PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering
ditemukan pada pria yang menapaki usia lanjut. Istilah BPH atau benign
prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu
terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat.
Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas
usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di
atas 80 tahun.
Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang
menjengkelkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari
pembesaran kelenjar prostat atau yang menyebabkan terjadinya obstruksi
pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet obstruction
(BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat
disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO). Obstruksi ini lama
kelamaan dapat menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun ginjal
sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah.
Seperti pada skenario berikut ini.
Apa Cuci Darah Bisa Bikin Ketagihan?
Lima hari yang lalu Tn. Hadi 70 th datang ke IGD RSDM karena tidak
bisa buang air kecil. Sebelumnya setiap BAK harus mengejan dan merasa
kurang lampias. Oleh dokter juga diperiksa pasien tampak pucat dan teraba
massa kistik suprapubik, kemudian dipasang kateter per uretra, dan keluar
urin 600 cc. Dikatakan ada sumbatan pada saluran kencing bagian bawah
dan disarankan untuk operasi. Pasien merasa belum siap dan memilih untuk
pulang paksa.
Setelah 2 hari berada di rumah, pasien menjadi semakin lemas, pucat,
sesak, mual dan muntah. Dari kateter urin keluar sedikit, tidak sampai 100 cc
setiap harinya. Karena gejala yang semakin berat tersebut, akhirnya pasien
lampias?
Mengapa pasien tampak lemas, pucat, sesak, mual dan muntah?
Kenapa pada saat pemeriksaan teraba massa kistik suprapubik?
Bagaimana interpretasi hasil laboratorium pasien dan apa penyebabnya?
Apa yang dimaksud dengan kateterisasi dan apa indikasi serta
kontraindikasi penggunaannya?
6. Apa yang menyebabkan keluarnya urin pasien menjadi lebih sedikit pada
saat dipasang kateter per uretra yang kedua?
7. Apa yang dimaksud dengan cuci darah?
8. Bagaimana mekanisme dan indikasi dilakukan cuci darah?
9. Operasi apa yang sesuai untuk pasien dan apa indikasi dilakukan operasi
secara umum?
10. Apa indikasi dan kontraindikasi serta komplikasi transfusi darah?
11. Bagaimana fisiologi ginjal?
12. Bagaimana proses pembentukan dan pengeluaran urin?
13. Bagaimana karakteristik urin normal?
14. Bagaimana patofisiologi sumbatan saluran kencing?
15. Apakah diagnosis banding dari penyakit yang diderita pasien?
16. Bagaimana tatalaksana dan prognosis pada kasus tersebut?
C. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi dan Fisiologi Sistem Uropoietika
a. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat
sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan
posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang
lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang
mendesak ginjal sebelah kanan.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
korteks ginjal:
Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
Arcus renalis, yaitu bagian korteks yang menghubungkan antara collumna
renalis.
Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus
rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
yaitu
bagian
yang
Degradasi insulin.
Menghasilkan prostaglandin.
Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak
diperlukan tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan
direabsorpsi kembali ke dalam plasma dan kapiler peritubulus.
3. Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan
plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam
cairan tubulus. Jadi, urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian
utama berupa substansi-substansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil
substansi-substansi yang disekresi.
Gambar 9. Nephron
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan
dari aorta abdominal, sedangkan v. renalis akan bermuara pada vena cava
inferior. Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang
menjadi arteri intralobaris yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu
pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior, inferior
serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan
simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus
major et minor. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral.
Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus.
b. Ureter
Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil
penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju
vesica
urinaria. Tempat-tempat
seperti
ini
sering
terbentuk
batu/kalkulus.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a. renalis, aorta abdominalis, a.
iliaca communis, a. testicularis/ovarica serta a. vesicalis inferior. Sedangkan
persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis,
pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan inferior.
c. Vesica urinaria
Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli,
merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui
ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh
melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria terletak di lantai pelvis
(pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti rektum, organ
reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan
saraf.
