PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang (FK UMP) menggunakan
sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam sistem KBK, mahasiswa kedokteran
akan dilatih melakukan berbagai keterampilan dalam bentuk Latihan Keterampilan Klinik yang
akan menunjang pembelajaran mereka untuk menjadi dokter yang unggul, bermutu, dan islami.
Salah satu blok yang akan didalami oleh mahasiswa di FK UMP adalah blok VIII
mengenai hematologi dan limfatik yang ditinjau dari berbagai aspek. Latihan Keterampilan
Klinik di blok VIII ini ditujukan untuk melatih mahasiswa FK UMP melakukan beberapa
keterampilan yang akan sering ditemui di lapangan sesuai dengan kompetensi yang diharapkan,
yaitu:
1. Anamnesis pasien dengan keluhan anemia dan Pemeriksaan fisik pada pasien anemia.
Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, seorang dokter umum diharapkan
mampu melakukan anamnesis secara mandiri (tingkat kemampuan 4). Oleh karena itu, di
blok hematologi dan limfatik ini, mahasiswa akan dilatih untuk melakukan anamnesis
pada kasus anemia.
2. Konseling anemia defisiensi besi dan thalasemia
3. Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, seorang dokter umum diharapkan
mampu melakukan pemeriksaan fisik secara mandiri (tingkat kemampuan 4). Oleh
karena itu, di dalam blok Hematologi dan Limfatik ini mahasiswa akan dilatih bagaimana
cara melakukan Konseling anemia defisiensi besi dan thalasemia
Fine Needle Aspiration
Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia, tidak tercantum mengenai keahlian
melakukan fine needle aspiration (FNA) bagi seorang dokter umum. Namun dikarenakan
hal ini dianggap penting dalam praktik keseharian seorang dokter, maka mahasiswa akan
dilatih bagaimana teknik mengambil sampel dengan menggunakan jarum halus.
1.2 TUJUAN UMUM
Tujuan umum dari keterampilan klinik yang akan dilaksanakan di Blok VIII ini adalah:
1. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi mahasiswa mampu melakukan anamnesis pada
kasus anemia.
2. Apabila dihadapkan pada pasien simulasi diharapkan mahasiswa mampu melakukan
pemeriksaan fisik pada pasien anemia.
3. Apabila dihadapkan pada manikin, mahasiswa mampu melakukan dan memperagakan
prosedur FNA (fine needle aspiration) secara lege artis.
1.3 METODE INSTRUKSIONAL
Metode instruksional yang dipakai dalam pelaksanaan latihan keterampilan klinik di blok
VIII ini adalah:
1. Mahasiswa mendapat kuliah singkat mengenai topik LKK.
2. Mahasiswa dibagi menjadi 10 orang per kelompok dan dibimbing oleh satu orang
instruktur.
BAB II
PENUNTUN LATIHAN KETERAMPILAN KLINIK
b. Pendarahan
Nyata
: Pendarahan gusi, epistaksis, kencing berdarah, menstruasi panjang
dan lama, batuk berdarah, BAB hitam, muntah berdarah, muntah
hitam
Tidak nyata: petechiae, purpura, echymosis, hematom, hemarthrosis.
