Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PROBLEM STATEMENT

Di antara berbagai media massa, televisi memainkan peran yang terbesar dalam menyajikan
informasi yang tidak layak dan terlalu dini bagi anak-anak. Menurut para pakar masalah media dan
psikologi, di balik keunggulan yang dimilikinya, televisi berpotensi besar dalam meninggalkan dampak
negatif di tengah berbagai lapisan masyarakat, khususnya anak-anak. Memang terdapat usaha untuk
menggerakkan para orangtua agar mengarahkan anak-anak mereka supaya menonton program atau
acara yang dikhususkan untuk mereka saja, namun pada prakteknya, sedikit sekali orangtua yang
memperhatikan ini.
Kecemasan orangtua terhadap dampak menonton televisi bagi anak-anak memang sangat
beralasan, mengingat bahwa banyak penelitian menunjukkan televisi memang memiliki banyak pengaruh
baik negatif maupun positif. Yang dikhawatirkan dari kalangan orang tua adalah anak-anak yang belum
mampu membedakan mana yang baik dan buruk serta mana yang pantas dan tidak pantas, karena media
televisi mempunyai daya tiru yang sangat kuat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.
Namun demikian harus diakui bahwa kebutuhan untuk mendapatkan hiburan, pengetahuan dan
informasi secara mudah melalui televisi juga tidak dapat dihindarkan. Televisi, selain selalu tersedia dan
amat mudah diakses, juga menyuguhkan banyak sekali pilihan, ada sederet acara dari tiap stasiun televisi,
tinggal bagaimana pemirsa memilih acara yang dibutuhkan, disukai dan sesuai dengan selera.
Banyak hal yang belum diketahui oleh seorang anak, oleh karena itu kalau tidak ada yang memberi
tahu ia akan mencari sendiri dengan mencoba-coba dan meniru dari orang dewasa. Apakah hasil
percobaan maupun peniruannya benar atau salah, anak mungkin tidak tahu.
Sebagian orangtua bahkan tak peduli acara apa yang ditonton anaknya. Sepanjang si anak tidak
bertanya atau bercerita, umumnya orangtua merasa apa pun yang disuguhkan televisi sebagai “teman”
anaknya selama mereka tidak berada di rumah tak perlu dipermasalahkan.
Kalau ada pengaruh buruk televisi terhadap sebagian orang, maka sebagian lainnya menganggap
hal itu sama sekali bukan urusannya. Padahal, sangat mungkin pengaruh buruk itu pun mengenai anggota
keluarganya, hanya dia tak cukup jeli atau punya cukup waktu untuk memperhatikannya.
Meskipun belakangan ini sebagian stasiun televisi sudah mencantumkan tanda bahwa program itu
untuk orang dewasa, memerlukan bimbingan orangtua, atau memang acara yang dianggap pantas
ditonton anak-anak, kenyataannya hanya sekitar 15 persen saja anak yang mengatakan selama menonton
televisi didampingi oleh orangtuanya.
Memang tak semua pengaruh televisi bisa langsung tampak akibatnya pada anak-anak yang
menjadi pemirsanya. Mungkin karena itulah sampai sekarang masih banyak orangtua yang membiarkan
apa pun acara yang ingin ditonton anaknya, sepanjang itu tak lebih dari pukul 21.00.

1
Sebagian orangtua beranggapan, stasiun televisi telah menyeleksi program acaranya. Dengan
demikian, semua acara yang ditayangkan sebelum sekitar pukul 21.00 relatif aman untuk konsumsi anak-
anak. Padahal kalau dicermati, tak sedikit acara sebelum pukul 21.00 yang sebenarnya tak pantas ditonton
anak-anak. Misalnya, film-film Warkop yang jelas-jelas selalu menyerempet pada hal-hal berbau seks.
Televisi telah mengubah cara berpikir anak. Anak-anak yang terlalu banyak menonton televisi
biasanya akan tumbuh menjadi sosok yang sulit berkonsentrasi dan kurang perhatian pada lingkungan
sekitar. Mereka hanya terpaku pada televisi.
Anak-anak lebih bersifat pasif dalam berinteraksi dengan TV, bahkan seringkali mereka terhanyut
dalam dramatisasi terhadap tayangan yang ada di televisi. Disatu sisi TV menjadi sarana sebagai media
informasi, hiburan bahkan bisa sebagai kemajuan kehidupan, namun disisi lain TV dapat menularkan efek
yang buruk bagi sikap, pola pikir, perilaku anak.
Televisi tidak bisa dipungkiri, kini boleh jadi telah menjadi pengasuh setia masyarakat. Tak
terkecuali anak-anak. Yang jadi masalah, kalau anak-anak menonton tayangan televisi yang tidak sesuai
dengan usianya. Misalnya, tayangan seks dan kekerasan. Anak-anak yang masih rentan daya kritisnya,
akan mudah sekali terpengaruh dengan isi dan materi tayangan televisi yang ditontonnya, dan
pengaruhnya bisa terbawa sampai mereka dewasa.
Oleh sebab itu para orang tua senantiasa diingatkan untuk menerapkan kontrol yang ketat terhadap
kebiasaan menonton televisi bagi anak-anaknya. Karena kalau tidak dimulai dari sekarang, dampaknya
sangat membahayakan buat perkembangan jiwa mereka.
Kekerasan di televisi membuat anak menganggap kekerasan adalah jalan untuk menyelesaikan
masalah. Dampak menonton televisi bagi anak-anak. Antara lain bisa menimbulkan ketagihan dan
ketergantungan serta pola hidup konsumtif di kalangan anak-anak. Anak-anak akan merasa pantas untuk
menuntut apa saja yang ia inginkan.
Terlepas dari baik buruknya tayangan televisi yang ditonton seorang anak, pola menonton televisi
yang tidak terkontrol akan menimbulkan dampak psikologis bagi anak-anak.
Yang pertama, ketrampilan anak jadi kurang berkembang. Usia anak adalah usia dimana si anak
sedang mengembangkan segala kemampuannya seperti kemampuan berkomunikasi, bekerjasama
dengan orang lain dan kemampuan mengemukakan pendapat. Dampak lainnya, disadari atau tidak,
perilaku-perilaku yang dilihat di televisi akan menjadi satu memori dalam diri si anak dan akibatnya si anak
menjadi meniru yang bisa berkembang menjadi karakter pribadinya di kemudian hari, kalau tidak segera
diantisipasi. Jadi jangan heran, kalau orangtua melihat tingkah anaknya yang kasar atau suka
mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas diucapkan, meski orang tua setengah mati meyakinkan bahwa
mereka tidak pernah mendidik anaknya seperti itu. Bisa jadi, itu akibat pola menonton televisi yang tidak
terkontrol.
Secara umum ada tiga lingkungan yang sangat mempengaruhi kualitas mental dan spiritual anak,
yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial budaya yang berhubungan dengan
nilai-nilai serta norma-norma yang berlaku di masyarakat, termasuk di dalamnya pengaruh televisi, buku
dan media massa. Ketiga lingkungan tersebut saling menopang dalam mempengaruhi perkembangan dan
pembentukan karakter anak.

2
Sebenarnya, lingkungan kedua dan ketiga dapat dikontrol pengaruhnya jika lingkungan pertama
yakni orang tua dalam hal ini keluarga mampu memaksimalkan perhatiannya terhadap pengasuhan dan
pendidikan anak-anak. Kita sangat paham bahwa anak adalah makhluk aktif yang tengah dalam
penjelajahan mencari dunianya. Ia membutuhkan pemandu agar ia tidak salah dalam memilih jalan
hidupnya. Pemandu itu tidak lain adalah orang tua dan para pendidik (guru). Karena itu, orang tua ataupun
guru, sebagai pendidik normal, perlu memahami bagaimana cara menumbuh kembangkan anak, serta
memahami pula teknik-teknik bagaimana berinteraksi dengan anak yang sesuai dengan aqidah serta
fleksibel dengan tuntutan jaman.

Pengaruh Televisi pada Anak

- Pengaruh fisik
Anak-anak yang banyak menonton televisi cenderung memiliki masalah kegemukan. Karena biasanya,
sambil menonton televisi mulut mereka terus mengunyah junk food atau camilan terlalu banyak. Akhirnya
selera makan mereka pada makanan sehat menurun. Selain itu, pembakaran kalori tubuh saat menonton
televisi jauh lebih sedikit dibandingkan jika mereka aktif bermain. Anak-anak yang sudah benar-benar
tenggelam konsentrasi menonton televisi, metabolismennya menurun hingga di bawah rata-rata normal
pada saat anak istirahat.

- Pengaruh psikis
Banyaknya iklan di televisi mendorong anak jadi konsumtif. Anak-anak yang banyak menonton televisi juga
cenderung lebih agresif dibandingkan dengan yang jarang. Program televisi yang menayangkan kekerasan
memperkenalkan sifat agresif pada anak. Televisi juga bisa merampas waktu bermain anak-anak dan
memotong komunikasi sosial mereka. Padahal yang paling penting dikembangkan pada anak-anak adalah
kemampuan berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman atau orang lain. Sedangkan menonton televisi
adalah pasif dan tidak ada proses tidak interaktif meskipun orang lain berada di dekatnya.

3
Dampak-Dampak yang Terjadi pada Pengaruh Televisi

- Berpengaruh terhadap perkembangan otak


Terhadap perkembangan otak anak usia 0-3 tahun dapat menimbulkan gangguan perkembangan bicara,
menghambat kemampuan membaca-verbal maupun pemahaman. Juga, menghambat kemampuan anak
dalam mengekspresikan pikiran melalui tulisan, meningkatkan agresivitas dan kekerasan dalam usia 5-10
tahun, serta tidak mampu membedakan antara realitas dan khayalan.