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang
terdiri atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai
tiga permukaan (superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat
tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan sinistra). Dinding vesica
urinaria terdiri dari otot m. detrusor (otot spiral, longitudinal, sirkular).
Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan collum vesicae.
Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip segitiga yang
terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna
lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a. vesicalis superior dan inferior.
Namun pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a. vaginalis.
Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan
parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n. splanchnicus minor, n.
splanchnicus imus, dan n. splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan
parasimpatis melalui n. splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai
sensorik dan motorik.
d. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica
urinaria menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada
pria dan wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga
berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat),
sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria
memiliki dua otot sphincter yaitu m. sphincter interna (otot polos terusan dari
m.detrusor dan bersifat involunter) dan m. sphincter externa (di uretra pars
membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.
sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika,
pars membranosa dan pars spongiosa.
(somatis).
Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang,
membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar
penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.
Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm)
( 140umur )
LFG =
( BBkg )
72 kreatinin serum(mg )
Untuk wanita:
( 140umur )
LFG =
Nilai normal :
( BBkg )
72 kreatinin serum(mg )
0 . 85
Laki-laki
Perempuan
reabsorbsinya
berbeda-beda
tergantung
dari
Sel
epitelnya
yang
bersifat
sangat
metabolik
dan
ion
kalium
ke
lumen.
Sel-sel
interkalatus
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada bulibuli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih bagian
bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan
gejala prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks
vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
BAB III
PEMBAHASAN
Tidak bisa buang air kecil
Pada skenario, pasien tidak bisa buang air kecil dan teraba massa kistik
suprapubik kemungkinan mengalami retensi urin sehingga dilakukan kateterisasi
dan keluar urin 600cc.
Retensi urin adalah ketidakmampuan buli-buli untuk mengeluarkan urin
yang telah melampaui batas kapasitas maksimalnya. Hal ini dirasakan sebagai
nyeri suprapubik, perasaan ingin kencing dan buli-buli terasa penuh (Purnomo,
2000).
Penyebab retensi urin:
1. Kelemahan detrusor. Cedera /gangguan pada sumsum tulang belakang,
kerusakan serat saraf (diabetes melitus), detrusor yang mengalami
peregangan/dilatasi yang berlebihan untuk waktu lama.
2. Gangguan koordinasi detrusor-sfingter (dis-sinergi). Cedera /gangguan
sumsum tulang belakang di daerah cauda equina.
3. Hambatan pada jalan keluar:
a. kelainan kelenjar prostat (BPH, Ca)
b. striktura uretra
c. batu uretra
d. kerusakan uretra (trauma)
e. gumpalan darah didalam lumen buli-buli (clot retention) dll. (Gardjito,
1994).
Akibat dari retensi urin:
Jika dihubungkan dengan kasus pada skenario, kadar ureum dan kreatinin
pasien tidak berada dalam harga normal. Seperti yang kita ketahui bahwa ureum
dan kreatinin dapat merepresentasikan faal ginjal, maka pada kasus, dapat
dikatakan faal ginjal pasien terganggu. Padahal ginjal mensekresikan eritropietin
untuk proses eritropoiesis. Hal ini berefek pada kadar Hb menjadi rendah. Padahal
Hb memberi warna merah pada darah dan mengikat oksigen, akhirnya kadar
eritrosit berkurang dan hal ini yang menyebabkan pucat.
Pucat akibat anemia yang menetap merupakan ciri khas pada pasien uremia.
Anemia jelas akan menyebabkan kelelahan. Bila kadar Hb 8 g/100 mL dapat
timbul dispnea sewaktu pasien melakukan kegiatan fisik. bila kadar ureum > 20
25 mg/dL bisa menimbulkan anoreksia, mual dan muntah (Price dan Sylvia,
2006).
Interpretasi Hasil Laboratorium
a. Kadar Hb
Kadar Hb normal pada wanita = 13 - 15.5 mg/dL dan pada laki-laki = 14
17.5 mg/dL. Pada skenario, Hb pasien 7 mg/dL berarti kurang dari normal.
bila Hb <normal penyebabnya bisa anemia dan perdarahan (Hartono, 2006).