- Onset
- Hilang timbul atau menetap
- Didahului trauma atau tidak
- Faktor yang memperberat keluhan
- Faktor yang memperingan keluhan
- Riwayat keluhan serupa sebelumnya
- Riwayat pengobatan dahulu dan saat ini
- Riwayat transfusi darah
- Riwayat DM dan keluhan serupa di keluarga
c. Ikterik
- Onset
- Hilang timbul atau menetap
- Gejala penyerta: demam, mual, muntah, perut membesar, BAK kuning
tua/coklat, BAB seperti dempul, muntah darah, BAB hitam seperti aspal
- Riwayat keluhan serupa sebelumnya
- Riwayat pengobatan dahulu dan saat ini
- Riwayat transfusi darah
- Riwayat sakit kuning pada ibu penderita, sering minum minuman alkohol
- Riwayat pernikahan kerabat pada orang tuanya
d. Pucat
- Onset
- Hilang timbul atau menetap
- Gejala penyerta: badan lemah saat aktivitas, pendarahan, konsentrasi
menurun, mudah mengantuk, Pusing : saat aktivitas, perubahan posisi, atau
saat istirahat; berdebar : saat istirahat atau saat aktivitas; sesak nafas saat
istirahat atau saat aktivitas
- Riwayat keluhan serupa sebelumnya
- Riwayat pengobatan dahulu dan saat ini
- Riwayat transfusi darah
- Riwayat pernikahan kerabat pada orang tuanya
1.4 Kesimpulan
Berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan, mahasiswa diminta menyimpulkan
kemungkinan penyakit yang diderita pasien. Perlu diingatkan bahwa harus dilakukan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis pasien tersebut.
SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan pemeriksaan fisik pada pasien anemia.
a. Melakukan inspeksi.
b. Melakukan palpasi.
c. Melakukan perkusi.
d. Melakukan auskultasi.
B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR PEMERIKSAAN FISIK PADA PASIEN ANEMIA
1.2 Landasan Teori
Selain anamnesis, untuk menegakkan diagnosis anemia pada pasien perlu dilakukan
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan meliputi kepala sampai ke kaki.
Pucat adalah temuan fisik yang paling sering ditemukan pada anemia. Namun temuan ini
sering dibatasi oleh faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi warna kulit. Kepucatan sukar
diidentifikasi pada orang yang kulitnya sangat berpigmentasi, missal orang negro. Meskipun
demikian, pada kulit hitam anemia dapat dideteksi melalui warna telapak tangan atau
jaringan nonkutan seperti membrana mukosa mulut, bantalan kuku, dan jaringan palpebra.
a. Kepala
Fisik seorang pasien dengan anemia menunjukkan konjungtiva yang pucat, sklera ikterik,
kadang ada perdarahan hidung, sariawan di mulut dan lidah. Sclera ikterik biasanya
timbul akibat meningkatnya pemecahan eritrosit pada anemia hemolitik yang
menimbulkan hiperbilirubinemia, menyebabkan warna kuning pada kulit dan mukosa.
Pada kasus anemia hemolitik yang disebabkan oleh penyakit Thalassemia, dapat dilihat
adanya facies Cooley dimana tulang-tulang wajah tampak menonjol.
b. Leher
Terkadang dapat ditemukan pembesaran kelenjar limfe di daerah leher.
c. Thorax
Pada pasien dengan anemia berat yang kronis, dapat ditemukan gangguan jantung yaitu
pembesaran ruang-ruang jantung dan terdengar bunyi murmur. Dapat juga ditemukan
takikardia. Temuan pada jantung ini dapat menghilang bila anemia dikoreksi.
d. Abdomen
Timbulnya pembesaran organ viscera abdomen muncul pada beberapa kasus anemia,
misalnya pada Thalassemia. Bisa lien saja yang membesar (splenomegali) atau disertai
pembesaran hepar (hepatomegali).
e. Extremitas
Karena berkurangnya suplai O2 di daerah perifer pada anemia, sering timbul jari tabuh
yang merupakan tanda hipoksia kronis.
a. Mata
konjungtiva palpebra dan bulbi: pucat
sklera: ikterik atau subikterik
b. Hidung: ada pendarahan atau tidak
c. Telinga: ada benjolan atau tidak
d. Mulut: adakah stomatitis aphtosa atau cheilitis
e. Lidah: adakah atropi papilla lidah
8. Melakukan pemeriksaan leher:
a. Melihat dan meraba adakah pembesaran kelenjar tiroid (struma).
Pemeriksaan kelenjar tiroid
Meminta pasien untuk duduk dengan kepala sedikit menengadah.