- Mendorong anak menjadi konsumtif


Anak-anak merupakan target pengiklan yang utama sehingga mendorong mereka menjadi konsumtif.

- Berpengaruh terhadap Sikap


Anak yang banyak menonton TV namun belum memiliki daya kritis yang tinggi, besar kemungkinan
terpengaruh oleh apa yang ditampilkan di televisi. Mereka bisa jadi berpikir bahwa semua orang dalam
kelompok tertentu mempunyai sifat yang sama dengan orang di layar televisi. Hal ini akan mempengaruhi
sikap mereka dan dapat terbawa hingga mereka dewasa.

- Mengurangi semangat belajar


Bahasa televisi simpel, memikat, dan membuat ketagihan sehingga sangat mungkin anak menjadi malas
belajar.

- Membentuk pola pikir sederhana


Terlalu sering menonton TV dan tidak pernah membaca menyebabkan anak akan memiliki pola pikir
sederhana, kurang kritis, linier atau searah dan pada akhirnya akan mempengaruhi imajinasi,
intelektualitas, kreativitas dan perkembangan kognitifnya.

- Mengurangi konsentrasi
Rentang waktu konsentrasi anak hanya sekitar 7 menit, persis seperti acara dari iklan ke iklan, akan dapat
membatasi daya konsentrasi anak.

- Mengurangi kreativitas
Dengan adanya TV, anak-anak jadi kurang bermain, mereka menjadi manusia-manusia yang individualistis
dan sendiri. Setiap kali mereka merasa bosan, mereka tinggal memencet remote control dan langsung
menemukan hiburan. Sehingga waktu liburan, seperti akhir pekan atau libur sekolah, biasanya kebanyakan
diisi dengan menonton TV. Mereka seakan-akan tidak punya pilihan lain karena tidak dibiasakan untuk
mencari aktivitas lain yang menyenangkan. Ini membuat anak tidak kreatif.

4
- Meningkatkan kemungkinan obesitas (kegemukan)
Kita biasanya tidak berolahraga dengan cukup karena kita biasa menggunakan waktu senggang untuk
menonton TV, padahal TV membentuk pola hidup yang tidak sehat. Penelitian membuktikan bahwa lebih
banyak anak menonton TV, lebih banyak mereka mengemil di antara waktu makan, mengonsumsi
makanan yang diiklankan di TV dan cenderung memengaruhi orangtua mereka untuk membeli makanan-
makanan tersebut. Anak-anak yang tidak mematikan TV sehingga jadi kurang bergerak beresiko untuk
tidak pernah bisa memenuhi potensi mereka secara penuh. Selain itu, duduk berjam-jam di depan layar
membuat tubuh tidak banyak bergerak dan menurunkan metabolisme, sehingga lemak bertumpuk, tidak
terbakar dan akhirnya menimbulkan kegemukan.

- Merenggangkan hubungan antar anggota keluarga


Kebanyakan anak kita menonton TV lebih dari 4 jam sehari sehingga waktu untuk bercengkrama bersama
keluarga biasanya ‘terpotong’ atau terkalahkan dengan TV. 40% keluarga menonton TV sambil menyantap
makan malam, yang seharusnya menjadi ajang ’berbagi cerita’ antar anggota keluarga. Sehingga bila ada
waktu dengan keluarga pun, kita menghabiskannya dengan mendiskusikan apa yang kita tonton di TV.
Rata-rata, TV dalam rumah hidup selama 7 jam 40 menit. Yang lebih memprihatinkan adalah terkadang
masing-masing anggota keluarga menonton acara yang berbeda di ruangan rumah yang berbeda.

- Matang secara seksual lebih cepat


Banyak sekali sekarang tontonan dengan adegan seksual ditayangkan pada waktu anak menonton TV
sehingga anak mau tidak mau menyaksikan hal-hal yang tidak pantas baginya. Dengan gizi yang bagus
dan rangsangan TV yang tidak pantas untuk usia anak, anak menjadi balig atau matang secara seksual
lebih cepat dari seharusnya. Dan sayangnya, dengan rasa ingin tahu anak yang tinggi, mereka memiliki
kecenderungan meniru dan mencoba melakukan apa yang mereka lihat. Akibatnya seperti yang sering kita
lihat sekarang ini, anak menjadi pelaku dan sekaligus korban perilaku-perilaku seksual. Persaingan bisnis
semakin ketat antar Media, sehingga mereka sering mengabaikan tanggung jawab sosial,moral & etika.

5
BAB II
RESEARCH

DATA

Di sepanjang kehidupannya, manusia melalui berbagai masa dan tahapan. Tidak diragukan lagi,
tidak ada satupun masa yang lebih manis dan indah seperti masa yang dinikmati oleh anak-anak. Orang-
orang dewasa senantiasa mengenang masa kecil mereka dengan penuh rasa suka cita dan mereka akan
menceritakan peristiwa dan kenangan masa kecil itu dengan penuh semangat. Permainan, imajinasi, rasa
ingin tahu, dan ketiadaan beban hidup, membuat masa kanak-kanak menjadi manis dan menarik buat
semua orang. Namun, dewasa ini, para ahli psikologi dan sosial meyakini, era kanak-kanak di dunia
sedang berhadapan dengan keruntuhan dan akan tinggal menjadi sejarah saja. Di masa yang akan
datang, anak-anak di dunia tidak akan lagi menikmati masa kanak-kanak yang manis, yang seharusnya
menjadi masa terpenting dalam membentuk kepribadian mereka.
Dewasa ini, media massa dengan program-programnya yang memperlihatkan kerusakan moral dan
kekerasannya, sedang merobohkan dinding yang menjadi tembok pemisah antara masa kanak-kanak
dengan masa dewasa. Fenomena seperti ini tidak hanya terjadi di Barat, namun juga di negara-negara lain
karena besarnya infiltrasi media Barat di berbagai penjuru dunia. Dengan kata lain, anak-anak zaman kini
dibebaskan untuk melihat apa yang seharusnya hanya ditonton oleh orang dewasa dan hal ini dapat
berdampak buruk bagi anak-anak itu.
Doktor Tabatabaei, seorang pakar media di Iran, pernah menulis bahwa masa kanak-kanak
merupakan salah satu tahapan usia seorang manusia, yang memiliki kebutuhan dan kapasitas tersendiri.
Jiwa dan fisik anak-anak yang lembut tidak memiliki kesiapan untuk dihadapkan kepada konflik dan
masalah yang dialami oleh orang dewasa. Neil Postman, seorang penulis Amerika, juga pernah menulis
bahwa jika sudah tidak ada batas antara dunia anak-anak dan dunia orang dewasa, tidak akan ada lagi
apa yang dinamakan sebagai dunia kanak-kanak.
Di antara berbagai media massa, televisi memainkan peran yang terbesar dalam menyajikan
informasi yang tidak layak dan terlalu dini bagi bagi anak-anak. Menurut para pakar masalah media dan
psikologi, di balik keunggulan yang dimilikinya, televisi berpotensi besar dalam meninggalkan dampak
negatif di tengah berbagai lapisan masyarakat, khususnya anak-anak. Memang terdapat usaha untuk
menggerakan para orangtua agar mengarahkan anak-anak mereka supaya menonton program atau acara
yang dikhususkan untuk mereka saja, namun pada prakteknya, sedikit sekali orangtua yang
memperhatikan ini.

6
Lebih dari separuh (52%) anak berusia 5-17 tahun memiliki televisi sendiri di kamar tidurnya.
Waktu rata-rata TV menyala di rumah-rumah ialah 7 jam, 12 menit. Rata-rata waktu orang tua
bercakap-cakap secara sungguh-sungguh dengan anaknya hanya 38,5 menit per minggu.
Menurut sebuah penelitian yang telah dilakukan, banyak sekali anak-anak yang menjadi pemirsa
program-program televisi yang dikhususkan untuk orang dewasa. Doktor Tabatabaei dalam mengomentari
hal ini menyatakan, "Dewasa ini, anak-anak dihadapkan dengan pembunuhan, kekerasan, penculikan,
penyanderaan, amoral dan asusila, keruntuhan moral, budaya dan sosial. Dampak dari problema ini adalah
timbulnya kekacauan dan kerusakan pada kepribadian anak-anak dan akhirnya kepribadian kanak-kanak
itu menjadi terhapus dan hilang sama sekali."
Neil Postman dalam bukunya "The Disappearance of Childhood" (Lenyapnya Masa Kanak-Kanak),
menulis bahwa sejak tahun 1950, televisi telah menyiarkan program-program yang seragam dan anak-
anak, sama seperti anggota masyarakat lainnya, menjadi korban gelombang visual yang ditunjukkan
televisi. Dengan menekankan bahwa televisi telah memusnahkan dinding pemisah antara dunia kanak-
kanak dan dunia orang dewasa, Neil Postman menyebutkan tiga karakteristik televisi. Pertama, pesan
media ini dapat sampai kepada pemirsanya tanpa memerlukan bimbingan atau petunjuk. Kedua, pesan itu
sampai tanpa memerlukan pemikiran. Ketiga, televisi tidak memberikan pemisahan bagi para pemirsanya,
artinya siapa saja dapat menyaksikan siaran televisi.
Ketiga karakteristik televisi ini akan berakibat baik bila pesan yang disampaikan adalah pesan-
pesan yang baik dan bermoral. Sebaliknya, akan menjadi bahaya besar ketika televisi menyiarkan
program-program yang bobrok dan amoral, seperti kekerasan dan kriminalitas. Sayangnya, justru dewasa
ini film-film yang disiarkan televisi umumnya sarat dengan kekerasan dan kriminalitas. Para pemilik media
ini demi menarik pemirsa sebanyak mungkin, berlomba-lomba menayangkan kekerasan dan amoralitas
yang lebih banyak di layar televisi. Anak-anak yang masih suci dan tanpa dosa menjadi pihak yang paling
cepat terpengaruh oleh tayangan televisi dan mereka menganggap bahwa apa yang disiarkan televisi
adalah sebuah kebenaran.
Data statistik menunjukkan bahwa tingkat kekerasan yang dilakukan anak-anak semakin hari
semakin meningkat. Antara tahun 1950 sehingga 1979, terjadi peningkatan jumlah kejahatan berat
yang dilakukan oleh anak-anak muda di bawah 15 tahun, sebesar 110 kali lipat, yang berarti
peningkatan sebesar 11 ribu persen. Dewasa ini, banyak sekali anak-anak dan remaja yang
membawa senjata, baik untuk menyerang orang lain atau untuk melindungi diri sendiri.
Anak-anak seharusnya dikenalkan kepada kekacauan dan ketidaktenteraman kehidupan di dunia
secara bertahap dan dengan bahasa yang khusus, agar mereka mengenali kejahatan bukan untuk
menirunya, melainkan untuk menghadapinya dan melawannya. Cara yang tepat untuk pengenalan ini
adalah melalui dongeng-dongeng anak-anak yang menggunakan metode yang benar dan bahasa yang
lembut. Namun sayangnya, dongeng-dongeng anak-anak ini semakin menghilang dan digantikan oleh film-
film keras televisi dan permainan komputer.