Tapi, pada pasien kemungkinan akibat anemia karena ada gangguan pada
fungsi ginjalnya.
b. Ureum
Kadar Ureum normal adalah 9 20 mg/dL. Pada skenario, kadar ureum pasien
200 mg/dL berarti lebih dari normal. Bila lebih dari normal penyebabnya bisa
dehidrasi, pemberian protein berlebihan, dan gagal ginjal (Hartono, 2006).
Tapi, pada pasien kemungkinan disebabkan gagal ginjal.
c. Kreatinin
Kadar kreatinin normal dalam darah 0.3 1.3 mg/dL. Pada skenario, kadar
kreatinin pasien 8 mg/dL berarti leboh dari normal. bila kreatinin>normal bisa
disebabkan oleh dehidrasi atau gagal ginjal (Hartono, 2006). Tapi, pada psien
kemungkinan disebabkan oleh gagal ginjal.
d. Kadar Glukosa Darah Sewaktu
Kadar GDS normal adalah 60-110 mg/dL. Kadar GDS pasien normal berarti
pasien tidak mengalami hipoglikemia atau hiperglikemia.
Tindakan pada skenario
a. Kateterisasi
Kateterisasi uretra adalah memasukkan kateter kedalam buli-buli melalui
uretra. Tindakan kateterisasi ini dimaksudkan untuk tujuan diagnosis maupun
untuk tujuan terapi (Purnomo, 2000).
Tindakan diagnosis antara lain:
-
vagina.
Mengukur residu (sisa) urin yang dikerjakan sesaat setelah pasien miksi.
Memasukkan bahan kontras untuk pemeriksaan radiologi antara lain:
sistografi atau pemeriksaan adanya refluks vesiko-ureter melalui
uretra.
Mengeluarkan urin pada disfungsi buli-buli.
Diversi urin setelah tindakan operasi system urinary bagian bawah, yaitu
uretra.
Pada tindakan kateterisasi bersih mandiri berkala.
Memasukkan obat-obatan intravesika, antara lain sitostatika atau
antiseptic untuk buli-buli (Purnomo, 2000).
Kateterisasi suprapubik adalah memasukkan kateter dengan membuat
sebelumnya.
Diusahakan tidak menimbulkan rasa sakit pada pasien.
Dipakai kateter dengan ukuran terkecil yang masih cukup efektif untuk
melakukan drainase urine yaitu untuk orang dewasa ukuran 16F 18F.
Dalam hal ini tidak diperkenankan mempergunakan kateter logam pada
uretra.
Jika dibutuhkan pemakaian kateter menetap, diusahakan memakai sistem
tertutup yaitu dengan dengan menghubungkan kateter pada saluran
Hemodialisis
Pada GGT, hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke
dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua
kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa dan dialirkan ke
kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan
(artifisial) dengan kompartemen dialisat. Komparteman dialisat dialiri
cairan dialysis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi
elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme
nitrogen. Cairan dialysis dan darah yang terpisah akan mengalami
perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang
tinggi kearah konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat terlarut sama
di kedua kompartemen (difusi). Pada proses dialysis, air juga dapat
berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat dengan
cara menaikkan tekanan hidrostatik negative pada kompartemen cairan
dialisat. Perpindahan air ini disebut ultrafisasi (Rahardjo, Susalit &
Suhardjono, 2007).
Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama
hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya
adalah hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada,
sakit punggung, gatal, demam, menggigil. Komplikasi yang jarang terjadi
misalnya sindrom disekulibrium, reaksi dialiser, aritmia, tamponade
jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara,
neutropenia,
serta
aktivasi
komplemen
akibat
dialisis
dan
Dialisis Peritoneal
Dialisis peritoneal adalah salah satu bentuk dialysis untuk membantu
penanganan pasien GGA (gagal ginjal akut) maupun GGK (gagal ginjal
kronik),
menggunakan
membrane
peritoneum
yang
bersifat
dindingg abdomen yang cukup luas terutama bila disertai infeksi atau
perawatan yang tidak adekuat.