Melakukan inspeksi dari depan pasien dengan memperhatikan apakah ada
benjolan (tonjolan) di daerah leher bagian depan.
Melakukan palpasi di sekitar regio leher depan dengan posisi pemeriksa
berdiri di belakang pasien (posterior approach) atau posisi pemeriksa
berhadapan dengan pasien (anterior approach)
Lakukan penilaian kelenjar tiroid: difus atau noduler, ukuran kelenjar tiroid:
membesar atau normal, konsistensi: keras, kenyal, kistik
Saat palpasi, pasien diminta menelan untuk memperhatikan apakah benjolan
bergerak (mobilitas) dan lobus kelenjar tiroid.
Melakukan auskultasi dengan stetoskop untuk mencari bruit.
b. Meraba kelenjar limfe di leher: perhatikan ukuran, mobilitas, dan adanya nyeri
tekan.
c. Mengukur JVP: normal/meningkat
Memosisikan penderita tidur tanpa bantal.
Memosisikan penderita berbaring dengan kepala membuat sudut 30o.
Identifikasi vena jugularis dan lihat pulsasi tertinggi pada vena jugularis.
Identifikasi posisi angulus sterni.
Ukur tinggi (dalam cm) jarak antara pulsasi vena jugularis ke angulus sterni.
Tentukan jaraknya berapa cm dari bidang yang melalui angulus sterni.
9. Melakukan pemeriksaan thorax.
a. Menginspeksi adakah perubahan warna kulit, kesimetrisan dinding thorax, ictus
cordis.
b. Mempalpasi ictus cordis.
c. Memperkusi batas jantung
Mengetuk dada di sela iga dengan jari tangan kanan, gunakan jari telunjuk
tangan kiri sebagai alasnya. Ketukan dimulai dari perifer toraks menuju ke
jantung. Ketukan pada 4 arah (superior, inferior, kiri, kanan)
Menyimpulkan batas jantung.
d. Menentukan batas paru-hepar
e. Mengauskultasi bunyi jantung.
Melakukan auskultasi dengan stetoskop (bell/diafragma)
Menempelkan stetoskop di 4 area: aorta, pulmonal, trikuspid, mitral.
Menentukan bunyi jantung 1 (BJ1) dan BJ 2.
10. Melakukan pemeriksaan abdomen.
a. Menginspeksi adanya perubahan warna kulit, venektasi, perut membuncit tidak
simetris.
b. Melakukan palpasi untuk mengukur hepar dan lien
i. Pemeriksaan hepar:
- Pemeriksaan dilakukan secara legeartis menggunakan jari tangan
bagian palmar radial (bukan ujung jari), dengan jari jempol terlipat.
- Meletakkan tangan kanan pada daerah hypochondriaca dextra, minta
pasien inspirasi dalam, lalu gerakkan jari ke atas dengan arah
parabolik.
- Pada saat pasien ekspirasi maksimal, jari tangan ditekan ke bawah.
- Memperhatikan adanya pembesaran hepar, bila ada deskripsikan
dengan berapa pertambahan besar hepar dengan ukuran jari,
bagaimana pinggir hepar, permukaan hepar, konsistensi hepar,
adanya nyeri dan fluktuasi.
ii. Pemeriksaan limpa (spleen):
- Palpasi dilakukan mengikuti garis Schuffner, dimulai dari regio
iliaka (inguinal) kanan, dilanjutkan ke arah atas kiri melalui
umbilikus terus menuju ke lengkung iga kiri.
- Bila ada pembesaran limpa, dideskripsikan bagaimana pinggir limpa
(terutama incissura), permukaannya, konsistensinya, dan adanya
nyeri.
c. Memperkusi abdomen.
Melakukan perkusi pada semua daerah abdomen untuk menentukan adanya nyeri
ketok, adanya cairan, massa, atau pembesaran organ dalaman abdomen.