7
Masalah lain yang seharusnya milik dunia dewasa, namun malah disiarkan oleh televisi untuk
semua orang, termasuk anak-anak, ialah masalah seksual. Gambaran terburuk dari berbagai hubungan
seksual disiarkan setiap hari di televisi, baik di Barat maupun sebagian besar negara-negara Timur, dan
anak-anak yang seharusnya masih berada dalam dunia manis masa kanak-kanak, tiba-tiba dihadapkan
dengan masalah asusila atau pornografi. Dengan cara ini, anak-anak telah memasuki dunia dewasa dalam
bentuknya yang terburuk.
Mengenai salah satu dari dampak fenomena ini, Neil Postman menulis bahwa kini manekin atau
boneka pajangan dan model iklan termahal ialah anak-anak perempuan berusia 12-13 tahun. Postman
juga menambahkan bahwa rasa malu, harga diri, dan sejenisnya telah kehilangan makna dan nilai. Selain
itu, berbagai perusahaan perdagangan telah menyalahgunakan anak-anak kecil sebagai komoditi seksual
dan iklan dagang. Kita dapat menyaksikan dengan baik penyalahgunaan anak-anak untuk menarik pemirsa
dan konsumen dalam propaganda televisi dan film-film.
Akibat mengenalkan masalah seksual secara mendadak dan terburu-buru kepada anak-anak dan
remaja, dewasa ini kita berhadapan dengan apa yang disebut sebagai "masa baligh dini". Penggunaan
narkotika dan alkohol juga turut menembus dunia anak-anak dan remaja lewat propaganda televisi. Data
statistik menunjukkan bahwa angka anak-anak dan dewasa yang mengkonsumi bahan narkotika semakin
membengkak. Neil Postman dalam bukunya menyebut data bahwa jumlah para pelajar yang mengakui
bahwa mereka mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak adalah 300 kali lipat dari para pelajar
yang hanya mengkonsumsi dalam ukuran normal.
Anak-anak seperti ini bukan saja tidak akan mau menerima nasihat dari orangtua mereka, bahkan
juga tidak akan menghormati orangtua. Padahal, nasehat dan pengarahan dari orang tua adalah sebuah
masalah penting bagi anak-anak, sebagaimana ditulis oleh Haddington berikut ini. "Salah satu elemen
utama penyempurnaan manusia dan perkembangan daya pilih mereka adalah rasa percaya diri yang
diberikan oleh orang dewasa kepada mereka sewaktu mereka masih kanak-kanak. Rasa percaya diri anak-
anak ini dapat membuat mereka mampu membedakan antara kebenaran dan kejahatan, kebaikan dan
kesalahan, serta keindahan dan keburukan. Mereka akan memiliki kemampuan untuk menyingkirkan
segala bentuk penyimpangan moral dan menyediakan kehidupan yang aman dan membahagiakan buat
dirinya dan keluarganya."
Menimbang segala fakta di atas, pemerintah di berbagai negara hendaknya sadar untuk mengatur
industri televisi agar dapat memainkan peran positif dan konstruktif bagi anak-anak dalam meningkatkan
kepribadian mereka, demi terciptanya generasi yang sehat dan bangsa yang maju.

8
Hasil wawancara dengan Ani (bukan nama sebenarnya), ibu rumah tangga

Ani (bukan nama sebenarnya) terkejut saat melihat putranya. Bocah berusia tiga tahun menirukan
perempuan hamil dengan memasukkan boneka ke perutnya dan mengatakan "hamil". Ani pun gusar
melihat hal itu, lalu dia menanyakan tahu dari mana bocah itu tentang perempuan hamil. Si bocah pun
menjawab dari sinetron yang ditayangkan setiap hari (striping). Bukan hanya adegan perempuan hamil
saja yang bisa ditiru si bocah, melainkan lagu bertema cinta yang menjadi soundtrack sinetron diputar
setiap malam di televisi swasta itu pun dihafalnya.
Kegusaran Ani sebagai seorang ibu merupakan sekelumit gambaran kegusaran orangtua terhadap
perilaku anaknya. Kegusaran itu semakin bertambah, ketika bocah "demam" menyaksikan kontes
menyanyi anak-anak. Pasalnya, durasi penayangan yang memakan waktu berjam-jam membuat anak tidak
beranjak dari depan TV. Selain itu, lagu-lagu yang dibawakan peserta yang semuanya adalah anak-anak
kebanyakan lagu orang dewasa. Di layar kaca muncul anak menyanyikan lagu cinta pada usia yang sangat
belia. Usai menonton reality show, mata penonton termasuk penonton anak digiring menyaksikan tayangan
sinetron yang ditayangkan setiap hari mulai pukul 19.00 WIB.

Di Venezuela, kegusaran orangtua terhadap tayangan TV direspons pemerintah setempat. Baru-


baru ini, pemerintah Venezuela menarik serial kartun Amerika Serikat (AS) The Simpsons dari tayangan
TV. Pasalnya, kartun yang diciptakan tahun 1989 itu berpotensi membawa pengaruh buruk bagi anak-
anak. The Simpsons, komedi satir tentang kehidupan keluarga AS, ditayangkan di Venezuela oleh stasiun
televisi pada jam 11 pagi menggunakan bahasa Spanyol. Di Indonesia, serial The Simpson ternyata baru
ditayangkan ulang oleh stasiun televisi ANTV. Serial animasi ini ditayangkan setiap Jumat pukul 20.00
WIB.
Kegusaran para orangtua terhadap pola menonton TV cukup beralasan. Seperti dikatakan Ketua
Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi, yang prihatin dengan kualitas acara TV di Indonesia.
Menurut Seto pada tahun 2007 berdasarkan data dari Departemen Komunikasi dan Informatika
(Depkominfo) sinetron mendominasi tayangan televisi, sedangkan, tayangan yang mengandung
edukasi hanya 0,07 persen. Jika tayangan TV didominasi tayangan yang tidak edukatif, hal tersebut telah
melanggar hak anak. Aspek negatif dari tayangan menurunkan kualitas sumber daya manusia karena
sejak anak-anak sudah dijejali tayangan berbau negatif.
Menurut Seto, kontes menyanyi anak-anak yang ada saat ini di berbagai stasiun TV membuat
anak-anak menjadi lebih cepat dewasa. Seorang anak tampil bak orang dewasa, dan menyanyikan lagu-
lagu orang dewasa. Hal ini berdampak pada psikoseksual anak. Seorang anak lebih cepat dewasa, tetapi
tidak siap menghadapi perubahan. Meski demikian, katanya, ada beberapa tayangan anak-anak yang
bersifat edukatif, baik produk lokal maupun impor.