(Parsudi, Siregar, & Roesli, 2007).
Indikasi DP pada pasien gagal ginjal akut dilakukan atas dasar:
1. DP pencegahan: DP dilakukan setelah diagnosis GGA ditetapkan
2. DP dilakukan atas indikasi:
a. Indikasi klinis: keadaan umum jelek dan gejala klinis nyata
b. Indikasi biokimiawi: ureum darah >200 mg%; kalium <6>3 <1015>
(Parsudi, Siregar, & Roesli, 2007).
c. Transfusi Darah
Transfusi darah adalah tindakan medis berupa transfer komponen darah
dari donor ke resipien.
Indikasi transfusi darah:
1. Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume
dengan cairan
2. Anemia kronis jika Hb tidak dapat ditingkatkan dengan cara lain
3. Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen
4. Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberikan plasma
subtitute atau larutan albumin
Dalam pedoman WHO disebutkan :
1. Transfusi tidak boleh diberikan tanpa indikasi kuat
2. Transfusi hanya diberikan berupa komponen darah pengganti
yang
adalah
suatu
tindakan
membuat
fistula
yang
2.
klinik. Pada waktu miksi penderita hampir selalu mengedan, sehingga lama
kelamaan akan menyebabkan hernia atau hermoroid. Karena selalu terdapat
sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam kandung kemih.
Hanya batu saluran kemih menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuria. Hematuria bisa juga terjadi karena ruptur dari vena-vena yang
berdilatasi pada leher vesika uninaria. Selain itu, batu tersebut bisa
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk dapat terjadi pyelonefritis. Kadangkadang tanpa sebab yang diketahui penderita sama sekali tidak dapat miksi
sehingga harus dikeluarkan dengan kateter
Tidak semua pasien BPH perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang
mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan
terapi apapun atau hanya dengan nasehata atau konsultasi saja. Namun di
antara mereka akhirnya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa atau
tindakan medik yang lain seperti pembedahan atau tindakan endoneurologi
yang kurang invasif.
Menurut Mansjoer dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH dapat
dilakukan dengan:
a. Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi
kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok
dubur.
b. Medikamentosa
- Penghambat alfa (alpha blocker)
Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor1, dan prostat memperlihatkan respon mengecil terhadap agonis.
Komponen yang berperan dalam mengecilnya prostat dan leher bulibuli secara primer diperantarai oleh reseptor alpha blocker.
testosteron
mempengaruhi
menjadi
komponen
epitel
dihydratestosteron.
prostat,
yang
Obat
ini
menghasilkan
Terapi Kombinasi
Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5Reduktase memperlihatkan bahwa penurunan symptom score dan
peningkatan aliran urin hanya ditemukan pada pasien yang
mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian terapi kombinasi tambahan
sedang berlangsung.
Fitoterapi
Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak
tumbuh-tumbuhan untuk tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada
BPH telah popular di Eropa selama beberapa tahun. Mekanisme kerja
fitoterapi tidak diketahui, efektifitas dan keamanan fitoterapi belum
banyak diuji.
c. Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan
fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran
kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:
-
Prostatektomi Suprapubis
Prostatektomi Retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen
bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung
kemih.
Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi
diantara skrotum dan rektum.
2. Striktur Uretra
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada
dindingnya. Striktur uretra dapat terjadi pada:
a. Kelainan Kongenital, misalnya kongenital meatus stenosis, klep uretra
posterior
b. Operasi rekonstruksi dari kelainan kongenital seperti hipospadia,
epispadia
c. Trauma, misalnya fraktur tulang pelvis yang mengenai uretra pars
membranasea; trauma tumpul pada selangkangan (straddle injuries)
yang mengenai uretra pars bulbosa, dapat terjadi pada anak yang naik
sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal sepeda sehingga jatuh dengan
uretra pada bingkai sepeda pria; trauma langsung pada penis;
Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen
2.
uretra
Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan diameter lumen
3.
uretra
Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari diameter lumen uretra
Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan
pancaran urin. Kecepatan pancaran urin normal pada pria adalah 20
ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang
dari harga normal menandakan ada obstruksi.