- Melakukan perkusi menentukan batas paru-hepar dan peranjakan hepar.
- Pekak limpa normalnya ditemukan pada sela iga ke-9 sampai sela iga ke-11
di garis aksila anterior kiri. Bila terdengar perubahan batas pekak bagian
bawah, maka kemungkinan terjadi pembesaran limpa.
d. Mengauskultasi abdomen.
- Melakukan auskultasi pada setiap kuadran abdomen selama minimal satu
menit penuh. Perhatikan apakah ada bunyi peristaltik (bising usus normal,
meningkat, menurun, metallic sound). Pada keadaan normal, bising usus
terdengar kurang lebih 3 kali/menit.
- Mendengarkan adanya bising pembuluh darah (bruit) pada semua kuadran
abdomen.
11. Melakukan pemeriksaan extremitas.
a. Menginspeksi ukuran extremitas, bandingkan kanan dengan kiri.
b. Menginspeksi adakah petechiae/purpura/echymosis pada kulit extremitas.
c. Menginspeksi adakah jari tabuh (clubbing finger).
d. Menginspeksi adakah koilonikia.
e. Mempalpasi kelenjar limfe di ketiak dan lipat paha: normal/membesar.
f. Mempalpasi arteri brachialis dan radialis pada extremitas superior.
g. Mempalpasi arteri femoralis dan poplitea pada extremitas inferior.
12. Melakukan pemeriksaan kelenjar limfe
Inspeksi
Leher, ruang supraklavikular, aksila, inguinal.
Palpasi
Submandibula
Rantai kelenjar servikal anterior dan posterior
Aksila
Kelenjar limfe inguinal dan lien
Mempalpasi suatu masa untuk menentukan letak, konsistensi, ukuran dan mobilitas.
Kelenjar limfe dapat terpisah-pisah atau menyatu, seperti karet atau keras seperti
batu, bebas atau melekat, tidak nyeri atau nyeri tekan. Pembesaran fisiologis kelenjar
limfe sebagai respon terhadap fungsi penyaring yang aktif biasanya menyebabkan
pembesaran yang tersendiri, kenyal, tidak melekat.
Perhatikan dan hubungkan
Fiksasi, tekstur
Kelainan yang berhubungan
Tanda-tanda tumor, perdarahan, atau infeksi
1. Melakukan komunikasi dengan pasien baik secara verbal maupun non verbal
- Mengucapkan salam
- Memperkenalkan diri
- Menanyakan identitas pasien dan orang tua pasien
- Meminta izin kepada orang tua/pasien
2. Memberikan penjelasan mengenai anemia defisiensi besi
3. Menggali informasi dan mengidentifikasi faktor risiko/penyebab masalah pasien.
4. Melakukan edukasi untuk upaya promotif pasien.
5. Melakukan edukasi untuk upaya preventif.
6. Melakukan edukasi untuk upaya kuratif.
7. Memberi kesempatan kepada pasien/orang tua untuk bertanya.
B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR KONSELING ANEMIA DEFISIENSI BESI
1.1 Landasan Teori
Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan
rendah daging)
Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan
kehamilan.
Gangguan absorbsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai pada
anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan
lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging.
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah:
-
Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan
menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok.
Atrofi papi lidah: permuikaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang.
Stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada mulut sehingga tampak sebagai
bercak berwarna pucat keputihan.
Disfagia: nyeri menelan
Atrofi mukosa gaster sehinga meningkalkan akhloridia
Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es lem dan
lain-lain.
13. Memberikan penekanan kembali tentang perlunya pasien dan orang tua mengikuti
nasihat dokter
14. Mengucap salam pada saat mengakhiri edukasi.
Skenario:
Seorang pasien anak laki-laki, Jalal, usia 7 tahun, diantar orang tuanya dengan keluhan mudah
lelah dan lesu serta tampak sedikit pucat. Setelah dilakukan pemeriksaan lengkap, Jalal di nyatakan
menderita anemia.