9
Penonton TV dari kalangan anak memang besar, dan ini menjadi bidikan para pengelola TV
dengan sejumlah programnya, baik yang edukatif maupun non-edukatif. Berdasarkan data AGB Nielsen
Media Research per April 2008, 21 persen pemirsa TV adalah anak-anak berusia 5-14 tahun. Angka
ini diperoleh berdasarkan survei kepemirsaan TV AGB Nielsen di 10 kota. Suatu jumlah yang cukup
besar dibandingkan dengan target pemirsa lainnya. Anak-anak tersebut menonton TV terutama
pada pukul 06.00 sampai 10.00 dan antara jam 12.00 sampai 21.00. Pada jam tayang utama (18.00
sampai 21.00) ada 1,4 juta anak-anak di antara 42,6 juta populasi TV yang menonton TV. Jumlah ini
lebih tinggi 15 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Dalam sehari, anak-anak menghabiskan rata-rata 3 jam untuk menonton TV. Dua puluh menit
di antaranya untuk menonton program anak, sedangkan 50 menit untuk menonton program serial
(sinetron). Namun, kebiasaan menonton ini berbeda antara anak-anak menengah atas dengan anak-
anak menengah bawah. Anak-anak menengah bawah menonton TV rata-rata 3 jam 24 menit, lebih
lama 30 menit daripada anak-anak menengah atas. Namun, untuk program anak, keduanya sama-
sama menghabiskan rata-rata 22 menit per hari. Sementara itu, untuk kategori program informasi,
anak-anak menengah atas menghabiskan rata-rata 18 menit per hari, lebih lama 2 menit daripada
anak-anak menengah bawah.
Pilihan program mereka pun berbeda. Anak-anak kelas menengah atas cenderung lebih
selektif menonton program yang sesuai dengan usianya. Ini terlihat dari tontonannya yang lebih
variatif, di antaranya kartun anak, film barat anak, musik, sepakbola dan sinetron. Sementara itu,
tontonan anak-anak menengah bawah masih didominasi oleh sinetron. Khusus program anak,
program yang paling banyak ditonton anak-anak adalah Idola Seleb (RCTI). Namun, program kartun
anak impor masih mendominasi tontonan anak-anak. Lima di antara 20 program yang paling
banyak ditonton adalah program produksi lokal, seperti Idola Cilik (RCTI), Pilih Dua Bintang
(INDOSIAR), dan Soccer Boys (TRANS7).
Dampak menonton di kalangan remaja berusia 15-18 tahun diteliti para peneliti dari Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Minnesota AS. Hasil penelitian itu dilansir Reuters pekan lalu.
Peneliti berfokus pada remaja yang memiliki TV di kamar tidur, dan menemukan remaja yang
memiliki TV di kamar tidur cenderung memiliki kebiasaan diet dan olahraga yang jelek, serta nilai
yang lebih rendah di sekolah dibanding remaja yang tidak memiliki TV di kamar tidur.
Sebanyak 781 orang berusia 15-18 tahun di kawasan Minneapolis diwawancarai. Hasilnya,
sebanyak 62 persen di antaranya memiliki TV di kamar tidur. Mereka yang memiliki TV di kamar
tidur memiliki porsi menonton yang lebih banyak, berkisar empat sampai lima jam lebih banyak per
minggu di depan TV. Bagi remaja yang dua kali lebih banyak menonton TV dari jumlah tersebut
digolongkan sebagai penonton berat. Sedikitnya, golongan ini menonton TV lima jam sehari
dibandingkan remaja yang tidak memiliki TV di kamar tidur.

10
Remaja putri yang memiliki TV di kamar tidur dilaporkan lebih sedikit melakukan olahraga
yang energik (mengeluarkan banyak energi), yakni 1,8 jam per minggu dibanding 2,5 jam oleh
remaja putri tanpa TV di kamar tidur. Mereka juga mengonsumsi lebih sedikit sayur, meminum lebih
banyak minuman yang manis, dan jarang makan bersama keluarga. Sementara itu, remaja putra
yang memiliki TV di kamar tidur dilaporkan memiliki nilai rata-rata lebih rendah dibanding remaja
putra yang tidak memiliki TV di kamar tidur. Selain itu, mereka juga mengonsumsi buah-buahan
lebih sedikit, dan jarang makan bersama keluarga.
Secara jelas hasil penelitian memperlihatkan beberapa hal yang patut tidak mengizinkan
anak Anda memiliki TV di kamar tidur. Ketika Anda meletakkan TV Anda di ruang duduk dan Anda
memiliki TV lebih kecil yang tertinggal zaman namun masih bisa dipakai, orangtua harus menolak
meletakkan TV di salah satu kamar-kamar anak Anda, dan menolak tekanan dari anak untuk
memiliki TV di kamar tidur mereka.
Para peneliti juga menemukan, laki-laki cenderung memiliki TV di kamar tidur (68 persen)
dibanding perempuan (58 persen). Dari sisi kemampuan ekonomi, remaja dari keluarga yang
berpenghasilan lebih tinggi cenderung lebih sedikit memiliki TV di kamar tidur dibanding dari
seluruh golongan penghasilan keluarga yang diteliti. Di antara remaja berkulit hitam, 82 persen
dilaporkan memiliki TV di kamar tidur dibanding 66 persen pada keturunan Spanyol, 60 persen
berkulit putih, dan 39 persen pada keturunan Amerika-Asia.
Kedua kelompok, laki-laki dan perempuan yang memiliki TV di kamar tidur menghabiskan
waktu lebih sedikit untuk membaca dan mengerjakan pekerjaan rumah, sekalipun para peneliti
menuturkan perbedaan-perbedaan itu tidak signifikan secara statistik. Perihal memiliki TV di kamar
tidur itu, Akademi Ilmu Kesehatan Anak-anak di AS juga menyerukan para orangtua memindahkan
TV dari kamar tidur anak-anak.
Keberadaan TV di kamar tidur, menurut Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia Dr Tjut Rifameutia MA, cenderung mengurangi waktu untuk melakukan
kegiatan lain, dan mengurangi kontrol dalam penggunaannya. Anak dan remaja bebas memilih
program yang diinginkan, dan bebas menonton kapan saja.
Kenyamanan yang diperoleh dengan menonton TV akan mengurangi komunikasi dan interaksi
anak/remaja dengan dunia luar (anggota keluarga, saudara, pembantu maupunteman). Kebiasaan
menonton TV di kamar ini pula, ujar Rifameutia yang juga psikolog pendidikan, membuat anak/remaja
bebas dengan keadaannya, seperti berpakaian sekehendaknya, bahkan seringkali pula sambil makan dan
menikmati makanan ringan. Kebiasaan ini membuat anak/remaja kurang bergerak dan makin lama merasa
tidak membutuhkan orang lain di sekitarnya. Waktu belajar dengan bersungguh-sungguh menjadi
berkurang. Banyak remaja yang belajar sambil menonton TV. Hal ini akan mengurangi konsentrasi dan
kesungguhan mereka dalam belajar. Tidak mengherankan bila kemudian berdampak buruk pada nilai
mereka di sekolah.

11
Pada kenyataannya banyak orangtua yang merasa lebih aman/tenteram bila anak tinggal di rumah
daripada melakukan kegiatan di luar. Anak berdiam di kamar menonton TV dianggap lebih aman daripada
keluar rumah. Padahal, hal ini dapat berakibat pada tidak terasahnya kemampuan interpersonal skills.
Meskipun tidak tertutup kemungkinan, anak melihat contoh-contoh yang baik melalui program TV.
Namun, anak melihatnya secara pasif. Waktu untuk mempraktikkan hal-hal yang positif tersebut dalam
kehidupan sehari-hari menjadi berkurang karena anak/remaja lebih asyik di dalam kamar. Jadi, merupakan
langkah yang baik bila orangtua tidak meletakkan TV di ruang anak.
Dua puluh satu persen pemirsa TV adalah anak-anak berusia 5-14 tahun. Jumlah yang tidak
bisa dibilang sedikit dengan banyaknya tuntutan atas tayangan yang sesuai untuk anak.
Kepemirsaan anak pun termasuk tinggi dibandingkan dengan target pemirsa yang lebih dewasa,
terutama antara jam 6.00 sampai 10.00 dan antara jam 12.00 sampai 21.00. Jumlahnya bisa
mencapai rata-rata 1.478.000 individu saat jam tayang utama (18.00- 21.00) dari total populasi TV
yang berjumlah 42.645.497 individu di 10 kota survei AGB Nielsen.
Di tengah tuntutan atas program yang sesuai untuk anak dan besarnya potensi pemirsa anak
serta tingginya kepemirsaan anak, kabar gembiranya adalah jam tayang program anak pun ternyata
bertambah, baik di stasiun TV nasional maupun lokal, rata-rata dua jam per hari. Penambahan jam
tayang terbanyak terjadi di ANTV, yaitu dari rata-rata 1 jam per hari menjadi rata-rata 4 jam per hari
dengan program kartun anak. Sementara jam tayang program anak di stasiun TV lokal anak Space
Toon juga bertambah dari rata-rata 12 jam per hari menjadi rata-rata 15 jam per hari.
Stasiun TV lain yang juga memberi porsi cukup besar pada program anak adalah Global TV
(rata-rata 7 jam/hari) dan TRANS7 (3 jam per hari). Dengan bertambahnya jam tayang program anak,
program anak produksi lokal bertambah 3% pada periode Januari hingga mid-Maret 2008
dibandingkan tahun lalu. Namun secara keseluruhan porsi tayang untuk program anak impor (81%)
masih lebih besar daripada program produksi lokal (19%). Penambahan jam tayang program lokal
ini naik 3 kali lipat di TV nasional, dari rata-rata 1 jam per hari menjadi rata-rata 3 jam per hari, tetapi
berkurang di TV lokal dari rata-rata 5 jam per hari menjadi 4 jam per hari. TRANS7 adalah stasiun TV
yang paling banyak menghadirkan program anak produksi lokal (39% dari total jam tayang program
lokal), seperti Soccer Boys, Laptop Si Unyil, Si Bolang Bocah Petualang, atau yang paling baru 123
Jalan Sesama. Dilihat dari waktu menonton, rata-rata anak-anak menghabiskan 3 jam per hari untuk
menonton TV dengan 20 menit di antaranya untuk menonton program anak. Sementara untuk
program serial (sinetron), mereka menghabiskan rata-rata 50 menit per hari. Namun kebiasaan
menonton ini berbeda antara anak-anak yang berasal dari kelas menengah atas dengan anak-anak
dari kelas menengah bawah. Anak-anak menengah bawah menonton TV rata-rata 3 jam 24 menit,
lebih lama 30 menit daripada anak-anak menengah atas. Namun untuk program anak, keduanya
sama-sama menghabiskan rata-rata 22 menit per hari. Sementara untuk kategori program informasi,
anak-anak menengah atas menghabiskan sedikit lebih lama waktunya untuk menonton, yaitu rata-
rata 18 menit per hari, lebih lama 2 menit daripada anak-anak menengah bawah.

