangkan
17
18
beberapa
penelitian
yang
dalam
pemecahan
masalahnya
19
Azizah
(2013)
penelitian
yang
berjudul
Penerapan
Model
20
Kerangka Berpikir
Proses pembelajran yang terjadi di kelas IV SD Negeri 2 Bakalan Krapyak
21
22
KONDISI AWAL
TINDAKAN
Guru masih
menerapkan
pembelajaran
konvensional
Menerapkan model
NHT
KONDISI
AKHIR
Diharapkan :
Keterampilan
berbicara materi
berbalas pantun
meningkat
Keterampilan
guru dalam
pembelajaran
keterampilan
berbicara materi
berbalas pantun
meningkat
Aktivitas belajar
siswa dalam
belajar meningkat
SIKLUS I
Guru menerapkan model
NHT pada materi berbalas
pantun tentang pengertian,
unsur dan jenis pantun anak
SIKLUS II
guru menerapkan model
NHT pada materi berbalas
pantun jenis pantun orang
dewasa dan pantun orang
tua.
23