1.4 Kesimpulan
Pasien dan orang tua dapat mengerti apa yang telah dijelaskan dan dapat melakukan saran yang telah
disampaikan.
Daftar Tilik Konseling anemia defisiensi besi
No Pertanyaan
1
Etika dan profesionalisme
1. Mengucapkan salam kepada
pasien.
2. Memperkenalkan diri sebagai
dokter yang bertugas.
3. Menanyakan identitas pasien
(nama,
umur,
alamat,
pekerjaan).
4. Menjelaskan
tujuan
dan
meminta izin pasien/orang tua
pasien.
2
Menggali
informasi
dan
mengidentifikasi faktor risiko atau
penyebab masalah pasien melalui
riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat keluarga,
riwayat makanan, riwayat kehamilan.
Keterangan
Informasi
-
Tujuan
Konseling
memberikan
pemahaman
kepada pasien dan keluarga
mengenai anemia defisiensi
besi
- Anemia
didefinisikan
sebagai
penurunan
konsentrasi hemoglobin
- Anemia defisiensi besi
adalah anemia yang
timbul
akibat
berkurangnya penyediaan
dan cadangan besi
Anemia defisiensi besi dapat
disebabkan
oleh
karena
rendahnya masukan besi,
gangguan, ganguan absorbsi,
serta kehilangan besi akibat
perdarahan menahun:
- Riwayat
penyakit
sekarang:
menderita
penyakit
infeksi/infestasi,
perdarahan, keganasan
pada kasus ini Jalal
menderita cacingan
Riwayat
penyakit
dahulu: gangguan ginjal
(gagal ginjal)
- Riwayat keluarga: faktor
sosial ekonomi, perilaku
kesehatan
(tidak
menggunakan alas kaki,
tidak mencuci tangan
sebelum dan sesudah
makan, setelah bermain,
sebelum tidur)
- Faktor nutrisi: akibat
kurangnya jumlah besi
total dalam makanan,
atau
kualitas
besi
(bioavailabilitas),
6
7
berupa:
Memberikan
makanan
yang
banyak mengadung
zat besi (daging
berwarna
merah,
hati, sayur berwarna
hijau, susu) dan
disarankan
mengkonsumsi
bersamaan dengan
buah-buahan (yang
mengandung vitamin
C).
Pendidikan
kesehatan (hygiene)
Pemberantasan
cacing
tambang
(pemberian
obat
cacing)
Fortifikasi
bahan
makanan
dengan
besi,
yaitu
mencampurkan
tepung untuk roti
atau bubuk susu
dengan besi.
Suplemen besi
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan komunikasi dengan pasien baik secara verbal maupun non verbal
i. Mengucapkan salam
2.
3.
4.
5.
6.
7.
B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR KONSELING PENYAKIT THALASSEMIA MAYOR
1.1 Landasan Teori
Thalassemia adalah kelainan sintesis hemoglobin yang diturunkan dengan akibat sel
darah merah mudah pecah. Sehingga penderita thalassemia memerlukan transfusi yang
teratur. Secara klinis thalassemia dibagi menjadi 3 ; thalassemia mayor (yang sangat
tergantung transfusi), thalasemia minor (tanpa gejala) dan thalassemia intermedia.
Pemberian transfusi dan perjalanan penyakit thalassemia memerlukan penanganan yang
berkesinambungan dan komprehensif. Oleh karena itu, edukasi pada pasien thalassemia dan
keluarganya sangatlah penting dalam mencapai hasil terbaik untuk penangannya.
Edukasi sebaiknya meliputi pemahaman tentang:
Pengertian dan bagaimana penyakit Thalassemia diturunkan (faktor risiko)
Makna dan perlunya transfusi secara teratur pada thalassemia mayor
Penyulit/komplikasi yang mungkin timbul selama perjalanan penyakit.