12
Jam menonton anak-anak menengah atas vs. menengah bawah (dalam menit/hari)

Pilihan program mereka pun ternyata berbeda. Anak-anak kelas menengah atas punya
kecenderungan lebih selektif menonton program yang sesuai dengan usianya, yang terlihat dari
tontonannya yang lebih variatif, di antaranya kartun anak, film barat anak, musik, sepakbola dan
sinetron. Sementara tontonan anak-anak menengah bawah masih didominasi oleh sinetron,”
jelas Hellen Katherina, Associate Director Marketing & Client Service AGB Nielsen Media Research.
Dengan rata-rata 3 jam yang dihabiskan untuk menonton TV, program yang ditonton oleh
anak-anak yang menonton tanpa didampingi orangtuanya adalah Spongebob Squarepants the
Movie (RCTI) (rating 4,5%). Namun program yang ditonton oleh paling banyak anak-anak saat
bersama ibunya adalah program musik Stardut (INDOSIAR) (5,4). Saat sendirian, anak-anak tampak
lebih banyak menonton di pagi hari, antara jam 07.00 hingga 11.00. Namun saat bersama ibunya,
anak-anak banyak menonton di malam hari, antara 19.00 sampai 21.30. Hal ini menunjukkan bahwa
saat menonton sendirian, anak-anak sebenarnya lebih memilih program anak. Kepemirsaan anak
terhadap tayangan yang sebenarnya ditujukan untuk pemirsa yang lebih dewasa, kemungkinan
besar disebabkan oleh adanya pemirsa yang lebih dewasa yang mendominasi remote control. Jadi,
untuk membatasi timbulnya pengaruh yang kurang ideal dari tayangan-tayangan tersebut terhadap
anak, yang diperlukan adalah kesadaran dari orangtua uantuk lebih mengontrol hal tersebut dari
rumah. Khusus untuk program anak, program yang paling banyak ditonton oleh anak-anak adalah
Idola Seleb (RCTI). Namun program kartun anak impor masih mendominasi tontonan anak-anak. Di
antara 20 program yang paling banyak ditonton, lima di antaranya adalah program produksi lokal,
seperti Idola Cilik (RCTI), Pilih Dua Bintang (INDOSIAR) dan Soccer Boys (TRANS7). Meski
demikian, program anak produksi lokal memberi semakin banyak pilihan bagi anak-anak di awal
tahun ini.

*Survei kepemirsaan TV dilakukan di 10 kota besar di Indonesia (Jakarta dan sekitarnya, Surabaya
dan sekitarnya, Bandung, Makassar, Yogyakarta, Palembang, Denpasar, dan Banjarmasin dengan
total populasi TV sebesar 42.645.493 individu usia 5 tahun ke atas, sebanyak 2.080 panel
rumahtangga.

13
BAB III
PLANNING

PERENCANAAN STRATEGIS

Kidzona sebagai salah satu organisasi yang peduli terhadap tumbuh kembang anak bekerja sama
dengan psikolog Yoentoro Mikael. S.Psi. Cindy Setiawan, Humas Global TV, Stanley Kartawinata,
Organisasi Peduli Anak serta Astried Ayu Angela, Ahli Autism yang menjadi sponsor dalam kampanye
kami yang kurang lebih akan dilaksanakan dalam periode waktu 6 bulan untuk mengajak masyarakat,
media, serta pemerintah untuk bersama-sama berpartisipasi aktif dalam usaha memberikan informasi bagi
orang tua anak dalam pendidikan terutama dalam pengawas dan pemantauan terhadap media, yang
dalam hal ini adalah televisi.
Dalam tahap jangka pendek , sasaran utama keberhasilan dari kegiatan kampanye ini ditujukan
kepada para orang tua di Indonesia khususnya di kota – kota besar , karena dari hasil riset penelitian
disebutkan bahwa memang terdapat usaha untuk menggerakan para orangtua agar mengarahkan anak-
anak mereka supaya menonton program atau acara yang dikhususkan untuk mereka saja, namun pada
prakteknya, sedikit sekali orangtua yang memperhatikan ini dan rata-rata waktu orang tua bercakap-cakap
secara sungguh-sungguh dengan anaknya hanya 38,5 menit per minggu.
Tema yang akan diangkat oleh Kidzona adalah ”Televisi Sahabat Kita”. Kidzona mengangkat tema
ini , karena dewasa ini, media massa dengan program-programnya yang memperlihatkan kerusakan moral
dan kekerasannya, sedang merobohkan dinding yang menjadi tembok pemisah antara masa kanak-kanak
dengan masa dewasa. Fenomena seperti ini menunjukkan bahwa anak-anak zaman kini dibebaskan untuk
melihat apa yang seharusnya hanya ditonton oleh orang dewasa dan hal ini dapat berdampak buruk bagi
anak-anak itu. Di antara berbagai media massa, televisi memainkan peran yang terbesar dalam
menyajikan informasi yang tidak layak dan terlalu dini bagi bagi anak-anak. Menurut para pakar masalah
media dan psikologi, di balik keunggulan yang dimilikinya, televisi berpotensi besar dalam meninggalkan
dampak negatif di tengah berbagai lapisan masyarakat, khususnya anak-anak. Pesan dari tema ini
ditujukkan kepada target audience yakni masyarakat, khususnya para orang tua dengan kondisi ekonomi
dari B sampai C , dan untuk usia dari 30 tahun–45 tahun. Dan untuk pemerintah agar berpartisipasi aktif
dalam mengawasi isi siaran. Pengawasan terhadap siaran televisi diatur dalam standar pengawasan yang
di sebut P3-SPS atau Pedoaman Program Penyiaran Standar Program S iaran, disana diatur apa yang
boleh disiarkan dan apa yang tidak boleh disiarkan.
Dalam kegiatan kampanye ini , Kidzona juga akan bekerja sama dengan berbagai media, baik
media cetak maupun media elektronik untuk penanyangan iklan dari tema pesan dari kampanye dan
mengadakan berbagai kegiatan interaktif seperti talk show yang menarik yang akan ditayangkan di
beberapa program televisi dan radio , serta partisipasi aktif media dalam meliput event-event yang akan
kami adakan selama masa kampanye.
Adapun media-media yang akan kami pilih adalah media-media yang mampu menjangkau target
audience, yaitu media-media yang biasa di konsumsi dan yang menjadi favourite mereka. Media-media
14
yang kami pilih antara lain :

Media cetak :

- Kompas
- Mom and kiddie
- Media Indonesia
- Jakarta Post
- Jakarta Globe
- Republika
- Seputar Indonesia
- Koran Tempo
- Warta Kota
- Tabloid Nova
- Majalah Kartini
- Tabloid Bintang
- Majalah Femina
- Cosmopolitan
- Ayah Bunda

Media Elektronik :

- Cosmopolitan FM
- Prambors
- Gen FM
- Mustang
- Female
- Genie
- Trans TV
- Global TV
- Metro TV
- TV One
- Woman FM
-

15
Media Online :

- Detik.com
- Kompas.com

PERENCANAAN TAKTIS

Media Cetak

Untuk majalah dan tabloid, akan dibuat rubrik-rubrik khusus yang menarik yang membahas tentang
tontonan anak , seperti pengetahuan umum mengenai memahami bagaimana cara menumbuh
kembangkan anak, serta memahami pula teknik-teknik bagaimana berinteraksi dengan anak yang sesuai
serta fleksibel dengan tuntutan jaman. Serta untuk koran harian, akan memuat iklan tentang event atau
kegiatan yang kami adakan selama masa kampanye berjalan, serta juga akan menampilkan hasil liputan-
liputan mengenai kegiatan atau event-event tersebut.

Media Elektronik.

Untuk media TV , Kidzona akan bekerja sama dengan Trans TV, Global TV, Metro TV dan TV One
untuk membuat program talkshow yang akan membahas mengenai dampak menonton televisi bagi anak-
anak, mengingat bahwa banyak penelitian menunjukkan televisi memang memiliki banyak pengaruh baik
negatif maupun positif pada pola pikir anak. Dengan menghadirkan praktisi yang mengamati dunia
pertelevisian dan psikolog untuk memberikan gambaran dan penyuluhan kepada orang tua bahwa ini
merupakan masalah yang serius. Selain itu , kami juga akan menayangkan di beberapa media TV, iklan
mengenai kampanye dan event-event yang akan kami adakan dan menyiarkan iklan kampanye dan acara
talk show mengenai dampak menonton televisi bagi anak-anak di beberapa stasiun radio.

Event

Mengunjungi ke sekolah-sekolah untuk memberitahukan kepada anak-anak tentang tontonan yang


baik bagi mereka dan dampak-dampak dari tontonan televisi yang tidak baik.
Blog
Dalam blog ini , kami ingin mensosialisasikan ke tahap yang lebih menyeluruh dengan memberikan
pengetahuan yang mendalam dari narasumber yang ahli di bidang nya masing-masing serta adanya
pengalaman dari para orang tua. Dan setiap hari , kami akan terus mengup-date informasi yang hangat
seputar tontonan anak sehingga bisa menarik perhatian para pembaca dan para pembaca boleh
memberikan komentar serta dapat menuliskan pengalaman atau keluhan di dalam blog tersebut, dan
kemudian akan kami balas dengan jawaban yang berasal dari narasumber yang ahli di bidangnya.