Radiologi
Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak
penyempitan dan besarnya penyempitan uretra..
Instrumentasi
Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan
memasukkan kateter Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba
dengan kateter dengan ukuran yang lebih kecil sampai dapat masuk ke
buli-buli. Apabila
dengan
kateter
ukuran
kecil
dapat
masuk
infeksi.
Pasien yang datang dengan retensi urin, secepatnya dilakukan sistostomi
suprapubik untuk mengeluarkan urin, jika dijumpai abses periuretra
dilakukan insisi dan pemberian antibiotika. Pengobatan striktur uretra
banyak pilihan dan bervariasi tergantung panjang dan lokasi dari striktur,
serta derajat penyempitan lumen uretra.
Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur uretra adalah:
1. Bougie (Dilatasi)
2. Uretrotomi interna
Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi
yang memotong jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau
dengan pisau Sachse, laser atau elektrokoter.
3. Uretrotomi eksterna
Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan
fibrosis kemudian dilakukan anastomosis end-to-end di antara
jaringan uretra yang masih sehat, cara ini tidak dapat dilakukan bila
daerah strikur lebih dari 1 cm.
Komplikasi
a. Trabekulasi, sakulasi dan divertikel
2.
Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien
wanita.
2.
Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4.
Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu
saluran kemih.
5.
Komposisi Batu
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium
oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP),
xanthyn dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan
penting dalam usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif
Patofisiologi Urolithiasis/Batu Ginjal
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan
infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian
bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada
batu saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau
hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat
menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan
ginjal permanen (gagal ginjal)
Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada letak batu, besar
batu dan penyulit yang telah terjadi. Pada pemeriksaan fisik mungkin
didapatkan nyeri ketok di daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi yang
sakit akibat hidronefrosis, ditemukan tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine
dan jika disertai infeksi didaptkan demam/menggigil.
Pemeriksaan Urolithiasis
Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya lekosit, hematuria dan
dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin
menunjukkan
adanya
adanya
pertumbuhan
kuman
pemecah
urea.
Menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 23 liter per hari
2.
3.
4.
Medikamentosa
Beberapa diet yang dianjurkan untuk untuk mengurangi kekambuhan
adalah:
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine
dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat
3. Rendah garam karena natiuresis akan memacu
timbulnya
hiperkalsiuria
4. Rendah purin
5. Rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada hiperkalsiuria absorbtif
type II
4. Gagal Ginjal
Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat butuh terapi pengganti yang
tetap (dialysis/tranpslantasi). Gagal ginjal ada 2:
a. Gagal Ginjal Akut (GGA)
GGA merupakan suatu kondisi klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang mendadak dengan akibat terjadinya
peningkatan hasil metabolit seperti ureum dan kreatinin. Penyebabnya
-
tes pencitraan.
LFG < 60 mL/menit/1,73 m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan
ginjal.
Gambaran klinis:
sampai koma)
Gejala komplikasi (hipertensi, anemia, osteodistrofi ginjal, payah jantung,
asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit).
Gambaran Laboratorium
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan skenario, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami:
- Retensi Urin, karena pasien sulit buang air kecil
- Anuria karena urin keluar < 200 cc atau oligouri karena urin keluar < 600
-
cc
Pembesaran kelenjar prostat, karena saat miksi pasien harus mengejan dan
kurang lampias
Kegagalan fungsi ginjal, karena berdasarkan hasil laboratorium kadar
kreatinin dan ureum meningkat, kadar Hb turun sehingga pasien tampak
pucat, lemas, sesak, mual dan muntah. Tapi, pasien tidak mengalami
hipoglikemia atau hiperglikemia.
Pembesaran prostat yang dialami pasien menyebabkan penyempitan lumen