Intervensi farmakologis (obat) dan non-farmakologis (dukungan ortu dan lingkungan),
mencakup upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Penumpukan besi (iron overload) dan komplikasi yang ditimbulkannya pada pasien
thalassemia.
Masalah khusus yang dihadapi, misalnya tumbuh kembang dan aktivitas sehari-hari
Cara pengembangan terapi pendukung dan mengajarkan keterampilan pemakaian alat
kelasi besi injeksi subkutan.
Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan, yaitu fasilitas kesehatan yang
melayani transfuse darah.
1.2 Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK Blok VIII FK UMP
2. Pasien simulasi dan orang tua
3. Ruang periksa dokter
1.4 Langkah Kerja
15. Mengucapkan salam kepada pasien.
16. Memperkenalkan diri sebagai dokter yang bertugas.
17. Menanyakan identitas pasien (nama, umur, alamat, pekerjaan).
18. Menjelaskan tujuan dan meminta izin pasien/orang tua pasien.
No
Pertanyaan
Keterangan
Mengidentifikasi faktor risiko atau penyebab Pada kasus factor risiko yg dapat menimbulkan
masalah pasien melalui riwayat penyakit kompliksi:
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat - pasien sering terlambat ditransfusi yang
keluarga.
dikarenakan ortu sibuk
- dll
6
Melakukan edukasi untuk upaya preventif Penyakit thalasemia merupakan penyakit yang
agar tidak lagi lahir anak dengan thalassemia diturunkan, sehingga ada kemungkinan akan
memiliki anak penderita talasemia lagi
10
11
Melakukan edukasi untuk upaya rehabilitatif upaya yang diperlukan untuk mengurangi
pasien
komplikasi, seperti fraktur (jika timbul)
akibat kekurangan kalsium.
Menanyakan kepada pasien/orang tua
apakah ada hal-hal yang kurang jelas dan
apakah ada yang ingin ditanyakan oleh
pasien.
Memberikan penekanan kembali tentang
perlunya pasien dan orang tua mengikuti
nasihat dokter
Mengucap salam pada saat mengakhiri
edukasi.
FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) atau biopsi aspirasi jarum halus adalah cara
pengambilan sampel sel dengan menggunakan jarum halus dengan atau tanpa suction dari
jaringan solid atau kavitas yang berisi cairan. FNAB memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
a. Relatif aman
b. Cepat
c. Minimal invasif
d. Relatif lebih murah
Beberapa jenis tindakan FNAB yaitu suction FNAB, metode kapiler, dan FNAC pada kulit.
Indikasi dilakukannya tindakan FNAB adalah pada tumor superfisial yang bisa dilihat atau
untuk tumor yang terletak lebih dalam (dengan bantuan USG). Kontraindikasi dilakukannya
FNAB adalah:
a. Adanya tendensi perdarahan
b. Infeksi kulit pada daerah aspirasi
c. Pasien tidak kooperatif
d. Massa tidak teraba
Komplikasi yang mungkin timbul akibat tindakan FNAB adalah perdarahan lokal atau
infeksi.
1.2 Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK Blok VIII FK UMP
2. Ruang periksa dokter
3. Manikin atau boneka anak
4. Jeruk 1 buah/mahasiswa
5. Apel 1 buah/kelompok
6. Tomat 1 buah/kelompok
7. Spuit 3 cc
8. Jarum ukuran 25G dan 27G
9. Kapas alkohol
10. Kapas kering
11. Kaca objek
12. Sarung tangan
13. Mangkuk bengkok
1.3 Langkah Kerja
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada pasien.
4. Meminta izin pasien untuk melakukan tindakan.
5. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
6. Meraba massa atau benjolan untuk menentukan lokasi yang akan dilakukan tindakan
FNA.
7. Memfiksasi massa dengan ibu jari dan telunjuk.
8. Melakukan tindakan aseptik-antiseptik dengan mengoleskan kapas alkohol pada lokasi
benjolan.