16
BAB IV
EVALUASI

Tolak ukur dari keberhasilan program kampanye ini adalah tayangan-tayangan televisi bisa
menayangkan tontonan yang berisikan materi pendidikan/pembelajaran dan hiburan yang bila ditonton
akan sangat bermanfaat bagi putra-putri kita dalam meningkatkan kualitas hasil
pendidikan/pembelajarannya untuk menanamkan pendidikan budi pekerti. Menyadari potensi televisi
sebagai media yang dapat menyampaikan pesan-pesan pendidikan secara efektif dan mampu
mempengaruhi perilaku seseorang, serta menunjang usaha pemerintah dalam menanamkan nilai-nilai
budi pekerti,
Dari kampanye ini juga diharapkan agar masyarakat khususnya para orang tua dapat
mengajarkan/menanamkan nilai-nilai, etika, dan moral. Konkretnya, ajarkan bagaimana bersikap baik dan
menghadapi masalah tanpa harus membabi buta dengan emosi meledak-ledak. Tekankan bahwa dalam
kondisi apa pun, adat bersopan santun tetap harus dijunjung tinggi. Ajarkan pula bagaimana cara
mengontrol emosi. Dengan bekal yang kokoh tadi diharapkan saat anak menyaksikan tayangan yang
menyuguhkan konflik, dia tak terpengaruh. Artinya, dia bisa mengontrol emosi, hingga tetap bisa bersikap
manis dan menyampaikan argumentasinya dengan cara yang santun.
Bagi pemerintah , kami mengharapkan agar dapat turut berpartisipasi dengan turut mengkritisi
program TV dengan menanggapi keluhan dan saran kepada KPI/D dan stasiun TV terkait dan membuat
penelitian tentang jumlah konkrit pemirsa anak-anak dan apa saja yang mereka tonton, serta bagaimana
efek tontonan itu terhadap anak (penelitian tentang hal ini sampai sekarang belum ada) . Hal ini penting
untuk pemerintah dan pihak berwenang lainnya untuk menentukan kebijakan.

17
BAB V
SPONSOR

Global TV

Departemen Kesehatan RI

18
BAB VI
LAMPIRAN

AMANKAH TONTONAN ANAK ANDA?

Jakarta, 14 January 2010 - Dunia pertelevisian Indonesia dewasa ini mulai mengikis program
anak, dimana sebagai sebuah wadah anak untuk berintepretasi sudah mulai bergeser dari rel yang sesuai.
Muatan televisi hanya menyediakan hal – hal yang konservatif, seperti : sinetron, infotainment, dan
hiburan- hiburan lain yang tidak pas untuk anak.
Untuk itulah kami Kidzona sebagai salah satu organisasi yang peduli terhadap tumbuh kembang
anak, akan mengadakan suatu penyuluhan yang bertemakan “Televisi sahabat kita”. Kami mengundang
psikolog Yoentoro Mikael. S.Psi ; Cindy Setiawan, Humas Global Tv; Stanley Kartawinata, Organisasi
Peduli Anak ; serta Astried Ayu Angela, Ahli Autism.
Seto Mulyadi mengungkapkan bahwa, dunia pertelevisian di Indonesia lebih mengarah pada
segmentasi anak muda, segmen untuk anak hanya terpola pada hari minggu saja. Dengan kondisi seperti
ini anak tentunya terbatasi oleh program acara yang ada. Mereka kurang bisa mengintepretasikan apa
yang mereka kehendaki terhadap tontonan mereka.
Penyuluhan ini akan dilaksanakan dalam periode waktu 6 bulan. Bermula dari bulan Februari
hingga Juli dengan target lokasi di Jakarta. Melalui penyuluhan ini, diharapkan dapat memberikan informasi
bagi orang tua anak dalam pendidikan terutama dalam pengawas dan pemantauan terhadap media, yang
dalam hal ini adalah televisi.
Beberapa program kerja lain yang akan direalisasikan adalah:
- Blog:

- Talk Show

- Penyuluhan

Kidzona merupakan suatu organisasi yang berkonsentrasi pada tumbuh kembang anak berikut masalah
dan isu-isu yang terjadi dalam dunia mereka.

19
Peduli Tumbuh Kembang anak

Jkt-30/12 (Kompas) Berlokasi di Grand Ballroom Hotel mulia,senayan Kidzona Organization yang peduli

terhadap tumbuh kembang anak, akan mengadakan suatu penyuluhan yang bertemakan “Televisi sahabat

kita”. Penyuluhan ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi orang tua anak dalam pendidikan

terutama dalam pengawas dan pemantauan terhadap media, yang dalam hal ini khususnya adalah televisi.

Kampanye ini juga didukung oleh organisasi-organisasi lain yang berhubungan dengan kesejahteraan

anak. Dimana dalam kampanye ini terdapat berbagai macam program yang tersusun dan terencana untuk

menumbuh kembangkan anak-anak penerus generasi bangsa. Kampanye ini akan berlangsung selama

6bulan terhitung dari Febuari hingga Juli di Jakarta.

Lebih dari separuh (52%) anak berusia 5-17 tahun memiliki televisi sendiri di kamar tidurnya. Waktu rata-

rata TV menyala di rumah-rumah ialah 7 jam, 12 menit. Rata-rata waktu orang tua bercakap-cakap secara

sungguh-sungguh dengan anaknya hanya 38,5 menit per minggu. Hal ini sungguh memprihatinkan. Karena

peran orang tua sangatlah penting untuk ikut serta dalam program kampanye ini untuk mengarahkan

kepada buah hati mereka.

Hard News, Astried Ayu / MC11 – 1B (2007 110587)

20
Tayangan TV Merusak Generasi Penerus Bangsa

Anak-anak sebagai generasi penerus, adalah harapan masa depan bangsa ini, di tangan mereka kelak

bangsa ini akan bergantung. Tayangan televisi berperan penting dalam tumbuh kembang dan pola fikir

anak. Seto Mulyadi mengungkapkan bahwa, dunia pertelevsian di Indonesia lebih mengarah pada

segmentasi anak muda, Dengan kondisi seperti ini anak tentunya terbatasi oleh program acara yang ada.

Mereka kurang bisa mengintepretasikan apa yang mereka kehendaki terhadap tontonan mereka.

Pengaruh buruk yang dapat ditimbulkan dari menonton TV bagi anak ada berbagai macam, diantaranya

berpengaruh terhadap perkembangan anak, mendorong anak bersifat konsumtif, mengurangi kreatifitas

dan mengurangi semangat belajar anak.

Orang tua hendaknya juga turut mendampingi anak menonton dari awal hingga akhir. Dengan begitu,

orang tua dapat mengetahui isi cerita tayangan yang ditonton anak dan menjelaskan kepada anak makna-

makna yang ada pada tayangan tersebut. Komunikasi yang positif adalah kunci utama menyampaikan

pesan yang terkandung dari sebuah tontonan. Namun kenyataannya hanya sekitar 15 persen saja anak

yang mengatakan selama menonton televisi didampingi oleh orangtuanya. Lebih dari separuh (52%) anak

berusia 5-17 tahun memiliki televisi sendiri di kamar tidurnya. Waktu rata-rata TV menyala di rumah-rumah

ialah 7 jam, 12 menit. Rata-rata waktu orang tua bercakap-cakap secara sungguh-sungguh dengan

anaknya hanya 38,5 menit per minggu.

Peran orang tua untuk peduli terhadap jadwal menonton bagi anak-anaknya sangat perlu diperhatikan.

Pemerintah juga harus ikut peduli dan berperan aktif dengan cara mengatur jadwal siaran tidak hanya di

televisi nasional tetapi juga di televisi-televisi swasta.

Pada akhirnya kita sebagai konsumen tayangan-tayangan televisi juga harus dituntut untuk lebih kritis

dalam memilih tayangan yang akan ditonton, begitupun terhadap tayangan yang sesuai ditonton bagi anak-

anak. Televisi harus dapat diposisikan sebagai “alat Bantu” bagi kita, bukannya menjadikan kita sebagai

“pembantu” untuk meningkatkan rating bagi acara-acara yang mereka tayangkan.

Dengan timbulnya kesadaran-kesadaran di antara pemerintah maupun masyarakat, kita secara tidak

langsung juga ikut berperan menciptakan generasi-generasi penerus bangsa yang lebih berkualitas di

masa yang akan datang. Soft News, Astried Ayu / MC11-1B (2007 110587)

21
KPI Tegur Pihak Stasiun Televisi

Jakarta, 12/12/09 (Kompas) – Pada periode Januari hingga Maret 2009, kepemirsaan anak-anak

tampak tinggi dibandingkan tahun lalu. Kenaikannya tampak disepanjang hari dengan kenaikan tertinggi

pada jam tayang utama. KPI menegur pihak stasiun televisi yang dinilai melanggar aturan karena

tayangan-tayangan yang dinilai tidak sehat bagi keluarga.

Pihak stasiun televisi juga diminta para praktisi tontonan anak harus ikut bertanggung jawab

terhadap masa depan pertumbuhan anak-anak Indonesia. KPI tidak hanya mencermati tayangan-tayangan

bermasalah, tetapi juga memperhatikan tampilan perwajahan televisi secara umum yang kurang

bersahabat kepada pemirsanya.

Diperkirakan sebanyak 21% pemirsa TV adalah anak-anak berusia 5-14 tahun. Jumlah yang tidak

bisa dibilang sedikit dengan banyaknya tuntutan atas tayangan yang sesuai untuk anak. Kepemirsaan anak

pun termasuk tinggi dibandingkan dengan target pemirsa yang lebih dewasa.

Menurut data dari AGB Nielsen Media Research, pilihan program mereka pun ternyata berbeda.

Anak kelas menengah atas punya kecendrungan lebih selektif menonton program yang sesuai dengan

usianya yang terlihat dari tontonannya yang lebih variatif. Sementara tontonan anak menengah bawah

masih didominasi oleh sinetron.

Hard news, Cindy Setiawan / MC11-1B, (2007 110082)

22
Hilangnya Kontrol Dalam Tontonan Ruang Publik

Makin beragamnya tayangan khusus untuk anak-anak di televisi, ternyata tidak selalu

menguntungkan bagi masa depan anak-anak Indonesia. Pasalnya, ternyata sebagian besar tontonan

televisi saat ini masuk kategori berbahaya bagi anak-anak.

Anak-anak dirangsang untuk berperilaku keras dan mengucapkan kata-kata kotor akibat tontonan

anak-anak yang tidak sehat di televisi. Lebih jauh dari itu, akibat maraknya tontonan anak-anak yang tidak

sehat di televisi, anak-anak cenderung dituntun untuk ikut brutal. Kenyataan ini sudah sering dikeluhkan,

tetapi herannya, pihak stasiun televisi pun cenderung mengabaikan keluhan masyarakat. Stasiun televisi

itu seperti tidak peduli dengan keluhan masyarakat yang cemas melihat maraknya tayangan tidak sehat

untuk anak-anak. Orang tua mestinya juga jeli memperhatikan tayangan-tayangan di televisi, yang

umumnya tidak sehat untuk ditontonan anak usia sekolah dasar, apalagi jika masih di taman kanak-kanak.

Menurut data AGB Nielsen Media Research, anak-anak usia sekolah dasar menonton televisi 30-35

jam per minggu atau 4-5 jam khusus di hari Minggu atau libur. Nah, berapa jam tontonan yang mereka

saksikan dalam setahun? Mencapai 1.500 jam. Sedangkan jam belajar mereka di sekolah negeri hanya

750 jam setahun. Jadi, bisa dimengerti kalau banyak orangtua khawatir dan sangat cemas terhadap

tayangan anak-anak di televisi.

“Kita perhatikan, banyak acara televisi sekarang tidak mencantumkan klasifikasi acaranya, apakah

tayangan itu untuk anak-anak, remaja, atau dewasa. Mestinya hal itu dicantumkan, karena KPI sudah

menyerukan hal tersebut sejak tahun lalu." ujar Vera, seorang ibu rumah tangga yang khawatir akan

tontonan anaknya.

Tontonan di ruang publik sekarang ini sepertinya tidak ada lagi kontrol. Tontonan orang dewasa

dan anak-anak kadang bercampur baur. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bisa lebih agresif melakukan

kontrol atau mungkin mengajak organ masyarakat lainnya untuk melakukan kontrol atau tekanan secara

konstruktif terhadap stasiun televisi yang menayangkan program yang tidak lagi mendidik.

Cindy Setiawan / MC11-1B, (2007 110082) - softnews

23
Televisi Sahabat Kita

Kidzona memilih topik “Televisi sahabat kita” disebabkan oleh banyaknya ketidaksadaran yang

dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anaknya, Kidzona lebih berharap dalam kampanye yang dibuat

mereka dapat mengajarkan/menanamkan nilai-nilai, etika, dan moral. Konkretnya, ajarkan bagaimana

bersikap baik dan menghadapi masalah tanpa harus membabi buta dengan emosi meledak-ledak.

Tekankan bahwa dalam kondisi apa pun, adat bersopan santun tetap harus dijunjung tinggi. Ajarkan pula

bagaimana cara mengontrol emosi. Dengan bekal yang kokoh tadi diharapkan saat anak menyaksikan

tayangan yang menyuguhkan konflik, dia tak terpengaruh. Artinya, dia bisa mengontrol emosi, hingga tetap

bisa bersikap manis dan menyampaikan argumentasinya dengan cara yang santun. Karena apabila

diabaikan dan didiamkan trus menerus maka anak – anak pada jaman sekarang hanya akan terpengaruh

terhadap apa yang mereka lihat dan tanpa bimbingan dari orang tuanya.

Kampanye yang kami buat juga diharapkan dapat memacu semangat pihak – pihak pertelevisian

untuk menayangkan tontonan yang berisikan materi pendidikan/pembelajaran dan hiburan yang bila

ditonton akan sangat bermanfaat bagi putra-putri kita dalam meningkatkan kualitas hasil

pendidikan/pembelajarannya untuk menanamkan pendidikan budi pekerti. Menyadari potensi televisi

sebagai media yang dapat menyampaikan pesan-pesan pendidikan secara efektif dan mampu

mempengaruhi perilaku seseorang, serta menunjang usaha pemerintah dalam menanamkan nilai-nilai

budi pekerti.

Background, Stanley Kartawinata / MC11-1B, (2007 110055)

24
Media Massa yang Tak Bersahabat

Pada tanggal 14 januari 2010 salah satu perusahaan medrel yang bernama Kidzona mengadakan

konferensi pers. Kidzona sebagai salah satu organisasi yang peduli terhadap tumbuh kembang anak

bekerja sama dengan psikolog Yoentoro Mikael. S.Psi. Cindy Setiawan, Humas Global TV, Stanley

Kartawinata, Organisasi Peduli Anak serta Astried Ayu Angela, Ahli Autism yang menjadi sponsor dalam

kampanye kami yang kurang lebih akan dilaksanakan dalam periode waktu 6 bulan untuk mengajak

masyarakat, media, serta pemerintah untuk bersama-sama berpartisipasi aktif dalam usaha memberikan

informasi bagi orang tua anak dalam pendidikan terutama dalam pengawas dan pemantauan terhadap

media, yang dalam hal ini adalah televisi.

Dalam tahap jangka pendek , sasaran utama keberhasilan dari kegiatan kampanye ini ditujukan

kepada para orang tua di Indonesia khususnya di kota – kota besar , karena dari hasil riset penelitian

disebutkan bahwa memang terdapat usaha untuk menggerakan para orangtua agar mengarahkan anak-

anak mereka supaya menonton program atau acara yang dikhususkan untuk mereka saja, namun pada

prakteknya, sedikit sekali orangtua yang memperhatikan ini dan rata-rata waktu orang tua bercakap-cakap

secara sungguh-sungguh dengan anaknya hanya 38,5 menit per minggu.

Tema yang akan diangkat oleh Kidzona adalah ”Televisi Sahabat Kita”. Kidzona mengangkat tema

ini , karena dewasa ini, media massa dengan program-programnya yang memperlihatkan kerusakan moral

dan kekerasannya, sedang merobohkan dinding yang menjadi tembok pemisah antara masa kanak-kanak

dengan masa dewasa. Fenomena seperti ini menunjukkan bahwa anak-anak zaman kini dibebaskan untuk

melihat apa yang seharusnya hanya ditonton oleh orang dewasa dan hal ini dapat berdampak buruk bagi

anak-anak itu. Di antara berbagai media massa, televisi memainkan peran yang terbesar dalam

menyajikan informasi yang tidak layak dan terlalu dini bagi bagi anak-anak. Menurut para pakar masalah

media dan psikologi, di balik keunggulan yang dimilikinya, televisi berpotensi besar dalam meninggalkan

dampak negatif di tengah berbagai lapisan masyarakat, khususnya anak-anak. Pesan dari tema ini

ditujukkan kepada target audience yakni masyarakat, khususnya para orang tua dengan kondisi ekonomi

dari B sampai C , dan untuk usia dari 30 tahun–45 tahun. Dan untuk pemerintah agar berpartisipasi aktif

dalam mengawasi isi siaran. Pengawasan terhadap siaran televisi diatur dalam standar pengawasan yang

di sebut P3-SPS atau Pedoaman Program Penyiaran Standar Program Siaran, disana diatur apa yang

25
boleh disiarkan dan apa yang tidak boleh disiarkan.

Softnews, Stanley Kartawinata / MC11-1B, (2007 110055)

26
TV = KAWAN / LAWAN

Jakarta, 10/12 (KidsZona) – Pertelevisian Indonesia kini semakin marak, tidak lain diantaranya

banyak anak-anak muda dibawah umur cukup untuk menonton setiap program pertelevisian, karena itu

perlu diadakannya pengawasan khusus dari para orang tua. Oleh karena itu pada Januari 2010 yang

bertempatkan di Jakarta Kidzone melakukan penyuluhan khusus ini.

Berkembangnya dengan kemajuan zaman, peretelevisian di Indonesiapun sudah cukup banyak

mengalami perkembangan. Bukan hanya dengan bertambahnya channel-channel TV swasta, tetapi juga

fariasi dari jenis-jenis film tersebut. Banyak diantaranya terdapat film dewasa yang seharusnya tidak layak

untuk dipertontonkan dengan anak-anak. Berbagai cara mungkin sudah dilakukan oleh setiap stasiun TV

untuk mengkatagorikan dan mengkaji setiap film-film yang akan layak siar, tetapi tetap saja ada beberapa

kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh pihak pertelevisian untuk dapat mengeruk keuntungan dengan

memberikan film-film yang cukup fulgar dan tidak berwawasan.

Penting untuk setiap orang tua agar mengenali apa yang keluarga mereka lihat dan tonton di layar

kaca, terutama jika mereka bersama anak-anak yang belum bisa menyaring pengaruh TV tersebut, yang

mungkin dapat memberikan dampak negative bagi sang buah hati, misalnya seperti tayangan kekerasan

(smack down), pembunuhan dan sex. Banyak diantaranya masih dapat di lihat oleh anak-anak walaupun di

siarkan dalam prime time atau diluar waktu bermain bagi generasi muda tersebut.

Karenanya perlu diadakan pengenalan serta pengawasan extra ketat bagi pemilihan media yang

akan disaksikan, dan tidak kalah penting agar setiap orang tua lebih memperhatikan serta menseleksi film-

film yang akan disajikan bagi anak-anak agar generasi muda kini tidak menjadi rusak karena salahnya

tayangan-tayangan film dapat merusak moral. Pedulu tontonan dapat dimulai sejak dini, karena dalam usia

0-12 tahunlah pola pikir dan perkembangan anak dan masa-masa yang memprihatinkan bagi generasi

penerus tersebut.