9. Menusukkan jarum ke dalam massa. Posisi piston spuit menunjukkan angka nol cc.
10. Tarik piston spuit untuk membuat ruang dalam spuit vakum, melebihi angka nol cc.
11. Lakukan penusukan jarum sebanyak 15-20 kali dengan posisi spuit vakum. Lakukan
dengan hati-hati. Jarum tidak boleh keluar dari kulit selama penusukan ini.
12. Kembalikan posisi piston ke angka 0 cc lalu cabut jarum dari massa.
13. Tutup luka bekas tusukan spuit dengan kapas kering.
14. Lepaskan jarum dari spuit. Tarik piston sampai angka maksimal (3 cc). pasang kembali
jarum pada spuit.
15. Semprotkan aspirat (hasil aspirasi) ke kaca objek kosong.
16. Membuat preparat apus dengan meletakkan satu kaca objek yang lain (kaca objek B) di
atas kaca objek yang berisi aspirat (kaca objek A). Biarkan aspirat menempel dan
mengalir pada tepi kaca objek B, lalu tarik kaca objek B ke bawah sehingga aspirat
membentuk suatu apusan tipis pada kaca objek A. keringkan preparat di udara terbuka.
17. Melakukan pewarnaan preparat. Pada latihan keterampilan klinik ini tidak dilakukan.
BAB III
EVALUASI
Mahasiswa akan dievaluasi pada saat pelaksanaan latihan keterampilan klinik dalam
bentuk formatif dan akan dievaluasi pada akhir blok dalam bentuk sumatif.
3.1 EVALUASI FORMATIF
3.1.1 Metode Evaluasi
Evaluasi formatif dilakukan dengan mengobservasi kegiatan yang dilakukan mahasiswa
selama proses keterampilan klinik oleh instruktur.
3.1.2 Indikator Pencapaian
Indikator pencapaian berupa pencapaian tujuan pembelajaran yang diperoleh mahasiswa
pada setiap kegiatan latihan keterampilan klinik.
3.1.3 Umpan Balik
Umpan balik dilakukan oleh instruktur berupa masukan terhadap hasil kegiatan latihan
keterampilan klinik setiap mahasiswa.
BAB IV
PENUTUP
Demikianlah Modul Latihan Keterampilan Klinik Blok VIII ini disusun sedemikian rupa
agar dapat membantu mahasiswa dan instruktur memahami maksud dan tujuan LKK sehingga
dapat dilaksanakan dengan tepat dan terarah. Lampiran daftar tilik (checklist) dalam modul LKK
ini diharapkan dapat membantu mahasiswa mengarahkan keterampilan mereka dan sebagai
panduan persiapan mengikuti evaluasi sumatif dalam bentuk ujian LKK.
DAFTAR REFERENSI
1. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Kompetensi Dokter. Jakarta: Konsil
Kedokteran Indonesia.
2. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Pendidikan Profesi Dokter. Jakarta: Konsil
Kedokteran Indonesia.
3. Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Harrisons
Principles of Internal Medicine 16th ed. 2005. New York: McGraw-Hill Companies Inc.
4. Hoffbrand V, Mehta A. At A Glance Hematologi Edisi Kedua. 2006. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
5. McGlynn TJ, Burnside JW. Adams Diagnosis Fisik Ed. 17. 1995. Jakarta: EGC.
6. Bickley LS. Bates: Guide to Physical Examination and History Taking 9th edition. 2007.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
7. Kocjan, G. Fine Needle Aspiration Cytology: Diagnostic Principles and Dilemmas.
Germany: Springer.