Hard News, Yoentoro Mikael / MC11-1B, (2007 110480)

27
KENALI PENGARUH TV ANDA

Jakarta, 10/12 (KidsZone) – TV merupakan sarana yang menyenagkan bagi setiap orang, teteapi

tidak selalu pengaruh TV itu baik bagi keluarga terutama anak anda. Karena itu penting untuk mengetahui

program apakah yang disimak sang buah hati. KidsZone telah membantu para orang tua dengan

mengadakan campaing selama bulan January 2010 di Jakarta.

Anak-anak sangat menyukai film yang di tayangkan di TV, dari film carton, quiz, bahkan hingga

sinetron yang biasanya di oleh orang tua mereka. Para orang tua pun mungkin merasa terbantu dalam

menangani anak mereka yang sedang menangis hanya dengan menyalakan TV terhadap anak mereka.

Mereka berpikir banyak hal yang dapat mereka pelajari dan dapatkan dari media elektronik yang satu ini,

tetapi tahukah anda bahwa tidak selalu hal-hal yang baik yang mereka pelajari, tanpa menyaringnya anak-

anak terus menerima apa yang mereka lihat, dengar, dan saksikan di TV mereka.

Sedikit demi sedikit mereka mulai mempelajari pacaran dari film yang di tonton kakak mereka,

kebohongan di sinetron yang ibu mereka simak, dan kekerasan dari berita yang ayah mereka lihat.

Pengaruh-pengaruh kecil yang mungkin tidak selalu di sadari oleh orang tua ini lah yang sedikit demi

sedikit membuat para orang tua binggung dan keheranan dari manakan anak mereka belajar untuk

berbohong dan berkelahi dengn teman mereka yang pada nyatanya tidak pernah di ajarkan oleh mama

dan papa mereka. Tanpa mempengaruhi sebabnya orang tua-orang tua baik yang di perkotaan maupun di

pedesaan hanya melihat akibat yang mulai anak mereka lakukan.

Oleh sebab itu KidsZone yang melalui kampanyenya akan membantu para orang tua, terutama

mereka yang mulai kehilangan kendali tehadap anak-anaknya agar memperhatikan apa yang mereka

pelajari dari sejak dini ini melalui media pertelevisian. Melarang anak-anak untuk tidak menonton TV pun

akan membuat anak menjadi pasif dan tertutup oleh perkembangan zaman, tetapi dengan menjaga serta

mengenali program yang akan anda simak mungkin akan lebih membantu untuk masa depan anda dan

keluarga.

Softnews, Yoentoro Mikael / MC11-1B, (2007 110480)

28
Visi dari Televisi

Mengingat awal tahun 70-an, dimana televisi merupakan barang tersier dimata masyarakat Indonesia. Satu

kelurahan mungkin hanya mempunyai satu televisi saja. Penonton pun beragam usia. Dari tua, muda,

hingga belia, mereka semua tumpah dalam suatu wadah untuk menonton hingga berebutan untuk menjadi

yang terdepan untuk menyaksikan kotak ajaib nan mewah tersebut.

Dalam hal apapun dan dimana pun, segalanya akan bergerak dalam suatu sistem yang terorganisir bila

mempunyai visi dan misi. Misi berbicara mengenai apa yang akan diraih, pencapaian apa yang perlu

didapat. Sedangkan visi berbicara mengenai landasan apa yang diinjak guna meraih misi. Televisi

merupakan gabungan dari 2 suku kata tele dan visi. Tele yang berarti luas, berarti televisi dapat diartikan

seperangkat media yang memberikan visi luas.

Era pertelevisian di Indonesia telah berkembang cukup jauh. Kini televisi sudah bukan termasuk barang

mewah lagi, hampir setiap lapisan masyarakat di Indonesia memilikinya. Setiap program memiliki segmen

– segmen khusus. Pertelevisian sudah memiliki pola dan pemirsanya sendiri –sendiri, tidak seperti tempoe

doeloe dimana semua, tua, muda, hingga belia menyaksikan bersama – sama apa acara apapun yang

tersiarkan.

Kembali kearah visi. Dewasa ini nampaknya pertelevisian Indonesia mulai mengikis visi mereka. Visi

dimana perihal luas kini menjadi sempit. Masyarakat lebih memilih memasang TV kabel, dimana setiap

program yang disajikan lebih baik dibanding TV swasta yang kini sudah terlalu penggap dengan akting

derai air mata dan sulutan asmara. Lebih sempit lagi dunia anak era sekarang sudah tak seriang tahun 90-

an, dimana Si komo, Kuis cerdas cermat, dan acara semacamnya memberikan edukasi bagi anak – anak

Indonesia. Dunia anak telah digusur oleh anak muda yang dinamis, padahal pola pikir anak pastinya tidak

sesuai dengan pola pikir remaja. Bagaimanapun anak ya tetap anak. Mereka bukan orang dewasa

berbentuk mini yang dapat berpikir rasio dan matang. Kemana visi dari televisi dulu yang berlaku adil bagi

setiap segmen pemirsanya?

Anak era sekarang cenderung berpikir yang terkadang bukan untuk usia mereka. Kurang kreatif dan

cenderung ingin berlaku instan. Bagaimana tidak dalam hal ini televisi memainkan peran penting dalam

kehidupan masyarakat. Jarang terdengar anak-anak menyanyikan lagu Ibu Kita Kartni, Pelangi, atau

cobalah meminta pada mereka untuk menyanyikan ambilkan bulanku, yakinkah mereka dapat menghapal

29
liriknya? Hingga pengamen jalanan pun yang berusia belia bila bersenandung menyanyikan lagu dari

sound track sinetron.

Kalaupun ada waktu yang tersedia bagi anak itu hanya hari minggu. Hari minggu dimana kartun animasi –

Jepang bernaung, mengobral menghabisi dan menguasai, kalaupun ada nilai persahabatan itu hanya tipis

saja. Seorang anak jaman sekarang sudah terlalu lelah dengan tugas sekolah, belum lagi bila mereka

mengikuti kursus – kursus permintaan orang tua mereka yang terkesan wajib untuk diikuti, kalaupun

mereka beristirahat mereka melampiaskan kepada televisi yang terlalu sayang untuk disaksikan bagi

mereka secara bebas dan ekspresif.

Kemana visi itu pergi? Adakah bintang cilik yang akan muncul dengan menyanyikan lagu karya AT.

Mahmoed bukan dari band anak muda yang berambut gondrong? Kita nantikan saja visi itu dating dan

member kehangatan bagi si agen peniru kecil kita.

Feature, Paschalis Gandhi / MC11-1B (2007110472)

30
Waspada Dunia Audio Visual

Jaringan pertelevisian sebagai media audio visual telah berkompetisi antara satu dengan yang

lainnya. Dibanding 10 tahun yang lalu, dunia pertelevisian kita sekarang, sudah semakin berwarna serta

menawarkan sejumlah program-program yang siap bersaing antar channel.

Di era globalisasi yang terus mengalirkan arusnya, dunia pertelevisian kita telah mengalami

perkembangan yang sangat signifikan. Dimana setiap channel menawarkan berbagai macam program

yang siap disantap oleh kita selama 24 jam. Namun sebagai insan yang cerdas, tentunya kita dapat

memaknai dan mampu mengkritisi segala sesuatu apa yang kita tonton. Terlebih untuk anak-anak, kita

sebagai pembimbing, tentunya harus dapat memberi acuan yang baik, bagi anak-anak kita.

Dunia anak akhir-akhir ini, sepertinya semakin tidak diperhatikan saja. Melihat tontonan sekarang,

kaum remaja lebih memiliki tempat yang lebih luas serta porsi program yang lebih banyak dibanding anak-

anak (dibawah 13 tahun). Pengaruh media terhadap anak makin besar, teknologi semakin canggih dan

intensitasnya yang semakin tinggi. Padahal orangtua belum tentu memiliki waktu yang cukup untuk

memperhatikan, mendampingi dan mengawasi anak-anak mereka. Anak lebih banyak menghabiskan

waktu menonton TV ketimbang melakukan hal lainnya.

Dalam seminggu seorang anak menonton TV sekitar 170 jam. Apa yang mereka pelajari selama

itu? Mereka akan belajar bahwa kekerasan itu menyelesaikan masalah. Mereka juga belajar untuk duduk di

rumah dan menonton, bukannya bermain di luar dan berolahraga. Hal ini menjauhkan mereka dari

pelajaran-pelajaran makna hidup, seperti bagaimana cara berinteraksi dengan teman sebaya, belajar cara

berkompromi dan berbagi dengan mereka.

Faktanya:

• Anak merupakan kelompok pemirsa yang paling rawan terhadap dampak negatif siaran TV.

• Data th 2002 mengenai jumlah jam menonton TV pada anak di Indonesia adalah sekitar 30-35 jam /

minggu atau 1.560-1.820 jam / tahun . Angka ini jauh lebih besar dibanding jam belajar di sekolah

dasar yang tidak sampai 1.000 jam/tahun.

• Tidak semua acara TV aman untuk anak. Bahkan, “Kidia” mencatat bahwa pada 2004 acara untuk

anak yang aman hanya sekira 15% saja. Oleh karena itu harus betul-betul diseleksi.

• Saat ini jumlah acara TV untuk anak usia prasekolah dan sekolah dasar per minggu sekitar 80 judul
31
ditayangkan dalam 300 kali penayangan selama 170 jam. Padahal dalam seminggu ada 24 jam x

7= 168 jam! Jadi, selain sudah sangat berlebihan, acara untuk anak juga banyak yang tidak aman.

Efek dari Mengkonsumsi TV:

- Mengurangi semangat belajar

- Membentuk pola pikir sederhana

Solusi:

• Jalan-jalan,

• Berolahraga,

• Bercengkrama dengan keluarga,

Soft News, Paschalis Gandhi / MC11-1B, (2007110472)

32
33
34
35

Anda mungkin juga menyukai