8. Sabiston, D.C. Buku Ajar Bedah Bagian 1. 2010. Jakarta: EGC.
LAMPIRAN 1
Instrumen Evaluasi Anamnesis anemia
No
1
3
4
5
6
7
8
9
10
Ket:
0 : tidak menyatakan atau tidak melakukan
1 : hanya menyatakan atau melakukan tidak sempurna
2 : menyatakan dan melakukan dengan sempurna
LAMPIRAN 2
Instrumen Evaluasi Pemeriksaan Fisik Pada Pasien Anemia
No
1
Menyebutkan
benar
Melakukan
benar
3
4
5
Mempersiapkan alat:
a. Stetoskop
b. Tensimeter
c. Termometer
d. Timbangan badan
Melakukan pemeriksaan keadaan umum.
a. Memeriksa kesadaran.
b. Menilai habitus.
Melakukan pemeriksaan kepala.
a. Menilai konjungtiva
b. Menilai sklera
Melakukan pemeriksaan leher.
a. Mengukur JVP
b. Meraba pembesaran kelenjar limfe
c. Meraba kelenjar tiroid
Melakukan pemeriksaan thorax.
a. Melihat posisi ictus cordis.
b. Melakukan palpasi ictus cordis.
c. Melakukan perkusi untuk menentukan batas
jantung.
d. Auskultasi untuk menentukan bunyi jantung 1
dan bunyi jantung 2.
Melakukan pemeriksaan abdomen.
a. Inspeksi
- Menilai bentuk dan kesimetrisan abdomen.
- Menilai warna kulit abdomen.
b. Melakukan palpasi hepar
Pemeriksaan dilakukan secara legeartis
menggunakan jari tangan bagian palmar radial
(bukan ujung jari), dengan jari jempol terlipat.
Meletakkan tangan kanan pada daerah
hypochondriaca dextra, minta pasien inspirasi
dalam, lalu gerakkan jari ke atas dengan arah
parabolik.
Pada saat pasien ekspirasi maksimal, jari tangan
ditekan ke bawah.
Memperhatikan adanya pembesaran hepar, bila
ada deskripsikan dengan berapa pertambahan
besar hepar dengan ukuran jari, bagaimana
pinggir hepar, permukaan hepar, konsistensi
hepar, adanya nyeri dan fluktuasi.
c.
LAMPIRAN 3
Instrumen Evaluasi Tindakan FNA
No
1
Menyebutkan
benar
Melakukan
benar
5. Kaca objek
6. Sarung tangan
7. Bengkok
Melakukan tindakan FNA
1. Meraba massa atau benjolan untuk menentukan lokasi yang akan
dilakukan tindakan FNA.
2. Memfiksasi massa dengan ibu jari dan telunjuk.
3. Melakukan tindakan aseptik-antiseptik dengan mengoleskan
kapas alkohol pada lokasi benjolan.
4. Menusukkan jarum ke dalam massa. Posisi piston spuit
menunjukkan angka nol cc.
5. Tarik piston spuit untuk membuat ruang dalam spuit vakum,
melebihi angka nol cc.
6. Lakukan penusukan jarum sebanyak 15-20 kali dengan posisi
spuit vakum. Lakukan dengan hati-hati. Jarum tidak boleh keluar
dari kulit selama penusukan ini.
7. Kembalikan posisi piston ke angka nol cc lalu cabut jarum dari
massa.
8. Tutup luka bekas tusukan spuit dengan kapas kering.
9. Lepaskan jarum dari spuit. Tarik piston sampai angka maksimal
(3 cc). pasang kembali jarum pada spuit.
10. Semprotkan aspirat (hasil aspirasi) ke kaca objek kosong.
Membuat preparat apus
1. Meletakkan satu kaca objek yang lain (kaca objek B) di atas
kaca objek yang berisi aspirat (kaca objek A). Biarkan aspirat
menempel dan mengalir pada tepi kaca objek B.
2. Tarik kaca objek B ke bawah sehingga aspirat membentuk suatu
apusan tipis pada kaca objek A.
3. Keringkan preparat di udara terbuka.
TOTAL SKOR